Anda di halaman 1dari 13

KENDALA-KENDALA PADA INDUSTRI KERAJINAN TENUN

SONGKET UNGGAN DI NAGARI UNGGAN KECAMATAN


SUMPUR KUDUS KABUPATEN SIJUNJUNG

ARTIKEL

SINTA RAMADANI
NPM: 11070040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2015
BOTTlENECKS ON INDUSTRY SONGKET PURPLE PURPLE SUB IN THE
COUNTRY
SUMPUR KUDUS SIJUNJUNG
Sinta Ramadani 1 Dr. Zusmelia, M.Si 2 Ariesta, M.Si 3

Program Studi Pendidikan Sosiologi


STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research focuses on the constraints on the industry weaving craft sogket purple in
purple Nagari district Sumpur Holy District Sinjunjung. This study aims to describe: (1) The
constraints faced by the industry songket purple. (2) The characteristic that distinguishes songket
purple with songket from other areas. The theory used is the theory of phenomenology according
to Alfred Schutz. The results of the study found the constraints on industry songket is purple,
constraints on the capital constraints on the human resources, constraints on the transport,
constraints on the raw materials, the constraints on the weaving process, and constraints on the
question of marketing. Then found the hallmark of songket purple that looks at the motives and the
size or scope of songket cloth purple. The motive is: purple motif thousand hills, beautiful motifs
sweet, rainbow motif, motif longhouse and rangkiang motive, motive lansek, refused barajo motif,
and motifs pitunang purple. The second characteristic is the size of the fabric or the fabric of
songket purple is measuring 100 cm x 285 cm, 100 cm wide and 285 cm long.

Keywords: craft, industry, weaving songket Unggan.

ABSTRAK

Penelitian ini menfokuskan tentang kendala-kendala pada industry kerajinan tenun sogket
Unggan di Nagari Unggan Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sinjunjung. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Kendala-kendala yang dihadapi oleh industri kerajinan tenun
songket Unggan.(2) Ciri khas yang membedakan tenun songket Unggan dengan tenun songket dari
daerah lainnya. Teori yang digunakan adalah teori fenomenologi menurut Alfred Schutz. Dari
hasil penelitian ditemukan kendala-kendala pada industri kerajinan tenun songket Unggan yaitu,
kendala dibagian modal, kendala dibagian sumber daya manusia, kendala dibagian transportasi,
kendala dibagian bahan baku, kendala dibagian proses menenun, dan kendala dibagian persoalan
pemasaran. Kemudian ditemukan ciri khas dari tenun songket Unggan yaitu terlihat pada motif
dan ukuran atau bidang kain dari tenun songket Unggan. Motif tersebut adalah: motif Unggan
seribu bukit, motif cantik manis, motif pelangi, motif rumah gadang dan motif rangkiang, motif
lansek, motif enggan barajo, dan motif pitunang Ungga. Ciri khas yang kedua yaitu dari ukuran
kain atau bidang kain dari tenun songket Unggan yaitu berukuran 100 cm x 285 cm, dengan lebar
100 cm dan panjangnya 285 cm.

Kata Kunci: industri kerajinan songket unggan


PENDAHULUAN usahanya kebanyakan masih memerlukan
Di Indonesia, pertumbuhan industri pembinaan yang terus menerus agar masalah
besar dan menengah yang sangat cepat sejak yang dihadapi dapat segara diatasi. Beberapa
tahun 1970-an melampaui pertumbuhan masalah utama yang sering dihadapi antara
Industri Kerajinan Rumah Tangga (IKRT) lain adalah permodalan, pemasaran, dan
yang tidak lancar. Meskipun demikian, keterampilan dalam mengelola usaha (BPS,
IKRT telah memainkan peran penting dalam 2002).
menyediakan lapangan kerja, meningkatkan Kesejahteraan masyarakat di pedesaan
jumlah perusahaan dan menopang akan dapat tercapai salah satu dengan
pendapatan rumah tangga. Industri kecil meningkatkan industri kecil dan kerajinan
merupakan sebagai perusahaan rakyat antara lain perlu dilanjutkan
(establishme) yang mengkaryakan 5-19 pembangunan wilayah pusat industri kecil
orang pekerja sedangkan industri rumah diseluruh tanah air, harus dilanjutkan dan
tangga adalah sebagai perusahaan yang diarahkan untuk memperluas lapangan kerja
mempekerjakan kurang dari 5 orang pekerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan
(Kuncoro, 2007: 342). exsport, menumbuhkan kemampuan dan
Sektor industri kini merupakan sektor kemandirian berusaha serta meningkatkan
utama dalam perekonomian Indonesia. pedapatan pengusaha kecil dan pengrajin
Sektor ini sebagai penyumbang terbesar untuk dilanjutkan dan ditingkatkan
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto bimbingan teknik (Sudur, 2012: 2).
(PDB) Indonesia selama sepuluh tahun Secara umum industri kecil mempunyai
terakhir. Sebagai gambaran, pada tahun karakteristik antara lain: menyerap peluang
2002 peran sektor industri pengolahan kerja yang besar, kebanyakan berada di
diperkirakan mencapai lebih dari seperempat pedesaan, modal kecil teknologi tradisional,
(25,01 persen) komponen pembentukan tenaga kerja keluarga, bahan baku lokal.
PDB. Sementara sektor pertanian Umumnya industri kecil masih
memberikan gambaran sekitar 17,47 persen mengandalkan tenaga manusia untuk
(BPS, 2002). mengekspresikan usaha sehingga menyerap
Industri merupakan suatu unit kesatuan tenaga yang besar. Dilain pihak, jumlah
pengolahan barang mentah atau barang modal yang digunakan sangat kecil,
setengah jadi menjadi barang jadi yang pengusaha industri kecil hanya bisa
memiliki nilai tambah untuk mendapatkan menggunakan teknologi yang rendah atau
keutungan, hasil industri tidak hanya berupa tradisional. Sesuai dengan pembangunan,
barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. pada awal pembangunan teknologi
Industri ataupun perusahaan merupakan tradisional sangat dominan kemudian
salah satu peluang kerja di Indonesia untuk meningkat ketingkat teknologi yang lebih
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat maju sesuai dengan fase pembangunan.
yang ada di desa maupun yang ada di kota. Demikian pula, tenaga kerja akan luar
Selain itu juga membatasi angka keluarga sesuai dengan tingkat
pengangguran yang terjadi dikalangan perkembangan tersebut (Sudur, 2012: 3).
masyarakat. Industri kecil dan kerajinan Provinsi Sumatera Barat memiliki
rumah tangga merupakan satu usaha produk industri kerajinan rumah tangga,
keterampilan yang mengandung nilai seperti yang terdapat di daerah Halaban,
ekonomi, nilai budaya dan nilai seni (BPS, Pandai Sikek, Silungkang, Pariaman,
2014). Padang, Bukittinggi, Padang Laweh dan
Jadi industri adalah seperti jaringan yang Sijunjung. Kabupaten Sijunjung merupakan
helaiannya menjangkau hampir setiap aspek salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera
masyarakat, kebudayaan dan kepribadian Barat. Daerah ini terkenal dengan sebutan
(Schneider, 1986: 4). Industri rumah tangga Lansek Manih, dan memiliki banyak produk
dan industri kecil merupakan salah satu kerajinan yang khas seperti kerajinan
komponen dari sektor industri pengolahan anyaman rotan, anyaman pandan, sulaman
yang mempunyai andil besar dalam dan lain-lain. Produk yang diproduksi oleh
menciptakan lapangan pekerjaan di industri berskala rumah tangga tersebut
Indonesia, selain itu juga mampu menyerap dapat tumbuh dan berkembang sejalan
tenaga kerja, namun disisi lain sifat dengan pembinaan yang dilakukan oleh
Dinas Koperasi Perindustrian dan ditemukan dalam industri kerajinan tenun
Perdagangan serta Dewan Kerajinan songket Unggan tersebut.
Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Songket Unggan masih sangat baru bila
Sijunjung dapat menjual hasil dari industri dibandingkan dengan songket Silungkang di
rumah tangganya sendiri ke daerah lain kota Sawah Lunto ataupun songket Pandai
seperti Halaban, Bukittinggi, Payakumbuh, Sikek di Kabupaten Tanah Datar yang
dan Jakarta (Dewan Kerajinan Nasional berumur ratusan tahun (Dewan Kerajinan
Daerah, 2012). Nasional Daerah, 2012). Di Nagari Unggan
Nagari Unggan Kecamatan Sumpur berkembang industri kerajian tenun songket
Kudus merupakan sebuah nagari yang yang dipelajari dari pengrajin songket
memiliki potensi yang sangat besar untuk Pandai Sikek dan pengrajin songket
menghasilkan sumber daya alam seperti Silungkang. Dalam perkembangannya
masyarakat yang bekerja dalam bidang songket Unggan mampu mengkombinasikan
pertanian dan pekerbunan, pada sektor lain kehalusan songket Pandai Sikek dengan
seperti pengrajin. Berdasarkan observasi songket Silungkang yang diubah dan
awal penelitian ini di Nagari Unggan terciptalah songket corak Unggan dengan
Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten motif Unggan Seribu Bukit yang
Sijunjung ditemukan beberapa kelompok membedakan dengan motif songket lainnya.
pengrajin tenun songket di Nagari Unggan Melalui pembinaan, songket Unggan telah
seperti: kelompok Lansek Manih, Sejahtera, menjadi primadona dengan bukti tenun
Semoga Jaya, Hulwah/Fallen, dan Minang Unggan sudah memperoleh berbagai
Saiyo. Kelompok Lansek Manih, kelompok penghargaan seperti juara 1 (satu) UMKM
Lansek Manih yaitu diketuai oleh Indra Award 2011 dari Kementrian Pembangunan
Yeni, Elva Yasri sebagai sekretaris, dan Daerah Tertinggal dan juara 1 wira usaha
Indri Surianti sebagai bendahara. Yang mana mikro kategori non pertanian pada City
kelompok Lansek Manih ini memiliki Microentrepreneurship Award 2013 serta
tenaga kerja 40 orang. Kelompok Sejahtera diselenggarakannya pengelaran tenun
yaitu diketuai oleh Sesra Musida, Yulianti Unggan di Jakarta (Dewan Kerajinan
sebagai sekretaris, dan Wiwil T.A sebagai Nasional daerah, 2012).
bendahara, kelompok Sejahtera ini memiliki Penelitian ini bertujuan untuk
tenga kerja 13 orang. Kelompok Semoga mendeskripsikan kendala-kendala pada
Jaya yaitu diketuai oleh Kasmawati, Putih industri kerajinan tenun songket Unggan di
Efrida sebagai sekretaris, dan Ernitis sebagai Nagari Unggan Kecamatan Sumpur Kudus
bendahara, kelompok Semoga Jaya ini Kabupaten Sijunjung. Industri kerajinan
memiliki tenaga kerja 14 orang. Kelompok tenun songket Unggan ini adalah industri
Hulwah Fallen diketuai oleh Germawati, yang terletak di Nagari Unggan dengan
kelompok ini memiliki tenaga kerja 12 kondisi industri yang jauh dari pusat kota
orang. Sedangkan kelompok Minang Saiyo atau jauh dari pasar dengan jarak berkisar 65
yang diketuai oleh Enita Widia Citra, km dari Ibukota Kabupaten dan ditambah
kelompok Minang Saiyo ini memiliki tenaga lagi transportasi yang kurang memadai
kerja 20 orang. untuk kelancaran industrinya, sehingga
Nagari Unggan adalah suatu nagari yang ditemui berbagai kendala dalam kerajinan
ada di Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten tenun songket Unggan tersebut.
Sijunjung Provinsi Sumatera Barat yang JENIS DATA DAN METODE
merupakan pusat industri kerajinan tenun Penelitian ini menggunakan pendekatan
songket Unggan yang berjarak lebih kurang kualitatif dengan tipe deskriptif (Bungin,
65 km dari Ibukota Kabupaten dan 37 km 2007: 68). Metode pemilihan informan
dari Ibukota Kecamatan dengan jarak dalam penelitian ini adalah dengan cara
tempuh sangat jauh sekali, karena Nagari purposive sampling (Moleong, 2007: 132).
Unggan sendiri yang jauh dari akses Kriteria pokok dalam penelitian ini adalah
perkotaan, belum lagi medan yang ditempuh pengelola industri kerajinan tenun songket
sangat sulit karena jalan banyak yang rusak, Unggan, pengrajin yang pernah mengikuti
berlobang dan banyak yang longsor pelatihan, dan tokoh masyarakat.
sehingga banyak sekali kendala yang Berdasarkan kriteria informan, informan
dalam penelitian ini berjumlah 30 orang.
Triangulasi data dilakukan untuk 1994. Indra Yeni tidak bertenun di Halaban
mendapatkan data yang valid. Penelitian ini tetapi kembali ke Unggan tahun 1995 karena
mulai dilakukan sejak tanggal 23 Juni sudah bekeluarga. Ira ikut bergabung dengan
sampai 22 Juli 2015. Tempat penelitian ini, Mendrawati, tetapi tidak bertahan lama
di Nagari Unggan Kecamatan Sumpur karena alasan anak yang masih kecil (Dewan
Kudus Kabupaten Sijunjung Dalam Kerajinan Nasional Daerah, 2012).
penelitian ini, penelitian menggunakan data Sampai tahun 1999 Medrawati masih
primer dan data skunder. Teknik menenun bersama beberapa orang
pengumpulan data dalam penelitian ini saudaranya, sedangkan Indra Yeni hanya
adalah observasi, wawancara dan studi bertahan tidak sampai setahun. Mendrawati
dokumen. Model analisis data dalam hanya menenun songket balapak seperti
penelitian ini menggunakan model analisis songket Pandai Sikek dan hasilnya
data Miles dan Huberman. dipasarkan ke Halaban dan Bukittinggi.
HASIL PENELITIAN Songket masih menjadi keterampilan yang
A. Sejarah Kerajinan Tenun Songket hanya dikerjakan oleh keluarga Mendrawati
Unggan sampai Mendrawati bekeluarga tahun 1999.
Sejarah songket Unggan diawali oleh Bagi masyarakat, terutama ibu-ibu Unggan
Mendrawati yang belajar songket dari salah bertenun tidak memberikan harapan untuk
seorang penenun songket di Halaban menopang ekonomi keluarga sebagai
Kabupaten Limah Puluh Kota. Mendrawati alternatif mata pencaharian varian selain
yang pertama kali memperkenalkan pertanian, apabila terlihat prospek
keterampilan ini pada sanak saudaranya di kedepannya. Sejak tahun 1999 Mendrawati
Nagari Unggan Kecamatan Sumpur Kudus pindah ke Sumpur Kudus ikut suaminya
Kabupaten Sijunjung. Ibu dari Mendrawati yang berjarak ± 7 km dari Unggan, hal ini
berasal dari Unggan dan ayahnya berasal membuat geliat songket kembali tertidur di
dari Halaban Lima Puluh Kota. Sekitar Unggan dan hanya adik-adik Mendrawati
tahun 1993 Mendrawati yang masih muda sesekali menenun songket Pandai Sikek
(gadis 19 tahun) tinggal di Halaban, dirumah (Dewan Kerajinan Nasional Daerah, 2012).
Buk Nurni (Nuni). Buk Nuni adalah Pada tahun 2002 ada lagi yang belajar
pengrajin songket asal Pandai Sikek yang menyongket di Halaban yaitu Enita Widia
membuka usaha di Halaban. Buk Nuni Citra (Nita). Setelah merantau dan bersuami
mendobrak tradisi belajar songket yang Nita kembali ke Unggan tahun 2005 dan
berlaku di Pandai Sikek dengan membeli seperangkat alat tenun palanta
mengajarkan keterampilannya pada orang bekas dari Halaban. Nita mulai menenun
dari luar Pandai Sikek, salah seorang untuk membantu keuangan keluarga. Tahun
diantaranya adalah Mendrawati yang tinggal 2007 sekitar bulan April, Indra Yeni juga
bersamanya di Halaban. Mendrawati belajar kembali untuk menenun. Ira bersama Nita
tenun balapak (motif penuh) sampai awal mereka berdua kembali menghidupkan
tahun 1994 dan ikut bertenun di Halaban songket di Nagari Unggan dan berjuang
(Dewan Kerajinan Nasional Daerah, 2012). memperkenalkan songket Unggan melalui
Tahun 1998, Mendrawati kembali dan Pemda Sijunjung (Dewan Kerajnan Nasional
menetap dikampung halamannya yaitu di Daerah, 2012).
Unggan dengan membawa seperangkat alat Hasil penjualan songket mampu
tenun yang disebut dengan palanta. membantu keuangan mereka dan mendorong
Mendrawati memulainya dengan tenun orang-orang sekelilingnya untuk belajar
songket balapak dikampung halamannya bertenun. Bagaikan gayung bersambut, Ira
yaitu Unggan Koto untuk selembar kain dan Nita butuh teman untuk menenun dan
songket bermotif tradisional dengan corak teman-teman disekitarnya ingin belajar
Pandai Sikek (Dewan Kerajinan Nasional bertenun. Akhirnya Ira dan Ita mengajak dan
Daerah, 2012). mengajar beberapa anak-anak gadis Unggan
Tidak banyak yang tertarik dengan bertenun (Dewan Kerajinan Nasional
keterampilan Mendrawati, kecuali adik-adik Daerah, 2012).
dan kerabatnya. Salah satunya adalah Indra Tahun 2008, mereka membentuk
Yeni (Ira). Ira juga pernah belajar songket kelompok penenun pertama di Unggan
balapak di Halaban dari penenun Ati tahun dengan nama Minang Saiyo. Nita menjadi
ketua, Imar sebagai sekretaris, dan Ira (Nuni). Ibu Nuni adalah pengrajin songket
sebagai bendaharanya dengan anggota Pandai Sikek yang membuat usaha di
sebayak 12 orang. Kelompok Minang Saiyo Halaban. Ibu Nuni mendobrak tradisi
ini lah yang telah menyebarkan ilmu tersebut belajar songket yang berlaku di
menenun kemasyarakat Unggan sekitarnya Pandai Sikek dengan mengajarkan
serta berupaya mengembangkan kemampuan keterampilan pada orang luar Pandai Sikek.
dan permodalan menenun melalui berbagai Salah seorang diantaranya adalah
bantuan dari Pemda Sijunjung. Tahun 2008 Mendrawati yang tinggal bersamanya di
melalui kegigihan kelompok ini mereka Halaban. Mendrawati belajar tenun balapak
mendapat pelatihan menyongket dari (motif penuh) sampai tahun 1994 belajar
penenun Silungkang (Penenun Aina tenun di Halaban.
Songket) serta berbagai bantuan permodalan Ibu dari Mendrawati berasal dari
berupa alat dan bahan tenun (Dewan Unggan sedangkan ayahnya berasal dari
Kerajinan Nasional Daerah, 2012). Halaban, pada tahun 1998 Mendrawati
Pada tahun ini lah terjadi perubahan kembali dan menetap dikampung
besar dalam sejarah songket Unggan, halamannya yaitu di Unggan dengan
mereka sudah berkembang dengan menenun membawa seperangkat alat tenun.
songket Pandai Sikek dengan benang emas Mendrawati yang pertama kali mengenalkan
dan benang perak (songket tradisional) keterampilan menenun pada sanak
ketenun Silungkang yang lebih banyak saudaranya di Nagari Unggan. Mendrawati
untuk keperluan pakaian harian dengan memulai dengan tenun songket balapak
benang bewarna (Dewan Kerajinan Nasional dikampungnya Unggan Koto untuk selembar
Daerah, 2012). kain songket bermotif tradisional dengan
Secara teknik songket Silungkang dan corak Pandai Sikek. Tidak banyak yang
Pandai Sikek juga terdapat beberapa tertarik dengan keterampilan Mendrawati
perbedaan, sehingga Unggan merupakan kecuali adik-adik dan saudaranya.
satu-satunya daerah sentra kerajinan songket Sampai tahun 1999 Mendrawati
yang menenun dengan dua gaya yang masih menenun bersama beberapa orang
berbeda di Sumatera Barat. Tahun 2008 juga saudaranya, Mendrawati hanya menenun
ditandai oleh kepercayaan Pemda Sijunjung songket balapak seperti songket Pandai
memberikan order untuk membantu Sikek dan hasilnya dipasarkan ke Halaban
percepatan pertumbuhan songket di Unggan dan Bukittinggi. Songket masih menjadi
untuk membuat bahan pakaian seragam kerajinan yang hanya dikerjakan oleh
Pemda Sijunjung (Dewan Kerajinan keluarga Mendrawati sampai Mendrawati
Nasional Daerah, 2012). bekeluarga tahun 1999. Sejak tahun 1999
Tahun 2009 lahir kelompok penenun Mendrawati pindah ke Sumpur Kudus ikut
lainnya seperti Lansek Manih, yang diketuai suaminya seakan-akan tenun songket
oleh Ira, Sejahtera yang diketuai oleh Sesra Unggan tertidur di Nagari Unggan.
Mursida. Mereka saling bahu membahu Selain ibu Mendrawati yang
mengembangkan songket di Unggan. Tahun memperkenalkan dan mengajarkan
2010-2011 mereka menerima lagi order keterampilan menyongket di Unggan ada
6000 pasang bahan pakaian Pemda juga yang memperkenalkan keterampilan
Sijunjung dan telah mewakili Dekranasda menyongket di Unggan yaitu Enita Widia
Sijunjung dan Sumatera Barat kepentas Citra dan Indra Yeni.
nasional melalui berbagai pameran Kriya Enita Widia Citra, sejak perpindahan
Sumatera Barat (Dewan Kerajinan Nasional Mendrawati ikut suami dari Unggan ke
Daerah, 2012). Sumpur Kudus tahun 1999 ternyata
1. Profil Penggagas Tenun Songket membuat keterampilan menyongket seakan
Unggan menghilang dari Unggan. Nita adalah orang
Mendrawati adalah seorang pengrajin yang berupaya menghidupkan songket
tenun kelahiran 10 Oktober 1974, sekitar kembali di Nagari Unggan pada tahun 2005.
tahun 1993 Mendrawati yang masih muda Ibu muda kelahiran 20 Maret 1983 ini
berusia 19 tahun ia tinggal dikampung sebenarnya telah meninggalkan pekerjaan
ayahnya yaitu dirumah seorang pengusaha menyongket yang dipelajari yang
songket di Halaban yaitu dirumah Ibu Nurni ditekuninya di Halaban sejak tahun 2002 dan
memilih meninggalkan kampung halaman kelahiran 10 Oktober 1974 ini berkreasi
untuk merantau ke Pekanbaru. Tahun 2005 dengan songket karena tidak cukup lahan
kembali ke Unggan dan menikah. untuk bertani dan alasan anak yang masih
Untuk menggerakkan usaha ekonomi kecil membuat Ira seperti timbul tenggelam
yang pas-pasan membuat Nita ikut bekerja untuk menggeluti kerajinan songket. Sempat
untuk membantu ekonomi keluarganya. bergabung dengan Mendrawati membuat
Pilihan Nita jatuh pada songket yang pernah songket balapak tahun 1995 kemudian
digelutinya. Sedikit memaksakan diri Nita terhenti untuk waktu yang lama sampai
harus berhutang untuk membeli seperangkat tahun 2007. Merasa anaknya sudah besar
alat tenun bekas dari Halaban (tempat Nita dan tidak memiliki lahan pertanian untuk
belajar tenun), dengan harapan hasil digarap mendorong Ira kembali untuk
menyongket dapat membantu keuangan menenun. Ira melengkapi alat tenun palanta-
keluarganya. nya dengan membeli suri dan karok bekas
Tahun 2005 Nita-lah satu-satunya ke Halaban. Produk pertamanya adalah satu
yang kembali menenun di Unggan dan hasil lembar sarung dan satu lembar selendang
tenunnya dijual ke Halaban di daerah Limah yang diselesaikannya dalam waktu 25 hari.
Puluh Kota. Hasil penjualan tenunnya dapat Pada tahun 2007 Ira ikut bergabung
membayar hutang dan sisanya kembali dengan Nita. Bergabungnya Nita dan Ira
dibelikan benang untuk ditenun. membuat gesah songket semangkin bangkit
Tahun 2007 Nita berinisiatif untuk di Nagari Unggan. Ira ikut andil membentuk
memperkenalkan tenun ke Pemda Sijunjung kelompok tenun Minang Saiyo dan berperan
yang dipimpin oleh Bapak Darius Apan. sebagai bendaharanya sampai tahun 2008.
Sebelumnya tidak ada yang tahu Produksi songket Unggan masih berupa
dilingkungan Pemda Sijunjung bahwa di tenun balapak gaya tenun Pandai Sikek
Unggan ada kegiatan pembuatan songket (menggunakan benang emas/makau).
seperti songket Pandai Sikek, karena Produksi Minang Saiyo semakin banyak
hasilnya selalu dijual di Halaban atau sementara pemasaran masih terbatas dan
Bukittinggi. Harapan Nita memperkenalkan bersaing dengan songket Pandai Sikek dan
dan menjual tenunnya di Sijunjung serta Halaban. Mengikuti saran ibu En Yuswir
memohon bantuan permodalan untuk Arifin, Ira mencoba menenun menggunakan
mengembangkan songket yang dikelolanya. benang berwarna agar dapat digunakan
Upaya yang dilakukan seorang diri untuk bahan pakaian seperti songket
untuk memperkenalkan songket Unggan Silungkang. Ira berkreasi dengan dengan
ternyata membuahkan hasil. Jajaran motif songket Pandai Sikek yang padat
pengurus Dekranasda Sijunjung dan dengan suri/sisir yang agak jarang (suri 60).
pengelola program pemberdayaan Ternyata hasil kreasi Ira ini sangat berkesan
perempuan telah datang secara lansung oleh En Yuswir sehingga Dekranasda
memberikan perhatian serta mendorong Sijunjung melalui program pemberdayaan
perkembangan songket di Nagari Unggan. wanita mendatangkan instruktur dari
Harapan ini mendorong dan menambah Silungkang untuk menigkatkan kemampuan
keyakinan Nita untuk mengembangkan bertenun pengrajin Unggan.
songket dengan mengajak teman-temannya Pelatihan yang diberikan dengan
belajar menenun. Nita dan teman-temannya instruktur Aina dari songket Silungkang
membentuk pengrajin songket pertama di inilah yang paling berpengaruh dalam
Nagari Unggan dengan nama Minang Saiyo perkembangan songket Unggan. Pengrajin
Nita sebagai ketua berupaya menghidupkan diperkenalkan dengan teknik mencongkel
kelompoknya dengan mendapatkan berbagai motif dengan teknik otai, teknik menyimpan
bantuan permodalan dari program motif dengan sistem jerat serta penggunaan
pemberdayaan perempuan, bantuan ibu motif tabur/tebar (tidak padat) menggunakan
terlantar dan Bank mandiri. benang bewarna.
Indra Yeni, selain ibu Mendrawati Ira kemudian membentuk kelompok
dan Enita Widia Citra yang membawa tenun sendiri dengan nama tenun Lansek
kerajinan songket ke Nagari Unggan, Indra Manih. Selaku ketua kelompok Ira sangat
Yeni pun ikut andil untuk membawa proaktif menjalin kerja sama dengan
kerajinan songket ke Nagari Unggan. Ibu Dekranasda dan pengrajin songket di
Silungkang untuk penyediaan bahan baku B. Ciri Khas dari Tenun Songket Unggan
dan pemasaran. Hasil kreasi Ira dan 1. Motif- Motif Pada Tenun
kelompok lansek manihnya sering ikut serta Songket Unggan
dalam berbagai pameran ditingkat Sumbar Songket memiliki motif-motif
maupun Nasional mewakili daerah tradisional yang merupakan ciri khas budaya
Sijunjung. wilayah penghasil kerajinan itu sendiri.
2. Upaya Pengembangan Kerajinan Motif-motif tersebut menggambarkan
Tenun Songket Unggan tentang falsafat Minangkabau sebagai
Mulai program tahun 2011, pedoman hidup yang semula tersimpan
Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional dalam masyarakat menjelma menjadi
Daerah) Provinsi Sumatera Barat bekerja pepatah-petitih yang memperkuat kaidah
sama dengan Dekranasda Kabupaten adat dan bisa juga diambil dari alam atau
Sijunjung memberikan pembinaan yang dari asal nama daerah itu sendiri. Ciri khas
serius kepada pengrajin tenun songket tenun songket Unggan itu sendiri dilihat dari
Unggan. Melalui serangkaian kegiatan motifnya, seperti motif Unggan seribu bukit,
pelatihan Achievement Motivation Training Unggan barajo, pitunang Unggan, kaktus,
(AMT) pada tahun 2013 di Silungkang cantik manis, pelangi, motif rumah gadang,
selama satu bulan dengan peserta 20 orang, motif rangkiang dan motif lansek sebagai
desain motif dan tatawarna, teknik bertenun lambang nama dari Kabupaten Sijunjung.
dan desain busana sampai pelatihan Diantaranya adalah sebagai berikut:
diversivakasi produk tenun. Dari adanya a. Motif Unggan Seribu Bukit
inovasi pengrajin tenun songket Unggan Motif ini merupakan motif khas
sebagai kodek Kabupaten Sijunjung Unggan yang merupakan fisualisasi
sekarang tenun songket Unggan dibawah motif utama berasal dari stilisasi tulisan
binaan dari Dekranasda Provinsi Sumatera Unggan dari kata Arab Melayu,
Barat,PERINDAGKOPNAKER kemudia diberi variasi tumpal yang
(Perindustrian Perdagangan Koperasi dan berasal dari gambaran deretan bukit
Tenaga Kerja), Koperasi Pemberdayaan yang mengelilingi Nagari Unggan
Perempuan, binaan dari PT Semen Padang, (Unggan Seribu Bukit) dilengkapi dua
binaan dari UI (Universitas Indonesia), tumpal yang melambangkan dua
UKM (Usha Kecil dan Meengah) Center Unggan yaitu Unggan Bukit dan
tahun 2013. Untuk promosi, hasil kerajinan Unggan Koto serta lambang Raja
tenun songket Unggan dijual oleh penenun Ibadah (salah seorang Rajo Nan Tigo
ke Silungkang dengan memanfaatkan Selo Minangkabau).
jaringan yang ada di Silungkang, dan b. Motif Pelangi
memperkenalkan ke Pemda Sijunjung untuk Motif ini bermakna dari warna
baju Pemda Sijunjung. Dekranasda pelangi yang memberikan pancaran
Kabupaten sijunjung juga berperan untuk warna keindahan hidup bagi
membantu promosi kerajinan tenun songket mayarakat. Setiap warna dari pelangi
Unggan yaitu dengan cara metitipkan di tersebut memiliki makna bagi
UEP (Usaha Ekonomi Produktif) dan salah masyarakat seperti: warna merah, yaitu
satu panti asuhan yang ada di Sijunjung, sebagai lambang keberanian, warna
yaitu papar wanita asal Surantih Pesisir jingga yaitu lambang dari kesehatan
Selatan. Sementara itu Dekranasda Provinsi dan kekuatan, warna kuning yaitu
Sumatra Barat menyarankan kepada lambang dari keceriaan, warna hijau
Dekransda Kabupaten Sijunjung untuk yaitu lambang dari kehidupan, warna
melanjutkan pembinaan-pembinaan biru yaitu lambang dari kesederhanaan,
sehingga nantinya pengrajin tenun songket sedangkan warna Unggu yaitu lambang
Unggan bisa bergabung dengan CTI (Cita dari kemewahan. Begitu jugalah
Tenun Indonesia). Dengan semua ini masyarakat atau pengrajin memaknai
diharapkan akan tumbuh perubahan yang dari motif pelangi yang berasal dari
besar dalam kehidupan masyarakat Nagari tenun songket Unggan.
Unggan. (Dewan Kerajinan Nasional c. Motif Cantik Manis
Daerah,2012). Motif ini diambil dari nama
posyandu yang menggambarkan
keindahan bunga yang sedang mekar Sehingga bentuk rumah gadang dan
yang harus dirawat dan dijaga oleh bentuk rangkiang tersebut bisa
masyarakat. dituangkan oleh pengrajin kedalam
d. Enggan Barajo kain tenun songket.
Makna dari motif enggan barajo ini g. Lansek Manih
berasal dari berdirinya Nagari Unggan Motif lansek manih yaitu berasal
yaitu berasal dari kata enggan atau dari nama atau lambang dari daerah
malas. Sebelum wilayah Minangkabau Kabupaten Sijunjung itu sendiri, karena
dibagi menjadi tiga luhak , yaitu luhak daerah sijunjung merupakan banyak
Tanah Datar, luhak Lima Puluh Koto hasil perkebunan yag terkenal dengan
(nagari) dan luhak Agam. Wilayah buah lanseknya yang begitu manis
Unggan termasuk kedalam wilayah sehingga gugusan buah lansek dapat
Lima Puluh Kota dan Unggan dituangkan oleh pengrajin kedalam
merupakan nagari yang ke lima tenun dengan memberi nama motif
puluhnya, akan tetapi masyarakat lansek manih.
Unggan waktu itu malas atau enggan 2. Ukuran atau Bidang Kain dari
untuk bergabung, walaupun memang Tenun Songket Unggan
mereka sebenarnya berasal dan bagian Selain motif yang merupakan ciri
dari daerah Lima Puluh Kota/nagari. khas dari tenun songket Unggan. Tenun
Sehingga dengan nama enggan itu songket Unggan juga memiliki ciri khas
dituangkan kedalam motif tenunan seperti dilihat dari ukuran kain tenun
songket yang dibuat oleh pengrajin. songket tersebut. Ukuran kain tenun songket
e. Pituang Unggan Unggan lebih besar dibandingkan dengan
Makna dari pitunang Unggan itu songket dari daerah lainya.
berasal dari kata pemikat hati Ukuran kain tenun songket Unggan
seseorang. Pitunang Unggan yaitu yaitu berkisar 100 cm x 285 cm dengan lebar
menggambarkan suatu hal yaitu 100 cm dan panjangnya yaitu 285 cm.
pertama kali orang dari daerah lain Sedangakan tenun songket dari daerah lain
untuk masuk ke Nagari Unggan ini, yaitu berkisar antara 100 cm x 250 cm
setelah pulang kedaerah asalnya dengan lebar 100 cm dan panjangnya 250
besoknya mereka mau datang lagi ke cm.
Nagari Unggan dengan kata lain C. Kendala yang Dihadapi Oleh Industri
asalkan orang tersebut sudah terminum Kerajinan Tenun Songket Unggan.
air Nagari Unggan pasti orang tersebut Kendala adalah rintangan, faktor atau
ingat sama Nagari Unggan walaupun keadaan yang menghalangi, atau mencegah
dia sudah pulang kedaerahnya dan akan pencapaian sasaran, kekuatan yang memaksa
datang lagi ke Nagari Unggan pembatalan pelaksanaan. Kendala yang
walaupun tanpa tujuan yang jelas dihadapi oleh industri kerajinan tenun
disitulah terletakya nama pitunang songket Unggan yaitu umumnya dalam
Unggan atau pemikat hati. Dengan modal, sumber daya manusia, transportasi,
demikan timbullah inovasi pengrajin bahan baku, proses menenun, dan persoalan
untuk membuat motif pitunang pemasaran.
Unggan supaya bisa memikat hati 1. Kendala pada modal
pembeli dengan motif yang dituangkan Modal adalah suatu yang
kedalam kain yang ditenun oleh para diperlukan untuk membiayai operasi.
pengrajin tersebut. Modal terdiri dari modal uang dan modal
f. Motif Rumah Gadang dan Motif tenaga kerja. Modal dalam bentuk uang
Rangkiang diperlukan untuk membiayai segala
Motif rumah gadang dan motif keperluan usaha, mulai dari biaya
rangkiang diambil dari bentuk rumah prainvestasi, pengurusan izin, biaya
gadang Minangkabau, bentuk rumah investasi untuk pembelian aktiva tetap,
gadang yang begitu indah dan atap sampai dengan modal kerja. Sementara
bergonjong dengan sebelah rumah modal keahlian diperlukan untuk
gadang berdirinya rangkiang yang mengelola atau menjalani usaha tersebut
bermanfaat bagi kaum tersebut. (Kasmir, 2011 : 98-99). Kendala yang
dihadapi oleh industri kerajinan tenun mendapatkan bahan baku. Bahan baku
songket Unggan yaitu terlihat dari dari kerajinan songket ini yaitu seperti
modal, karena modal merupakan kunci benang untuk diolah atau ditenun lagi
utama untuk menjalankan suatu usaha supaya menjadi kain. Kendala
tanpa adanya modal maka usaha tersebut diantaranya tersebut antara lain: (1) pada
tidak akan berjalan dengan lancar. Modal pembelian bahan baku.
yang digunakan pengrajin yaitu berasal Pada pembelian bahan baku ini
dari modal sendiri yaitu berasal dari sangat sulit utuk didapatkan, dikarenakan
penjualan hasil karet dan sebagian ada jarak yang ditempuh sangat jauh sekali,
pinjaman dari Bank untuk menjadikan karena Nagari Unggan sendiri yang jauh
modal dalam bertenun. dari akses perkotaan, belum lagi medan
2. Kendala pada sumber daya manusia yang ditempuh sangat sulit karena
(SDM) jalannya banyak yang rusak, berlobang,
Rendahnya sumber daya manusia dan banyak yang longsor. Kemudian
diakibatkan kurangnya penguasaan transportasi yang digunakan untuk pergi
IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan membeli bahan baku tersebut biasanya
Teknologi), karena sikap mental dan transportasi umum, transportasi umum
penguasaan IPTEK yang dapat menjadi inipun sangat sulit untuk didapati karena
subyek atau pelaku pembangunan yang cuma ada satu angkutan umum yang bisa
handal. Dalam industri kerajinan tenun keluar setiap harinya, itupun tidak setiap
songket Unggan yang menjadi kendala hari. Jadi harus membutuhkan waktu
yaitu pada sumber daya manusia luang yang sangat cukup untuk membeli
dikarenakan kurangnya tingkat bahan baku tersebut, belum lagi ongkos
kemampuan penenun untuk memasarkan yang ditawarkan sangat tinggi sekali
hasil industrinya baik seecara tradisonal yaitu Rp. 150.000 untuk pelang pergi. (2)
maupun secara modern, karena rata-rata kendala yang kedua yang dihadapi yaitu
penenun tersebut adalah orang awam dan masalah biaya untuk membeli bahan
berasal dari keluarga yang kurang baku tersebut.
mampu. Jadi teknik secra tradisional Biaya untuk memebeli bahan baku
maupun secara modern belum mahir bagi itu berasal dari karet, karena karet
mereka. Secara tradisional seperti merupakan sumber utama penghasilan di
mereka tidak memasarkan kepasar Nagari Unggan ini, sedangkan karet yang
tradisional seperti pasar Nagari Unggan diharapkan untuk membeli bahan baku
tersebut ataupun pasar Kecamatan, harganya sangat miris sekali berkisar Rp.
meraka memasarkan kadang dirumah 4.500 sampai Rp. 6.500/ kilo gramnya.
saja sambil menungggu pesanan dari Jadi membutuhkan banyak kilo gram
masyarakat luar daerahnya. Sedangkan karet untuk membeli bahan baku dan
pemasaran secara modern yaitu mereka belum lagi ongkos angkutan umumnya
tidak bisa menggunakan internet atau yang sangat mahal sedangkan biaya yang
Hand Phone ditambah lagi jaringan dibutuhkan dalam bertenun untuk
internet yang kurang memadai, jadi membeli benang dalam 4 kilo gram
mereka tidak bisa memasarkan hasil benang berkisar Rp. 850.000. Dari 4 kilo
tenun mereka secara online yang sangat gram benang tersebut bisa didapatkan
marak sekali yang sudah menguasai 17-18 helai kain songket. Dalam
dunia pemasaran seperti melalui jaringan pembelian bahan baku atau benang
sosial yaitu facebook, twitter dan tersebut didapatkan seperti di Silungkang
termasuk pada toko online seperti olx, dan bukittinggi. Disinilah kendala utama
blibbi dan lain sebagainya. yang dihadapi oleh kerajinan tenun
3. Kendala pada bahan baku songket Unggan untuk mendapatkan
Bahan baku adalah bahan mentah bahan baku.
yang diolah atau tidak diolah yang dapat 4. Kendala pada proses menenun
dimanfaatkan sebagai sarana produksi Pembuatan tenun songket pada
dalam industri. Kendala yang dihadapi dasarnya dilakukan pada dua tahap.
oleh industri kerajinan tenun songket Tahap pertama adalah menenun kain
Unggan yaitu dilihat dari cara dasar dengan konstruksi rata atau polos.
Pada tahap pertama benang-benang yang untuk menyalurkan hasil industrinya
akan dijadikan kain dasar dihubungkan (Anoraga, 2004: 215).
ke paso. Posisi yang membujur disebut Kendala dari persoalan pemasaran
benang tegak. Setelah itu, benang- juga terdapat beberapa kendala
benang tersebut direnggangkan dengan diantaranya yaitu: (1) tidak diketahuinya
alat yang disebut palapah. Pada waktu oleh masyarakat luas tentang songket
memasukkan benang-benang yang yang berada di Nagari Unggan tersebut.
arahnya melintang, benang tagak Selain songket di Nagari Unggan ini
direnggangkan lagi dengan palapah. terbilang baru dan banyak tidak diketahui
Pemasukkan benang-benang yang oleh masyarakat luas dan juga
arahnya melintang ini menjadi relatif disebabkan oleh penenunnya sendiri
mudah karena masih dibantu dengan alat tidak memasarkan keluar baik secara
yang disebut pancukia. Setelah itu, tradisional maupun secara modern,
pengrajin menggerakkan karok dengan disinilah songket di Nagari Unggan ini
menginjak salah satu tinjak-panta untuk sangat sulit untuk dipasarkan kepada
memisahakan benang dengan sedemikian masyarakat luas. (2) kendala yang kedua
rupa, sehingga benang pakan yang yaitu banyaknya persaingan dengan
digulung pada kasali yang terdapat dalam songket lain yang sudah lebih jauh
turak dapat dimasukkan dengan mudah, dahulu terkenal dan juga berkualitas
baik dari kiri ke kanan (melewati seluruh seperti songket Silungkang yang sudah
bidang karok) maupun dari kanan ke kiri Go International yang sudah dikenal oleh
(secara bergantian). Benang yang kalangan masyarakat dunia dan sudah
posisinya melintang itu ketika dirapatkan merajai pasar songket terutama di
dengan karok yang bersuri akan Indonesia seperti yang peneliti ketahui
membentuk kain dasar. sudah mendapatkan rekor MURI didalam
Tahap kedua adalah pembuatan pemakaian kain adat yang berasal dari
ragam hias dengan benang motif. Jadi songket Silungkang, disinilah alasan
kendala yang dihadapi oleh industri mengapa songket di Nagari Unggan
tenun songket Unggan yaitu kendala sangat sulit untuk di pasarkan.
pada proses menenun. Karena saat proses KESIMPULAN
menenun membutuhkan waktu yang Berdasarkan hasil penelitian dan
lama dan membutuhkan kejelian mata, pembahasan yang telah dilakukan dapat
saat proses menenun kalau tidak teliti diambil beberapa kesimpulan adalah sebagai
maka akan menyebabkan kain jadi rusak berikut.
atau salah-salah benang. 1. Ciri khas yang membedakan songket
5. Kendala pada persoalan pemasaran Unggan dari songket daerah lainnya
Pemasaran adalah sebagai proses yang pertama yaitu dengan
perencanaan dan pelaksanaan rencana menggunakan perpadua teknik bertenun
penetapan harga, promosi, dan distribusi Pandai Sikek dan bertenun Silungkang
dari ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa dengan cirinya yaitu otai 31 yaitu
untuk menciptakan pertukaran yang terletak pada pembagian benang dan
memuaskan tujuan-tujuan individual dan dapat juga terlihat dari motif yang
organisasional. Sedangkan Philip Kotler dibuat oleh pengrajin. Yang mana
(1997) mendefenisikan pemasaran adalah makna dari tiap motif itu diambil dari
sebagai proses sosial dan manajerial petatah-petitih Minangkabau dan juga
yang dilakukan seseorang atau kelompok dapat berpatokan dari hasil alam seperti
untuk memperoleh apa yang mereka yang dituangkan untuk sebagai motif
butuhkan dan inginkan melalui tenun songket tersebut. Motif yang
penciptaan, penawaran, dan pertukaran digunakan seperti Unggan seribu bukit,
produk-produk yang bernilai dengan cantik manis, pelangi, kaktus, motif
yang lainnya. Kendala-kendala yang rumah gadang, motif rangkiang, motif
dihadapi oleh industri kerajinan tenun lansek, motif enggan barajo dan
songket Unggan yaitu terlihat dari pitunang Unggan. Ciri khas yang kedua
persoalan pemasaran dikarenakan tempat yaitu terletak pada ukuran atau bidang
industri yang begitu jauh dari pusat kota kain dari tenun songket Unggan.
Ukuran atau bidang kain dari tenun
songket Unggan lebih besar dari
songket daerah lainya. Ukuran atau
bidang kain dari tenun songket yaitu
berukuran 100 cm x 285 cm dengan
lebar 100 cm dan panjangnya yaitu 285
cm. Sedangkan ukuran dari songket
daerah lain berkisar antara 100 cm x
250 cm dengan lebar 100 cm 250 cm.
2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh
industri kerajinan tenun songket
Unggan yaitu terletak pada modal,
sumber daya manusia, kendala pada
transportasi, kendala pada bahan baku,
kendala pada proses menenun, dan
kendala pada persoalan pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2002. Statistik Industri Kerajinan


Rumah Tangga dalam Sensus
Ekonomi. Jakarta : BP

____. 2002.Statistik Indonesia. Jakarta : BP.

____. 2014.Statistik Daerah Kecamatan


Sumpur Kudus. Sumatra Barat.

Bungin, Burhan. 2007. Peneltian Kualitatif.


Jakarta: Prenada Media Group.

Dewan Kerajinan Daerah. 2012. Mengenal


Tenunan Songket, Ratu Sumatra
Barat.

Gurnado. 2014. Geografi Trasportasi.


Yogyakrta: Ombak.

Kasmir. 2011. Kewirausahaan. Jakarta:


Rajawali Pers.

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomi Industri


Indonesia. Yogyakarta: C. V Andi
OFFSET.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi


Penelitian Kualitatif. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai