OLEH :
PRODI BIOLOGI
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
Wilayah Nusa Tenggara mempunyai lahan kering beriklim kering seluas 4,9 juta
ha dengan curah hujan <2000 mm/tahun dan bulan kering 5-10 bulan, bersolum tanah
dangkal dan berbatu. Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas
75,0% laut dan sisanya daratan. Wilayah NTT seluas 47.349,90 km2 , terdiri dari 566 buah
pulau besar dan kecil, dan hanya 42 pulau yang berpenghuni. Secara morfologis
topografis, 73,13 % wilayah daratannya bergunung dan berbukit, yang dengan
kemiringan 15 %-40 % seluas 38,07 % dan dengan kemiringan > 40 % seluas 35,46 %;
dengan variasi ketinggian tempat antara 100-1.000 m di atas permukaan laut. Total luas
wilayah NTT, ada 66,4 % (3.227.660 ha) yang memiliki kemiringan tajam sehingga tidak
cocok diusahakan sebagai lahan pertanian. Luas lahan pertanian sekitar 1.637.000 ha (34
% dari luas wilayah), 92 %nya adalah lahan kering.
Berdasarkan beberapa data di atas maka jelaslah bahwa sebagian besar wilayah
NTT adalah didominasi oleh lahan kering beriklim kering. Lahan kering di NTT tersebar
di Timor Barat, Sumba, Alor, Sabu dan Flores.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Potensi Agribisnis dan Agrowisata di lahan Kering beriklim Kering di
NTT
2. Untuk Mengetahui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Potensi Agribisnis dan
Agrowisata di lahan Kering beriklim Kering di NTT
3. Untuk Mengetahui Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan Agribisnis
dan Agrowisata di lahan Kering beriklim Kering di NTT
1.4 Manfaat
1. Dapat Mengetahui Potensi Agribisnis dan Agrowisata di lahan Kering beriklim Kering di
NTT
2. Dapat Mengetahui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Potensi Agribisnis dan
Agrowisata di lahan Kering beriklim Kering di NTT
3. Dapat Mengetahui Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan Agribisnis
dan Agrowisata di lahan Kering beriklim Kering di NTT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kebudayaan berasal dari kata buddhayah yang artinya hal-hal terkait dengan
akal. Kemudian diperluas menjadi keselurúhan pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang
telah menjadi kebiasaan masyarakat dan kemudian diwariskan terhadap generasi
berikutnya. Pendapat Iain menyatakan kebudayaan tldak dilihat dari tindakan itu sendiri,
tetapi dilihat dari sistem pengetahuan yang; dimiliki oleh anggota masyarakat yang
digunakan untuk interpetasi dunianya, jadi dasar tindakannya, dan Interpretasi kelakuan
orang lain. Seiring dengan perjalanan waktu, kebudayaan tradisional bergeser menjadi
kebudayaan modern.
Selain itu berdasarkan tempat penycbarannya, budaya juga dibedakan atas budaya
lokal dan budaya nasional. Budaya lokal, adalah suatu budaya yang perkembangannya
terjadi di daerah- daerah dan merupakan milik suku bangsa. Bangsa Indonesia dikenal
sebagai bangsa yang multikultural dałam suku bangsa dan budaya. Sedangkan budaya
nasional yaitu suatu kebudayaan yang terbentuk dari keseluruhan budaya lokal yang
berkembang dałam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan hasil serapan dari
unsur-unsur budaya asing atau global. Kebudayaan nasional berfungsi sebagai kontinuitas
sejak zaman kejayaan bangsa Indonesia pada masa lampau sampai kebudayaan nasional
masa kini.
Wujud budaya suatu bangsa dapat berupa:
1. Wujud abstrak, berupa "Sistem Gagasan”. Budaya dałam bentuk ini bersifat abstrak,
artinya tidak dapat diraba karena ada dałam pikiran tiap anggota masyarakat penganut
budaya yang bersangkutan. Gagasan itulah yang akhirnya menghasilkan berbagai karya
manusia berdasarkan nilainilai dan cara berfikir serta perilaku mereka.
2. Bentuk tindakan. Budaya dałam bentuk tindakan bersifat kongkret yang dapat dilihat.
Contoh: cara petani mengolah lahan ladang dan sawah, cara berburu rusa, cara beternak
sapi, cara memelihara ikan, cara menangkap ikan, dll.
3. Bentuk hasil karya. Budaya dałam bentuk hasil karya bersifat kongkret sehingga bisa
dilihat dan diraba. Contoh: pengrajin tenun ikat menghasilkan kain dengan berbagai motif
(flora, fauna dan manusia), berbagai peralatan seperi peralatan dapur dan peralatan untuk
bertani, beternak, berburu, menangkap ikan, dll.
1. Cara berbahasa.
2. Cara berpakaian.
3. Peralatan hidup.
Menurut para ahli, lingkungan hidup suatu masyarakat merupakan faktor yang
menentukan dalam perkembangan kebudayaan. Etnografi adalah suatu studi yang
mempelajari dan menjelaskan tentang kebudayaan suatu masyarakat tertentu dengan
tujuan untuk menemukenali dan melukiskan bagaimana masyarakat menanggulangi
masalah-masalah dalam lingkungan hidupnya serta menggali pranata-pranata sosial-
ekonomi manakah yang dimiliki Oleh warga masyarakat dalam upayanya untuk
memenuhi kebutuhan dasar utama manusia (basic human needs), juga bagaimanakah
mekanisme perubahan yang mengatur pemanfaatan pengelolaan sumber daya alam (SDA)
maupun sumber daya sosialnya. Secara teoritis, pemenuhan kebutuhan dasar utama itu
terdiri dari:
Menurut Charles Erasmus, bahwa setiap pribadi pada hakekatnya terdapat 2 (dua)
unsur penting yaitu motif dan daya indra. Daya indra bersifat aktif yang diperoleh secara
berulang dari pengalaman masa lalunya. Perpaduan motif dan daya indra akan
menghasilkan keinginan dan keinginan inilah yang akan menjadi perilaku. Perubahan
pengalaman seseorang akan memberi peluang perubahan keinginannya. Dengan demikian
pengalaman masa lampau secara berulang adalah salah satu unsur penting pemberi corak
budaya yang berupa ide (gagasan, perilaku dan hasil perilaku).
Apabila dikaitkan dengan pengalaman masa lampau yang berulang tersebut maka
untuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah berkaitan pula dengan kondisi
lingkungan Iahan kering, topografi berombak, berbukit dan bergunung serta berbagai
ancaman berulang masa lampau yang menghantui kelangsungan hidup masyarakat.
Dengan demikian kondisi lingkungan Iahan kering yang bercirikan kekeringan yang
membawa risiko kegagalan panen, harus selalu diperhitungkan oleh masyarakat NTT
dalam kehidupan sehari-harinya. Kenyataan inilah yang dialami secara berulang dan
membentuk daya indra serta persepsi dan pola pikir masyarakat yang pada akhirnya
mempengaruhi perilaku, sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Iahan kering
beriklim kering.
1.2 Corak Lahan Kering Wilayah Nusa Tenggara Timur dan Pengaruhnya terhadap
Budaya Lahan Kering
Istilah Iahan kering secara umum selalu dikaitkan dengan Iahan tanpa pengairan.
Dalam pengertian ini, di Indonesia terdapat area Iahan kering yang luas baik di Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Suawesi, Maluku dan Papua. Namun Iahan kering dalam
pengertian tersebut secara klimatologis berada di zone agroklimat basah. Dalam kaitan
Iahan kering ini, batasan Iahan kering yang dimaksudkan adalah Iahan tanpa pengairan di
area yang tidak pernah jenuh oleh air secara permanen sepanjang musim. Daerah
demikian pada umumnya terdapat pada daerah yang curah hujannya relatif rendah.
Daerah dengan curah hujan relatif rendah pada umumnya merupakan daerah yang secara
klimatologis termasuk daerah Arid dan Semi Arid.
3. Daerah beriklim sangat lembab, dengan bulan basah > 4,5 7 bulan
4. Daerah beriklim setengah kering, dengan bulan basah > 2 — 4,5 bulan.
1.3. Keterkaitan Budaya Masyarakat Lahan Kering dengan Sistem Mata Pencaharian
Di lahan kering beriklim kering, kendala utama adalah penyediaan pakan untuk
ruminansia dan kurang bermutunya padang rumput pada musim kering. Terkait dengan
kondisi fisik geografis di NTT, ternak besar (sapi, kerbau dan kuda) diusahakan secara
ekstensif dengan cara penggembalaan di padang.
Pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh suatu masyarakat, adalah berupa
pengetahuan sebatas lingkungan hidup atau kondisi fisik yang melingkupinya. Secara
umum, pengetahuan masyarakat terkait kegiatan pertanian secara lokal disesuaikan
dengan kondisi SDA setempat, oleh Warren disebut dengan suatu istilah yaitu
indigenouseknowledge (pengetahuan dan teknologi asli berupa kearifan budaya lokal)
yang mengandung 2 (dua) aspek yaitu:
1. Tempat (local).
2. Keaslian atau kedekatan dengan alam (belongingnaturally).
1. Usahatani ladang berpindah. Indikator yang digunakan untuk mengetahui bahwa suatu
lahan sudah bisa diusahakan kembali sangat bervariasi.
2. Pola tanam campuran (mix croping), yaitu pada lahan yang sama diusahakan berbagai
jenis tanaman tanpa jarak tanam teratur. Beberapa jenis tanaman bahkan ditanam dalam
satu lubang yang sama (dikenal dengan istilah "salome" atau satu lubang rame-rame).
Masyarakat mengetahui jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam dalam satu lubang,
misalnya padi ladang dengan labu kuning (pumpin), sedangkan jagung dengan kacang
nasi dimana batang jagung sekaligus berfungsi sebagai ajir (tempat tanaman kacang nasi
merambat).
3. Penentuan saat tanam yang tepat dengan menggunakan indikator alam yaitu ditemukannya
tumbuhan berbiji kecil dan pipih telah tumbuh dalam populasi besar atau permukaan air
sumur sudah mencapai bibir sumur. Secara teoritis, "kebutuhan air untuk waktu tanam"
berkaitan erat dengan "Curah Hujan Efektif", yaitu bagian dari CH yang betul-betul
masuk ke dalam tanah dan tinggal di daerah perakaran tanaman sehingga dapat diambil
oleh tanaman. Permulaan waktu tanam efektif atau CH Efektif yang juga umum
disepakati adalah: (i) hujan selama 10 hari berturut-turut dan setelah waktu tersebut maka
minimum sama dengan 20 mm, atau (ii) waktu hujan turun dan jumlahnya telah mampu
membasahi bagian yang berada pada 5 cm lapisan tanah paling atas sampai berada pada
keadaan kapasitas lapang.
4. Memprediksi munculnya serangan hama dan menggeser waktu tanam. Petani ternyata
memiliki pengetahuan bentuk dewasa (imago) hama tanaman dan jangka waktu bentuk
kupu-kupinya bertelur sampai menetas menjadi ulat. Misalnya ketika mereka melihat
jenis kupu-kupu tertentu yang menjadi imago hama ulat tentara atau dikenal sebagai ulat
"grayak' (merupakan salah satu hama utama tanaman jagung) maka petani akan
menggeser waktu tanam untuk menghindarkan tanaman jagung yang baru tumbuh
diserang oleh hama ulat tentara.
5. Kalender musim atau pranoto mongso (istilah dalam bahasa Jawa yang telah populer), yaitu
pengalokasian waktu dalam satu tahun yang terdiri dari 12 bulan atau wula (dalam bahasa
Anakalang di Sumba TengahMasing-masing bulan ditandai dengan gejala alam yang bisa
berupa perilaku tumbuhan, satwa, angin, air, bintang dan bulan.
BAB III
METODELOGI
Berdasarkan Observasi tempat serta Wawancara yang telah kami lakukan, diperoleh
hasil sebagai berikut.
Kolam Pancing P4S Karya Agri merupakan salah satu tempat di daerah Kupang NTT,
yang digunakan sebagai salah satu tempat adanya Agrowisata dan Agribisnis. Berlokasi
di daerah Batuplat, tempat ini pertama kali di bentuk pada tahun 1989 oleh Bapak Roni
Nalle a.k.a Robert. Latar belakang dibentuknya tempat ini karena pemilik tempat ini
melihat adanya peluang sumber daya alam di daerah tersebut. Selain itu, beliau adalah
seorang yang bekerja dibidang Pertanian dan Perikanan, sehingga beliau memanfaatkan
keterampilannya untuk membangun tempat tersebut.
a. Nila
b. Bawal
c. Mas
d. Koi
e. Patin
f. Karpel
Ikan-ikan ini biasanya diperjual-belikan baik mentah ataupun yang sudah diolah.
Biasanya ikan-ikan ini diekspor ke daerah-daerah luar Kupang (Sabu, Alor, Rote, Timor
Leste) maupun tempat disekitar kupang (Transmart, Rumah makan BTN).
Setelah adanya Kolam Pancing tersebut, Pemilik melihat adanya peluang bisnis dalam
sector ekonomi serta pemanfaatan tempat sebagai tempat wisata. Dimana adanya
Agribisnis dan Agrowisata. Akhirnya dikelolalah tempat tersebut menjadi lebih bagus.
Dalam sektor Agribisnis, Pemilik membuat tempat tersebut menjadi rumah makan
kecil yang didirikan langsun diatas kolam dengan sumber makanannya berasal dari ikan
yang dimiliki dan tanaman yang ditanam sendiri. Tanaman yang ditanam seperti Padi,
Pisang, Pepaya dan Sayur-sayuran. Pisang biasanya diproduksi menjadi makanan yang
langsung dimakan atau diolah menjadi camilan seperti Keripik dan Kue. Ikan yang akan
diolah menjadi makanan biasanya langsung diambil dari kolam saat pemesanan.
Dalam sector Agrowisata, Pemilik membuat Kolam Pancing tersebut sebagai tempat
rekreasi. Dimana tempat itu ditanam dengan berbagai macam tumbuhan dan bunga yang
bisa dijadikan sebagai spot foto. Ada juga Pondok yang dihiasi dengan Bunga sebagai
tempat santai saat memancing. Juga dibuka tempat pelatihan atau edukasi dan tempat
hiburan (live music dan karaoke).
Ada beberapa kendala selama mengelola tempat Kolam Pancing Ikan tersebut, yaitu
sebagai berikut :
Seperti yang diketahui bahwa daerah NTT khususnya daerah Kupang merupakan
tempat beriklim kering, dimana curah hujannya sangat rendah. Hal ini tentunya beresiko
pada pertumbuhan Ikan dikolam tersebut.
2. Badai Seroja
Badai Seroja pada Tahun 2021 berdampak buruk pada usaha Kolam Pancing P4S
Karya Agri. Dampak yang ditimbulkan antara lain : Kerugian Ikan sekitar 2 ton dan
Kerusakan Kolam Ikan. Kurangnya Ikan dikarenakan ada ikan yang mati dan terbawa
arus pada saat banjir dan meluapnya air kolam karena curah hujan yang tinggi dimana
sekitar 1 minggu lebih, hujan turun terus-menerus. Kerusakan Kolam Ikan yaitu pada
dinding-dinding Kolam yang runtuh/roboh karena dinding kolam tersebut masih berupa
tanah. Tanah ini ketika terkena air yang banyak akan meningkatkan longsor yang terjadi.
3. Covid-19
Selain Seroja, Covid juga menjadi kendala dalam usaha Kolam Pancing P4S
Karya Agri. Covid menyebabkan adanya keterbatasan aktivitas, dimana berkurangnya
pengunjung. Kurangnya pengunjung ini menyebabkan pendapatan usaha berkurang.
1. Penggunaan Irigasi
Irigasi atau Pengairan adalah upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Irigasi ini dilakukan untuk mengatasi masalah kekeringan atau kurangnya air.
Irigasi yang digunakan pada kolam pancing P4S Karya Agri memanfaatkan sumber air
dari mata air Sagu Batuplat. Proses pembuatan Irigasi ini dibantu oleh para Petani sekitar
yang juga menggunkan metode irigasi ini untuk mengairi persawahan didaerah Batuplat.
Dengan begitu Kolam Pancing ini tidak akan mengalami kekeringan karena sudah ada
persediaan air.
Teknologi sangat membantu manusia dalam berbisnis, khususnya pada saat covid
dimana saat itu aktivitas jual beli secara langsung menjadi terbatas. Pemilik Kolam
Pancing ini, selama covid menggunakan system OPO (Order, Panen, On The Way).
Biasanya system order ini dipesan melalui Facebook. Dengan adanya teknologi ini sangat
membantu saat covid dimana aktivitas jual-beli yang dilakukan tidak terhambat.
Berdasarkan hal ini, kita dapat melihat bahwa ada potensi Agrowisata serta
Agribisnis dilahan Kering beriklim Kering di NTT. Pembangunan Agrowisata dan
Agribisnis tidak didasarkan pada letak geografis, cuaca atau iklim didaerah tersebut
melainkan bagaimana masyarakat sekitar memanfaatkan sumber daya alam dan sumber
daya manusia serta mampu melihat potensi yang dapat terus berkembang didaerah
tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ada Potensi Agribisnis dan
Agrowisata pada lahan Kering Beriklim Kering di NTT. Potensi ini ada dengan melihat
Sumber Daya Alam serta Sumber Daya Manusia pada daerah tersebut,
DAFTAR PUSTAKA
Nuningsih. Retno, dkk. 2023. Buku Ajar Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata.
Bandung : MEDIA SAINS INDONESIA