Anda di halaman 1dari 66

By Apris Adu

PENGERTIAN
 budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari kata buddhi dan daya.
Buddhi memiliki arti budi atau akal atau akal pikiran.
Sedangkan “daya” mempunyai arti usaha atau ikhtiar.
 Dalam bahasa Inggris, budaya dikenal dengan istilah
“culture” atau budaya, yang sebenarnya berasal dari
kata latin “colere”, artinya mengolah atau mengerjakan
tanah (bertani)
 Dikenal ada 2 (dua) istilah yaitu budaya lokal dan
budaya nasional. Budaya lokal, adalah suatu budaya
yang perkembangannya terjadi di daerah-daerah dan
merupakan milik suku bangsa.
 budaya nasional yaitu suatu kebudayaan yang
terbentuk dari keseluruhan budaya lokal yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia
dan merupakan hasil serapan dari unsur-unsur budaya
asing atau global.
 Wujud budaya suatu bangsa dapat berupa:
 Wujud abstrak, berupa “Sistem Gagasan”. Budaya dalam bentuk ini
bersifat abstrak, artinya tidak dapat diraba karena ada dalam pikiran
tiap anggota masyarakat penganut budaya yang bersangkutan.
Gagasan itulah yang akhirnya menghasilkan berbagai karya manusia
berdasarkan nilai-nilai dan cara berfikir serta perilaku mereka.
 Bentuk tindakan. Budaya dalam bentuk tindakan bersifat kongkret
yang dapat dilihat. Contoh: cara petani mengolah lahan ladang dan
sawah, cara berburu rusa, cara beternak sapi, cara memelihara ikan,
cara menangkap ikan, dll.
 Bentuk hasil karya. Budaya dalam bentuk hasil karya bersifat
kongkret sehingga bisa dilihat dan diraba. Contoh: pengrajin tenun
ikat menghasilkan kain dengan berbagai motif (flora, fauna dan
manusia), berbagai peralatan seperi peralatan dapur dan peralatan
untuk bertani, beternak, berburu, menangkap ikan, dll.
 Wujud budaya suatu bangsa juga dapat berupa:
 Cara berbahasa.
 Cara berpakaian.
 Peralatan hidup.
 Soeleman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai
semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
 Karya masyarakat menghasilkan pengetahuan,
teknologi serta kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya agar potensi dan hasilnya dapat
diperuntukkan bagi kelangsungan hidup masyarakat.
 Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala
kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan antara
lain agama, ideologi, kebatinan dan semua unsur yang
merupakan ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai
anggota masyarakat
 Cipta merupakan kemampuan mental dan berpikir
orang-orang yang hidup bermasyarakat, hasilnya
antara lain berupa filsafat dan ilmu pengetahuan.
Kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan
manusia dapat digolong-golongkan dalam kompleks
pengetahuan yang khusus yang dikaitkan dengan
kegiatan-kegiatan tertentu dalam kehidupan manusia
sebagai pendukung suatu kebudayaan tertentu
 Pengetahuan yang kompleks bagi kegiatan tertentu
tersebut dikenal dengan “pranata-pranata
kebudayaan”. Secara operasional, pranata-pranata
kebudayaan terwujud sebagai seperangkat aturan-
aturan yang mengatur kedudukan-kedudukan,
peranan-peranan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban
masyarakat yang terwujud dalam bentuk lembaga-
lembaga dan organisasi sosial sebagi wadah bagi
kegiatan warga masyarakat bersangkutan.
 Sebagai suatu sistem pengetahuan, pola dan corak
suatu kebudayaan ditentukan oleh:
 Keadaan lingkungan, dan
 Kebutuhan dasar utama dari para pendukung
kebudayaan tersebut.
 Dengan demikian, setiap masyarakat akan memiliki
kebudayaannya sendiri-sendiri sesuai dengan kondisi
lingkungan hidup sebagai tempat mereka bermukim
dan bertempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan
dasar.
 Suatu kebudayaa dengan semua pranatanya dapat saja
berubah bahkan selalu berubah secara dinamis karena
tidak ada kebudayaan yang sifatnya statis dan tertutup.
Perubahan kebudayaan dapat terjadi karena faktor
internal dan external.
 Etnografi adalah suatu studi yang mempelajari dan
menjelaskan tentang kebudayaan suatu masyarakat
tertentu dengan tujuan untuk menemukenali dan
melukiskan bagaimana masyarakat menanggulangi
masalah-masalah dalam lingkungan hidupnya serta
menggali pranata-pranata sosial-ekonomi manakah
yang dimiliki oleh warga masyarakat dalam upayanya
untuk memenuhi kebutuhan dasar utama manusia
(basic human needs), juga bagaimanakah mekanisme
perubahan yang mengatur pemanfaatan pengelolaan
sumberdaya alam (SDA) maupun sumberdaya
sosialnya.
 pemenuhan kebutuhan dasar utama itu terdiri dari:
 Pemenuhan kebutuhan dasar bilologis meliputi
sandang, pangan, papan, reproduksi, kesehatan, dan
mempertahankan diri.
 Pemenuhan kebutuhan sosial meliputi kebutuhan
akan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama
dan individu, pembentukan komuniti, dan kelompok
sosial serta berbagai keteraturan sosial.
 Pemenuhan kebutuhan integratif atau kejiwaan
meliputi kebutuhan akan etika dan moral, rasa
keindahan dan sebagainya.
Corak Lahan Kering Wilayah Nusa Tenggara
Timur dan Pengaruhnya terhadap Budaya Lahan
Kering

 Istilah lahan kering secara umum selalu diakaitkan


dengan lahan tanpa pengairan
 Dalam kaitan lahan kering pada materi kuliah ini,
batasan lahan kering yang dimaksudkan adalah lahan
tanpa pengairan di area yang tidak pernah jenuh oleh
air secara permanen sepanjang musim
 Daerah demikian pada umumnya terdapat pada
daerah yang curah hujannya relatif rendah. Daerah
dengan curah hujan relatif rendah pada umumnya
merupakan daerah yang secara klimatologis termasuk
daerah Arid dan Semi Arid.
 Daerah Semi Arid didefinisikan dengan berbagai cara.
Salah satunya dikembangkan oleh Thornwhite (1948)
yang mendasarkan atas hubungan antara rata-rata
bulan hujan dan potensi evapotranspirasi.
 daerah yang nilai Indeks Ariditasnya jatuh antara 10 –
20
 Daerah NTT sebenarnya secara keseluruhan tidak
persis termasuk daerah Semi Arid
 NTT termasuk wilayah beriklim kering (Arid) atau semi
kering (Semi Arid) dan vegetasinya cenderung didominasi
oleh savana dan stepa.
 Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri
atas 75,0% laut dan sisanya daratan.
 Wilayah NTT seluas 47.349,90 km2, terdiri dari 566 buah
pulau besar dan kecil, dan hanya 42 pulau yang
berpenghuni
 morfologis topografis, 73,13 % wilayah daratannya
bergunung dan berbukit, yang dengan kemiringan 15 %-40
% seluas 38,07 % dan dengan kemiringan > 40 % seluas
35,46 %; dengan variasi ketinggian tempat antara 100-1.000
m di atas permukaan laut
 total luas wilayah NTT, ada 66,4 % (3.227.660 ha) yang
memiliki kemiringan tajam sehingga tidak cocok
diusahakan sebagai lahan pertanian. Luas lahan
pertanian sekitar 1.637.000 ha (34 % dari luas wilayah),
92 %nya adalah lahan kering.
 Masyarakat lahan kering di wilayah beriklim kering ini
memiliki ciri-ciri sosial budaya yang membedakan
dirinya baik dari masyarakat yang hidup di lahan
basah ataupun lahan kering di wilayah beriklim basah.
Keterkaitan Budaya Masyarakat Lahan Kering
dengan Sistem Mata Pencaharian
 Budaya masyarakat NTT adalah budaya masyarakat
yang bertumpu pada pertanian
 Menurut Nordholdt (1969), antara agama
(kepercayaan) dan sistem pertanian serta sistem
politik pada masyarakat Atoni (Timor) ada saling
keterkaitan yang erat.
 Mata pencaharian hidup yang paling utama dari
masyarakat lahan kering di NTT adalah bertani.
Dalam kehidupan bertani, terdapat 2 (dua) sumber
kehidupan yakni usaha tani lahan kering dan beternak
 Selain bertani dan berternak, masyarakat yang tingggal di
pantai memiliki mata pencaharian menangkap ikan di laut
dan mencari biota laut yang bisa dikonsumsi (ikan, kerang,
keong, kepiting, dan rumput laut) di laut sepanjang pesisir
pantai pada saat makameting (air laut surut).
 Provinsi NTT memiliki jenis sumberdaya kelautan yaitu:
Sumber mineral berupa garam industri dan garam pangan,
modul nikel dan mangan di dasar laut.
Suberdaya hayati atas ikan, kerang mutiara alam dan
budidaya di (Labuan Bajo, Alor dan Kupang), rumput laut,
udang, teripang dan ikan hias.
Suberdaya wisata bahari.
 Jenis sumberdaya ikan yang potensial antara lain:
Ikan demersial, Ikan pelagis,Ikan tuna,Ikan
cakalang,Ikan tongkol,Ikan tembang,Ikan
kembung,Udang barong prawn),Udang
(shrimp),Cumi,Teripang
Pengetahuan dan Teknologi Pertanian Lahan
Kering Beriklim Kering
 Pengetahuan adalah hasil pengalaman manusia yang
diperoleh dari proses interaksi dengan lingkungan
 Intraksi manusia dengan lingkungan pada dasarnya
didorong oleh hasrat untuk memenuhi kebutuhan
dasar (basic human needs)
 Semua pengalaman yang diperoleh manusia sebagai
hasil interaksi dengan lingkungan direkam dalam
ingatan
 Pengalaman yang baik dan bermanfaat akan
dipraktekkan dalam hidup secara berulang-ulang dan
disebut sebagai kebiasaan-kebiasaan
 pengalaman yang tidak mengenakkan atau merugikan
yang dihindari, melahirkan konsep tabu atau
pantangan atau dikenal dengan istilah pemali.
 Keseluruhan hasil pengalaman apakah berupa
kebiasaan dan pantangan disebut pengetahuan
 Penggunaan pengetahuan secara sistematis dan
berulang-ulang disebut Ilmu Pengetahuan
 Pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh suatu
masyarakat, adalah berupa pengetahuan sebatas
lingkungan hidup atau kondisi fisik yang
melingkupinya
 Secara umum, pengetahuan masyarakat terkait kegiatan
pertanian secara lokal disesuaikan dengan kondisi SDA
setempat, oleh Warren disebut dengan suatu istilah yaitu
indigenouse knowledge
 pengetahuan dan teknologi asli berupa kearifan budaya
lokal yang mengandung 2 (dua) aspek yaitu: Tempat (local)
dan Keaslian atau kedekatan dengan alam (belonging
naturally).
 aspek sejarah dan dinamika pengetahuan, indigenouse
knowledge oleh Louise Gtenier dikatakan sebagai
merupakan pengetahuan yang bersifat unik tradisional dan
lokal yang dikembangkan oleh masyarakat sesuai dengan
lingkungannya dan memiliki dimensi biologi
indigenouse knowledge, manusia:

 Memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam


(SDA) untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (basic
human needs) agar bisa bertahan hidup dan
melanjutkan keturunan.
 Dapat mengatasi berbagai masalah yang berhubungan
dengan: Ketahanan pangan (food security),
Keselamatan ternak, Pengelolaan lingkungan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, risiko
kegagalan panen dalam berusahatani diatasi
dengan menerapkan:

 Usahatani ladang berpindah


 Pola tanam campuran (mix croping)
 Penentuan saat tanam yang tepat dengan
menggunakan indikator alamPenentuan saat tanam
yang tepat dengan menggunakan indikator alam
 Memprediksi munculnya serangan hama dan
menggeser waktu tanam
 Kalender musim atau pranoto mongso (istilah dalam
bahasa Jawa yang telah populer), yaitu pengalokasian
waktu dalam satu tahun yang terdiri dari 12 bulan atau
wula (dalam bahasa Anakalang di Sumba Tengah
kalender pertanian” yang diterapkan oleh
masyarakat Desa Konda Maloba dalam berusaha
tani tanaman pangan:

 Bulan 1 (Wula Hibu Mangata, bulan tumbuhan


mangata berbunga), ditandai dengan tumbuhan
mangata berbunga secara serempak.
 Bulan 2 (Wula Laboya, bulan nyale terhempas di
pantai Lamboya)
 Bulan 3 (Wula nyale bakul, bulan nyale banyak),
ditandai dengan nyale (cacing laut)
 Bulan 4 (Wula nyali nibu, bulan ujung tombak),
ditandai buah polong muda tumbuhan legum padang
muncul seperti ujung tombak.
 Bulan 5 (Wula ngura, bulan ubi muda), ditandai
dengan ubi manusia mulai terbentuk.
 Bulan 6 (Wula tua, bulan ubi tua), ditandai ubi
manusia, biji legum dan padi telah tua.
 Bulan 7 (Wula Rigi Manu, bulan bulu sayap ayam
merenggang), ditandai suhu udara paling dingin dan
pohon dadap mekar, ayam-ayam naik di pohon atau
atap rumah dengan bulu ayam merenggang
 Bulan 8 (Wula ba’da rara, bulan daun merah),
ditandai saat pohon berdaun lebar (decidous tree)
mengugurkan daunnya.
 Bulan 9 (Wula dapa diha, bulan tidak masuk dalam
hitungan dan dianggap bulan ”panas”), ditandai
dengan suhu yang sangat dingin.
 Bulan 10 (Wula wadu kudu atau wula ti’dung, bulan
angin kecil atau bulan berkedudukan di atas kepala
atau bulan berkedudukan di zenith), ditandai dengan
cuaca sangat terik disertai angin bertiup sangat lembut.
 Bulan 11 (Wula wadu bakul, bulan angin besar),
ditandai panas terik membakar bumi disertai angin
kencang yang berlangsung selama ½ bulan, dan setengah
bulan berikutnya hujan mulai jatuh ke bumi.
 Bulan 12 (Wula pahita, bulan pahit namun
dianggap sebagai bulan ”suci”), ditandai dengan
hujan lebat dasertai angin dan babi hutan mulai
membuat sarang di padang dari rumput kering.
Disebut bulan ”pahit”
POTENSI DAN PERMASALAHAN
PEMBANGUNANAN PERTANIAN LAHAN KERING
DI PROVINSI NTT DAN KEBUTUHAN TEKNOLOGI

 Konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan


 Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
 operasional didefinisikan sebagai upaya
memaksimalkan manfaat bersih pembangunan
ekonomi dengan syarat dapat mempertahankan dan
meningkatkan baik jasa, kualitas maupun kuantitas
SDA sepanjang waktu
 pertanian yang pada waktu mendatang dapat
bersaing, produktif, meguntungkan, mengkonservasi
SDA, melindungi lingkungan, dan meningkatkan
kesehatan, kualitas pangan serta keselamatan
ciri-ciri “Pertanian Berkelanjutan
 Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas SDA
dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara
keseluruhan
 Secara ekonomis dapat berlanjut, yang berarti petani
mendapat penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan
sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan dan
dapat melestarikan SDA dan meninimalisasikan risiko
 Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan
didistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar
semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu
juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang
memadai serta bantuan teknis terjamin
 Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar
semua mahluk hidup (manusia, tanaman dan hewan)
dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang
mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga diri,
kerjasama dan rasa sayang), termasuk menjaga dan
memelihara integritas budaya spiritual masyarakat
 Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki
kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan
kondisi usahatani yang berlangsung terus
Potensi Pertanian Lahan Kering
Beriklim Kering di NTT

 pertanian lahan kering di Indonesia masih memiliki


prospek yang baik karena belum dikelola secara
optimal dan luasnya mencapai 28,8 juta hektar (8%
luas wilayah dan 1,5 % luas lahan pertanian)
 Nusa Tenggara Timur, 92, 93 % dari total wilayah.
 Permasalahan yang dihadapi usaha pertanian di lahan
kering beriklim kering sangat kompleks yang
berakibat rendahnya produktifitas
Beberapa permasalahan yang
dihadapi, antara lain:

 Keterbatasan air.
 Degradasi lahan akibat erosi.
 Tingkat kesuburan tanah rendah.
 Infrastruktur ekonomi tidak sebaik di daerah beriklim
basah.
 Lahan kering umumnya tersebar di daerah lereng dan
perbukitan dengan potensi erositinggi sehingga
mengakibatkan degradasi kesuburan lahan.
 Kondisi biofisik lahan kering tidak sebaik lahan sawah.
 Petaninya umumnya miskin dan seringkali mengabaikan
penerapan teknik konservasi lahan secara berkelanjutan
dalam usaha taninya.
 Kualitas lahan dan penerapan teknolog terbatas,
menyebabkan variabilitas produksi pertanian relatif
tinggi.
 Persaingan dengan gulma.
 Serangan hama.
 Penggunaan jenis-jenis tanaman lokal dengan
produksi rendah.
Pengelolaan Lahan Kering Beriklim
Kering

 Kebutuhan jenis-jenis tanaman yang tahan


kekeringan dan karakteristiknya.
 Air memiliki arti sangat penting bagi tumbuhan dan
hewan karena 80-95% tubuhnya terdiri atas air
 Kebutuhan teknologi pengelolaan hara pada
lahan keting
 Sekalipun menggunakan bibit unggul dan ditanam
pada lingkungan dengan agroklimat yang sesuai,
pertumbuhan tanaman tidak akan berlangsung
optimal jika struktur tanahnya tidak mendukung
 Paling tidak, ada 16 unsur yang dibutuhkan tanaman
yaitu C, H, O, N. S, P, K, Ca, Mg, Bo, Mo, Cu, Mn, Fe,
Zn, Cl.
 Unsur-unsur tersebut diperoleh tanaman dari 3 (tiga)
sumber, yaitu: (a) udara (C dalam bentuk CO2, O2, dan
H dalam bentuk gas H2O), (b) air (H dan O2), dan (c)
tanah. Unsur C, H, dan O
 6 unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
banyak yaitu N, P, K, Ca, S dan Mg oleh sebab itu
disebut “unsur makro
Tiga faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan kebutuhan
hara tanaman
 Tingkat kesuburan dan sifat-sifat tanah. Pada tanah
yang sangat subur tanaman dapat menyerap lebih banyak
unsur-unsur hara dari tanah, baik hara tanah asli maupun
hara yang ditambahkan dalam bentuk pupuk, melebihi
dari yang diperlukan untuk menentukan hasil
 Tanaman yang akan ditanam. Kebutuhan hara juga
tergantung pada jenis dan varietas tanaman yang akan
ditanam dan bagian tanaman yang dipanen
 Tingkat hasil yang diharapkan. Tanaman membutuhkan
lebih banyak unsur-unsur hara untuk menghasilkan
produksi yang lebih tinggi
pengendalian erosi pada lahan
kering

 upaya pengendalian erosi atau konservasi tanah


terdiri atas:

• Meredam energi hujan.


• Meredam daya gerus aliran permukaan.
• Mengurangi kuantitas aliran permukaan.
• Memperlambat laju aliran permukaan dan memperbaiki sifat-sifat
tanah yang peka erosi.
• Mencegah longsor.
Mekanis, dengan:

 Teras bangku. Dari segi teknis, teras bangku


merupakan suatu teknik pengendalian erosi yang
efektif. Teras bangku sebaiknya ditanam rumput pada
tampingan dan guludannya untuk memperkuat agar
tidak mudah longsor dan juga pakan sebagai pakan
ternak.
 Teras gulud. Teras gulud merupakan teknik
konservasi tanah yang lebih sederhana dalam
pembuatannya dibandingkan dengan teras bangku.
Teras gulud mempunyai guludan, saluran air dan
bidang olah.
Vegetatif, dapat dilakukan dengan:

 Strip Rumput. Rumput ditanam dalam strip searah


kontur dengan lebar 0,5 – 1 meter, dengan tujuan
untuk menghambat laju aliran permukaan dan erosi
tanah.
 Mulsa. Mulsa adalah teknik konservasi tanah yang
menggunakan bahan organic berupa sisa-sisa panen
tanaman seperti jerami, brangkasan jagung, kacang
tanah
Kebutuhan teknologi rehabilitasi
dan reklamasi pada lahan kering

 Rehabilitas lahan diartikan sebagai upaya pemulihan atau


perbaikan lahan yang telah atau sedang mengalami
penurunan produktivitasnya, agar kembali ke kondisi
semula
 Kualitas lahan yang dimaksud adalah sifat-sifat fisik, kimia
dan biologi tanah, keragaan tanaman yang tumbuh di
atasnya, ketersediaan air/kelmebaban tanah dan iklim
makro
 Degradasi lahan (land degradation) adalah suatu proses
penurunan produktivitas lahan, baik sementara maupun
tetap, yang meliputi berbagai bentuk dan penurunan
produktivitas tanah sebagai akibat kegiatan manusia dalam
pemanfaatan tanah dan air, penggundulan hutan dan
penurunan produktivitas padang penggembalaan.
 Sedangkan degradasi tanah (soil degradation) adalah suatu
proses kemunduran produktivitas tanah yang disebabkan
oleh kegiatan manusia, yang mengakibatkan penurunan
produktivitas tanah pada saat ini dan/atau di masa yang
akan datang dalam mendukung kehidupan makluk hidup
 Lahan kritis didefenisikan sebagai lahan yang karena tidak
sesuai penggunaan dan kemampuannya telah mengalami
atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, dan biologi, yang
akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis,
produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial
ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya
 Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya
disebabkan oleh erosi air hujan
 Degradasi lahan yang termasuk ke dalam kategori
kemunduran kimia tanah, diantaranya disebabkan oleh
proses penggaraman, pemasaman dan pencemaran bahan-
bahan agrokimia (seperti yang dilakukan pada lahan
gambut di Kalimantan)
 Teknik rehabilitaasi untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas lahan yang mengalami degradasi
adalah dengan pengelolaan bahan organik dan penerapan
teknik pencegahan erosi agar tidak terjadi degradasi yang
berlanjut
Kebutuhan teknologi pengelolaan
bahan organik pada lahan kering

 Lahan-lahan di NTT pada umumnya mengandung


bahan organik rendah oleh karena itu pupuk organik
sangat diperlukan, dan kebiasaan ladang berpindah
dengan cara tebas bakar perlu disosialisasikan bahwa
sangat merugikan
Kebutuhan teknologi konservasi
dan hemat air di lahan kering

 Kelebihan air pada MH yang berlangsung singkat tapi


dengan intensitas yang tinggi dapat ditampung dalam
waduk kecil-kecil atau embung-embung dan airnya
dipakai untk mengairi area pertanaman pada musim
kemarau
pengendalian gulma dan hama
pada lahan kering

 Gulma selalu menjadi masalah yang sulit diatasi di


derah kering dan harus diatasi dengan pengendalian
terpadu, khususnya dengan pemakaian pola tanam
yang tepat yang dapat segera menutup permukaan
lahan
SISTEM-SISTEM USAHATANI DAN PENERAPAN SISTEM
USAHA TANI
TERPADU BERKELANJUTAN DI LAHAN KERING

 Klasifikasi Sistem Pertanian di Daerah Tropik


 Menurut Ruthenburg, 1980), sistem pertanian di
daerah tropis dapat diklasifikasikan menjadi: .
 Sistem pertanian yang bersifat pengumpul hasil
pertanian.
 Sistem Pertanian yang bersifat membudidayakan
tanaman.
 Sistem Pertanian yang untuk pakan ternak dan padang
penggembalaan.
Sistem Pertanian dengan
Pengumpulan Hasil Pertanian

 Sistem ini adalah sistem pertanian yang secara


langsung memperoleh hasil tumbuh-tumbuhan yang
tidak dibudidayakan secara sengaja oleh manusia
 Sistem ini biasanya dilakukan bersamaan dengan
sistem berburu binatang dan penangkapan ikan.
Jarang ditemukan sebagai kegiatan tunggal
 Sistem Pertanian dengan Budidaya Tanaman
 Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan dapat
dikelompokkan menjadi 12 kelompok
 1
 Cereal (padi-padian)
 Jagung, sorgum, padi, gandum, jewawut, oat, barley, millet
 2
 Pulses (legum setahun)
 Kedelai, kc. merah, kc. hijau, kc. tunggak, kc. nasi
 3
 Forage crops (pakan)
 Rumput, alfafa, clover
 4
 Leafy crops (sayuran)
 Kol, bayam, kangkung, sawi, slada, slada air, daun kelor
 5
 Fruits (buah-buahan)
 Pepaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, alpukat, nangka, nenas, durian,
kedondong, semangka, melon, sawo, pir, apel
 6
 Oil crops (penghasil minyak makan)
 Kelapa sawit, kelapa, kacang tanah, olive, bunga matahari, canola, kemiri,
wijen, jagung, kedele
 7
 Nuts (kacang)
 Almond, kacang tanah, makadomia, kacang mente, kenari
 8
 Sugar crops (Penghasil gula)
 Gula tebu, gula bit, gula palma (kelapa, lontar, aren), septia
 9
 Beverage (untuk minuman)
 Kopi, teh, coklat, anggur, jahe
 10
 Spices (rempah-rempah)
 Lada, kayu manis, cengkeh, pala, jintan
 11
 Fibre crops (penghasil serat)
 Jute, rami, kapas, kapok, pisang manila dan pisang
abaca, pandan, nenas
 12
 Fuel crops (bahan bakar kayu)
 Lamtoro, kusambi, gamal, asam, klengkeng
 Berdasarkan Tipe Rotasinya. Dikenal ada 4 macam
sistem budidaya yaitu:
 Sistem pertanian dengan rotasi bera alami,
dimana lahan ditanami kemudian diberakan
(uncultivated fallow).
 Sistem pertanian dengan rotasi tanaman untuk
padang penggembalaan (ley system). Bentuk-
bentuk vegetasi dominan yang terdapat di masa bera
dapat berupa pohon-pohonan (forest fallow), semak-
semak (bush fallow), kayu tahan api dan rumput
(savanna fallow), dan rumput (grass fallow).
 Sistem pertanian dengan rotasi tanaman untuk padang
penggembalaan. Sistem ini adalah sistem dimana lahan
ditanami tanam-tanaman semusim untuk beberapa tahun
kemudian dibiarkan rumput tumbuh atau lahan ditanami
rumput dan tanaman legume untuk padang penggembalaan.
 Sistem pertanian dengan rotasi tegalan, dimana tanaman
semusim yang satu ditanam setelah tanaman semusim
sebelumnya dipanen pada lahan kering.
 Sistem pertanian dengan rotasi tanaman tahunan (kakao,
kopi, kelapa, mente dll) diamana dapat ditanam secara
bergantian dengan bera, atau tanaman semusim atau padang
penggembalaan.

 Berdasarkan Intensitas Rotasinya. Klasifikasi
berdasarkan intensitas rotasinya, digunakan rumus :

 Jumlah tahun lahan ditanami
R= x 100 %
 Lama siklus (tahun)
 Berdasarkan Suplai Air. Berdasarkan suplai air,
digongkan menjadi 2 yaitu:
 sistem pertanian dengan pengairan (irrigated
farming), dimana air dapat diatur masuk ke dalam
lahan sehingga tingkat kelembaban lebih tinggi
dibandingkan tanpa irigasi dan sistem pertanian tanpa
pengairan. Sstem pertanian ini banyak dijumpai di
daerah Arid dan Semi Arid.
 Sistem pertanian tanpa pengairan (rainfed
farming).

 Berdasarkan Pola Tanam. Ini merupakan sistem
pertanian yang terpenting di daerah tropis yang
biasanya didukung dengan penggunaan ternak. Ada
pertanian dengan pola tanam tunggal (monoculture),
pola tanam campuran (mix cropping, pola tanam
tumpangsari (intercropping), pola tanam beruntun
(sequensial cropping).
 Berdasarkan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan.
Secara garis besar dapat digolongkan menjadi:
 Sistem pertanian pra teknis, dimana hanya menggunakan
alat-alat sangat sederhana misalnya pertanian tebas bakar.
 Sistem pertanian dengan cangkul dan sekop.
 Sistem pertanian dengan bajak dan garu yang ditarik
hewan.
 Sistem pertanian dengan bajak dan garu yang ditarik
traktor.

Berdasarkan Tingkat dan hasil kotor Komersialisasi.
Berdasarkan bagian dari hasil yang dikonsumsi dan
dikomersielkan, dikenal beberapa golongan yaitu:

 Usaha pertanian subsistensi penuh, yaitu usaha


pertanian yang dilakukan dari generasi ke generasi
berikutnya tanpa banyak input teknologi dari luar, di mana
tujuan usahatani hanya untuk memenuhi kebutuhan
minimal hidup pokok keluarga.
 Usaha pertanian subsistensi fakultatif, adalah usaha
pertanian yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pangan keluarga, dan sisanya atau sebagian kecil hasil
panennya dijual di pasar lokal.
 Usaha pertanian prakomersial, adalah usaha pertanian
subsisten yang digabungkan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan barang sehari-hari, sehingga mengharuskan
petani menjual sebagian hasil panennya.
 Usaha pertanian semi komersial, dicirikan oleh pengusahaan komoditas
komersiel secara intensif, sebagian kecil hasil panen untuk pemenuhan
kebutuhan pangan keluarga dan sebagian besar untuk dijual. Usahatani padi
pada lahan sawah beririgasi termasuk dalam katergori usaha pertanian semi
komersiel.
 Usaha pertanian komersiel, dicirikan untuk memperoleh keuntungan usaha
sehingga pemilihan komoditas dan teknologi serta pasar telah diperhitungkan
secara matang. Pertanian komersiel tidak berbeda dengan usaha industri
manufaktur yang menentukan harga jual produk berdasarkan biaya produksi
dan keuntungan.
 Usaha Pertanian agribisnis, yaitu kegiatan usaha pada bidang pertanian
dengan pola saling kebergantungan antara lima subsistem yaitu: (i) subsistem
sarana produksi, (ii) subsistem produksi primer (on-farm), (iii) subsisem
pengolahan (agroindustri), (iv) subsistem distribusi dan pemasaran, dan (v)
subsistem penunjang (kebijakan, lembaga modal, penelitian, penyuluhan,
pertanahan).

 Berdasarkan Tingkat Teknologi dan Pengelolaan.
Terutama untuk tanaman perkebunan, dibedakan ada
perkebunan rakyat, perkebunan besar dan
Oerkebunan Inti Rakyat.
Sistem Pertanian untuk Padang Penggembalaan
dan Peternakan

 Petanian ternak atau peternakan umunya diklasifikasikan


berdasarkan ketetapan tinggalnya (stasionaryness) dari
peternak dan ternaknya sbb:.
 Semi nomadis, dimana peternak memiliki tempat tinggal
permanen dan di sekitarnya ada budidaya makanan ternak
sebagai tambahan. Akan tetapi ternak dan
penggembalaanya bergerak pada daerah-daerah yang
berbeda.
 Transhuman, peternak mempunyai tempat tinggal
permanen tetapi ternaknya dengan bantuan penggembala,
mengembara pada daerah penggembalaan yang berpindah-
pindah dan letaknya jauh.
 Partial Nomadis, peternak tinggal secara permanen
pada pemukiman yang juga permanen dan
penggembalaan ternaknya pada sekitar tempat
tinggalnya.
 Peternakan menetap, ternaknya sepanjang tahun
berada pada lahan atau desanya sendiri,
Penerapan Sistem Usahatani Terpadu
Berkelanjutan di Lahan Kering

 Lahan kering merupakan tantangan baru sekaligus


sumber pemecahan masalah dalam Pembangunan
Pertanian. Lahan yang secara umum menuju kritis,
memerlukan sistem pengelolaan yang tepat.
 Sistem pengelolaan yang tepat untuk usaha pertanian
lahan kering beriklim kering adalah dengan “Sistem
Usahatani Terpadu” yang dikenal dengan istilah “take-
intake agriculture” dimana keluaran (out put) dari
sektor pertanian yang satu menjadi masukan (in put)
dari sektor pertanian yang lain sehingga terjadi mata
rantai “in put- proses produksi-out put”
 “pertanian terpadu berkelanjutan” merupakan solusi
yang tepat dan merupakan pilar utama kebangkitan
bangsa Indonesia karena akan mampu menyediakan
pangan secara berkelanjutan (Anita Swietenia, 2012).
 Konsepsi pertanian terpadu adalah merupakan sistem
yang menggabungkan kegiatan pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan
dalam satu lahan sehingga diharapkan menjadi salah
satu solusi alternatif bagi peningkatan produktifitas
lahan, program pembangunan dan konservasi
lingkungan serta pengembangan “Desa Terpadu”.
 Pertanian berkelanjutan pada dasarnya merupakan
suatu konsepsi menyangkut tantangan bagi produsen
agar mulai mempertimbangkan implikasi jangka
panjang tentang cara budidaya, interaksi sistem usaha
tani dan dinamika sistem pertanian.
 Dalam konteks ekologis, pertanian berkaitan erat
dengan upaya memelihara sistem biologi agar dapat
secara kontinu memberikan out put dengan tingkat
yang sama tanpa menggunakan in put yang berlebih

Anda mungkin juga menyukai