NTT memiliki 1192 pulau yang baru bernama 430 pulau. Dari 1192 pulau terdapat
sebanyak 15 pulau terluar atau terdepan. Berikut 10 pulau terluar di NNT yang baru diberi
nama oleh Gubernur NTT dan FORUM KOMUNIKASI PEMERINTAH DAERAH ( FORKOPIMDA)
Provinsi NTT pada tanggal, 14 Mei 2016 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. 10 Pulau terluar di NNT
No Kabupaten Nama Pulau P. Yang Berpenghuni
.
1. Rote Ndao Pulau Usu 800 jiwa (103 KK)
Nusa Boti Tidak berpenghuni
Pia Bilba Sda
Huni Ama Sda
Bolotelu Fola Sda
Pia Fula Sda
Namo Dere Sda
2. Manggarai Barat Nusa Dua Sda
Nusa Tiga Sda
Singo Edan Sda
Sumber : Victory News (Bagian Politik dan Hukum), Senin, 16 Mei 2016
1. Mangrove
Kata mangrove berasal dari dua bahasa yaitu bahasa Portugis disebut Mangue dan
bahasa Inggri disebut grove. Jadi mangrove adalah satu varietas komunitas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang di perairan asin. Menurut Nybakken
(1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang
khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau
masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air
laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dikutip oleh Supriharyono, 2000).
Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut hutan bakau atau hutan payau.
Mangrove sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas tumbuh di pantai
daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al, 1973 dikutip oleh Noor et al,
1999). Mangrove termasuk salah satu hutan pantai yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial di
daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut (Soerianegara, 1987
dikutip oleh Noor et al, 1999).
Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi
gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird,
1967 dikutip oleh Idawaty, 1999). Selanjutnya menurut IUCN (1993), mengatakan bahwa
spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Menurut Bengen (2001), adaptasi mangrove dibagi dalam bentuk bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki
bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora
seperti Avecennia sp., Xylocarpus sp, dan Sonneratia sp, untuk mengambil oksigen
dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (contoh :
Rhyzophora spp.).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :antara lain : a. Memiliki sel-sel khusus
dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. b. Berdaun kuat dan tebal yang
banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. c. Daunnya memiliki
struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan
horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga
berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Hutan mangrove tersusun dari berbagai jenis mangrove meliputi pohon-pohon dan
semak tergolong dalam 8 famili, 12 genera tumbuhan berbunga dan 202 jenis terdiri atas 89
pohon, 5 jenis palem, 19 liana, 44 epifit dan 1 jneis paku. Jenis-jenis mangrove terdiri atas api-
api (Avicennie sp), pedada (Sonneratia sp ), bakau (Rhizophora sp), tanjang (Bruguiera sp),
tengar (Ceriops sp), nyirih (Xylocarpus sp), Lummitzera sp, buta-buta (Exoecaria ap),
Aegiceras sp, Aegiatilis annulata, Pemphis aculdua, Osbornea octodonta, Acanthus ilicifolius ,
Acroctichum aureum, Scypphyphora dan Nypa.
Penyebaran dan zonasi hutan mangrove menurut Bengen (2001) sebagai berikut :
1. Mangrove terbuka
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Sonneratia alba, sementara Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata dominan tumbuh di daerah berlumpur. Pada zona ini Sonneratia sering
berasosiasi dengan Avicennia.
2. Mangrove tengah
Terletak dibelakang mangrove terbuka. Didominasi oleh Rhizophora sp, namun biasa
ditemukan juga Bruquiera sp, dan Xylocarpus sp.
3. Mangrove payau
Tumbuh di sepanjang sungai berair payau sampai tawar. Di dominasi oleh Nypa atau
Sonneratia
4. Mangrove daratan
Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di zona ini meliputi Ficus microcarpus, F. retusa,
Intsia bijuga, Nypa fruticans, Lumnizera sp, Pandanus sp dan Xylocarpus sp.
Mangrove memiliki beberapa fungsi diantaranya : (1) Fungsi ekologis dan biologis
sebagai pelindung garis pantai dari abrasi, mempercepat perluasan pantai melalui
pengendapan, mencegah intrusi air laut ke daratan, tempat berpijah aneka biota laut, tempat
berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga, dan
sebagai pengatur iklim mikro.
Selanjutnya fungsi ekonomis dan sosial meliputi penghasil keperluan rumah tangga
(kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan), penghasil keperluan
industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna), penghasil bibit ikan,
nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung, dan pariwisata, penelitian, dan
pendidikan.
Sifat lamun antara lain : (1) mampu hidup di media air asin; (2) mampu berfungsi
normal dalam keadaan terbenam; (3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang
baik; (4) mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan
terbenam.Lamun memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal
untuk gas dan nutrien, serta stomata berfungsi untuk pertukaran gas. Akar berfungsi dalam
pengambilan air, dan daun menyerap nutrien.
Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan pantai atau goba yang
dasarnya berlumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai 4 m.
Pada perairan yang jernih , beberapa jenis lamun dapat tumbuh sampai pada kedalam 8 – 15
m dan 40 m.Lamun dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sangat tergantung dari
beberapa faktor antara lain : (1) kecerahan : lamun butuh cahaya yang tinggi untuk
fotosintesis; (2) temperatur : kisaran temperatur optimal untuk sebaran lamun antara 28 – 30º
C; (4) kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam bila temperatur di luar
temperatur optimal; (5) salinitas : kisaran salinitas antara 10 sampai 40 ppm dan salinitas
optimal 35 ppm; dan (6) substrat : tipe substrat lumpur berpasir dan berbatu.
Fungsi lamun antara lain : (1) Produsen primer : lamun memiliki produktivitas tinggi
dibandingkan dengan ekosistem lain seperti mangrove dan terumbu karang; (2) Habitat biota :
lamun sebagai tempat berlindung dan menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan
(algae), daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora
dan ikan karang; (3) Penangkap sedimen : daun lamun yang lebat dapat memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya tenang. Rimpang dan
akar dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan
dasar permukaan mencegah erosi; dan (4) Pendaur zat hara : lamun berperan dalam
pendauran berbagai zat hara dan elemn-elemn langka dilingkungan laut khususnya zat-zat
hara yang dibutuhkan algae epifitik.
Aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan ekosistem lamun di kecamatan Riung
sebagai tempat pendaratan perahu, tempat budidaya, dan pengerukan untuk membuat
pelabuhan. Menurut Bengen (2001), pemanfaatan lamun oleh masyarakat yang tinggal di
wilayah pesisir digunakan antara lain : (1) sebagai tempat kegiatan budidaya laut berbagai jenis
ikan, kerang-kerangan dan tiram; (2) tempat rekreasi atau parawisata; dan (3) sumber pupuk
hijau.
4.Sumberdaya Ikan
Potensi kelautan dan perikanan yang diimiliki terdiri atas beragam sumberdaya alam laut
seperti ikan dan non ikan. Sumberdaya ikan terdiri atas ikan pelagis besar seperti tuna,
cakalang, tenggiri,dan lain-lain, ikan pelagis kecil seperti layang, lemuru, sardin, kembung, dan
lain-lain, serta ikan demersal termasuk ikan karang seperti kakap, kerapu, napoleon,
bambangan, biji nangka, dan lain-lain. Sumberdaya non ikan seperti crustacea, mokuska,
rumput laut dan lain-lain.
Ikan Pelagis
Menurut hasil penelitian Risamasu, dkk (2011), jenis-jenis ikan pelagis yang dikonsumsi
oleh masyarakat di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang berdasarkan hasil penelitian disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar jenis ikan pelagis yang dikonsumsi oleh Masyarakat Kabupaten Kupang dan
Kota Kupang
Famili Jenis Jumlah Prosentase
SCOMBRIDAE Thunnus tonggol, Katsuwonus pelamis, 8 19,1
Euthynnus affinis, Auxis thazard,
Rastrelliger kanagurta, R. faughni, R.
brachysoma, Scomberomorus commerson
CARANGIDAE Decapterus russlli, D. macrosoma, 14 33,3
Scomberoides tol, Megalaspis cordial,
Elagatis bippinulatus, Alepes melanoptera,
A. vari, Carangoides dinema, C.
orthogrammus, C. malabaricus, ,Caranx
melapygus, C.sexfasciatus, C. ferdau,
Alectis indicus
TRICHIURIDAE Trichiurus japonicus 1 2,4
MENIDAE Mene maculate 1 2,4
CLUPEIDAE Amblygaster clupeiodes, A. sirm, Sardinella 6 14,2
gibbosa, Dussumiera elosoides, Hilsa Kelle,
Illisha ap
ENGRAULIDIDAE Stoleporus divisi, S. waite.S. commersonnii, 4 9,5
S. indicus
EXOCOETIDAE Cypselurus noresii 1 2,4
BELONIDAE Tylosurus crocodiles crocodiles 1 2,4
HEMIRAMPHIDAE Hyporhamphus quoyi 1 2,4
SPHYRAENIDAE Sphyraena putnamiae 1 2,4
CORYPHARNIDAE Coruphaena hippurus 1 2,4
LEIOGNATHIDAE Leiognathus splendes. L. bindus, L. 3 7,1
Leuciscus
Total 42 100
Data tersebut memperlihatkan bahwa kelompok ikan pelagis yang dikonsumsi oleh
masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang secara keseluruhan ada 42 spesies ( jenis)
yang tergolong dalam 27 genus dan 12 famili. Famili yang memiliki jumlah jenis (spesies)
tertinggi yakni Famili Carangidae dengan presentase sebesar 33,3%, kemudian Scombridae
sebesar 19,1% dan diikuti oleh famili lainnya. Jenis-jenis ikan pelagis ditampilkan pada Gambar
1.
SCOMBRIDAE : SCOMBRIDAE: SCOMBRIDAE:
Thunnus tonggol Katsuwonus pelamis Euthynnus affinis
Ikan Demersal
Jenis-jenis ikan demersal yang dikonsumsi oleh masyarakat di Kabupaten Kupang dan Kota
Kupang berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Daftar jenis ikan demersal yang dikonsumsi oleh Masyarakat Kabupaten Kupangdan
Kota Kupang
Famili Jenis Jumlah Prosentase
(%)
PLOTOSIDAE Plotosus lineatus 1 1,3
POLYNEMIDAE Eleutheronema tetradactylum, 2 2,7
Polydactylus sextarius
SCIAENIDAE Nibea soldado 1 1,3
CARCHARHINIDAE Carcharhinus melanopterus 1 1,3
MYLIOBATIDIDAE Aetomyleus nichofii 1 1,3
KYPHOSIDAE Kyphosus cinerascens 1 1,3
TERAPONIDAE Terapon theraps, T. jarbua 2 2,7
ACANTHURIDAE Acanthurus olivaceus, A. striatus, A. 3 4,0
Lineatus
POMACANTHIDAE Pomacanthus annularis, P. 2 2,7
Semicirculatus
DASYATIDAE Himantura undulata 1 1,3
EPHYPPIDIDAE Deprane punctata, Platax batavianus 2 2,7
MULLIDAE Upeneus sulphureus, Parupeneus 5 6,7
macronema, P. pleurostigma, P.
multifasciatus, P. Chrysopleuron
IRIIDAE Aurius macualatus 1 1,3
PSETTODIDAE Psettodes erumei 1 1,3
HOLOCENTRIDAE Myripristis kuntee, M. hexagona, 3 4,0
Sargocentron caudimaculatum
HAEMULLIDAE Plectorhinchus lineatus, P. picus, P. 6 8,0
goldmanni, P. oerientalis,
P.polytaenia, Pomadasys kaakan
SIGANIDAE Siganus guttatus, S. virgatus, S. 5 6,7
argenteus, S. canaliculatus,
S.punctatus
MUGILIDAE Moolgarda buchanani 1 1,3
SOLEIDAE Dexillichthys muelleri 1 1,3
NEMIPTERIDAE Nemipterus hexodon, Nemipterus sp, 6 8,0
Scolopsis auratus, S. margaritifer, S.
hexochrous, Pentapodus caninus
LUTJANIDAE Symphorus spilurus, Lutjanus 20 27.0
fulviflamma, L.vitta, L. gibbus, L.
kasmira, Luttjanus sp1. Lutjanus sp2,
Lutjanus sp3, L. erythropterus, L.
carponotatus,L. bohar, Aprion
virescens, Pristopomoides
filamentosus, Paracaesio kusakarii,
Aphareus sp, Pinjalo lewisi, Aprion
virescens, Caesio pisang, C. lunaris,
dan Pterpcaesio pisang
LETHRINIDAE Lethrinus rubrioperculatus, L. 4 5,3
olivaceus, Lethrinus sp, Monotaxis
grandoculus
LABRIDAE Cheilinus chlorurus 1 1,3
PRIACANTHIDAE Priacanthus macracanthus 1 1,3
SCARIDAE Scarus niger, S.bleekeri, S.ghobban 3 4,0
Total 75 100
Data tersebut memperlihatkan bahwa kelompok ikan pelagis yang dikonsumsi oleh
masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang secara keseluruhan ada 75 spesies ( jenis )
yang tergolong dalam 42 genus dan 25 famili. Famili yang memiliki jumlah jenis (spesies)
tertinggi yakni Famili Lutjanidae dengan presentase sebesar 27,0%, kemudian famili
Nemipteridae sebesar 8,0% dan diikuti oleh famili lainnya. Jenis-jenis ikan demersal yang
terinventarisasi berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Gambar 2.
SCARIDAE: SCARIDAE:
SCARIDAE:
Scarus bleekeri Scaus ghobban
Scarus niger
Gambar 2. Jenis-jenis ikan demersal yang dikonsumsi oleh masyarakat
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
Sumberdaya ikan yang tertangkap di Kabupaten Kupang baik ikan pelagis maupun
demersal terdiri atas ikan tenggiri, ekor kuning, tuna, cakalang, kembung, tongkol, selar,
tembang, lalosi, pararng-parang, gergaheng, kakap, ikan teri dan lain-lain (DKP Kabupaten
Kupang, 2007).
Crustacea
Kepiting
Selanjutnya jenis kepiting yang dikonsumsi oleh masyarakat Kabupaten Kupang dan
Kota Kupang diantaranya kepiting bakau ( Scylla serrata) dan Portunus sanguinolentus,
P.pelagicus dan Portunus sp (Gambar 4). Scylla serrata dan Portunus sp tergolong dalam famili
Portunidae. Jenis kepiting yang paling banyak dijual di pasaran adalah Scylla serrata dan
Portunus pelagicus. Kepiting termasuk makanan bergizi berkalori rendah mengandung protein
65,72%, mineral 7,5% dan lemak 0,88%. Kepiting bisa diperoleh dari kegiatan penangkapan
maupun budidaya (Soim, 1997 dikutip oleh Risamasu, dkk, 2011).
Udang
Jenis-jenis udang yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
Portunus pelagicus
yang dijual di beberapa pasar ikan Kota Kupang disajikan pada Gambar 5.
jantan
Panaeus indicus Paneus japonicus
Cephalopoda
Jenis-jenis cumi-cumi yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
yang dijual di beberapa pasar ikan di Kota Kupang disajikan pada Gambar 6. Cumi-cumi
merupakan salah satu hewan laut dari keluarga Loliginidae, kelas Cephalopoda. Cumi-cumi
dalam bahasa Latin disebut Loligo spp, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut squid. Cumi-
cumi sering dijadikan menu utama restoran/warung seafood atau chinesefood mengandung gizi
17,9g /100g cumi segar dan juga kaya akan asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Asam amino esensial yang dominan adalah leusin, lisin, dan fenilalanin. Sementara
kadar asam amino nonesensial yang dominan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Kedua
asam amino tersebut berkontribusi besar terhadap timbulnya rasa sedap dan gurih. Mineral
penting yang terkandung dalam daging cumi-cumi adalah natrium, kalium, fosfor, kalsium,
magnesium, dan selenium. Selain kaya akan protein, cumi-cumi juga merupakan sumber
vitamin yang baik, seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B12, niasin, asam folat, serta
vitamin larut lemak (A, D, E, K). (Irawan, 2008 dikutip oleh Risamasu, dkk, 2011 ).
Loligo sp Sepia sp
Gambar 7. Jenis-jenis rumput laut yang dibudidayakan di desa Tablolong, Tuadale dan Bolok
Jenis-jenis alga yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat di Kabupaten Kupang dan
Kota Kupang ada tiga jenis seperti Eucheuma cottonii dan E. striatum. Rumput laut mentah
Loligo sp biasanya dibuat lawar (salat), dan ditumis seperti menumis sayur. Rumput laut yang sudah
kering kemudian diolah juga menjadi beberapa jenis makanan seperti cendol, dodol, manisan,
dan puding. Jenis-jenis rumput laut yang dikonsumsi sebagai sumber pangan disajikan pada
Gambar 8. Hambali, dkk (2004) dikutip oleh Risamasu, dkk (2011) mengemukakan bahwa
rumput laut kering dapat diolah menjadi berbagai macam makanan seperti manisan, dodol,
cendol, puding dan permen jelly. Proses pengolahannya mudah dan sederhana, tidak
memerlukan prosedur dan peralatan yang rumit.
Eucheuma cottonii Eucheuma striatum (Sakol) Codium gepii
Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya
yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, media komunikasi, kawasan
rekreasi, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya . Jenis-jenis pariwisata yang dapat
dikembangkan di kawasan pulau-pulau kecil adalah :
a. Wisata Bahari
Kawasan pulau-pulau kecil merupakan aset wisata bahari yang sangat besar yang
didukung oleh potensi geologis dan karaktersistik yang mempunyai hubungan
sangat dekat dengan terumbu karang ( Coral Reef), khususnya hard corals.
Disamping itu, kondisi pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, secara logika akan
memberikan kualitas keindahan dan keaslian dari bio-diversity yang dimilikinya.
Berdasarkan rating yang dilakukan oleh lembaga kepariwisataan internasional,
beberapa kawasan di Indonesia dengan sumberdaya yang dimilikinya mempunyai
rating tertinggi bila ditinjau dari segi daya tarik wisata bahari dibandingkan dengan
kawasan-kawasan lain di dunia. Beberapa kawasan wisata bahari yang sangat
sukses di dunia antara lain adalah kawasan Great Barrier Reef, kawasan negara-
negara di Karibia, seperti Bahama, Kawasan Pasifik seperti Hawai, serta Kawasan
Meditterranean. Belajar dari pengalaman di kawasan tersebut, ternyata negara-
negara tersebut merupakan “Negara Pulau-pulau Kecil ( Small Islands State)”,
kecuali di Great Barrier Reef dan Meditterranea.
Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang
cukup potensial. Beberapa diantaranya telah dikembangkan sebagai daerah tujuan
wisata bahari seperti Taman Nasional (TN) Taka Bone Rate (Sulsel), TN Teluk
Cendrawasih, TN Kep. Wakatobi (Sultra), Taman Wisata Alam (TWA) Kep.
Kapoposang (Sulsel), TWA Tujuh Belas Pulau (NTT), TWA Gili Meno, Ayer,
Trawangan (NTB), TWA P. Sangiang (Jabar), dan lain-lain.
b. Wisata Terestrial
Pulau-pulau kecil mempunyai potensi wisata terestrial yaitu wisata yang merupakan
satu kesatuan dengan potensi wisata perairan laut. Wisata terestrial di pulau-pulau
kecil misalnya TN Komodo (NTT), sebagai lokasi Situs Warisan Dunia (World
Herritage Site) merupakan kawasan yang memiliki potensi darat sebagai habitat
komodo, serta potensi keindahan perairan lautnya di P. Rinca dan P. Komodo.
Contoh lain adalah Pulau Moyo yang terletak di NTB sebagai Taman Buru (TB),
dengan kawasan hutan yang masih asri untuk wisata berburu dan wisata bahari
(diving). Kondisi Pulau Moyo tersebut dimanfaatkan oleh para pengusaha pariwisata
sebagai kawasan “Ekowisata Terestrial”. Dikawasan tersebut terdapat resort yang
tarifnya relatif mahal, dengan fasilitas yang ditawarkan berupa tenda-tenda,
sehingga merupakan “wisata camping” yang dikemas secara mewah. Paket wisata
di Kawasan Pulau Moyo ini sudah sangat terkenal di mancanegara sehingga dapat
memberikan devisa bagi negara.
c. Wisata Kultural
Pulau-pulau kecil merupakan suatu prototipe konkrit dari suatu unit kesatuan utuh
dari sebuah ekosistem yang terkecil. Salahsatu komponennya yang sangat signifikan
adalah komponen masyarakat lokal. Masyarakat ini sudah lama sekali berinteraksi
dengan ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di lapangan, masyarakat
pulau-pulau kecil tentunya mempunyai budaya dan kearifan tradisional ( local
wisdom) tersendiri yang merupakan nilai komoditas wisata yang tinggi.
Kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata kultural, misalnya, di Pulau
Lembata. Masyarakat suku Lamalera di Pulau Lembata mempunyai budaya heroik
“Berburu Paus secara tradisional” (traditional whales hunter). Kegiatan berburu paus
secara tradisional tersebut dilakukan setelah melalui ritual-ritual budaya yang
sangat khas, yang hanya di miliki oleh suku Lamalera tersebut. Keunikan budaya
dan kearifan tradisional tersebut, menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
Daftar Pustaka
Bengen, DG , 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut. PKSPL Institut
Pertanian Bogor. Halaman : 32 – 37.
Bengen, DG, 2004. Ragam Pemikiran Menuju Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan
Berbasis Eko-Sosiosistem. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut.
Dahuri, R; J. Rais, SP, Ginting dan MJ, Sitepu, 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu. PT Pratnya Pratama, Jakarta. Halaman : 80 – 82.
Dahuri, R; J. Rais, S.P, Ginting dan M.J, Sitepu, 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu. PT Pratnya Pratama, Jakarta.
Idawaty. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Lansekap Hutan Mangrove Di
Muara Sungai Cisadane, Kecamatan Teluk Naga, Jawa Barat (Tesis). Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in
Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 Tahun 2000 Jo Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. 67 Tahun 2002 (Definis Pulau – Pulau Kecil).
Koesbiono, 1996. Ekologi wilayah pesisir
. Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PPLH
Lembaga Penelitian ,IPB bekerjasama dengan Direktorat jenderal Pembangunan
Derah Departemen Dalam Negeri RI dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Noor, Y.R, M. Khazali, dan I.N.N. Suryadipura, 1999. Panduan pengenalan Mangrove di
Indonesia. Wetlands International Indonesia programme, Ditjen PKA, Jakarta.
Nybakken, JW, 1988. Biologi Laut : Suatu pendekatan ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman.,
Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta, Indonesia.
Nybakken, J.W, 1992. Biologi Laut : Suatu pendekatan ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman.,
Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta, Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar;
Wikipedia. http://www.suaramanado.com. Diakses Tanggal 27 Oktober Tahun 2015.
Pukul 19.00 Wita.
Risamasu, F,J.L, A. Tjendanawangi, Franchy Ch. Liufeto, Jotham S.R Ninef, dan Judiana
Jasmanindar. Kajian potensi sumberdaya ikan dan non ikan sebagai sumber pangan di
Kabupaten Kupang (laporan Penelitian) Lemlit Undana.
Romimohtarto, K dan S. Juwana, 2009. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut.
Penerbit Djambatan, Jakarta. 540 halaman.
Sugiarto, A. 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional,
Jakarta.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum di jumpai di Indonesia.
Supriharyono, 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Halaman : 3 – 5.
Suwito, V.A, 2012. Pencemaran pesisir dan laut. vivienanjadi.blogspot.com. Diakses tanggal, 25
Nopember 2014.
Timotius, S, 2003. Biologi terumbu karang, Makalah Training Course Karakteristik Niologi
Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI).
Tim Teknis, 2014. Penetapan Batas Maritim RI. Materi Audiens dengan Presiden RI.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil.
Victory News, 2016. 10 pulau terluar di NNT yang baru diberi nama oleh Gubernur NTT dan
FORUM KOMUNIKASI PEMERINTAH DAERAH (FORKOPIMDA) Provinsi NTT (Bagian
Politik dan Hukum), Senin, 16 Mei 2016
BAB VI. KARAKTERISTIK MASYARAKAT PSISIR
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama
hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan sama, dan sebagian
besar kegiatannya di dalam kelompok (Horton, et al, 1991). Ralph Linton (1956) dalam Sitorus
et al, 1998), mengartikan masyarakat sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap diri sebagai suatu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan secara jelas. Menurut SoejonoSoekanto
(1990) dalam Satria (2002), mencirikan unsure-unsur masyarakat yakni masyarakat yang hidup
bersama, bercapur dalam waktu yang lama, sadar sebagai suatu kesatuan, dan sadar sebagai
sustu sistem hidup bersama.
Solidaritas masyarakat folk (kebudayaan) ada dua yaitu (1) Solidaritas mekanik ditandai
dengan masih kuat kesadaran kolektif sebagai basis ikatan sosial. Sistem hukum bersifat
represif dan belum berlaku hukum formal dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Contoh
maraknya pembakaran kapal/perahu yang menggunakan alat tangkap yang dilarang nelayan
lokal; dan (2) Solidaritas organik lebih menekankan pada hukum restitutif yang bersifat
memulihkan berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang
kompleks antar berbagai individu yang khusus atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Sanksi yang diberikan bersifat memulihkan bukan balas dendam.
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam oprasi
penangkapan ikan atau binatang air lainnya. Berdasarkan status, maka nelayan dibagi atas :
1. Juragan darat adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap ikan di laut
2. Juragan laut adalah orang yang tidak memiliki perahu dan alat tangkap dan diberi
tanggung jawab dalam oprasi penangkapan ikan di laut
3. Juragan darat laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekali-sekali
turut serta dalam melakukan operasi penangkapan ikan di laut.
4. Pendega adalah orang yang tidak memiliki perahu dan alat tangkap ikan dan hanya
berfungsi sebagai anak buah kapal
Menurut waktu operasi penangkapan nelayan terdiri atas :
1. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan operasi penangkapan ikan
2. Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan
3. Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan
Berdasarkan tingkat usaha nelayan terdiri atas :
1. Nelayan besar (large scale fishermen)
2. Nelayan kecil (small scale fishermen)
Berdasarkan kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) orientasi pasar dan
karakteristik hubungan produksi terdiri atas (1) Peasant fisher (nelayan tradisional) lebih
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (sub- sistence). (2) Berkembang
motorisasi perikanan, nelayan pun berubah dari peasant fisher menjadi post peasant yang
dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor
tempel atau kapal motor; (3) Commersial fisher (nelayan berorientasi pada peningkatan
keuntungan); dan (4) Industrial fisher yang dicrikan dengan tata cara organisasi mirip
dengan perusahaan, relative padat modal, pendapatan lebih tinggi dan menghasilkan ikan
olahan (ikan kaleng dan beku) untuk diekspor.
Patron-Klien merupakan ciri umum struktur sosial masyarakat pesisir. Struktur sosial
masyarakat nelayan dicirikan dengan kuatnya ikatan patron klien. Kuatnya ikatan patron klien
merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan yang penuh resiko dan ketidakpastian.
Patron klien merupakan institusi jaminan sosial ekonomi. Tata hubungan patron klien meliputi
(1) Hubungan antar pelaku yang menguasai sumberdaya tidak sam; (2) Hubungan yang
bersifat khusus merupakan hubungan pribadi dan mengandung keakraban; dan (3) Hubungan
yang didasarkan pada azas saling menguntungkan.
Arus patron klien meliputi (1) Penghidupan subsisten dasar, berupa pinjaman pekerjaan
tetap, penyediaan sarana produksi, jasa pemasaran dan bantuan teknis; (2)Jaminan krisis
subsisten berupa pinjaman yang diberikan pada saat klien menghadapi kesulitan ekonomi; ((3)
Perlindungan terhadap klien dari ancaman pribadi maupun ancaman umum ; dan (4) Memberi
jasa kolektif berupa bantuan mendukung sarana umum setempat serta acara perayaan desa.
Klien adalah milik, sedangkan patron adalah penyedia tenaga dan keahlian untuk kepentingan
patron seperti jasa pekerjaan, dan lain-lain. Hubungan antara nelayan dengan patron yang
menguasai sumberdaya tidak sama, artinya patron menguasai sumberdaya modal jauh lebih
besar daripada nelayan. Ketidaksamaan penguasaan sumberdaya terjalinlah ikatan patron klien.
Patron klien ini lebih banyak berhubungan dengan bantuan modal kepada nelayan.
Sistem budaya bahari mencakup (1) Sistem pengetahuan . Nelayan harus memiliki
pengetahuan tentang biota laut ekonomis, lokasi penangkapan dan rumah ikan, musim, tanda
- tanda alam, dan lingkungan lingkungan sosial budaya; (2) Gagasan/ide . Potensi laut
melimpah dan diperuntukkan bagi semua, sumberdaya laut untuk semua tetapi hanya sebagian
bisa memanfaatkannya, laut luas tetapi tidak semua bisa dimasuki; dan (3) Keyakinan/
kepercayaan : Pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya perikanan, di banyak tempat di dunia
nelayan mempraktekkan keyakinan-keyakinan dari agama atau kepercayaan dianutnya sebagai
mekanisme pemecahan persoalan-persoalan lingkungan pisik dan sosial dihadapinya sehari-
hari; dan (4) Nilai, dan norma/aturan berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-
jasa laut.
Makna tradisi yang dibangun antara lain (1) Tradisi-tradisi semacam itu menjadi aktivitas
kultural, sosial dan religius masyarakat; (2) Tradisi itu juga membangun interaksi dan kohesi
sosial antar suku; (3) Membina relasi intersubjektif dengan siapa saja; (4)Menemukan dan
mendefinisikan identitas mereka sendiri di hadapan suatu entitas sosial atau kultural tertentu;
(5) Dimensi spasial semacam itulah menjadi alasan mengapa beberapa masyarakat adat di
pesisir NTT tetap memilih dan menghidupi tradisi laut karena Laut adalah lokus kultural,
tempat mereka menghidupi dan menginternalisasi religiositas, solidaritas, kohesi sosial.
Suku Alor percaya akan adanya kekuasan tertinggi di laut disebut Dewa Laut (Lahatala).
Pemujaan roh atau benda alam menjadi simbol pemujaan terhadap dewa Lahatala. Melalui
pemujaan tersebut doa diterus kepada Dewa Mou Maha Maha agar dijauh dari marabahaya
selama berlayar dan mendapatkan berkah tangkapan ikan. Diiringi lagu dan tarian suku Orang
Alor mempersembahkan ritual berupa tarian Handek dan Heeloro sambil menarik sampan ke
laut diiringi alat musik trandisional. Di Kabupaten Kupang khusus di desa Bolok terdapat tradisi
Lilifuk.
Daftar Pustaka
Lampe, M, 2003. Budaya Bahari dalam konteks (Dalam konteks global dan modern) (Kasus
Komuniti-komuniti nelayan di Indonesia). Makalah ini disampaikan pada Kongres
Kebudayaan V, Bukittinggi, Sumatra Barat Tgl. 20-23 Oktober 2003.
Ambang batas bersifat luwes ( flexible) tergantung pada kondisi teknologi dan sosial
ekonomi pemanfaatan sumberdaya alam dan kemampuan biosfir untuk menerima dampak
kegiatan manusia.Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem
alamiah sedemikian rupa sehingga kapasitas fungsional untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia tidak rusak. Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki 4 dimensi antara
lain :
1. Dimensi ekologis
Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir agar total dampak tidak melebihi kapasistas
fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia a.l :
1. Jasa-jasa pendukung kehidupan (udara, air bersih dan ruang tempat hidup) ; 2. Jasa-jasa
kenyamanan ( lokasi yang indah untuk berekreasi); 3. Penyedia sumberdaya alam dapat
diproduksi); 4. Penerima limbah (kemampuan menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga
menjadi kondisi yang aman) (Ortolano, 1984 dalam Dahuri, dkk, 1996). Berdasarkan 4 fungsi
tsb, maka terdapat 3 persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan
berkelanjutan a.l
1. Keharmonisan spasial : tidak seluruh wilayah bisa dijadikan zona pemanfaatan, tapi harus
diperuntukan untuk zona preservasi dan konservasi.
Total permintaan terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui
kemampuan suplai. Pemanfaatan wilpes dan sumberdaya alamnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
3. Model Co-Management
Co-Management adalah pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan
wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan
Dalam model ini pemerintah dan masyarakat turut bertanggung jawab dalam seluruh tahapan
pengelolaan sumberdaya perikanan. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat adalah mitra
sejajar.
Co-management perikanan terdiri dari beberapa bentuk pola kemitraan serta derajat
pembagian wewenang dan tanggung jawab antara masyarakat dan pemerintah. Hirarki dimulai
dari 1. pemerintah hanya berkonsultasi dengan masyarakat nelayan sebelum suatu peraturan
pengelolaan sumberdaya perikanan dirumuskan dan dijalankan. 2. Nelayan merancang,
mengimplementasi, dan menegakkan hukum dan aturan dengan dibantu oleh pemerintah.
Variasi Co-management antara lain :
1. Peranan pemerintah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
2. Bentuk tugas dan fungsi manajemen
3. Tahap proses manajemen ketika kerjasama pengelolaan terwujud.
Daftar Pustka
Dahuri, R; J. Rais, SP, Ginting dan MJ, Sitepu, 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu. PT Pratnya Pratama, Jakarta. Halaman : 80 – 82.
Nikijuluw,V. 2002. Rezim Pengelolaan Perikanan. Penerbit P3R dan Casindo Jakarta
Contoh : usaha perikanan tangkap ikan sardin, ikan tuna, ikan bawal laut dan lain
sebagainya yang menggunakan peralatan penangkapan ikan serta perahu sebagai
media transportasi.
Dahuri dalam Sanjaya (2015), 10 sektor ekonomi kelautan yang memiliki prospek bisnis
cerah untuk dikembangkan dan berpotensi untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia
antara lain :
(8) Industri dan jasa maritim. Contoh :industri pembuatan galangan kapal, mesin, peralatan
kapal, industri alat untuk menangkap ikan (seperti jaring, pancing, fish finders, tali
tambang, dan sebagainya), industri kincir air tambak, pompa air, offshore engineering,
coastal engineering, kabel bawah laut danfiber optics,