Anda di halaman 1dari 41

BAB V.

POTENSI SUMBERDAYA PERAIRAN

5.1 Wilayah Pesisir dan Lautan

Menurut Dahuri, dkk (1996), wilayah pesisir adalah wilayah


peralihan antara daratan dan lautan. Selanjutnya menurut Bengen
(2001), wilayah pesisir adalah wilayah dimana daratan berbatasan dengan
laut. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air
maupun tidak tergenang air yang masih dipengaruhi proses-proses laut
seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di
laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di
daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta
daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di
daratan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu
wilayah pesisir memiliki dua macam batas ( boundaries), yaitu batas
sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis
pantai (crossshore).
Menurut Damar (2006), batas wilayah pesisir kearah darat secara
ekologis dimana kawasan daratannya dipengaruhi oleh proses-proses laut
seperti pasang surut, interusi air laut, dan lain-lain. Secara administratif
batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara
arbitrer (2km, 20km, dan seterusnya dari garis pantai), sedangkan dari
segi perencanaan tergantung pada permasalahan atau substansi yang
menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir.
Batas kearah laut dimana secara ekologis termasuk kawasan laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat (aliran air
sungai, run off, aliran air tanah, dan lain-lain), atau dampak kegiatan
manusia di darat (bahan pencemar, sedimen, dan lain-lain); atau kawasan
laut yang merupakan paparan benua ( continental shelf). Secara
administratif mempunyai batas 4 mil, 12 mil, an setreusnya dari garis
pantai ke arah laut, sedangkan dari segi perencanaan tergantung pada
permasalahan atau substansi yang menjadi fokus pengelolaan wilayah
pesisir.
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena
merupakan tempat percampuran pengaruh antara darat, laut dan udara
(iklim).  Pada umumnya wilayah pesisir dan khusunya perairan estuaria
mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan
menjadi sumber zat organik yang penting dalam rantai makanan di laut. 
Namun demikian, perlu dipahami bahwa sebagai tempat peralihan antara
darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh adanya gradient perubahan
sifat ekologi yang tajam, dan karenanya merupakan wilayah yang peka
terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan dengan fluktuasi
di luar normal.  Dari segi fungsinya, wilayah pesisir merupakan zona
penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan migrasi.
Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas
yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut
adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas
dan umumnya mengandung garam dan berasa asin (Suwito, 2012)

5.2 Klasifikasi Wilayah Pesisir dan Laut


           Batasan wilayah pesisir terbagi menjadi dua subsistem, yaitu
daratan pesisir (shoreland), dan perairan pesisir (coastal water),
keduanya berbeda tetapi saling berinteraksi.  Secara ekologis daratan
pesisir sangat kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya yang tinggi. 
Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah sistem perairan pesisir
dan pengaruhnya terhadap daya dukung (carrying capacity) ekosistem
wilayah pesisir.  Pengaruh daratan pesisir terhadap perairan pesisir
terutama terjadi melalui aliran air (runoff). 
           Klasifikasi daratan pesisir berdasarkan susunan vegetasi , maka
daratan pesisir terdiri atas :
1. Formasi Pes-Carpae
Daratan pesisir berupa pantai pasir atau batu karang. Komunitas
pes-carpae terdiri dari tumbuhan merayap atau berimpang seperti
Canavalia obtusifolia, Spinifex littoreus, Euphorbia atoto.
2. Formasi Baringtonia seperti katapang, dan lain-lain
Klasifikasi perairan pesisir secara fungsional terdiri atas (a) perairan
estuari : sungai pasang surut (tidal river), teluk, embayment, laguna; (b)
perairan pantai, dan (c) perairan samudera.
Klasifikasi wilayah pesisir menurut komunitas hayati terdiri atas : (a)
ekosistem litoral seperti pantai pasir dangkal, pantai berbatu, pantai
berkarang, pantai berlumpur, (b) hutan payau (mangrove), (c) vegetasi
terna rawa payau (salt marsh) terletak di belakang hutan mangrove, (d)
hutan rawa air tawar tergenang sepanjang tahun terdapat pada hilir
sungai, dan (e) hutan rawa gambut.
Menurut Romimohtarto dan Juwana (2009), lingkungan laut dapat
dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu lingkungan pelagik meliputi seluruh
kolom air dimana tumbuh-tumbuhan dan hewan mengapung atau
berenang, sedangkan lingkungan bentik meliputi semua lingkungan dasar
laut dimana biota laut bisa hidup melata, membenamkan diri atau meliang,
mulai dari pantai sampai ke dasar laut yang paling dalam.
Menurut Nybakken (1988), klasifikasi ekosistem laut terdiri atas dua
bagian yaitu ke arah vertikal dan horisontal. Seluruh daerah perairan
terbuka disebut kawasan pelagik. Organisme pelagik adalah organisme
yang hidup di laut terbuka lepas dari dasar laut, sedangkan kawasan bentik
adalah wilayah dasar laut mulai dari pinggir pantai sampai dasar laut yang
paling dalam di samudera. Secara horizontal kawasan pelagik dibagi
menjadi dua darah (zona) yaitu laut pesisir (zona neritik) mencakup massa
air yang terletak di atas paparan benua, dan laut lepas (lautan/zona
oseanik) adalah seluruh perairan di atas dasar laut yag terletak di luar
landas benua. Secara vertikal terdiri atas (a) zona fotik/zona epipelagis
berada pada kedalaman antara 50 -150 m dimana zona ini masih dapat
ditembusi oleh cahaya, dan zona afotik pada kawasan permukaan/pelagis
terdiri atas zona mesopelagis dengan kedalaman antara 700 -1000 m,
zona batipelagis berada pada kedalaman antara antara 700 -1000 m dan
2000 - 4000 m, zona abisal pelagis terletak pada kedalaman kurang 6000
m , dan zona hadal pelagis terletak pada kedalaman 6000 – 10.000 m;
(b) zona bentik terdiri atas (1) zona fotik meliputi zona litoral/intertidal dan
zona sublitoral/paparan , (2) zona afotik pada kawasan dasar laut/bentik
meliputi zona batial dengan kedalaman 4000 m, zona abisal terletak pada
kedalaman 4000 - 6000 m, dan zona hadal terletak pada kedalaman 6000-
10.000 m.
Klasifikasi Jenis laut berdasarkan sebab terjadinya, maka laut dibagi
atas (1)
laut Ingresi adalah laut yang terjadi karena penurunan dasar laut dengan
kedalaman 200
meter lebih, (2) laut transgresi adalah laut yang terjadi karena terjadi
peninggian permukaan air laut yang memiliki kedalaman kurang dari 200
meter, dan (3) laut regresi adalah laut yang terjadi ada karena proses
sedimentasi lumpur daratan yang masuk ke laut akibat erosi daratan.
Selanjutnya klasifikasi laut berdasarkan letak, maka laut dibagi atas
(1) laut tepi adalah laut yang ada di tepi benua, (2) laut pedalaman
adalah laut yang dikelilingi oleh daratan benua yang hampir seluruhnya
terkepung benua, dan (3) laut tengah adalah laut yang ada di tengah-
tengah antara benua.
5.3 Pulau – Pulau Kecil Terluar di Indonesia

Berdasarkan UNCLOS, 1982, Pulau adalah massa daratan yang


terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu berada/muncul di atas
air pasang (IHO, 1993). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan
pulau adalah daratan yang dikepung/terendam air. Kepulauan adalah
gugusan beberapa pulau/ gugusan pulau-pulau. NTT disebut sebagai
provinsi kepulauan karena provinsi NTT terdiri dari gugusan pulau-pulau
baik pulau besar maupun kecil. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Tahun 2000 Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Yang Berkelanjutan Dan Berbasis Masyarakat menyebutkan bahwa ”
Pulau-Pulau Kecil / Gugusan Pulau-Pulau Kecil adalah kumpulan pulau-
pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi,
sosial dan budaya, baik secara individual maupun sinergis dapat
meningkatkan skala ekonomi dan pengelolaan sumberdayanya”. Menurut
UU RI No. 27 Tahun 2007, Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil
atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta
kesatuan ekosistemnya.
Hasil inventarisasi pulau-pulau kecil terluar oleh DISHIDRO TNI AL,
ditemukan Indonesia memiliki 92 pulau terluar. Pulau-pulau terluar
tersebut berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga mulai dari
Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, India, Singapura,
dan Papua Nugini. Daftar 92 pulau terluar di Indonesia ditetapkan
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Pulau – pulau kecil terluar tersebut
dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pulau – Pulau Kecil Terluar di Indonesia
Titik
Koordinat Berbata
N
Daftar Pulau Lintang (LS) Letak san
o
dan Bujur Dengan
(BT) Neggara
8° 13′ 50″ Selat Ombai (Kabupaten Timor
1 Pulau Alor
125°7′55″ Alor, NTT) Leste
Pulau 5° 35′ 42'' Laut Aru; (Kabupaten
2 Australia
Ararkula 134°49′5″ Maluku Tenggara, Maluku)
Laut Timor; (Kabupaten
Pulau 8° 3′ 7″ Timor
3 Maluku Tenggara Barat,
Asutubun 131°18′2″ Leste
Maluku)
Laut Sulawesi; (Kabupaten
1° 2′ 52″
4 Pulau Bangkit Bolaang Mongondow, Filipina
123°6′45″
Sulawesi Utara)
Samudra Hindia;
8° 30′ 30″
5 Pulau Barung (Kabupaten Jember, Jawa Australia
113°17′37″
Timur).
Laut Timor; (Kabupaten
Pulau 8° 20′ 30″ Timor
6 Maluku Tenggara Barat,
Batarkusu 130°49′16″ Leste
Maluku).
9° 15′ 30″ Laut Sawu; (Kabupaten Timor
7 Pulau Batek
123°59′30″ Kupang, NTT) Leste
Laut Sulawesi; (Kabupaten
Pulau Batu 4° 44′ 46″
8 Kepulauan Sangihe, Sulawesi Filipina
Bawaikang 125°29′24″
Utara); Filipina
Pulau Batu 1° 11′ 6″ Selat Singapura; (Kota Singapur
9
Berhanti 103°52′57″ Batam, Kepulauan Riau) a
7° 57′1″ Laut Aru; (Kabupaten
10 Batu Goyang Australia
134°11′38″ Maluku Tenggara, Maluku)
Pulau Batu 5°53′45″ Samudra Hindia; (Kabupaten
11 India
Kecil 104°26′26 Tanggamus, Lampung)
Pulau Batu 2° 52′ 10″ Selat Malaka; (Kabupaten
12 Malaysia
Mandi 100° 41′ 5″ Bintan, Kepulauan Riau)
Samudra Hindia; (Kota
Pulau 5° 47′ 34″
13 Sabang, Nanggroe Aceh India
Benggala 94° 58′ 21″
Darussalam)
Samudra Pasifik; (Kabupaten
14 Pulau Bepondi 0° 23′ 38″ Palau
Biak Numfor, Papua)
135° 16′ 27″
Selat Malaka; (Kabupaten
3° 46′ 38″
15 Pulau Berhala Deli Serdang, Sumatra Malaysia
99° 30′ 3″
Utara)
0° 55′ 57″ Samudra Pasifik; (Kabupaten
16 Pulau Bras Palau.
134° 20′ 30″ Biak Numfor, Papua)
0° 32′ 8″ Samudra Pasifik; (Kabupaten
17 Pulau Budd Palau
130° 43′ 52″ Sorong, Irian Jaya Barat)
2° 44′ 29″ Laut Natuna; (Kabupaten
18 Pulau Damar Malaysia
105° 22′ 46″ Natuna, Kepulauan Riau)
Samudra Hindia; (Kabupaten
Pulau Dana 11° 0′ 36″
19 Kupang, Nusa Tenggara Australia
(Ndana) 122° 52′ 37″
Timur)
10° 50′ 0″ Samudra Hindia; (Kabupaten
20 Pulau Dana Australia
121° 16′ 57″ Kupang, Nusa Timur)
7° 1′ 0″ Samudra Hindia; (Kabupaten
21 Pulau Deli Australia
105° 31′ 25 Pandeglang, Banten)
Pulau 1° 22′ 40″ Laut Sulawesi; (Kabupaten
22 Malaysia
Dolangan 120° 53′ 4″ Toli-Toli, Sulawesi Tengah)
Pulau 5° 31′ 13″ Samudra Hindia; (Kabupaten
23 India
Enggano 102° 16′ 0″ Bengkulu Utara, Bengkulu)
7° 6′ 14″ Laut Arafuru; (Kabupaten
24 Pulau Enu Australia
134° 31′ 19″ Maluku Tenggara, Maluku)
1° 4′ 28″ Samudra Pasifik; (Kabupaten
25 Pulau Fani Palau
131° 16′ 49″ Sorong, Irian Jaya Barat)
0° 56′ 22″ Samudra Pasifik; (Kabupaten
26 Pulau Fanildo Palau
134° 17′ 44″ Biak Numfor, Papua)
Pulau Gosong 3° 59′ 25″ Laut Sulawesi; (Kabupaten
27 Malaysia
Makasar 117° 57′ 42″ Nunukan, Kalimantan Timur
Laut Sulawesi; (Kabupaten
4° 38′ 38″
28 Pulau Intata Kepulauan Talaud, Sulawesi Filipina
127° 9′ 49″
Utara)
Pulau Iyu 1° 11′ 30″ Selat Malaka; (Kabupaten
29 Malaysia
Kecil 103° 21′ 8″ Karimun, Kepulauan Riau)
0° 43′ 39″ Laut Halmahera;
30 Pulau Jiew Palau
129° 8′ 30″ (Halmahera, Maluku Utara)
Samudra Pasifik; (Kabupaten
Pulau 4° 37′ 36″
31 Kepulauan Talaud, Sulawesi Filipina
Kakarutan 127° 9′ 53″
Utara)
7° 1′ 8″ (Kabupaten Maluku
32 Pulau Karang; Australia
134° 41′ 26″ Tenggara, Maluku)
Pulau 6° 0′ 9″ Laut Aru; (Kabupaten
33 Australia
Karaweira 134° 54′ 26″ Maluku Tenggara, Maluku)
Pulau 1° 9′ 59″ Selat Malaka; Kabupaten
34 Malaysia
Karimun Kecil 103° 23′ 20″ Karimun, Kepulauan Riau
Laut Sulawesi; (Kabupaten
Pulau 4° 14′ 6″
35 Kepulauan Sangihe, Sulawesi Filipina
Kawalusu 125° 18′ 59″
Utara)
4° 40′ 16″ Laut Mindanao; (Kabupaten
36 Pulau Kawio Filipina
125° 25′ 41″ Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara)
2° 38′ 42″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
37 Pulau Kepala Malaysia
109° 10′ 4″ Kepulauan Riau)
8° 6′ 10″ Selat Wetar; (Kabupaten Maluku
38 Pulau Kisar Timor Leste
127° 8′ 36″ Tenggara Barat, Maluku)
8° 12′ 49″ Laut Aru; (Kabupaten Merauke,
39 Pulau Kolepon Australia
137° 41′ 24″ Papua)
Pulau Kultubai 6° 49′ 54″ Laut Aru; (Kabupaten Maluku
40 Australia
Selatan 134° 47′ 14″ Tenggara, Maluku)
Pulau Kultubai 6° 38′ 50″ Laut Aru; (Kabupaten Maluku
41 Australia
Utara 134° 50′ 12″ Tenggara, Maluku)
5° 23′ 14″
42 Pulau Laag Laut Aru; (Irian Jaya Timur, Papua) Australia
137° 43′ 7″
7° 14′ 26″ Laut Aru; (Kabupaten Maluku
43 Pulau Larat Australia
131° 58′ 49″ Tenggara Barat, Maluku)
8° 14′ 20″ Laut Timor; (Kabupaten Maluku
44 Pulau Leti Timor leste
127° 37′ 50″ Tenggara Barat, Maluku)
1° 34′ 26″ Samudra Pasifik; (Kabupaten Papua
45 Pulau Liki
138° 42′ 57″ Jayapura, Papua) Nugini
0° 59′ 55″ Selat Makasar; (Kabupaten Toli-Toli,
46 Pulau Lingian Malaysia
120° 12′ 50″ Sulawesi Tengah)
8° 3′ 50″ Selat Wetar; (Kabupaten Maluku
47 Pulau Liran; Timor Leste
125° 44′ 0″ Tenggara Barat, Maluku)
2° 44′ 15″ Laut Sulawesi; (Kabupaten
48 Pulau Makalehi Filipina
125° 9′ 28″ Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara)
3° 5′ 32″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
49 Pulau Mangkai; Malaysia
105° 35′ 0″ Kepulauan Riau)
10° 20′ 8″ Samudra Hindia; (Kabupaten Sumba
50 Pulau Mangudu Australia
120° 5′ 56″ Timur, Nusa Tenggara Timur)
1° 45′ 47″ Laut Sulawesi; (Kabupaten Bolaang
51 Pulau Manterawu Filipina
124° 43′ 51″ Mongondow, Sulawesi Utara)
7° 49′ 11″ Samudra Hindia; (Kabupaten
52 Pulau Manuk Australia
108° 19′ 18″ Tasikmalaya, Jawa Barat)
4° 46′ 18″ Laut Sulawesi; (Kabupaten
53 Pulau Marampit Filipina
127° 8′ 32″ Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara)
2° 15′ 12″ Laut Sulawesi; (Kabupaten Berau,
54 Pulau Maratua Malaysia
118° 38′ 41″ Kalimantan Timur)
4° 44′ 14″ Laut Sulawesi; (Kabupaten
55 Pulau Marore Filipina
125° 28′ 42″ Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara)
8° 13′ 29″ Laut Timor; (Kabupaten Maluku
56 Pulau Masela Timor Lest
129° 49′ 32″ Tenggara Barat, Maluku)e
Pulau 8° 21′ 9″ Laut Timor; (Kabupaten Maluku
57 Timor Leste
Meatimiarang 128° 30′ 52″ Tenggara Barat, Maluku)
4° 1′ 12″ Samudra Hindia; (Kabupaten
58 Pulau Mega; India
101° 1′ 49″ Bengkulu Utara, Bengkulu)
5° 34′ 2″ Laut Sulawesi; (Kabupaten
59 Pulau Miangas Filipina
126° 34′ 54″ Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara)
0° 20′ 16″ Samudra Pasifik; (Kabupaten
60 Pulau Miossu Palau
132° 9′ 34″ Sorong, Irian Jaya Barat)
1° 9′ 13″ Selat Singapura; (Kota Batam,
61 Pulau Nipa Singapura
103° 39′ 11″ Kepulauan Riau)
1° 12′ 29″ Selat Singapura; (Kota Batam,
62 Pulau Nongsa Singapura
104° 4′ 47″ Kepulauan Riau)
Pulau 7° 47′ 5 Samudra Hindia; (Kabupaten
63 Australia
Nusakambangan 109° 2′ 34 Cilacap, Jawa Tengah)
6° 19′ 26″ Laut Aru; (Kabupaten Maluku
64 Pulau Panambulai Australia
134° 54′ 53″ Tenggara, Maluku)
8° 22′ 17″ Samudra Hindia; (Kabupaten
65 Pulau Panehan Australia
111° 30′ 41″ Trenggalek, Jawa Timur)
1° 7′ 44″ Selat Singapura; (Kota Batam,
66 Pulau Pelampong Singapura
103° 41′ 58″ Kepulauan Riau)
4° 52′ 33″ Samudra Hindia; (Kabupaten Aceh
67 Pulau Raya India
95° 21′ 46″ Barat, Nanggroe Aceh Darussalam)
6° 4′ 30″ Samudra Hindia; (Kota Sabang,
68 Pulau Rondo India
95° 6′ 45″ Nanggroe Aceh Darussalam)
5° 16′ 34″ Samudra Hindia; (Kabupaten Aceh
69 Pulau Rusa India
95° 12′ 7″ Besar, Nanggroe Aceh Darussalam)
1° 20′ 16″ Laut Sulawesi; (Kabupaten Toli-Toli,
70 Pulau Salando Malaysia
120° 47′ 31″ Sulawesi Tengah)
Pulau Salaut 2° 57′ 51″ Samudra Hindia; (Kabupaten Aceh
71 India
Besar 95° 23′ 34″ Utara, Nanggroe Aceh Darussalam)
1° 46′ 53″ Laut Sulawesi; (Kabupaten Berau,
72 Pulau Sambit Malaysia
119° 2′ 26″ Kalimantan Timur)
4° 10′ 0″ Selat Makasar; (Kabupaten
73 Pulau Sebatik Malaysia
117° 54′ 0″ Nunukan, Kalimantan Timur)
4° 42′ 25″ Laut China Selatan; (Kabupaten
74 Pulau Sebetu Vietnam
107° 54′ 20″ Natuna, Kepulauan Riau)
4° 47′ 45″ Laut China Selatan; (Kabupaten
75 Pulau Sekatung Vietnam
108° 1′ 19″ Natuna, Kepulauan Riau)
8° 24′ 24″ Samudra Hindia; (Kabupaten
76 Pulau Sekel Australia
111° 42′ 31″ Trenggalek, Jawa Timur)
8° 10′ 17″ Laut Timor; (Kabupaten Maluku
77 Pulau Selaru Australia
131° 7′ 31″ Tenggara Barat, Maluku)
4° 31′ 9″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
78 Pulau Semiun Malaysia
107° 43′ 17″ Kepulauan Riau)
1° 2′ 52″ Selat Singapura; (Kabupaten
79 Pulau Sentu Malaysia
104° 49′ 50″ Kepulauan Riau, Kepulauan Riau)
4° 0′ 48″ Laut China Selatan; (Kabupaten
80 Pulau Senua Malaysia
108° 25′ 4″ Natuna, Kepulauan Riau)
81 Pulau Sibarubaru 3° 17′ 48″ Samudra Hindia; (Kabupaten India
Kepulauan Mentawai, Sumatra
100° 19′ 47″
Barat)
Pulau 2° 31′ 47″ Samudra Hindia; (Kabupaten Aceh
82 India
Simeuleuceut 95° 55′ 5″ Barat, Nanggroe Aceh Darussalam)
0° 5′ 33″ Samudra Hindia; (Kabupaten Nias,
83 Pulau Simuk India
97° 51′ 14″ Sumatra Utara)
Samudra Hindia; (Kabupaten
1° 51′ 58″
84 Pulau Sinyaunyau Kepulauan Mentawai, Sumatra India
99° 4′ 34″
Barat)
Samudra Hindia; (Kabupaten
Pulau 8° 55′ 20″
85 Lombok Barat, Nusa Tenggara Australia
Sophialouisa 116° 0′ 8″
Barat)
3° 1′ 51″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
86 Pulau Subi Kecil Malaysia
108° 54′ 52″ Kepulauan Riau)
Pulau Tokong 3° 27′ 4″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
87 Malaysia
Belayar 106° 16′ 8″ Kepulauan Riau)
Pulau Tokong 2° 18′ 0″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
88 Malaysia
Malang Biru 105° 35′ 47″ Kepulauan Riau)
Pulau Tokong 3° 19′ 52″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
89 Malaysia
Nanas 105° 57′ 4″ Kepulauan Riau)
4° 4′ 1″ Laut Natuna; (Kabupaten Natuna,
90 Pulau Tokongboro Malaysia
107° 26′ 9″ Kepulauan Riau)
7° 56′ 50″ Laut Banda; (Kabupaten Maluku
91 Pulau Wetar Timor Leste
126° 28′ 10″ Tenggara Barat, Maluku)
1° 12′ 47″ Samudra Hindia; (Kabupaten Nias,
92 Pulau Wunga India
97° 4′ 48″ Sumatra Utara)

NTT memiliki 1192 pulau yang baru bernama 430 pulau. Dari 1192 pulau terdapat
sebanyak 15 pulau terluar atau terdepan. Berikut 10 pulau terluar di NNT yang baru diberi
nama oleh Gubernur NTT dan FORUM KOMUNIKASI PEMERINTAH DAERAH ( FORKOPIMDA)
Provinsi NTT pada tanggal, 14 Mei 2016 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. 10 Pulau terluar di NNT
No Kabupaten Nama Pulau P. Yang Berpenghuni
.
1. Rote Ndao Pulau Usu 800 jiwa (103 KK)
Nusa Boti Tidak berpenghuni
Pia Bilba Sda
Huni Ama Sda
Bolotelu Fola Sda
Pia Fula Sda
Namo Dere Sda
2. Manggarai Barat Nusa Dua Sda
Nusa Tiga Sda
Singo Edan Sda
Sumber : Victory News (Bagian Politik dan Hukum), Senin, 16 Mei 2016

5.4. Potensi Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan


Potensi sumberdaya pesisir dan lautan terdiri atas 3 (tiga) kelompok
diantaranyasSumberdaya dapat pulih (renewable resources), sumberdaya tidak dapat pulih
(non-renewable resources), dan Jasa-jasa lingkungan /jasling (Environmental services) terdiri
atas :

5.4.1 Sumberdaya Dapat Pulih


1.Terumbu Karang
Terumbu karang dalam istilah Inggris di sebut coral reefs atau dalam istilah Perancis :
recif corallies. Terumbu karang merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan
dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang disusun oleh karang-karang jenis anthozoa
dari klas Scleractinia, termasuk karang hermatipik atau jenis-jenis karang yang mampu
membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (Vauhan dan Wells, 1943
dikutip oleh Supriharyono, 2000).
Struktur bangunan batuan kapur kapour tersebut (CaCO3) cukup kuat , sehingga koloni
karang mampu menahan gaya gelombang air laut, sedangkan asosiasi organisme-organisme
yang dominan hidup disini disamping scleractinia corals adalah algae yang banyak diantaranya
juga mengandung kapur (Dawes, 1981, dikutip oleh Supriharyono, 2000).
Berdasarkan perkembangannya, karang dapat dibagi atas dua kelompok yaitu karang
hermatipik dan ahermatipik. Karang hermatipik merupakan karang pembentuk terumbu karena
bersimbiosis dengan zooxanthellae, dan hanya ditemukan di daerah tropis. Karang ahermatipik
merupakan karang yang tidak membentuk terumbu, dan ditemukan di seluruh dunia.
Perbedaan pada keduanya yaitu adanya fenomena simbiosis mutualisma antara karang
hermatipik dengan zooxanthellae pada jaringan endoderm. Kandungan zooxanthellae pada
jaringan karang sangat bervariasi, tergantung pada jenis inangnya dan faktor-faktor
lingkungan. Ordo Scleractinia terdiri atas 15 famili (suku); 79 genus (marga).
Terumbu karang sebagian tersebar di daerah tropis dan sebagian di sub tropis. Karang
pembentuk terumbu hidup pada garis lintang 30 0 LU dan 300 LS. Garis lintang tersebut
merupakan batas maksimum dimana karang masih dapat tumbuh (Suharsono, 1996). Menurut
Bengen (2001), perkembangan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik
lingkungan yang dapat menjadi pembatas bagi karang untuk membentuk terumbu . Adapun
faktor-faktor fisik lingkungan yang berperan dalam perkembangan terumbu karang antara
laiun : (1) Suhu air > 18 0C, tapi bagi perkembangan yang optimal diperlukan suhu rata-rata
tahunan berkisar antara 23 – 25 0C, dengan suhu maksimal yang masih dapat ditolerir berkisar
antara 36 – 40 0C, (2) Kedalamn perairan < 50 m, dengan kedalaman bagi perkembangan
optimal pada 25 m atau kurang, (3) Salinitas air yang konstan berkisar antara 30 – 30 ppm,
dan (4) Perairan yang cerah, bergelombang besar dan bebas dari sedimen.
Sebaran terumbu karang tergantung pada temperatur air, salinitas, kedalaman,
sedimentasi, dan cahaya matahari (Nybakken, 1988). Menurut Supriharyono (2000) sebaran
terumbu karang tergantung pada cahaya, suhu, salinitas, dan sedimentasi.
Terumbu karang merupakan habitat bagi beragam biota terdiri dari (1) Beraneka ragam
avertebrata (hewan tak bertulang belakang) terutama karang batu ( stony coral), juga
berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan, ekhinodermata (bulu babi, anemon laut,
teripang, bintang laut dan leli laut); (2) Berabeka ragam ikan : 50 – 70 % ikan karnivora
oportunistik, 15 % ikan herbivora dan sisanya omnivora; (3) Reptil umumnya ukat laut dan
penyu laut; dan (4) Ganggang (algae) : algae koralin, algae hijau berkapur dan lamun
(Koesbiono, 1996; Bengen , 2001).
Selanjutnya menurut Timotius (2003), organisme yang hidup di terumbu karang terdiri dari
tumbuhan seperti algae dan lamun dan hewan yang terdiri dari hewan invertebrata seperti
Protozoa, porifera, Cnidaria, Platyhelminthes dan Annelida, moluska, krustacea, dan
echinodermata dan vertebrata seperti ikan reptil dan mamalia.
Fungsi terumbu karang antara lain :
1. Biologi : sebagai tempat berlindung, mencari makan dan tempat tinggal berbagai
jenis ikan karang dan udang karang ( lobster) serta menyokong reproduksi dan
pertumbuhan berbagai jenis organisme laut.
2. Ekologi : melindungi pantai dari erosi , degradasi serta memperkecil tingginya
kekuatan ombak, gelombang, dan badai, penghasil utama O2 bagi kehidupan di
laut, membantu mengisap CO2 yang diproduksi oleh bumi dan sebagai laboratorium
alami.
3. Ekonomi : penghasil berbagai jenis ikan hias dan produksi perikanan lainnya yang
bernilai ekonomis penting. Jenis-jenis karang yang bagus digunakan untuk
kepentingan bisnis akuarium laut, dan sebagai bahan baku bioaktif dalam bidang
kedokteran dan farmasi.Sosial : menyediakan lapangan kerja bagi sebagian
masyarakat kecil terutama nelayan.
Menurut Bengen (2001), terumbu karang dapat dimanfaatkan baik secara langsung
maupun tidak langsung diantaranya (1) Sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut
konsumsi, dan berbagai jenis ikan hias; (2) Bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur;
(3) Bahan perhiasan ; dan (4) Bahan baku farmasi.

1. Mangrove
Kata mangrove berasal dari dua bahasa yaitu bahasa Portugis disebut Mangue dan
bahasa Inggri disebut grove. Jadi mangrove adalah satu varietas komunitas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang di perairan asin. Menurut Nybakken
(1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu
varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang
khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau
masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air
laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dikutip oleh Supriharyono, 2000).
Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut hutan bakau atau hutan payau.

Mangrove sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas tumbuh di pantai
daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al, 1973 dikutip oleh Noor et al,
1999). Mangrove termasuk salah satu hutan pantai yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial di
daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut (Soerianegara, 1987
dikutip oleh Noor et al, 1999).
Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi
gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird,
1967 dikutip oleh Idawaty, 1999). Selanjutnya menurut IUCN (1993), mengatakan bahwa
spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Menurut Bengen (2001), adaptasi mangrove dibagi dalam bentuk bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki
bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora
seperti Avecennia sp., Xylocarpus sp, dan Sonneratia sp, untuk mengambil oksigen
dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (contoh :
Rhyzophora spp.).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :antara lain : a. Memiliki sel-sel khusus
dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. b. Berdaun kuat dan tebal yang
banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. c. Daunnya memiliki
struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan
horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga
berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Hutan mangrove tersusun dari berbagai jenis mangrove meliputi pohon-pohon dan
semak tergolong dalam 8 famili, 12 genera tumbuhan berbunga dan 202 jenis terdiri atas 89
pohon, 5 jenis palem, 19 liana, 44 epifit dan 1 jneis paku. Jenis-jenis mangrove terdiri atas api-
api (Avicennie sp), pedada (Sonneratia sp ), bakau (Rhizophora sp), tanjang (Bruguiera sp),
tengar (Ceriops sp), nyirih (Xylocarpus sp), Lummitzera sp, buta-buta (Exoecaria ap),
Aegiceras sp, Aegiatilis annulata, Pemphis aculdua, Osbornea octodonta, Acanthus ilicifolius ,
Acroctichum aureum, Scypphyphora dan Nypa.
Penyebaran dan zonasi hutan mangrove menurut Bengen (2001) sebagai berikut :
1. Mangrove terbuka
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Sonneratia alba, sementara Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata dominan tumbuh di daerah berlumpur. Pada zona ini Sonneratia sering
berasosiasi dengan Avicennia.
2. Mangrove tengah
Terletak dibelakang mangrove terbuka. Didominasi oleh Rhizophora sp, namun biasa
ditemukan juga Bruquiera sp, dan Xylocarpus sp.
3. Mangrove payau
Tumbuh di sepanjang sungai berair payau sampai tawar. Di dominasi oleh Nypa atau
Sonneratia
4. Mangrove daratan
Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di zona ini meliputi Ficus microcarpus, F. retusa,
Intsia bijuga, Nypa fruticans, Lumnizera sp, Pandanus sp dan Xylocarpus sp.
Mangrove memiliki beberapa fungsi diantaranya : (1) Fungsi ekologis dan biologis
sebagai pelindung garis pantai dari abrasi, mempercepat perluasan pantai melalui
pengendapan, mencegah intrusi air laut ke daratan, tempat berpijah aneka biota laut, tempat
berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga, dan
sebagai pengatur iklim mikro.
Selanjutnya fungsi ekonomis dan sosial meliputi penghasil keperluan rumah tangga
(kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan), penghasil keperluan
industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna), penghasil bibit ikan,
nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung, dan pariwisata, penelitian, dan
pendidikan.

Masyarakat mengkonversi lahan mangrove untuk pembuatan tambak, perluasan lahan


pantai untuk membuat pelabuhan, pengambil mangrove untuk kayu bakar, tempat pendaratan
perahu nelayan, dan lain-lain. Aktivitas manusia menyebabkan terjadi perubahan pada struktur
substrat yang mengakibatkan formasi mangrove menjadi berubah. Selain akibat ulah manusia,
tetapi kerusakan mangrove juga terjadi secara alami karena umur mangrove yang sudah tua.
Menurut Bengen (2001), hutan mangove dimanfaatkan terutama sebagai pengahasil
kayu untuk bahan konstruksi bangunan, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang, dan
untuk membuat bubur kertas (pulp). Disamping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan juga
sebagai pemasok larva ikan dan udang.
3.Lamun
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang tumbuh dengan baik di
lingkungan laut dangkal. Lamun termasuk tumbuhan berbiji satu (monokotil). Lamun memiliki
akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah. Lamun sekitar 50 jenis, terdiri dari dua
suku (famili) yaitu famili Potamogetonaceae ( 9 genus, 35 spesies), dan famili
Hydrochoraticeae (3 genus, 15 jenis). Dari 50 jenis ada 12 jenis lamun telah ditemukan di
Indonesia yaitu Syringodium isoetifolium,, Thalsssodendron ciliatum, Halodule univervis, H.
pinifolia, Cymodocea serrulata, dan C. rotundata termasuk famili Potsmogetonaceae;
sedangkan Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, H spinulosa, H. minor, dan
H. decipiens termasuk famili Hydrocharitaceae.

Sifat lamun antara lain : (1) mampu hidup di media air asin; (2) mampu berfungsi
normal dalam keadaan terbenam; (3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang
baik; (4) mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan
terbenam.Lamun memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal
untuk gas dan nutrien, serta stomata berfungsi untuk pertukaran gas. Akar berfungsi dalam
pengambilan air, dan daun menyerap nutrien.
Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan pantai atau goba yang
dasarnya berlumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai 4 m.
Pada perairan yang jernih , beberapa jenis lamun dapat tumbuh sampai pada kedalam 8 – 15
m dan 40 m.Lamun dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sangat tergantung dari
beberapa faktor antara lain : (1) kecerahan : lamun butuh cahaya yang tinggi untuk
fotosintesis; (2) temperatur : kisaran temperatur optimal untuk sebaran lamun antara 28 – 30º
C; (4) kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam bila temperatur di luar
temperatur optimal; (5) salinitas : kisaran salinitas antara 10 sampai 40 ppm dan salinitas
optimal 35 ppm; dan (6) substrat : tipe substrat lumpur berpasir dan berbatu.
Fungsi lamun antara lain : (1) Produsen primer : lamun memiliki produktivitas tinggi
dibandingkan dengan ekosistem lain seperti mangrove dan terumbu karang; (2) Habitat biota :
lamun sebagai tempat berlindung dan menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan
(algae), daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan dari berbagai jenis ikan herbivora
dan ikan karang; (3) Penangkap sedimen : daun lamun yang lebat dapat memperlambat air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya tenang. Rimpang dan
akar dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan
dasar permukaan mencegah erosi; dan (4) Pendaur zat hara : lamun berperan dalam
pendauran berbagai zat hara dan elemn-elemn langka dilingkungan laut khususnya zat-zat
hara yang dibutuhkan algae epifitik.
Aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan ekosistem lamun di kecamatan Riung
sebagai tempat pendaratan perahu, tempat budidaya, dan pengerukan untuk membuat
pelabuhan. Menurut Bengen (2001), pemanfaatan lamun oleh masyarakat yang tinggal di
wilayah pesisir digunakan antara lain : (1) sebagai tempat kegiatan budidaya laut berbagai jenis
ikan, kerang-kerangan dan tiram; (2) tempat rekreasi atau parawisata; dan (3) sumber pupuk
hijau.

4.Sumberdaya Ikan
Potensi kelautan dan perikanan yang diimiliki terdiri atas beragam sumberdaya alam laut
seperti ikan dan non ikan. Sumberdaya ikan terdiri atas ikan pelagis besar seperti tuna,
cakalang, tenggiri,dan lain-lain, ikan pelagis kecil seperti layang, lemuru, sardin, kembung, dan
lain-lain, serta ikan demersal termasuk ikan karang seperti kakap, kerapu, napoleon,
bambangan, biji nangka, dan lain-lain. Sumberdaya non ikan seperti crustacea, mokuska,
rumput laut dan lain-lain.

Ikan Pelagis
Menurut hasil penelitian Risamasu, dkk (2011), jenis-jenis ikan pelagis yang dikonsumsi
oleh masyarakat di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang berdasarkan hasil penelitian disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar jenis ikan pelagis yang dikonsumsi oleh Masyarakat Kabupaten Kupang dan
Kota Kupang
Famili Jenis Jumlah Prosentase
SCOMBRIDAE Thunnus tonggol, Katsuwonus pelamis, 8 19,1
Euthynnus affinis, Auxis thazard,
Rastrelliger kanagurta, R. faughni, R.
brachysoma, Scomberomorus commerson
CARANGIDAE Decapterus russlli, D. macrosoma, 14 33,3
Scomberoides tol, Megalaspis cordial,
Elagatis bippinulatus, Alepes melanoptera,
A. vari, Carangoides dinema, C.
orthogrammus, C. malabaricus, ,Caranx
melapygus, C.sexfasciatus, C. ferdau,
Alectis indicus
TRICHIURIDAE Trichiurus japonicus 1 2,4
MENIDAE Mene maculate 1 2,4
CLUPEIDAE Amblygaster clupeiodes, A. sirm, Sardinella 6 14,2
gibbosa, Dussumiera elosoides, Hilsa Kelle,
Illisha ap
ENGRAULIDIDAE Stoleporus divisi, S. waite.S. commersonnii, 4 9,5
S. indicus
EXOCOETIDAE Cypselurus noresii 1 2,4
BELONIDAE Tylosurus crocodiles crocodiles 1 2,4
HEMIRAMPHIDAE Hyporhamphus quoyi 1 2,4
SPHYRAENIDAE Sphyraena putnamiae 1 2,4
CORYPHARNIDAE Coruphaena hippurus 1 2,4
LEIOGNATHIDAE Leiognathus splendes. L. bindus, L. 3 7,1
Leuciscus
Total 42 100

Data tersebut memperlihatkan bahwa kelompok ikan pelagis yang dikonsumsi oleh
masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang secara keseluruhan ada 42 spesies ( jenis)
yang tergolong dalam 27 genus dan 12 famili. Famili yang memiliki jumlah jenis (spesies)
tertinggi yakni Famili Carangidae dengan presentase sebesar 33,3%, kemudian Scombridae
sebesar 19,1% dan diikuti oleh famili lainnya. Jenis-jenis ikan pelagis ditampilkan pada Gambar
1.
SCOMBRIDAE : SCOMBRIDAE: SCOMBRIDAE:
Thunnus tonggol Katsuwonus pelamis Euthynnus affinis

SCOMBRIDAE : SCOMBRIDAE: SCOMBRIDAE:


Auxis thazard Rastrelliger kanagurta Rastrelliger faughni
Gambar 1. Jenis-jenis ikan pelagis yang dikonsumsi oleh masyarakat
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang

Ikan Demersal
Jenis-jenis ikan demersal yang dikonsumsi oleh masyarakat di Kabupaten Kupang dan Kota
Kupang berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Daftar jenis ikan demersal yang dikonsumsi oleh Masyarakat Kabupaten Kupangdan
Kota Kupang
Famili Jenis Jumlah Prosentase
(%)
PLOTOSIDAE Plotosus lineatus 1 1,3
POLYNEMIDAE Eleutheronema tetradactylum, 2 2,7
Polydactylus sextarius
SCIAENIDAE Nibea soldado 1 1,3
CARCHARHINIDAE Carcharhinus melanopterus 1 1,3
MYLIOBATIDIDAE Aetomyleus nichofii 1 1,3
KYPHOSIDAE Kyphosus cinerascens 1 1,3
TERAPONIDAE Terapon theraps, T. jarbua 2 2,7
ACANTHURIDAE Acanthurus olivaceus, A. striatus, A. 3 4,0
Lineatus
POMACANTHIDAE Pomacanthus annularis, P. 2 2,7
Semicirculatus
DASYATIDAE Himantura undulata 1 1,3
EPHYPPIDIDAE Deprane punctata, Platax batavianus 2 2,7
MULLIDAE Upeneus sulphureus, Parupeneus 5 6,7
macronema, P. pleurostigma, P.
multifasciatus, P. Chrysopleuron
IRIIDAE Aurius macualatus 1 1,3
PSETTODIDAE Psettodes erumei 1 1,3
HOLOCENTRIDAE Myripristis kuntee, M. hexagona, 3 4,0
Sargocentron caudimaculatum
HAEMULLIDAE Plectorhinchus lineatus, P. picus, P. 6 8,0
goldmanni, P. oerientalis,
P.polytaenia, Pomadasys kaakan
SIGANIDAE Siganus guttatus, S. virgatus, S. 5 6,7
argenteus, S. canaliculatus,
S.punctatus
MUGILIDAE Moolgarda buchanani 1 1,3
SOLEIDAE Dexillichthys muelleri 1 1,3
NEMIPTERIDAE Nemipterus hexodon, Nemipterus sp, 6 8,0
Scolopsis auratus, S. margaritifer, S.
hexochrous, Pentapodus caninus
LUTJANIDAE Symphorus spilurus, Lutjanus 20 27.0
fulviflamma, L.vitta, L. gibbus, L.
kasmira, Luttjanus sp1. Lutjanus sp2,
Lutjanus sp3, L. erythropterus, L.
carponotatus,L. bohar, Aprion
virescens, Pristopomoides
filamentosus, Paracaesio kusakarii,
Aphareus sp, Pinjalo lewisi, Aprion
virescens, Caesio pisang, C. lunaris,
dan Pterpcaesio pisang
LETHRINIDAE Lethrinus rubrioperculatus, L. 4 5,3
olivaceus, Lethrinus sp, Monotaxis
grandoculus
LABRIDAE Cheilinus chlorurus 1 1,3
PRIACANTHIDAE Priacanthus macracanthus 1 1,3
SCARIDAE Scarus niger, S.bleekeri, S.ghobban 3 4,0
Total 75 100

Data tersebut memperlihatkan bahwa kelompok ikan pelagis yang dikonsumsi oleh
masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang secara keseluruhan ada 75 spesies ( jenis )
yang tergolong dalam 42 genus dan 25 famili. Famili yang memiliki jumlah jenis (spesies)
tertinggi yakni Famili Lutjanidae dengan presentase sebesar 27,0%, kemudian famili
Nemipteridae sebesar 8,0% dan diikuti oleh famili lainnya. Jenis-jenis ikan demersal yang
terinventarisasi berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Gambar 2.

PLOTOSIDAE: POLYNEMIDAE: POLYNEMIDAE:


Plotosus lineatus Eleutheronema tetradactylum Polydactylus sextarius
SCIAENIDAE: CARCHARHINIDAE: MYLIOBATIDIDAE:
Nibea Soldado Carcharhinus melanopterus Aetomyleus nichofii

SCARIDAE: SCARIDAE:
SCARIDAE:
Scarus bleekeri Scaus ghobban
Scarus niger
Gambar 2. Jenis-jenis ikan demersal yang dikonsumsi oleh masyarakat
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
Sumberdaya ikan yang tertangkap di Kabupaten Kupang baik ikan pelagis maupun
demersal terdiri atas ikan tenggiri, ekor kuning, tuna, cakalang, kembung, tongkol, selar,
tembang, lalosi, pararng-parang, gergaheng, kakap, ikan teri dan lain-lain (DKP Kabupaten
Kupang, 2007).

5.Sumberdaya Non Ikan


Sumberdaya non ikan yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian terdiri atas kerang-
MULIDAE:kerangan, kepiting, udang-udangan, algae dan cumi-cumi, sedangkan laporan DKP Kabupaten
Cheilinus chlorurus
Kupang, 2007 terdiri atas cumi-cumi, lobster, udang, penyu, rumput laut, kepiting, kerang-
kerangan dan gurita (Octopus). Berikut disajikan jenis-jenis sumberdaya non ikan antara lain :
1. Moluska
Jenis-jenis moluska yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Kupang seperti kerangan-
kerangan disajikan pada Gambar 3. Cyclotellina remis disebut juga kerang tahu termasuk class
Bivalva family Tellinidae, memiliki daging halus dan berwarna kuning muda. Dipasarkan dalam
keadaan hidup dan biasanya digunakan sebagai campuran masakan Tam Yam, sedangkan
Anadara granosa termasuk family Arcidae merupakan produk perikanan yang disukai karena
penampilan matangnya dapat meningkatkan selera makan, menambah citarasa, dan
berkontribusi sebagai sumber protein yang ekonomis ( Bahar, 2006 dikutip oleh Risamasu, dkk,
2011).
Cyclotellina remis Anadara granosa
Gambar 3.Cyclotellina remis (Nama Lokal: Pakpak) dan Anadara granosa (Nama
Lokal : Kerang darah) dijual di desa Noelbaki Kecamatan Kupang Tengah

Crustacea
Kepiting
Selanjutnya jenis kepiting yang dikonsumsi oleh masyarakat Kabupaten Kupang dan
Kota Kupang diantaranya kepiting bakau ( Scylla serrata) dan Portunus sanguinolentus,
P.pelagicus dan Portunus sp (Gambar 4). Scylla serrata dan Portunus sp tergolong dalam famili
Portunidae. Jenis kepiting yang paling banyak dijual di pasaran adalah Scylla serrata dan
Portunus pelagicus. Kepiting termasuk makanan bergizi berkalori rendah mengandung protein
65,72%, mineral 7,5% dan lemak 0,88%. Kepiting bisa diperoleh dari kegiatan penangkapan
maupun budidaya (Soim, 1997 dikutip oleh Risamasu, dkk, 2011).

Scylla serrataPortunus sanguinolentus


Gambar 4. Jenis-jenis Kepiting yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten
Kupang dan Kota Kupang

Udang
Jenis-jenis udang yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
Portunus pelagicus
yang dijual di beberapa pasar ikan Kota Kupang disajikan pada Gambar 5.
jantan
Panaeus indicus Paneus japonicus

Gambar 5. Jenis-jenis Udang yang dijual pada beberapa pasar ikan


Kota Kupang
Udang termasuk bahan makanan bernutrisi tinggi. Udang bisa diolah menjadi berbagai
masakan lezat dan gurih serta kaya akan kalsium dan protein. Udang memiliki kadar asam
amino yang tinggi, berprofil lengkap dan sekitar 85-95% mudah dicerna tubuh. 100 gr udang
mentah mengandung 20,3 gr protein atau cukup untuk memenuhi kebutuhan protein harian
sebanyak 41 %. Profil asam amino udang (per 100 gr) berturut-turut yang termasuk tinggi
adalah asam gulamat (3465 mg), asam aspartat (2100 mg), arginine (1775 mg), lysine (1768
mg), leucine (1612 mg), glycine (1225 mg), isoleucine (985 mg), dan valine (956 mg). Kalori
udang yang sangat rendah (hanya 106 kalori per 100 gr udang) menjadikannya salah satu
makanan diet yang sangat baik. U dang juga hanya mengandung sedikit asam lemak jenuh.
Kadar asam lemak sehat pada udang yakni Omega-3 dan Omega-6 masing-masing mencapai
540 mg dan 28 mg per 100 gr udang segar. Udang juga mengandung beberapa vitamin seperti
vitamin D (38%), vitamin B12 (19%), Niacin (13%), vitamin E (5%), vitamin B6 (5%), vitamin
A (4%), vitamin C (3%), serta beberapa mineral seperti selenium dalam 100 gr udang segar
cukup untuk memenuhi 54% kebutuhan harian, fosfor (20%), besi dan tembaga (masing-
masing 13%), magnesium (9%), zinc (7%), sodium (6%), potassium dan kalsium (masing-
masing 5%), serta berbagai mineral penting lainnya (Santoso, 2011 dikutip oleh Risamasu, dkk,
2011).

Cephalopoda
Jenis-jenis cumi-cumi yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang
yang dijual di beberapa pasar ikan di Kota Kupang disajikan pada Gambar 6. Cumi-cumi
merupakan salah satu hewan laut dari keluarga Loliginidae, kelas Cephalopoda. Cumi-cumi
dalam bahasa Latin disebut Loligo spp, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut squid. Cumi-
cumi sering dijadikan menu utama restoran/warung seafood atau chinesefood mengandung gizi
17,9g /100g cumi segar dan juga kaya akan asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh
tubuh.  Asam amino esensial yang dominan adalah leusin, lisin, dan fenilalanin. Sementara
kadar asam amino nonesensial yang dominan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Kedua
asam amino tersebut berkontribusi besar terhadap timbulnya rasa sedap dan gurih. Mineral
penting yang terkandung dalam daging cumi-cumi adalah natrium, kalium, fosfor, kalsium,
magnesium, dan selenium. Selain kaya akan protein, cumi-cumi juga merupakan sumber
vitamin yang baik, seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B12, niasin, asam folat, serta
vitamin larut lemak (A, D, E, K). (Irawan, 2008 dikutip oleh Risamasu, dkk, 2011 ).

Loligo sp Sepia sp

Gambar 6. Jenis-jenis Cumi-cumi yang dijual pada beberapa pasar ikan


Kota Kupang

Alga (Rumput Laut)


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 3 jenis rumput laut yang
Loligo sp dibudidayakan di perairan Desa Tablolong, Tuadale dan Bolok seperti Eucheuma cottonii, E.
spinosum, dan Gelidium latifolium (Gambar 7). Yang berperan dalam melakukan budidaya
rumput laut adalah laki-laki dan perempuan. Kendala dalam budidaya rumput laut yang
dihadapi pembudidaya saat ini adalah penyakit ice-ice.

Eucheuma cottonii Eucheuma serra Gelidium latifolium

Gambar 7. Jenis-jenis rumput laut yang dibudidayakan di desa Tablolong, Tuadale dan Bolok

Jenis-jenis alga yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat di Kabupaten Kupang dan
Kota Kupang ada tiga jenis seperti Eucheuma cottonii dan E. striatum. Rumput laut mentah
Loligo sp biasanya dibuat lawar (salat), dan ditumis seperti menumis sayur. Rumput laut yang sudah
kering kemudian diolah juga menjadi beberapa jenis makanan seperti cendol, dodol, manisan,
dan puding. Jenis-jenis rumput laut yang dikonsumsi sebagai sumber pangan disajikan pada
Gambar 8. Hambali, dkk (2004) dikutip oleh Risamasu, dkk (2011) mengemukakan bahwa
rumput laut kering dapat diolah menjadi berbagai macam makanan seperti manisan, dodol,
cendol, puding dan permen jelly. Proses pengolahannya mudah dan sederhana, tidak
memerlukan prosedur dan peralatan yang rumit.
Eucheuma cottonii Eucheuma striatum (Sakol) Codium gepii

Gambar 8. Jenis-jenis rumput laut/algae yang dikonsumsi masyarakat di


Kabupaten Kupang dan Kota Kupang

5.4.2 Sumberdaya Tidak Dapat Pulih


Menurut Bengen (2004, sumberdaya tidak dapat di pulih ( non-renewable resources)
berupa sumberdaya mineral di kawasan perairan laut Indonesia relatif besar seperti minyak dan
gas bumi, bauksit, timah, biji besi, dan bahan tambang seperti pasir laut serta mineral lainnya.
Termasuk sumberdaya tidak dapat pulih antara lain :
1. Minyak bumi dan gas lepas pantai
Sumberdaya tidak dapat pulih terpenting dan terbesar saat ini adalah minyak bumi.
Jumlah produksi minyak bumi di Indonesia sampai tahun 2000 tercatat mencapai
4,872 juta barel dengan nilai penjualan total mencapai USS 20,45 milyar. Dari jumlah
tersebut, ternyata baru sekitar 32 % produksi minyak bumi berasal dari
penambangan lepas pantai.
2. Emas dan Perak
Mineral emas dan perak dalam bentuk mineral letakan ditemukan pada endapan
dasar laut di perairan Lampung, Kalimantan Selatan, Sukabumi Selatan, teluk Tomini
dan laut Arafura. Dari data petrografi mineral, umumnya mineral emas ini berasosiasi
dengan mineral perak terutama pada contah day mineral.
3. Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa yang di kenal sebagai mineral silika (bahan kaca) merupakan sedimen
lapukan dan letakan dari batuan induk yang bersifat granitik atau pun rombakan dari
urat – urat kuarsa atau kristalin. Potensi pasir kuarsa umumnya terdapat di
sepanjang jalur granit kepulaun Riau, Bangka dan Belitung. Umumnya pasir laut di
perairan Riau mempunyai kandungan kuarsa di atas 80%. Selain itu, umumnya pasir
kuarsa ini juga mengandung mineral zirkon dan rutil. Rutil merupakan salah satu
mineral pembawa unsur radioaktif Torium. Oleh sebab itu, ekspor pasir laut sebagai
material reklamsi pantai Singapur yang di tambangkan di kawasan perairan Riau,
sebenarnya dapat diklasifikasikan sebagai komoditi mineral yang mempunyai harga
jual yang jauh lebih tinggi dari pada harga pasir laut atau agregat.
4. Monazit, Zirkon, dan Rutil
Monazit, Zirkon, dan Rutil merupakan produk sampingan ( by product) dari endapan
letakan, monazit dan zirkon merupakan mineral yang penting dan langka karena
mengandung unsur Torium yang bersifat radioaktif. Umumnyanya mineral ini di
manfaatkan sebagai produk sampingan penambangan timah di Bangka dan Belitung.
5. Pasir besi
Pasir besi yang umumnya berwarna hitam terdiri dari mineral magnetik dan ilmenik,
banyak ditemukan hampir di seluruh kawasan pantai Indonesia terutama yang telah
terangkut dari endapan vulkanik yang bersifat basa. Penambangan pasir besi telah di
lakukan di pantai Cilacap, Jampang Kulon, dan Yogyakarta dan di gunakan sebagai
bahan dasar logam besi dan sebagai mineral pencampur dalam industri semen.
Kawasan busur vulkanik merupakan sumber pasir besi yang berlimpah seperti di
sepanjang pantai selatan Jawa dan Sumatera, Nusa Tenggara, Maluku Utara dan
Sulawesi Utara.

6. Agregat Bahan Konstruksi


Agregat merupakan bahan konstruksi terdiri dari kerikil dan pasir yang tersebar
dalam jumlah berlimpah di kawasan pantai dan lepas pantai. Kawasan perairan
Kerimun dan Kundur merupakan kawasan penambangan pasir laut terbesar saat ini,
karena jenis dan komposisi pasir yang di tambang memenuhi persyaratan untuk
material konstruksi dan bahan reklamasi.
7. Fosporit
Endapan fosporit berumur Resen berupa fospat kalium dalam bentuk nodul atau
butiran telah di temukan di dasar laut paparan Sahul yaitu antara Pulau Timor dan
Australia
8. Nodul dan Kerak Mangaan
Endapan mangaan umumnya ditemukan dalam bentuk nodul ( nodule), kerak
( crust), atau hamparan ( pavement). Indikasi sumberdaya mineral mangaan ini di
temukan di Laut Banda, Laut Selat Lombok, perairan pulau Damar dan Misool.
Perairan Sula, Sulawesi Utara, dan Halmahera. Jenis miniral mangaan yang di
temukan di perairan Indonesia Timur umumnya berbentuk nodul yang kaya akan
mangaan besi. Kerak mangaan di temukan pada sistem punggungan lucipara dan
sekitar punggungan tampomas di cekungan Banda Utara.
9. Kromit
Letak dan sebaran endapan kromit rombakan ( detrial) selalu ditemukan berdekatan
dengan batuan induknya (ultrabasa). Oleh sebab itu, penyebaran endapan kromit ini
umumnya ditemukan di sekita gawir pantai ( coastal cliff) yang berdekatan dengan
singkapan batuan ultrabasa di Kalimantan Timur dan Tenggara, Pulau Laut dan
Sabuku, Sulawesi Tenggara dan Timur Laut, Halmahera, Waigeo dan Timor.
10.Gas Biogenik Kelautan (Methan)
Gas Biogenik merupakan salah satu sumber energi alternatif untuk kawasan pesisir
yang terpencil. Pemetaan geologi sistematik di wilayah perairan Laut Jawa dan Selat
Sumatera yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan,
Balitbang Energi dan Sumberdaya Mineral, Depertemen Energi dan Sumberdaya
Mineral sejak tahun 1990 memperlihatkan indikasi sumber gas biogenik yang
terperangkap pada sedimen Holocene. Lapisan pembawa gas ini umumnya ditemukan
pada kedalan antara 20-50 m di bawah dasar laut.
Pemetaan secara horizontal menunjukan bahwa hampir seluruh kawasan perairan
dangkal terutama di muara-muara sungai besar ditemukan indikasi sedimen
mengandung gas (gas charged sediment) yang diduga merupakan akumulasi gas
biogenik yang berasal dari maturasi tumbuhan rawa purba yang tertimbun sedimen
resen.
Gas biogenik ini umumnya didominasi oleh gas methan yang dikenal sebagai salah
satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Gas biogenik telah dieksploitasi
dan dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik mikro dan industri kecil di muara
sungai Yangtze, China (Mc Caffrey et al, 1985). Umumnya,, dari satu sumur gas di
kawasan ini dapat dieksploitasi 5000 m 3 gas per hari dengan tekanan maksimum 6,1
kg/cm2.
Sepanjang kawasan perairan pantai Utara Jawa, pantai Selatan Kalimantan, pantai
Timur Kalimantan, dan pantai Barat Sumatera merupakan kawasan yang potensial
menjadi sumber gas biogenik, karena memiliki sejarah terbentuknya sungai dan rawa
purba yang mirip dengan terbentuknya gas biogenik di muara sungai Yangtze.
11. Mineral Hydrothermal
Indekasi adanya mineral hydrotermal deposito di perairan Indonesia ditemukan
diperairan Sulawasi Utara , teluktomini,selat sunda dan perairan wetar(gunung api
bawah laut komba ,dan ibu komba). Lubang hydrotermal ( hydrothermal veni) atau di
kenal dengan sebutan “ black smoker” dan” white smoker” merupakan ekosistem
laut yang unik, karena air yang panas yang dikeluarkan mengandung ikatan sulfur
yang digunakan oleh bakteri sebagai energi. Dengan demikan dasar laut, kawasan ini
mempunyai kelimpahan biota laut yang tinggi. Selain itu, ahli goelogi kelautan
menaruh perhatian karena diyakini bahwa lubang hydrotermal ini membawa larutan
mineral yang selanjutnya mengawali proses mineralisasi pada suatu jebakan mineral
dasar laut. Kawasan black smoker biasa berpotensi mineral tembaga dan white
smoker berpotensi mineral emas.

12. Sumberdaya energi yang berasal dari dinamika lautan


Sumberdaya enrgi yang berasal dari dinamika laut samapi saat ini masih terbatas
pemanfaatanya pada beberapa negara maju yang menguasia teknologi
pengenbnganya . sementara di Indonesia masih belum banyak yang bisa
dikembangkan. Hal disebabkan oleh keterbatasan teknologi yang dikuasai. Misalnya
sumber energi pasut di dunia yang diperkirakan mencapai 65 ribu Mw. Hingga saat
ini baru sebagian kecil saja yang di manfaatkan. Beberapa negara yang telah mulai
memanfatkan seperti , Prancis yang memelapori bidang ini dengan membangun
beberapa PLT-pasut yang berkapisitas 240 Mw di Rance dan berfungsi dengan baik.
Negara- negara lain yang telah memanfaatkan energi gelombang ini Amerika
Serikat, Inggris, Kanada, Korea Selatan dan Australia.
Selanjutnya aktivitas pertambangan banyak juga dilakukan di negara-negara pulau
kecil di dunia maupun di Indonesia pada propinsi-propinsi tertentu. Dalam
pemanfaatan potensi mineral di kawasan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan
perencanaan yang ketat dan dilakukan secara berkelanjutan sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Struktur batuan dan geologi pulau-pulau kecil di
Indonesia adalah struktur batuan tua yang diperkirakan mengandung deposit bahan-
bahan tambang/mineral penting seperti emas, mangan, nikel dan lain-lain. Beberapa
aktivitas pertambangan baik pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi maupun
eksploitasi di pulau-pulau kecil antara lain : timah di P. Kundur, P. Karimun (Riau);
nikel di P. Gag (Papua), P. Gebe (Maluku Utara), P. Pakal (Maluku); batubara di P.
Laut, P. Sebuku (Kalsel); emas di P. Wetar, P. Haruku (Maluku) dan migas di P.
Natuna (Riau).
Dengan luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan darat maka potensi energi
kelautan memiliki prospek yang baik sebagai energi alternatif untuk mengantisipasi
berkurangnya minyak bumi, LNG, batubara, dan lain-lain sepanjang kemampuan
negara diarahkan untuk pemanfaatannya. Sumberdaya kelautan yang mungkin
digunakan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil adalah Konversi Energi Panas
Samudera/Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Panas Bumi (Geothermal),
Ombak dan Pasang Surut.

5.4.3 Jasa-jasa Lingkungan


Menurut Dahuri, dkk (1996), wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai
macam jasa-jasa lingkungan yang sangat penting untuk pembangunan dan kelangsungan
hidup manusia meliputi fungsi kawasan pesisir dan laut sebagai tempat rekreasi dan
pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan
penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan
(konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang kehidupan, dan fungsi ekologis lainnya.
Wilayah pesisir dan lautan juga memiliki potensi sumberdaya energi yang cukup besar . Sumber
energi yang dapat dimanfaatkan seperti arus pasang surut sebagai energi pembangkit listrik,
gelombang sebagai energi pembangkit listrik,perbedaan salinitas, angin serta pemanfaatan
perbedaan suhu air laut di lapisan permukaan dan lapisan dalam perairan dikenal dengan
OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) sebagai energi pembangkit listrik.

Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya
yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, media komunikasi, kawasan
rekreasi, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya . Jenis-jenis pariwisata yang dapat
dikembangkan di kawasan pulau-pulau kecil adalah :
a. Wisata Bahari
Kawasan pulau-pulau kecil merupakan aset wisata bahari yang sangat besar yang
didukung oleh potensi geologis dan karaktersistik yang mempunyai hubungan
sangat dekat dengan terumbu karang ( Coral Reef), khususnya hard corals.
Disamping itu, kondisi pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, secara logika akan
memberikan kualitas keindahan dan keaslian dari bio-diversity yang dimilikinya.
Berdasarkan rating yang dilakukan oleh lembaga kepariwisataan internasional,
beberapa kawasan di Indonesia dengan sumberdaya yang dimilikinya mempunyai
rating tertinggi bila ditinjau dari segi daya tarik wisata bahari dibandingkan dengan
kawasan-kawasan lain di dunia. Beberapa kawasan wisata bahari yang sangat
sukses di dunia antara lain adalah kawasan Great Barrier Reef, kawasan negara-
negara di Karibia, seperti Bahama, Kawasan Pasifik seperti Hawai, serta Kawasan
Meditterranean. Belajar dari pengalaman di kawasan tersebut, ternyata negara-
negara tersebut merupakan “Negara Pulau-pulau Kecil ( Small Islands State)”,
kecuali di Great Barrier Reef dan Meditterranea.
Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang
cukup potensial. Beberapa diantaranya telah dikembangkan sebagai daerah tujuan
wisata bahari seperti Taman Nasional (TN) Taka Bone Rate (Sulsel), TN Teluk
Cendrawasih, TN Kep. Wakatobi (Sultra), Taman Wisata Alam (TWA) Kep.
Kapoposang (Sulsel), TWA Tujuh Belas Pulau (NTT), TWA Gili Meno, Ayer,
Trawangan (NTB), TWA P. Sangiang (Jabar), dan lain-lain.
b. Wisata Terestrial
Pulau-pulau kecil mempunyai potensi wisata terestrial yaitu wisata yang merupakan
satu kesatuan dengan potensi wisata perairan laut. Wisata terestrial di pulau-pulau
kecil misalnya TN Komodo (NTT), sebagai lokasi Situs Warisan Dunia (World
Herritage Site) merupakan kawasan yang memiliki potensi darat sebagai habitat
komodo, serta potensi keindahan perairan lautnya di P. Rinca dan P. Komodo.
Contoh lain adalah Pulau Moyo yang terletak di NTB sebagai Taman Buru (TB),
dengan kawasan hutan yang masih asri untuk wisata berburu dan wisata bahari
(diving). Kondisi Pulau Moyo tersebut dimanfaatkan oleh para pengusaha pariwisata
sebagai kawasan “Ekowisata Terestrial”. Dikawasan tersebut terdapat resort yang
tarifnya relatif mahal, dengan fasilitas yang ditawarkan berupa tenda-tenda,
sehingga merupakan “wisata camping” yang dikemas secara mewah. Paket wisata
di Kawasan Pulau Moyo ini sudah sangat terkenal di mancanegara sehingga dapat
memberikan devisa bagi negara.
c. Wisata Kultural
Pulau-pulau kecil merupakan suatu prototipe konkrit dari suatu unit kesatuan utuh
dari sebuah ekosistem yang terkecil. Salahsatu komponennya yang sangat signifikan
adalah komponen masyarakat lokal. Masyarakat ini sudah lama sekali berinteraksi
dengan ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di lapangan, masyarakat
pulau-pulau kecil tentunya mempunyai budaya dan kearifan tradisional ( local
wisdom) tersendiri yang merupakan nilai komoditas wisata yang tinggi.
Kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata kultural, misalnya, di Pulau
Lembata. Masyarakat suku Lamalera di Pulau Lembata mempunyai budaya heroik
“Berburu Paus secara tradisional” (traditional whales hunter). Kegiatan berburu paus
secara tradisional tersebut dilakukan setelah melalui ritual-ritual budaya yang
sangat khas, yang hanya di miliki oleh suku Lamalera tersebut. Keunikan budaya
dan kearifan tradisional tersebut, menjadi daya tarik bagi para wisatawan.

Daftar Pustaka
Bengen, DG , 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut. PKSPL Institut
Pertanian Bogor. Halaman : 32 – 37.
Bengen, DG, 2004. Ragam Pemikiran Menuju Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan
Berbasis Eko-Sosiosistem. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut.
Dahuri, R; J. Rais, SP, Ginting dan MJ, Sitepu, 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu. PT Pratnya Pratama, Jakarta. Halaman : 80 – 82.
Dahuri, R; J. Rais, S.P, Ginting dan M.J, Sitepu, 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu. PT Pratnya Pratama, Jakarta.
Idawaty. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Lansekap Hutan Mangrove Di
Muara Sungai Cisadane, Kecamatan Teluk Naga, Jawa Barat (Tesis). Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in
Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 Tahun 2000 Jo Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. 67 Tahun 2002 (Definis Pulau – Pulau Kecil).
Koesbiono, 1996. Ekologi wilayah pesisir
. Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PPLH
Lembaga Penelitian ,IPB bekerjasama dengan Direktorat jenderal Pembangunan
Derah Departemen Dalam Negeri RI dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Noor, Y.R, M. Khazali, dan I.N.N. Suryadipura, 1999. Panduan pengenalan Mangrove di
Indonesia. Wetlands International Indonesia programme, Ditjen PKA, Jakarta.
Nybakken, JW, 1988. Biologi Laut : Suatu pendekatan ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman.,
Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta, Indonesia.
Nybakken, J.W, 1992. Biologi Laut : Suatu pendekatan ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman.,
Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., dan S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta, Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar;
Wikipedia. http://www.suaramanado.com. Diakses Tanggal 27 Oktober Tahun 2015.
Pukul 19.00 Wita.
Risamasu, F,J.L, A. Tjendanawangi, Franchy Ch. Liufeto, Jotham S.R Ninef, dan Judiana
Jasmanindar. Kajian potensi sumberdaya ikan dan non ikan sebagai sumber pangan di
Kabupaten Kupang (laporan Penelitian) Lemlit Undana.
Romimohtarto, K dan S. Juwana, 2009. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut.
Penerbit Djambatan, Jakarta. 540 halaman.
Sugiarto, A. 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional,
Jakarta.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum di jumpai di Indonesia.
Supriharyono, 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Halaman : 3 – 5.
Suwito, V.A, 2012. Pencemaran pesisir dan laut. vivienanjadi.blogspot.com. Diakses tanggal, 25
Nopember 2014.
Timotius, S, 2003. Biologi terumbu karang, Makalah Training Course Karakteristik Niologi
Karang. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI).
Tim Teknis, 2014. Penetapan Batas Maritim RI. Materi Audiens dengan Presiden RI.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil.
Victory News, 2016. 10 pulau terluar di NNT yang baru diberi nama oleh Gubernur NTT dan
FORUM KOMUNIKASI PEMERINTAH DAERAH (FORKOPIMDA) Provinsi NTT (Bagian
Politik dan Hukum), Senin, 16 Mei 2016
BAB VI. KARAKTERISTIK MASYARAKAT PSISIR

6.1 Perbedaan Masyarakat Nelayan dan Petani

Secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan masyarakat agraris


terutama sumberdaya yang dihadapi. Masyarakat agraris (kaum petani) menghadapi
sumberdaya yang terkontrol yaitu pengelolaan lahan untuk produksi suatu komoditas dengan
output yang relatif dapat diprediksi.Sifat produksi ini memungkinkan tetapnya lokasi produksi
sehingga mobilitas usaha relatif rendah dan elemen resiko tidak terlalu besar.

Karakteristik nelayan berbeda dengan petani. Nelayan menghadapi sumberdaya yang


sampai saat ini masih bersifat open access. Karateristik sumberdaya ini menyebabkan nelayan
harus berpindah-pindah untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga elemen resikonya
tinggi sehingga masyarakat nelayan memiliki karakter keras, tegas dan terbuka. Kesamaan
masyarakat nelayan dengan petani terutama sifat usaha berskala kecil dengan peralatan dan
organisasi pasar sederhana. Eksploitasi sering terjadi terkait dengan masalah kerjasama dan
sebagian besar bergantung pada produksi yang bersifat subsisten serta memiliki keragaman
dalam perilaku ekonomi.

6.2.Karakteritik Masyarakat Pesisir

Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama
hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan sama, dan sebagian
besar kegiatannya di dalam kelompok (Horton, et al, 1991). Ralph Linton (1956) dalam Sitorus
et al, 1998), mengartikan masyarakat sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur dan menganggap diri sebagai suatu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan secara jelas. Menurut SoejonoSoekanto
(1990) dalam Satria (2002), mencirikan unsure-unsur masyarakat yakni masyarakat yang hidup
bersama, bercapur dalam waktu yang lama, sadar sebagai suatu kesatuan, dan sadar sebagai
sustu sistem hidup bersama.

Satuan-satuan sosial meliputi kerumunan, golongan sosial, kategori sosial, jaringan


sosial, kelompok, himpunan dan komunitas. Selanjutnya unsur pengikat meliputi pusat
orientasi, sarana interaksi, aktivitas interaksi, kesinambungan, identitas, lokasi, sistem adat,
norma, organisasi tradisional, organisasi buatan dan pimpinan. Menurut Redfield (1941) dalam
Satria (2002), terdapat 4 tipe komunitas masyarakat yaitu city (kota), town (kota kecil),
peasant village (desa petani) dan tribel village (desa terisolir). Setiap komunitas memiliki
karakteristik kebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya. Proses transformasi dari desa
terisolir ke kota ditandai dengan :

a. Kendurnya ikatan adat istiadat


b. Sekularisasi
c. Individualisasi
Masyarakat pesisir berada pada setiap tipe komunitas. Masyarakat pesisir di Indonesia
merupakan representasi tipe kominitas desa petani dan terisolir. Masyarakat pesisir (bergerak
dalam bidang perikanan) umumnya mencirikan sesuatu oleh Redfield disebut suatu kebudayaan
(folk). Komunitas kecil termasuk masyarakat pesisir, masyarakat terisolasi (masyarakat pulau
kecil) dan masyarakat desa pantai. Komunitas kecil memiliki beberapa ciri antara lain :

1. Mempunyai identitas yang khas


2. Terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas, sehingga masih
saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian
3. Bersifat seragam (homogen)
4. Kebutuhan hidup terbatas dan dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar di
luar
Komunitas kecil merupakan bagian yang terintegrasi dari lingkungan alam tempat
komunitas kecil berada. Komunitas kecil merupakan suatu sistem ekologi dengan masyarakat
dan kebudayaan penduduk serta lingkungan alam setempat sebagai dua unsur pokok dalam
suatu lingkaran pengaruh timbal balik yang mantap. Jadi komunitas kecil masyarakat pesisir
merupakan sistem ekologi yang dapat menggambarkan beta kuat interaksi antara masyarakat
pesisir dan lingkungan pesisir dan laut. Masyarakat pesisir yang berjenis desa pantai dan desa
terisolasi dicirikan oleh sikap mereka terhadap mereka sendiri, terhadap alam dan manusia.
Terhadap alam mereka tunduk dengan berusaha menjaga keselarasan dengan alam, dengan
pandangan alam memiliki kekuatan magis, dan ciri dari tahap perkembangan teologis
masyarakat. Contoh : memberikan sedekah laut (nadran) ciri sikap tunduk kepada alam. Contoh
lain seperti Awig-awig di Lombok dan sasi di Maluku merupakan sikap masyarakat pesisir yang
hendak selaras dengan alam. Ciri masyarakat pesisir pada dua jenis komunitas berbeda
dengan kota kecil dan besar yang masyarakatnya cenderung menguasai dan merusak alam
serta indivdualisme tinggi.

Solidaritas masyarakat folk (kebudayaan) ada dua yaitu (1) Solidaritas mekanik ditandai
dengan masih kuat kesadaran kolektif sebagai basis ikatan sosial. Sistem hukum bersifat
represif dan belum berlaku hukum formal dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Contoh
maraknya pembakaran kapal/perahu yang menggunakan alat tangkap yang dilarang nelayan
lokal; dan (2) Solidaritas organik lebih menekankan pada hukum restitutif yang bersifat
memulihkan berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang
kompleks antar berbagai individu yang khusus atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Sanksi yang diberikan bersifat memulihkan bukan balas dendam.

Karakteristik masyarakat pesisir meliputi (1). Sistem pengetahuan : pengetahuan tentang


teknik penangkapan ikan umumnya didapati dari warisan orang tua atau pendahulu.; (2) Sistem
kepercayaan : nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan
magis sehingga perlu perlakukan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan
ikan agar terjamin keselamatan dan hasil tangkapan terjamin. Contoh : DiKirdowono perawatan
perahu dilakukan secara magis dimana perahu dipersonifikasi sebagai manusia yang dapat
sakit dan harus diobati, dll; (3) Peran wanita : Isteri nelayan juga melakukan aktivitas ekonomi
dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal,pengolahan ikan, kegiatan jasa dan
perdagangan; (4) Posisi sosial nelayan : Posisi sosial nelayan dalam masyarakat memiliki status
yang relative rendah.

6.3 Klasisfikasi Nelayan

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam oprasi
penangkapan ikan atau binatang air lainnya.  Berdasarkan status, maka nelayan dibagi atas :
1. Juragan darat adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap ikan di laut
2. Juragan laut adalah orang yang tidak memiliki perahu dan alat tangkap dan diberi
tanggung jawab dalam oprasi penangkapan ikan di laut
3. Juragan darat laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekali-sekali
turut serta dalam melakukan operasi penangkapan ikan di laut.
4. Pendega adalah orang yang tidak memiliki perahu dan alat tangkap ikan dan hanya
berfungsi sebagai anak buah kapal
Menurut waktu operasi penangkapan nelayan terdiri atas :
1. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan operasi penangkapan ikan
2. Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan
3. Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan
Berdasarkan tingkat usaha nelayan terdiri atas :
1. Nelayan besar (large scale fishermen)
2. Nelayan kecil (small scale fishermen)
Berdasarkan kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) orientasi pasar dan
karakteristik hubungan produksi terdiri atas (1) Peasant fisher (nelayan tradisional) lebih
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (sub- sistence). (2) Berkembang
motorisasi perikanan, nelayan pun berubah dari peasant fisher menjadi post peasant yang
dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor
tempel atau kapal motor; (3) Commersial fisher (nelayan berorientasi pada peningkatan
keuntungan); dan (4) Industrial fisher yang dicrikan dengan tata cara organisasi mirip
dengan perusahaan, relative padat modal, pendapatan lebih tinggi dan menghasilkan ikan
olahan (ikan kaleng dan beku) untuk diekspor.

6.5 Struktur Sosial Masyarakat Pesisir


Struktur sosial merupakan pola perilaku berulang-ulang yang memunculkan hubungan
antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat. Status adalah suatu kumpulan hak dan
kewajiban. Peran adalah aspek dinamis dari status.

Patron-Klien merupakan ciri umum struktur sosial masyarakat pesisir. Struktur sosial
masyarakat nelayan dicirikan dengan kuatnya ikatan patron klien. Kuatnya ikatan patron klien
merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan yang penuh resiko dan ketidakpastian.
Patron klien merupakan institusi jaminan sosial ekonomi. Tata hubungan patron klien meliputi
(1) Hubungan antar pelaku yang menguasai sumberdaya tidak sam; (2) Hubungan yang
bersifat khusus merupakan hubungan pribadi dan mengandung keakraban; dan (3) Hubungan
yang didasarkan pada azas saling menguntungkan.

Arus patron klien meliputi (1) Penghidupan subsisten dasar, berupa pinjaman pekerjaan
tetap, penyediaan sarana produksi, jasa pemasaran dan bantuan teknis; (2)Jaminan krisis
subsisten berupa pinjaman yang diberikan pada saat klien menghadapi kesulitan ekonomi; ((3)
Perlindungan terhadap klien dari ancaman pribadi maupun ancaman umum ; dan (4) Memberi
jasa kolektif berupa bantuan mendukung sarana umum setempat serta acara perayaan desa.
Klien adalah milik, sedangkan patron adalah penyedia tenaga dan keahlian untuk kepentingan
patron seperti jasa pekerjaan, dan lain-lain. Hubungan antara nelayan dengan patron yang
menguasai sumberdaya tidak sama, artinya patron menguasai sumberdaya modal jauh lebih
besar daripada nelayan. Ketidaksamaan penguasaan sumberdaya terjalinlah ikatan patron klien.
Patron klien ini lebih banyak berhubungan dengan bantuan modal kepada nelayan.

6.6 Stratifikasi Sosial Masyarakat Nelayan


Stratifikasi sosial berarti pembedaan populasi berdasarkan kelas secara hirarkis. Basis
pembedaan kelas adalah hak dan privilege, kewajiban dan tanggung jawab, nilai sosial dan
privasi serta kekuasaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Bentuk stratifikasi sosial terdiri atas (1) Stratifikasi berdasarkan ekonomi yaitu jika dalam suatu
masyarakat terdapat perbedaan atau ketidaksetaraan status ekonomi; (2) Stratifikasi
berdasarkan politik jika terdapat ranking sosial berdasarkan otoritas, prestise, kehormatan, dan
gelar, atau jika ada pihak yang mengatur dan yang diatur; (3) Stratifikasi berdasarkan
pekerjaan jika masyarakat terdiferensiasi kedalam berbagai pekerjaan dan beberapa diantara
pekerjaan itu lebih tinggi statusnya dibandingkan pekerjaan lain.
Modernisasi akan terjadi diferensiasi sosial yang dilihat dari semakin bertambahnya
posisi sosial atau jenis pekerjaan sekaligus terjadi pula perubahan stratifikasi karena sejumlah
posisi sosial tersebut tidak bersifat horisontal, melainkan vertikal atau berjenjang. Ukuran
penjenjangan bervariasi seperti ukuran ekonomi, prestise atau kekuasaan.
Stratifikasi sosial suatu masyarakat dipelajari dari tiga pendekatan antara lain (1)
Pendekatan objektif yaitu menggunakan ukuran objektif berupa variabel yang mudah diukur
secara statistik seperti pendidikan, pekerjaan atau penghasilan; (2) Pendekatan subjektif yaitu
kelas yang dilihat sebagai kategori sosial dan disusun dengan meminta para responden survei
untuk menilai status sendiri dengan jalan menempatkan diri pada skala kelas tertentu; dan
(3)Pendekatan reputasional yaitu subjek penelitian diminta untuk menilai status orang lain
dengan menempatkan orang lain pada skala tertentu.

6.7 Budaya Bahari


6.7.1 Pengertian

Budaya bahari adalah sistem-sistem gagasan/ide, prilaku/tindakan dan sarana/


prasarana fisik yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya (masyarakat bahari) dalam
rangka pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan merekayasa jasa-jasa lingkungan laut
bagi kehidupannya. Budaya bahari mengandung isi/unsur-unsur berupa sistem-sistem
pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma/aturan, simbol komunikatif, kelembagaan, teknologi
dan seni berkaitan kelautan. A.P. Vayda (1988; 1992).

Sistem budaya bahari mencakup (1) Sistem pengetahuan . Nelayan harus memiliki
pengetahuan tentang biota laut ekonomis, lokasi penangkapan dan rumah ikan, musim, tanda
- tanda alam, dan lingkungan lingkungan sosial budaya; (2) Gagasan/ide . Potensi laut
melimpah dan diperuntukkan bagi semua, sumberdaya laut untuk semua tetapi hanya sebagian
bisa memanfaatkannya, laut luas tetapi tidak semua bisa dimasuki; dan (3) Keyakinan/
kepercayaan : Pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya perikanan, di banyak tempat di dunia
nelayan mempraktekkan keyakinan-keyakinan dari agama atau kepercayaan dianutnya sebagai
mekanisme pemecahan persoalan-persoalan lingkungan pisik dan sosial dihadapinya sehari-
hari; dan (4) Nilai, dan norma/aturan berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-
jasa laut.

6.7.2 Sistem Kelembagaan Bahari


Komuniti-komuniti bahari negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia,
memiliki sekurang-kurangnya empat kelembagaan/pranata tradisional (traditional institution)
yang tetap bertahan antara lain :

1. Pranata kekerabatan (kinship/domestic institution),


2. Pranata agama/kepercayaan (religious institution),
3. Pranata ekonomi (economic institution),
4. Pranata politik (political institution)
5. Pranata pendidikan (educational institution).
Contoh beberapa kelembagaan bahari seperti kelembagaan Sawi-sawi pada masyarakat
nelayan Bugis, Makasar dan Bajo dari Sulawesi Selatan misalnya kelompok ponggawa-sawi.
Kelembagaan pemilikan hak atas sumberdaya dan wilayah perikanan. Di Maluku, institusi
pemilikan komunal atas wilayah darat dan pantai disebut ‘sasi .
6.7.3 Budaya Bahari Masyarakat NTT
Beberapa komunitas adat di NTT yang memiliki kebudayaan laut yang unik. (Beraf, C,
2015) seperti di Lewolein, Lembata, ada budaya Re’wa Ik’e, budaya penangkapan ikan yang
diwariskan secara turun-temurun. Ikan, bagi masyarakat Lewolein, adalah sahabat, yang bisa
dipanggil kapan pun ketika dibutuhkan. Di Lamalera ada tradisi Tena Laja (Perahu Layar). Di
Mingar, Pasir Putih, ada budaya tangkap Nale (sejenis cacing laut yang muncul tiap tahun pada
bulan Pebruari), yang melibatkan hampir semua suku dalam kampung itu.

Makna tradisi yang dibangun antara lain (1) Tradisi-tradisi semacam itu menjadi aktivitas
kultural, sosial dan religius masyarakat; (2) Tradisi itu juga membangun interaksi dan kohesi
sosial antar suku; (3) Membina relasi intersubjektif dengan siapa saja; (4)Menemukan dan
mendefinisikan identitas mereka sendiri di hadapan suatu entitas sosial atau kultural tertentu;
(5) Dimensi spasial semacam itulah menjadi alasan mengapa beberapa masyarakat adat di
pesisir NTT tetap memilih dan menghidupi tradisi laut karena Laut adalah lokus kultural,
tempat mereka menghidupi dan menginternalisasi religiositas, solidaritas, kohesi sosial.

Suku Alor percaya akan adanya kekuasan tertinggi di laut disebut Dewa Laut (Lahatala).
Pemujaan roh atau benda alam menjadi simbol pemujaan terhadap dewa Lahatala. Melalui
pemujaan tersebut doa diterus kepada Dewa Mou Maha Maha agar dijauh dari marabahaya
selama berlayar dan mendapatkan berkah tangkapan ikan. Diiringi lagu dan tarian suku Orang
Alor mempersembahkan ritual berupa tarian Handek dan Heeloro sambil menarik sampan ke
laut diiringi alat musik trandisional. Di Kabupaten Kupang khusus di desa Bolok terdapat tradisi
Lilifuk.

Daftar Pustaka

Beraf, C, 2015. Budaya Bahari Belajarlah dari NTT-Flores Bangkit.


www.floresbangkit.com/2015/07.

Lampe, M, 2003. Budaya Bahari dalam konteks (Dalam konteks global dan modern) (Kasus
Komuniti-komuniti nelayan di Indonesia). Makalah ini disampaikan pada Kongres
Kebudayaan V, Bukittinggi, Sumatra Barat Tgl. 20-23 Oktober 2003.

Pramono, Dj, 2005. Budaya Bahari. Penerbit PT Gramedia

Satria K.A, 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. PT Pustaka Cidesindo


BAB VII. INTEGRASI PENGELOLAAN POTENSI DARAT DAN PESISIR SERTA LAUTAN
SECARA BERKELANJUTAN DI WILAYAH KEPULAUAN

7.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan wilpes dan lautan


secara terpadu. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987 dalam Dahuri, dkk, 1996). Pembangunan
berkelanjutan merupakan strategi pembangunan yang membrikan semacam ambang batas
pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada didalamnya.

Ambang batas bersifat luwes ( flexible) tergantung pada kondisi teknologi dan sosial
ekonomi pemanfaatan sumberdaya alam dan kemampuan biosfir untuk menerima dampak
kegiatan manusia.Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem
alamiah sedemikian rupa sehingga kapasitas fungsional untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia tidak rusak. Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki 4 dimensi antara
lain :

1. Dimensi ekologis
Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir agar total dampak tidak melebihi kapasistas
fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia a.l :
1. Jasa-jasa pendukung kehidupan (udara, air bersih dan ruang tempat hidup) ; 2. Jasa-jasa
kenyamanan ( lokasi yang indah untuk berekreasi); 3. Penyedia sumberdaya alam dapat
diproduksi); 4. Penerima limbah (kemampuan menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga
menjadi kondisi yang aman) (Ortolano, 1984 dalam Dahuri, dkk, 1996). Berdasarkan 4 fungsi
tsb, maka terdapat 3 persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan
berkelanjutan a.l

1. Keharmonisan spasial : tidak seluruh wilayah bisa dijadikan zona pemanfaatan, tapi harus
diperuntukan untuk zona preservasi dan konservasi.

2. Kapasitas asimilasi : kemampuan ekosistem pesisir untuk menerima sejumah limbah


sebelum ada indikasi terjadi kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat
ditoleransi

3. Pemanfaatan berkelanjutan : pemanfaatan harus memperhatikan kemampuan daya dukung


sumberdaya agar bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan

2. Dimensi Sosial Ekonomi

Total permintaan terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui
kemampuan suplai. Pemanfaatan wilpes dan sumberdaya alamnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

3. Dimensi Sosial Politik

Permasalahan kerusakan lingkungan bersifat eksternalitas dimana pihak yang menderita


bukan si pembuat kerusakan tapi masyarakat miskin dan lemah (penebangan hutan mangrove
secara tidak bertanggung jawab). Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan membutuhkan
suasana politik yang demokratis dan transparan.

4. Dimensi Hukum dan Kelembagaan

Pembangunan berkelanjutan mengisyaratkan perlu pengendalian diri dari setiap manusia


untuk tidak merusak lingkungan
Penerapan sistem peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan kosisten
Menanam etika pembangunan berkelanjutan bagi seluruh manusia di muka bumi melalui nilai-
nilai keagamaan.

6.2 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan


Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan ikan dan budidaya
hewan dan tanaman air. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup
penangkapan/pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di laut/perairan umum secara
bebas. Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi yang terkait dengan pemeliharaan hewan
dan tanaman air yang hidup di laut/perairan umum secara bebas.
Permasalahan pengelolaan perikanan meliputi :
1. Kurangnya informasi tentang data perikanan (data ekologi, stok ikan,
produksi/pendaratan hasil tangkapan, jumlah alat tangkap dan jumlah nelayan.
2. Penurunan hasil tangkapan karena berkurangnya jumlah nelayan, stok ikan menurun ,
tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang bersifat merusak dan rusaknya
lingkungan habitat
3. Dukungan pemerintah masih terbatas ( kurangnya respons pemerintah terhadap
kemunduran hasil tangkapan)
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melindungi sumberdaya perikanan
5. Pendidikan formal tentang lingkungan hidup
6. Memberdayakan dan meningkatkan partisipasi

7.3 Konsep Dasar Pengelolaan


Pengelolaan sumberdaya perikanan membutuhkan informasi sebagai dasar untuk
menetapkan berbagai rencana dan aturan untuk menata pemanfaatan sumberdaya ikan
1. Data biologi dan ekonomi setiap kegiatan perikanan
2. Penanggulangan penyusutan stok
3. Rancangan kelembagaan dan regulasi
Pertanyaannya sebenanrnya ikan di laut itu milik siapa. Jawaban sederhana ikan di laut
milik bersama (common property). Milik bersama artinya sumberdaya ikan milik bersama dan
menajdi tanggung jawab bersama dalam mengurus, memelihara dan mempertahankan
kelestariannya. Mengapa ikan harus dikelola agar pemanfaatan sumberdaya ikan tidak
dilakukan secara sembarangan.

7.4 Pengelolaan Perikanan


Pengertian pengelolaan perikanan merupakan rangkaian tindakan yang terorganisasi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terutama untuk memanfaatkan dan memelihara
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Menurut FAO pengelolaan perikanan adalah
proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat
perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya,
perumusan dan pelaksanaan. Adapun tujuan pengelolaan perikanan meliputi :
1. Mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan dan kelanjutan kegiatan produksi
2. Meningkat kesejahteraan ekonomi dan sosial nelayan
3. Menjamin upaya pemenuhan kebtuhan masyarakat dan industri sumber makanan.
Dalam praktek pelaksanaan pengelolaan pihak pengelola harus dapat menentukan pilihan
terbaik mengenai : tingkat perkembangan perikanan yang diijinkan, tingkat pemanfaatan,
ukuran ikan yang boleh ditangkap, lokasi penangkapan yang dapat dimanfaatkan, bagaimana
mengatur alokasi keuangan untuk menyusun aturan/regulasi pengelolaan, penegakan hukum
(law inforcement), pengembangan produksi, dsb.
Tujuan pengelolaan dibedakan atas 4 macam yaitu aspek biologi (jumlah tangkapan
optimum), ekonomi (tingkat pendapatan), soasial (sumber mata pencaharian) dan rekreasi
(pemancingan komersial, hiburan dan pariwisata). Pengelolaan sumberdaya perikanan terdiri
atas tiga bagian yaitu
a. Pemerintah (Command and Control)
b. Community Based Management (CBM)
c. Co-management

1. Model Command and Control merupakan model konvensional


Artinya pemerintah yang memegang seluruh kendali pengelolaan sumberdaya perikanan
(pengelolaan secara sentralistik). Model pengelolaan ini tidak memberikan kesempatan bagi
nelayan atau pelaku usaha perikanan tidak diberi kesempatan dalam mengelolaa sumberdaya
perikanan.Pengelolaan oleh pemerintah didasarkan pada tiga fungsi : fungsi alokasi, distribusi
dan stabilisasi.
Fungsi alokasi melalui regulasi.Fungsi distribusi merupakan upaya untuk mewujudkan keadilan
dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dibebankan pada setiap orang atau
kelompok. Fungsi keadilan(stabilisasi) dilakukan dalam bentuk keberpihakan pada yang
posisinya lemah
Kelemahan dari pengelolaan sumberdaya yang berpusat pada pemerintah
1. Kelemahan pemerintah dalam menegakkan aturan
2. Kesulitan dalam penegakan hukum
3. Ketidaksesuaian antara aturan yang dibuat dan kenyataan di lapangan
4. Muncul berbagai aturan yang saling bertentangan
5. Tingginya biaya transaksi
6. Banyaknya wewenang yang tersebar dibanyak instansi
7. Ketidakaturan data untuk mengambil keputusan
8. Kegagalan dalam merumuskan keputusan manajemen

2. Community Based Management/CBM (Pengelolaan Berbasis Masyarakat)


Pengelolaan Berbasis Masyarakat (CBM) merupakan pengelolaan sumberdaya perikanan
yang dilakukan sepenuhnya oleh nelayan atau pelaku usaha perikanan melalui organisasi yang
sifatnya informal. Contoh : Sistem Sasi di Maluku; Awig-Awig di Lombok
Kelebihan Model CBM sebagai berikut :
1. Tingginya rasa kepemilikan terhadap sumberdaya
2. Aturan-aturan yang dibuat realistis secara sosial dan ekologi, sehingga dapat diterima
dan dijalankan masyarakat
3. Rendahnya biaya transaksi dalam pengelolaan sumberdaya karena dilakukan oleh
masyarakat sendiri seperti kegiatan pengawasan
Kelemahan Model CBM sebagai berikut :
1. Tidak mampu mengatasi masalah interkomunitas
2. Bersifat lokal
3. Sulit mencapai skala ekonomi karena bersifat lokal dan hanya dianut suatu masyarakat
4. Tingginya biaya institusionalisasi utnuk proses edukasi, penyadaran dan sosialisasi
kepada masyarakat

3. Model Co-Management
Co-Management adalah pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan
wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan
Dalam model ini pemerintah dan masyarakat turut bertanggung jawab dalam seluruh tahapan
pengelolaan sumberdaya perikanan. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat adalah mitra
sejajar.
Co-management perikanan terdiri dari beberapa bentuk pola kemitraan serta derajat
pembagian wewenang dan tanggung jawab antara masyarakat dan pemerintah. Hirarki dimulai
dari 1. pemerintah hanya berkonsultasi dengan masyarakat nelayan sebelum suatu peraturan
pengelolaan sumberdaya perikanan dirumuskan dan dijalankan. 2. Nelayan merancang,
mengimplementasi, dan menegakkan hukum dan aturan dengan dibantu oleh pemerintah.
Variasi Co-management antara lain :
1. Peranan pemerintah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan
2. Bentuk tugas dan fungsi manajemen
3. Tahap proses manajemen ketika kerjasama pengelolaan terwujud.

Daftar Pustka

Dahuri, R; J. Rais, SP, Ginting dan MJ, Sitepu, 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu. PT Pratnya Pratama, Jakarta. Halaman : 80 – 82.

Nikijuluw,V. 2002. Rezim Pengelolaan Perikanan. Penerbit P3R dan Casindo Jakarta

BAB VIII. PELUANG BISNIS

8.1 . Potensi Sumberdaya Wilpes Dan Laut Sebagai Peluang Bisnis

Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia sesungguhnya


memiliki potensi pembangunan ekonomi dalam bidang kelautan yang cukup besar. Dahuri
(2008), potensi perikanan dan kelautan tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori.

1. Sumberdaya dapat pulih


Sumber dapat pulih terdiri dari sumberdaya perikanan tangkap, budidaya pantai
(tambak), budidaya laut, dan bioteknologi kelautan. Perairan Indonesia memiliki potensi
lestari ikan laut terdiri dari ikan pelagis besar , ikan pelagis kecil , ikan demersal , ikan
karang konsumsi, udang peneid, lobster , dan cumi-cumi.
Pengembangan budidaya, baik budidaya pantai maupun budidaya laut. Dengan kondisi
pantai yang landai, kawasan pesisir Indonesia memiliki potensi budidaya pantai
(tambak) seperti budidaya ikan bandeng dan udang windu. Sementara itu, potensi
pengembangan budidaya laut untuk berbagai jenis ikan (kerapu, kakap, beronang, dan
lain-lain), kerang-kerangan dan rumput laut.
Potensi sumberdaya hayati (perikanan) laut lainnya yang dapat dikembangkan adalah
ekstrasi senyawa-senyawa bioaktif ( natural products), seperti squalence, omega-3,
phycocolloids, biopolymers, dan sebagainya dari microalgae (fitoplankton), macroalgae
(rumput laut), mikroorganisme, dan invertebrata untuk keperluan industri makanan
sehat (healthy food), farmasi, kosmetik, dan industri berbasis bioteknologi lainnya.
2. Sumberdaya tidak dapat pulih
Sumberdaya kelautan tidak dapat pulih seperti minyak dan gas bumi, bauksit, timah,
bijih besi, dan bahan tambang serta mineral lainnya. Menurut Deputi Bidang
Pengembangan Kekayaan Alam, BPPT dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam
alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40
cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian,
sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi
menghasilkan 106,2 milyar barel setara minyak, namun baru 16,7 milyar barel yang
diketahui dengan pasti, 7,5 milyar barel diantaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan
sisanya sebesar 89,5 milyar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan
minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 milyar barel terkandung di lepas
pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 milyar barel terdapat di laut dalam.
3. Jasa-jasa Lingkungan
Energi Kelautan merupakan energi non-konvensional dan termasuk sumberdaya
kelautan non hayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan
di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Jenis energi kelautan yang berpeluang
dikembangkan adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), energi kinetik dari
gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas.
Pengembangan pariwisata. Upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek dan
daya tarik wisata bahari yang terdapat di seluruh pesisir dan lautan Indonesia, terwujud
dalam bentuk kekayaan alam yang indah (pantai), keragaman flora dan fauna seperti
terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias.
Potensi pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia paling tidak terdapat
di dua lokasi, yaitu Bagan Siapi-Api dan Merauke.
Potensi jasa lingkungan kelautan lainnya yang masih memerlukan sentuhan
pendayagunaan secara profesional agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal
adalah jasa transportasi laut (perhubungan laut).

8.2 Jenis-jenis Usaha Bisnis Perikanan


Usaha perikanan mencakup setiap usaha perseorangan atupun badan hukum dalam
menangkap ataupun membudidayakan ikan demi menciptakan nilai tambah ekonomi bagi para
pelaku usaha. 3 Jenis bisnis atau usaha perikanan meliputi :

1. Usaha Perikanan Tangkap


Bisnis atau bidang usaha perikanan tangkap merupakan sebuah kegiatan bisnis yang
berfokus pada produksi ikan melalui cara penangkapan ikan yang berasal dari sungai,
danau, muara sungai, waduk dan rawa (perairan darat) atau lantai dan laut lepas
(perairan laut).

Contoh : usaha perikanan tangkap ikan sardin, ikan tuna, ikan bawal laut dan lain
sebagainya yang menggunakan peralatan penangkapan ikan serta perahu sebagai
media transportasi.

2. Usaha Perikanan Budidaya/Akuakultur


Bidang usaha perikanan budidaya/akuakultur merupakan sebuah kegiatan usaha dengan
tujuan guna memproduksi ikan di dalam sebuah wadah atau tempat pemeliharaan.
Contoh : usaha perikanan budidaya meliputi budidaya ikan lele, budidaya ikan nila,
budidaya ikan gurami, budidaya ikan patin, budidaya ikan hias serta budidaya laut (ikan,
mutiara, teripang, rumput laut, dll).

3. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan


Usaha perikanan pengolahan merupakan usaha perikanan dengan tujuan utama
meningkatkan nilai tambah yang sudah dimiliki oleh sebuah produk perikanan (berasal
dari usaha perikanan budidaya/akuakultur maupun usaha perikanan tangkap).
Contoh : pembuatan nugget berbahan dasar ikan, pengolahan kerupuk ikan, pembuatan
bakso ikan, abon ikan, dan lain-lain.

8.3 Promosi Potensi Dalam Pengembangan Bisnis

Dahuri dalam Sanjaya (2015), 10 sektor ekonomi kelautan yang memiliki prospek bisnis
cerah untuk dikembangkan dan berpotensi untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia
antara lain :

(1) Perikanan tangkap,

(2) Perikanan budidaya

(3) Industri pengolahan hasil perikanan


(4) Industri bioteknologi. Contoh : industri bioproses yang memanfaatkan organisme untuk
menghasilkan berbagai produk dan jasa seperti bioenergi dari rumput laut dan mikroalga,
(2) industri budidaya organisme perairan dan turunannya, seperti budidaya rumput laut
untuk bahan obat dan kosmetik, (3) industri pengujian bahan-bahan berbahaya pada
produk seafood melalui metode bioteknologi untuk meningkatkan keamanan dan daya
saing ekspor

(5) Pertambangan dan energi,

(6) Pariwisata bahari, (7) transportasi laut,

(8) Industri dan jasa maritim. Contoh :industri pembuatan galangan kapal, mesin, peralatan
kapal, industri alat untuk menangkap ikan (seperti jaring, pancing, fish finders, tali
tambang, dan sebagainya), industri kincir air tambak, pompa air, offshore engineering,
coastal engineering, kabel bawah laut danfiber optics,

(9) Pembangunan pulau-pulau kecil seperti perikanan dan pariwisata ,

(10) Sumberdaya non-konvensional (non-conventional resources). Contoh : industri air laut


dalam, gas hidrat, air tawar di bawah dasar laut, energi gelombang, energi pasang
surut,current energy, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), sumber daya laut dalam,
mineral dan pertambangan, perikanan laut dalam.

8.4 Peluang Bisnis Yang Cocok Untuk Daerah Pesisir Pantai


1. Usaha Kecil Rumahan Industri Pengolahan Ikan
Jika ikan yang banyak tersebut diolah lagi menjadi beberapa jenis makanan lain, tentu ikan
tersebut menjadi lebih bernilai lagi dan harga jualnya bisa lebih mahal. Untuk pengolahan
ikan kita tidak perlu yang muluk-muluk seperti pengolahan ikan menjadi makan ikan yang
dikaleng .
Produk olahan ikan biasanya akan laku dipasaran karena bisa dijadikan camilan atau
makanan ringan, oleh-oleh, ciri khas suatu wilayah pantai, dan juga untuk konsumsi
sebagai lauk pauk
2. Peluang Usaha Penyaluran atau Pendistribusian Ikan
Ikan yang ditangkap nelayan nanti akan dibeli dan akan dibawa kedaerah lain untuk dijual.
Bisnis ini bagus, hanya saja rawan terjadi tindak kejahatan yang merugikan nelayan.
Tindak kejahatan tersebut berupa pendistribusi atau bandar (pengumpul) membeli ikan
dengan harga yang sangat murah dan terkadang malah merugikan nelayan
3. Bisnis budidaya dan pengolahan rumput laut
4. Peluang Usaha Aksesoris dari Cangkang Hewan Laut
5. Peluang Usaha Pendistribusian dan Pengolahan Kelapa
Pohon kelapa sering dijumpai diwilayah pantai, k memiliki banyak manfaat mulai dari
batang, daun, buah, cangkang, serabut kelapa dan juga air bisa kita manfaat sebagai
peluang bisnis.
6. Peluang Usaha Budidaya Mutiara
Mutiara merupakan salah satu hasil laut yang memiliki nilai yang tinggi dan harganya
mahal. Mutiara sering dijadikan perhiasan dihasilkan oleh kerang mutiara yang bisa
dibudidayakan.
7. Bisnis dan Peluang Usaha Home Stay, Wisma atau Penginapan
8. Peluang Usaha di Wilayah Pantai Wisata
Pantai wisata merupakan tempat yang banyak memiliki peluang bisnis. Di pantai wisata kita
bisa membuka berbagai macam kegiatan bisnis seperti Perhotelan, penginapan, wisma dan
home stay, Restoran, rumah makan, warung atau kedai makan, Wisata air seperti
menyelam, berenang, wisata penyu, dan lain-lain.
Oleh-oleh pantai wisata, Penyewaaan peralatan wisata air seperti perahu, peralatan
menyelam, berenang dan banyak lagi

Anda mungkin juga menyukai