Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH

MAKALAH
PT143 ILMU TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK PERAH

MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH

Dosen Pengampu :
Dr.Ir. Arif,MS

Anggota Tim :

Sadri :1410621022
Fajri Maulana :1410621025

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Manajemen suatu peternakan sapi perah penting untuk diketahui oleh orang-orang
yang berkecimpung dalam dunia peternakan khususnya peternakan sapi perah. Manajemen
sebagai pedoman agar tidak terjadi kerugian baik secara materi maupun kerugian secara
genetik dan agar terciptanya sebuah usaha peternakan yang efektif dan efisien. Susu sebagai
hasil utama dari ternak perah khususnya sapi perah dihasilkan melalui suatu peternakan sapi
perah. Kualitas dan kuantitas serta kontinuitas produksi susu dari suatu perusahaan
peternakan sapi perah sangat penting untuk menjamin kelangsungan produksi dari peternakan
sapi perah. Dalam menjaga kelangsungan produksi susu yang stabil dan tidak terjadi
kesalahan manajemen yang mengakibatkan keadaan sapi tidak sesuai kriteria produksi atau
laktasi.
Tatalaksana pemeliharaan, merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah . Tatalaksana
pemeliharaan pedet sejak lahir sampai disapih men_jadi sangat penting dalam upaya
menyediakan bakalan balk sebagai pengganti induk mapun untuk digemukan sebagai ternak
pedaging . Penerapan tatalaksana pemeliharaan perlu dilakukan sedini mungkin atau sejak
pedet baru lahir, mengingat 25-30% dari pedet yang lahir akan mengalami kematian pada
periode 4 bulan pertama (SIREGAR,1992) .
Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan karena susu adalah produk utama dari sapi perah, dan jika tidak ditangani dengan
baik, maka kualitas susu yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Susu sebagai bahan yang kaya dengan kandungan nutrisi menyebabkan mikroba
akan mudah berkembang biak pada susu, demikian juga berbagai pencemer lainnya berupa
material fisik dari lingkungan sekitar, dan juga susu sangat mudah menyerap bau yang ada.
Berdasarkan hal ini, maka dibutuhkan penangan khusus sebelum, ketika, dan setelah proses
pemerahan ternak, demikian juga susu yang dihasilkan, harus segera ditangani dengan baik
dan benar, tentu tujuan utamanya adalah untuk menghindari kerusakan pada produk susu
yang telah diperah.
Pemerahan pada umumnya masih tradisional atau manual yaitu masih menggunakan
tangan dan jari-jari tangan manusia, sedangkan pemerahan secara mekanik masih jarang
dijumpai, hal ini karena masih rendahnya pemilikan sapi perah yaitu antara 2-5 ekor per
peternak. Begitu pula dalam penggunaan peralatan masih secara tradisional.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui dan menpelajari cara serta teknik pemerahan susu agar pada proses
pemerahan tidak terjadinya pencemaran terhadap susu serta kualitas susu terjamin.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Sistem Pemeliharaan sapi pedet


2.1.1. Persiapan kandang menjelang kelahiran
Dilakukan dengan membersihkan kandang induk kemudian dilengkapi dengan alas
kandang dari jerami padi . Kandang pedet dibagi atas dua yaitu :

1. Kandang Individu
Kandang yang dipergunakan untuk satu ekor anak sapi. Kandang ini dipergunakan sejak
anak sapi dipisahkan dari induknya sampai anak sapi berumur 8-10 minggu. Dengan
menggunakan sistem kandang ini anak sapi tidak saling berhubungan satu dengan lainnya,
hal ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah menularnya penyakit apabila salah
satu anak sapi tersebut menderita suatu penyakit.
2. Kandang Kelompok
Kandang untuk anak sapi yang lebih dari satu ekor. Banyaknya anak sapi tergantung dari
besarnya kandang, tetapi berdasarkan A. Coletti (1966) bahwa kandang kelompok diisi 6 -
10 ekor dan kandang ini dipergunakan untuk anak-anak sapi yang tidak lagi mendapatkan
air susu (diberikan air susu). Kandang dilengkapi dengan tempat makanan / konsentrat dan
bak makanan ini harus cukup untuk semua anak sapi apabila makan pada saat yang sama.
3. Kandang mudah dibongkar atau dipasang
Kandang ini sebenarnya sama dengan kandang, hanya kandang ini di rancang sehingga
dapat/mudah dibongkar/ dipasang dan dipindahkan. Dapat dibuat dari kayu, ram kawat atau
jeruji besi. Kandang ini biasanya ditempatkan di padang rumput yang terbuka dan bersih.
Halaman kandang anak sapi harus bebas dari parasit-parasit, terutanna cacing, lalat, dan
serangga lainnya.

2.1.2. Perawatan saat kelahiran


Perawatan terhadap pedet yang baru lahir dilakukan dengan membersihkan lendir pada
hidung, mulut, dan lendir yang ada diseluruh tubuhnya karena cairan yang menutupi hidung
akan mengganggu pernafasan anak sapi . Selanjutnya pedet dimasukan kedalam kandang
anak yang sudah diberi alas jerami padi/kain kering yang tidak menimbulkan becek/basah
Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan pemotongan terhadap tali pusar. Tali pusar
yang masih menggantung kemudian dicelupkan pada larutan yodium tinctuur . Pencelupan
tali pusar kedalam larutan yodium dilakukan setiap hari sampai tali pusar kering.

2.1.3.Pemberian Kolostrum
Kolostrum diperoleh dengan cara memerah induk yang telah dibersihkan ambingnya .
Kolostrum diberikan pada anak sapi dengan menggunakan dot bayi sebanyak 3 liter/ekor/hari
. Kolostrum diberikan 2 kali sehari yaitu pagi pukul 08 :00 dan slang pukul 14 :00.
Selanjutnya kolostrum diberikan setiap hari secara berturut-turut dengan jumlah dan jadwal
yang sama selama 4 hari sampai kolostrum habis. Pedet tidak memiliki antibodi (kekebalan
tubuh) sebelum memperoleh kolostrum dari induknya. Untuk itu I jam setelah lahir pedet
diberi kolostrum dari induknya. Apabila tidak diperoleh kolostrum dapat dibuat secara buatan
sebagai pengganti kolostrum (SUDONO, 1989).
2.1.4. Pemberian susu
Pemberian susu terhadap pedet dilakukan dengan cara memerah induk setiap hari
kemudian pedet dilatih untuk meminumnya melalui ember. Susu diberikan 2 kali sehari yaitu
pagi hari sekitar pkl. 08:00 dan slang hari sekitar pkl. 14:00. Jumlah pemberian setiap ekor
pedet setiap hari masing-masing sebanyak 3 It, 4 It dan 3 It secara berturut-turut mulai umur
5-30 hari, 31-60 hari, dan 61-90 hari. Setelah kolostrum habis diperah dilanjutkan dengan
pemberian susu sampai disapih. Susu merupakan makanan utama bagi pedet. Kelangsungan
hidup dan pertumbuhannya ditentukan oleh kecukupan pedet memperoleh susu. Oleh karena
itu pemberian susu bagi pedet perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik.

2.1.5. Pemberian konsentrat


Anak diajarkan makan konsentrat setiap hari dengan pemberian sebanyak 0,5- 1 kg pada
mulai umur 60-90 hari. Pedet dilatih memakan konsentrat dengan menempelkan konsentrat
pada mulut pedet. Pengenalan dan pemberian konsentrat perlu dilakukan sedini mungkin
karena pada umur 2,5-3 bulan rumen dan reticulum pedet sudah sudah berkembang yang
volumenya mencapai 70%. Sebaliknya volume abomasum dan omasum menyusut kecil
mencapai 30% dari seluruh lambung. Setelah pedet bekembang menjadi dewasa volume
rumen menjadi 80%, reticulum 5%, omasum 8% dan abomasum 7%. (AAK, 1995).

2.1.6. Pemberian hijauan


Mulai umur 3 minggu pedet diajarkan makan rumput. Pemberian rumput dilakukan
setiap hari dengan jumlah pemberian masing-masing sebanyak 0,25 kg/ekor, 0,5 kg/ekor dan
I kg/ekor secara berturut-turut mulai umur 21-30 hari, 31-60 hari dan 61- 90 hari. Rumput
yang diberikan pada pedet dipilih yang masih muda dan kemudian dipotong-potong dengan
golok atau mesin chopper sehinga mudah dicerna oleh anak sapi. Sebagaimana konsentrat
rumput (hijauan) perlu dikenalkan dan diberikan sedini mungkin. Pemberian rumput yang
dimulai pada umur I minggu dapat merangsang perkembangan rumen yang sangat
mendukung pertumbuhan selanjutnya (Hidayati, 1995)

2.1.7. Penyapihan
Dua puluh hari menjelang penyapihan, pemberian susu dikurangi sedikit demi sedikit
sampai tidak diberi susu, sebaliknya pemberian konsentrat dan hijauan ditingkatkan sampai
saat disapih, sehingga terbiasa dan tidak mengalami stres herat . Setelah berumur 90 hari
pedet dipisah dari pemberian susu untuk teals dipelihara atau dibesarkan sebagai pengganti
induk atau untuk digemukkan sebagai ternak pedaging. Dengan melakukan penyapihan hiaya
pembesaran pedet menjadi lebih hemat dan volume susu yang dijual dapat ditingkatkan .

2.2. Sisitem pemeliharaan sapi dara


2.1.1. Perkandangan
Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman bagi sapi
dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tatalaksana. Oleh karena itu, konstruksi,
bentuk, macam kandang harus dilengkapi dengan ventilasi yang sempurna, dinding, atap,
lantai, tempat pakan, tempat minum, drainase, dan bak penampungan kotoran yang baik pula.
Tanpa kandang, peternak sangat sulit untuk melakukan kontrol, pemberian pakan,
pengawasan, pemerahan, dan pengumpulan kotoran.

Macam Kandang Sapi Dara yaitu :


1. Kandang tunggal
Kandang tunggal atau individu adalah kandang yang hanya terdiri satu ruangan atau
bangunan dan didesain hanya digunakan untuk memelihara ternak satu ekor.
Kandang koloni
2. Kandang koloni adalah kandang yang hanya terdiri dari satu bangunan atau satu
ruangan, tetapi digunakan untuk memelihara ternak secara berkelompok atau bersama-sama,
biasanya pada kandang ini terdiri dari 2 macam yaitu : kandang face to face dan tail to tail.

2.2.2. Pemberian pakan dan minum


Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan, lamtoro, rumput gajah, rumput
benggala atau rumput raja, daun dan batang jagung,) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan
diberikan dua kali per hari pada pagi dan sore hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dara
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-
2% dari BB. .

2.2.3. Program perkawinan


Pada sapi dara untuk pertama kali harus diperhatikan dewasa tubuh dan kelaminnya
karena ini berkaitan dengan kebuntingan sapi, partus( kelahiran ), umur sapi dara pada
umumnya pertama kali dikawinkan dengan 13 bulan – 15 bulan. Perkawinannya
dilaksanakan dengan cara inseminasi buatan (IB). Untuk setiap jenis sapi memiliki berat
standar yang berbeda. Sapi dara rata-rata di kawinkan pertama kali di bobot badan 300 kg.

2.2.4.Penanganan kesehatan
Penganan kesehatan yang dilakukan pada sapi dara hampir sama dengan sapi
laktasi yaitu :
1. Memandikan sapi
Sapi sebaiknya dimandikan sekali sehari, untuk mengurangi resiko adanya bibit penyakit
yang timbul dan menyebabkan penularan penyakit.
2. Pemotongan kuku
Pemotongan kuku dilakukan 6 bulan sekali. Pemotongan kuku ini bertujuan agar
keseimbangan kaki dan kesehatan sapi tidak terganggu.
3. Pemberian obat cacing
Pemberian obat cacing dapat dilakukan 6 bulan sekali. Hal ini untuk memastikan ternak
sapi tidak terjangkit penyakit cacingan( nematoda,cestoda ). Penyakit cacingan
mengakibatkan nutrisi yang seharusnya untuk sapi tidak terserap seluruhnya.

2.3. Sistem pemeliharaan sapi laktasi


2.3.1 Pakan Sapi Perah
Ransum induk laktasi pada dasarnya terdiri dari hijauan (leguminosa maupun rumput-
rumputan dalam keadaan segar atau kering) dan konsentrat yang tinggi kualitas dan
palatabilitasnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum sapi adalah
ransum cukup mengandung protein dan lemak, perlu di perhatikan sifat supplementary
effect dari bahan pakan ternak, dan ransum tersusun dari bahan pakan yang dibutuhkan ternak
(Akoso, 1996).
Bahan pakan ternak sapi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni pakan
hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan (Girisonta, 1995).
Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman atau
tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang batang, ranting, dan bunga. Kelompok jenis pakan
hijauan adalah rumput, legume dan tumbuhtumbuhan lain, yang dapat diberikan dalam
bentuk segar dan kering (Kusnadi dkk, 1983).
Hijauan segar adalah pakan hijauan yang diberikan dalam keadaan segar, dapat berupa
rumput segar ,batang jagung muda, kacang-kacangan dan lain-lain yang masih segar (Sitorus,
1983).
Hijauan kering adalah pakan yang berasal dari hijauan yang dikeringkan misalnya jerami
dan hay (Anonimus, 1996). Pakan hijauan untuk induk laktasi dapat diberikan dalam bentuk
kering(hay) maupun dalam bentuk basah atau hijauan segar (dalam bentuk silage).
Pembuatan “hay” biasanya berupa hijauan berbentuk tegak yang dikeringkan, sedangkan
pembuatan “silage” di daerah tropis masih sulit dilakukan karena banyak hijauan yang sudah
tua dan sukar mengeluarkan udara dari dalam silo sehingga bersifat anaerob yang dibutuhkan
kurang sempurna (Zainuddin, 1982).
Pakan konsentrat adalah bahan pakan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan
serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan dapat berupa dedak atau bekatul,
bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon atau gaplek dan lain-lain. Pada umumnya
peternak menyajikan pakan konsentrat ini masih sangat sederhana, yakni hanya membuat
susunan pakan/ ransum yang terdiri dari dua bahan saja, dan bahkan ada yang hanya satu
macam bahan saja (Sudono, 1983).Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin
dan mineral. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif dan
hidupnya berada dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah
vitamin A, vitamin C, vitamin D dan vitamin E, sedangkan mineral sebagai bahan pakan
tambahan dibutuhkan untuk berpropuksi, terutama kalsium dan posfor (Sutardi, 1984).
Ukuran pemberian pakan untuk mencapai koefisien cerna tinggi dicapaidengan perbandingan
BK hijauan : konsentrat = 60% : 40.
2.3.2. Cara pembuatan Hay dan Silase
Hay adalah tanaman hijauan yang di awetkan dengan cara di keringkan dibawah sinar
matahari kemudian di simpan dalam bentuk kering dengan kadar air 12%-30%, warna tetap
hijau dan berbau enak.Prinsip pembuatan hay adalah menurunkan kadar air hijauan secara
bertahap tetapi berlangsung secara cepat. Tujuan menurunkan kadar air adalah agar sel-sel
hijauan tersebut cepat mati dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian
tidak terjadi proses kimia baik berupa respirasi maupun fermentasi yang dapat menghasilkan
panas. Pada hijauan, keadaan ini akan dicapai pada bahan kering 80-85%. Panas yang dipakai
berasal dari sinar matahari, dengan demikian proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca.
Kelebihan Hay
a) Menghemat biaya peralatan
b) Lebih cepat prosesnya
c) Dapat dikontrol kerusakan fisiknya, karena mudah terlihat
d) Ternak tidak perlu penyesuaian cara makannya, seperti pada silase

Kelemahan
a) Sangat tergantung cuaca

Metode Pembuatan Hay


Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:
a.Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan
yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di
balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 –
30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).
b.Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang
telah dijemur selama 1 – 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen
saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal),
sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur.

Langkah Pembuatan Hay


a) Alat
- Sabit rumput/gunakan mesin pemanen rumput
- Pelataran untuk menjemur rumput dan rak untuk menghamparkan rumput yang akan
dikeringkan
- Alat pengukur kandungan air hay (Delmhorst digital hay meter andbale sensor)
- Gudang untuk menyimpan hay.
- Tali untuk mengikat hay yang sudah kering.

b) Bahan
- Rumput yang berbatang halus sehingga mudah dikeringkan.

c) Cara Kerja
- Sabit rumput dikebun rumput

- Lakukan penimbangan berat rumput.

- Bila dilakukan pengeringan dengan sinar matahari kerjakan dilantai jemur, jika lantai jemur
menggunakan para-para yang mendatar maupun yang miring, hijauan hendaknya dibalik tiap
2 jam. Lama pengeringan tergantung tercapainya kandungan air antara12-20 %.

- Bila memakai ‘dryer’, hijauan dimasukkan ke pengering. Lakukan pemotongan dengan


panjang yang memadai dengan mesin pengering tersebut. Gunakan suhu pengering 100-250
_C, hentikan bila kandungan air sudah mencapai 12-20 %.

- Lakukan pengukuran kandungan air hay dengan menggunakan alat pengukur kandungan air
(Delmhorst digital hay meter and bale sensor).
- Ukur suhu gudang tempat penyimpanan hay.

d) Penyimpanan Hay
- Hay harus di simpan di tempat yang kering, terlidung dari air hujan, sebaiknya jangan di
letakan di atas tanah, karena tanah bersifat lembab.

Adapun Kriteria Hay yang Baik :


- Berwarna tetap hijau meskipun ada yang berwarna kekuningkuningan
- Daun yang rusak tidak banyak, bentuk hijauan masih tetap utuh dan jelas, tidak terlalu kering
sebab akan mudah patah
- Tidak kotor dan tidak berjamur.
- Mohon di ingat Alat Pengukur Parameter keberhasilan pembuatan hay yang terbaik adalah
Ternak yang akan memakannya.

2. SILASE
Silase adalah hijauan makanan ternak ataupun limbah pertanian yang diawetkan dalam
keadaan segar (dengan kandungan air 60-70 %) melalui proses fermentasi dalam silo. Silo
dapat dibuat diatas tanah yang bahannya berasal dari: tanah, beton, baja, anyaman bambu,
tong plastik, drum bekas dan lain sebagainya. Didalam silo tersebut tersebut akan terjadi
beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana bakteri asam laktat akan
mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses
fermentasi.

Tujuan Pembuatan Silase


Tujuan utama pembuatan silage adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan
nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan
dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak.
Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.

Pembuatan Silase
- Alat
a) Silo
Alat yang akan dipakai untuk melakukan proses fermentasi, pengawetan hijauan, dan
penyiapan. Sebaiknya dengan kapasistas untuk 50 kg hijauan yang telah dicacah.
b) Mesin pencacah (Chopper) atau golok dan talenan
Untuk mencacah hijauan yang akan dibuat silase
c) Plastik atau bahan lain yang tidak tembus rembesan air sebagai pelapis pada dinding dan
penutup silo
d) Ban bekas/bahan-bahan yang digunakan sebagai pemberat.

- Bahan
a) Hijauan makanan ternak (bahan yang telah dipanen) yang akan diawetkan dengan dibuat
silase.
b) Bahan pengawet (additif) yang dipilih dari salah satu yang tersebut di atas.

- Langkah Kerja Pembuatan Silase


a) Hijauan makanan ternak (rumput maupun limbah pertanian), dilayukan dengan cara
diangin-anginkan kurang lebih semalaman, kemudian dicacah dengan panjang potongan 2-5
cm atau dilakukan dengan mesin pencacah (chopper).
b) Bila tidak dicampur dengan bahan pengawet/ additif, hijauan yang telah dicacah dapat
langsung di masukkan ke dalam silo. Jika diberi pengawet/additif, penambahannya dilakukan
dengan cara menaburkan secara merata selapis demi selapis untuk hijauan dengan ketebalan
10 cm, kemudian diaduk sampai rata.
c) Hijauan yang telah dicampur dengan additif atau pengawet, ditekan kuat-kuat dalam silo
(bak silo/kantung plastik), dipadatkan dengan jalan diinjak-injak sehingga tidak ada lagi
udara yang tersisa (hampa udara). Silo diisi padat atau nya.
d) Silo dapat dibongkar sesudah proses fermentasi selesai (30 hari).

Kualitas Silase yang Baik


- pH sekitar 4
- Kandungan air 60-70%
- Bau segar dan bukan berbau busuk
- Warna hijau masih jelas
- Tidak berlendir
- Tidak berbau mentega tengik

2.3.2 Perkandangan
Luas minimum per ekor untuk kandang sapi dara/dewasa adalah untuk umur 6-12
bulan 2,7 m2, umur 13-18 bulan 3,7 m2 dan untuk umur 19-24 4,7 m2 (Coletti, 1966).
Ada tiga tipe yang bisa digunakan pada kandang konvensional dengan ukuran yang berbeda
tergantung pada bangsa sapi yang dipelihara. Tipe-tipe tersebut adalah:
1. Stanchion Stalls ( Ieher sapi dimasukkan kedalam jeruji)
Pada sistem ini sapi-sapi Iehernya dimasukkan ke dalam jeruji, terbuat dari pipa besi
atau kayu yang kuat. Sistem ini dapat dibuat untuk keseluruhan sapi-sapi atau dibuat untuk
tiap ekor sapi. Sistem ini sapi-sapi kurang dapat bergerak bebas, tetapi mendapatkan
keuntungan kebersihan dari sapi-sapi tersebut.

2. Tie Stalls (tipe kandang dimana leher sapi diikat dengan rantai pada pipa besi)
Tipe kandang di mana sapi-sapi diikat Iehernya dengan rantai besi atau tali yang kuat dan
ditambatkan pada pipa besi yang dibuat khusus pada bagian dalam bak makanan.
3. Comfort Stalls (sapi-sapi dibariskan sampai batas maksimal sepanjang kandang).
Pada sistem ini di mana sapi-sapi dibariskan sampai batas maksimal sepanjang kandang
tersebut. Sapi-sapi tidak diikat tetapi pada setiap kandang dibatasi besi yang dialirkan arus
listrik, sehingga apabila sapi tersebut akan bergerak ke kanan atau ke kiri badan sapi terkena
besi tersebut, akhirnya sapi akan terdiam.

4. Sistem Kandang Bebas (Long Housing System)


Pada sistem kandang ini semua sapi dilepas di dalam kandang yang luas sehingga sapi-
sapi dapat bergerak bebas dan berkeliaran sesukanya. Dengan menggunakan sistem kandang
ini memungkinkan biaya membuat kandang lebih murah dan untuk usaha peternakan yang
besar serta membutuhkan sedikit tenaga kerja.
2.3.3. Penyakit
Penyakit yang biasa menyerang sapi perah laktasi dan mempengaruhi produksi susu
adalahmastitis, brucellosis, dan milk fever. Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan
dengan cara sanitasi kandang, pengobatan, vaksinasi, menjaga kebersihan sapi, dan
lingkungan (Siregar, 1993).
Mastitis adalah penyakit pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci yang masuk melalui
puting dan kemudian berkembangbiak di dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena puting
yang habis diperah terbuka kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang
terkontaminasi bakteri (Djojowidagdo, 1982 ).
Brucellosis adalah penyakit keluron/ keguguran menular pada hewan yang disebakan
oleh bakteri Brucella abortus yang menyerang sapi, domba, kambing, babi, dan hewan ternak
lainnya.Brucellosis bersifat zoonosa artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke
manusia.
Penyakit milk fever disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) atau zat kapur dalam
darah(hypocalcamia) (Sudono et al, 2003). Milk fever menyerang sapi perah betina dalam 72
jam setelah melahirkan dengan tandatanda tubuhnya bergoyang kanan kiri saat berjalan
(sempoyongan), bila tidak cepat diobati sapi akan jatuh dan berbaring. Pengobatan dilakukan
dengan menyuntikkan 250 - 500 ml kalsium boroglukonat ke dalam pembuluh darah). Jika
dalam 8-12 jam tidak berdiri maka penyuntikkan dapat dilakukan lagi.

2.3.4. Masa kering kandang


Masa kering sapi perah mulai dilaksanakan kira-kira delapan minggu sebelum ternak
tersebut melahirkan. Pada kondisi ini ternak perlu mendapatkan perhatian yang ekstra agar
ternak tetap sehat sehingga untuk produksi yang akan datang menjadi lebih baik. Tujuan di
laksanakannya masa kering pada sapi ternak yang bunting ini adalah untuk mengembalikan
kondisi tubuh atau memberi istirahat sapi dan mengisi kembali kebutuhan vitamin serta
mineral dan menjamin pertumbuhan foetus di dalam kandang. Menurut Siregar dalam Adika
Putra (2009), masa kering sapi perah yang terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun.
Masa kering sapi perah secara normal adalah 80 hari dan pakan terus dijaga mutunya,
terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa kering kandang.

Proses Pengeringan Dengan Cara Pengaturan Pemerahan


Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1990) dalam proses pengeringan atau menuju masa
kering sapi perah dapat dilakukan dengan cara pengaturan pemerahan, proses pemerahan
tersebut dapat di lakukan dengan 3 cara yaitu sebagai berikut :

a. Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah
sekali sehari selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan hari berikutnya tidak
diperah. Kemudian induk diperah 3 hari sekali hingga akhirnya tidak diperah sama sekali.

b.Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali
pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu
diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dan hari berikutny a
bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah
sama sekali. Cara ini dilakukan pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi.

c.Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan dengan
tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan makanan
penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun dikurangi tinggal
seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif dan memperkecil gangguan kesehatan pada
ambing, bila kombinasikan dengan cara pemerahan berselang.

2.3. Sistim Pemerahan


Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan
bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga tahap
pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan (Syarief dan
Sumoprastowo, 1990).

2.3.1.Fase Persiapan
Sebelum pemerahan dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan
mengeringkannya, kuku tangan pemerah dipotong pendek agar tidak melukai puting
sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala kotoran, tempat dan
peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih (Muljana, 1985).

2.3.1.Pelaksanan Pemerahan Susu


Proses pemerahan yang baik harus dalam interval yang teratur, cepat, dikerjakan dengan
kelembutan, pemerahan dilakukan sampai tuntas,
tengan menggunakan prosedur sanitasi, serta efisien dalam
menggunaan tenaga kerja (Prihadi, 1996).
Berusaha memperoleh hasil air susu sebanyak-banyaknya, merupakan tugas yang pokok
dari keseluruhan pekerjaan bagi usaha ternak perah. Tugas kedua adalah menjaga agar sapi
tetap sehat dan ambing tidak rusak. Pelaksanaan pemerahan yang kurang baik, mudah sekali
menimbulkan kerusakan pada ambing dan puting karena infeksi mastitis, yang sangat
merugikan hasil susu.
Dengan menggunakan 2 teknik pemerahan yaitu teknik pemerahan menggunakan mesin
perah (teknologi) dan teknik pemerahan manual/ tangan.
. a. Menggunakan Mesin Perah
Sebelum sapi diperah, kandang dan sapi harus dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan air bersih. Yang lebih penting adalah bagian puting ambingnya. Karena jika
puting sapi yang akan diperah dalam keadaan masih kotor, maka mikroba yang menenempel
dapat terbawa dan menyebabkan terjadinya kontaminasi atau pencemaran bakteri. Dalam
waktu yang singkat, mikroba pada susu akan tumbuh dan berkembang lebih cepat dan nilai
kwalitas susu menjadi jelek dan dianggap susu rusak. Jika susu sudah dalam keadaan rusak
dan terkontaminasi bakteri, maka dampaknya pada konsumen yang meminumnya.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pemerahan menggunakan mesin perah


yaitu :
a) Sapi dan kandang dibersihkan dengan air
b) Ambing harus diperhatikan kebersihannya
c) Mesin perah disediakan
d) Listrik dinyalakan
e) Dengan hati-hati mesin penyedot (vacum leaner) ditempatkan satu-persatu pada bagian
putingnya
f) Ketika pemerahan sedang berjalan, berilah catatan (recording) pada setiap tabung yang sudah
terisi susu sesuai dengan nomor sapinya.
g) Setelah pemerahan selesai, maka alat-alat dibersihkan dan disimpan kembali pada tempat
yang tersedia
Kelebihan dan kekurangan
1. Kelebihan menggunakan mesin perah
a) Dengan menggunakan mesin perah, maka hasil pemerahan lebih
optimal. Karena pada saat pemerahan susu tidak tercecer kemana-mana
b) Waktu yang dibutuhkan lebih efisien dan relatif cepat
c) Pekerja tidak terlalu berat dalam memerah
d) Jika waktu pemerahan lebih cepat, maka dampak tercemarnya mikroba lebih kecil
2. Kekurangan
a) Biaya untuk membeli mesin terlalu mahal
b) Jika semua mesin dinyalakan maka listrik yang terpakai juga harus besar
Pelaksanan penanganan susu yang baik (Good Handling Practices) memerlukan peralatan
penanganan yang baik dan benar sesuai tempat tahapan penanganan susu dilakukan.
(Anonim, 2011)
Alat Yang Ada Dipemerahan Sapi Antara lain:
a. Ember Susu
Fungsi : Sebagai wadah penampungan susu yang diperah secara manual.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
b. Saringan Susu / Strainer
Fungsi : Benda-benda asing yang terikut air susu pada waktu pemerahan (rambut, sel
ephithel, kotoran lain), perlu disaring agar air susu benar-benar bersih.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
c. Milk Can
Fungsi : Sebagai alat untuk menampung dan menyimpan sementara susu hasil pemerahan,
untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC (Milk Collecting Center) maupun ke Industri
Pengolahan Susu yang jarak dan waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan.
Alat ini berbahan stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5,
10, 20, 30, 40, 50 liter.
Spesifikasi : SK Ditjen Peternakan No. 17/1983 tentang wadah susu
d. Mesin Pemerah Susu
Fungsi : Sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan
dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah kedalam penampung
melalui unit perah . Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu dengan
tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan lebih bersih dan higienis.
Selain itu juga jumlah sapi dan kapasitas pemerahan jauh lebih tinggi
Pada dasarnya semua mesin pemerah susu terdiri atas :
1. Pompa Vakum
2. Pulsator
3. Milk claw
4. Sedotan puting (Teat cup)
5. Wadah susu (Bucket)

Dikenal 3 (tiga) macam model mesin perah susu, yaitu :


1.Sistem Bangsal Pemerahan (Milking parlor system)
Pemerahan berlangsung di suatu bangsal atau ruang khusus yang disiapkan untuk
pemerahan.Di bangsal ini ditempatkan beberapa mesin perah.Setiap satu mesin melayani
seekor sapi.Sasu hasil pemerahan langsung ditampung di tangki pendingin (cooling unit)
sesudah melalui tabung pengukur produksi yang terdapat pada setiap mesin. Sapi yang akan
diperah digiring ke bangsal pemerah melalui suatu tempat (holding area) yang luasnya
terbatas dan sapi berdesakan. Di holding area sapi dibersihkan dengan sprayer dari segala
arah, selanjutnya sapi satu per satu masuk bangsal (milking parlor).
Sistem bangsal perah (milking parlor system) mempeunyai bentuk yang bermacam-macam,
antara lain:
a.Sistem sirip ikan tunggal atau ganda (single/double heringbone milking,parlor)
b.Sistem sirip ikan berbentuk wajik (heringbone diamond shaped polygon milking parlor}
c.Sistem komidi putar (rotary milking parlor)
2.Sistem ember (Bucket system)
Sistem ember adalah salah satu sistem pemerahan yang menggunakan mesin sebagai
pengganti tangan yang dapat dipindah-pindah dari tempat satu ke tempat lain. Sitem ini cocok
digunakan untuk petemak kecil.Susu hasil perahan dari sistem ini ditampung di ember yang
terdapat di setiap mesin. Setelah itu, susu hasil perahan setiap ekor sapi ditakar terlebih
dahulu, kemudian dituang di tangkipendingin.
Pemerahan dengan sisitem ini dapat diterapkan di Indonesia pada peternak sapi perah yang
jumlah sapi induk kurang dari 10 ekor atau pada peternak sapi perah rakyat yang kandangnya
berkelompok. Pemerahan dengan sistem ember ini perlu dirintis di Indonesia dengan harapan
dapat menekan kandungan kuman dalam susu.

3.Sistem Pipa (Pipe line system)


Pada sistem ini, pemerahan langsung juga berada di dalam kandang dimana sapi yang
akan diperah tetap terikat ditempatnya. Mesin perah dipindah dari sapi satu ke sapi
berikutnya. Sedang susu hasil pemerahan langsung dialirkan ke dalam tangki pendingin
melalui pipa tanpa berhubungan dengan udara luar.

b.Pemerahan dengan Tangan/Manual


Pemerahan dengan tangan ini menghendaki suatu pekerjaan yang teliti dan halus, sebab
kalau dilakukan dengan kasar akan buruk pengaruhnya terhadap banyaknya susu yang
dihasilkan. Sebelum melakukan pemerahan sususapi, ada beberapa hal yang harus disiapkan
oleh peternak, diantaranya :
cuci/bersihkan ambing sapi dengan air hangat,kandang sapi sudah dibersihkan, peralatan
yang akan digunakan berada dalam keadaan steril
Kegunaan pembersihan ambing dengan air hangat bertujuan untuk : merangsang keluarnya
air susu,mengurangi kemungkinan air susu terkontimanasi oleg bakteri ,mengurangi
munculnya mastitis (menurunkan produksi susu hingga 30 %.)
Suhu air yang digunakan untuk mencuci ambing sapi berada diantara 48 – 57 derajat celcius,
dan lebih baik jika air mengandung disenfektan.

2.3.3.Setelah fase pemerahan Ada 3 cara pemerahan dengan tangan yaitu :


1.Whole hand (tangan penuh)
Cara ini adalah yang terbaik, karena puting tidak akan menjadi panjang olehnya. Cara ini
dilakukan pada puting yang agak panjang sehingga dapat dipegang dangan penuh tangan.
Caranya tangan memegang puting dengan ibu jari dan telunjuk pada pangkalnya. Tekanan
dimulai dari atas puting diremas dengan ibu jari dan telunjuk, diikuti dengan jari tengah, jari
manis, dan kelingking, sehingga air dalam puting susu terdesak ke bawah dan memancar ke
luar. Setelah air susu itu keluar, sekluruh jari dikendorkan agar rongga puting terisi lagi
dengan air susu. Remasan diulangi lagi berkali-kali.
Jika ibu jari dan telunjuk kurang menutupi rongga puting, air susu tidak akan memancar
keluar, tetapi masuk lagi ke dalam ambing dan sapi akan kesakitan. Sedapat mungkin semua
pemerahan dilakukan dengan sepenuh tangan. Teknik ini dilakukan dengan cara
menggunakan kelima jari. Puting dipegang antara ibu dari dan keempat jari lainnya, lalu
ditekan dengan keempat jari tadi (Syarief dan Harianto, 2011).

2. Stripping (perah jepit)


Puting diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke
bawah sambil memijat. Dengan demikian air susu tertekan ke luar melalui lubang puting.
Pijatan dikendorkan lagi sambil menyodok ambing sedikit ke atas, agar air susu di dalam
cistern (rongga susu). Pijatan dan geseran ke bawah diulangi lagi. Cara ini dilakukan hanya
untuk pemerahan penghabisan dan untuk puting yang kecil atau pendek yang sukar
dikerjakan dengan cara lain.

3. Knevelen (perah pijit)


Cara ini sama dengan cara penuh tangan, tetapi dengan membengkokan ibu jari, cara ini
sering dilakukan jika pemerah merasa lelah.. Lama-kelamaan bungkul ibu jari menebal lunak
dan tidak menyakiti puting. Teknik ini hanya dilakukan pada sapi yang memiliki puting
pendek. (Syarief dan Harianto, 2011).

2.3.4.Pasca Pemerahan
Selesai diperah, ambing dilap menggunakan kain yang telah dibasahi
oleh desinfektan. Kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Setelah itu ,puting juga
dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik.
Semua peralatan yang digunakan untuk memerah juga harus dibersihkan, kemudian
dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat,
kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke dalam
susu (Syarief dan Harianto, 2011).
Sesudah pemerahan sebaiknya bagian puting dicelupkan dalam larutan desinfektan untuk
menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

2.3.5.Pengaturan Waktu Pemerahan


a)Musim
Sapi yang melahirkan di musim dingin atau musim gugur umumnya produksi susunya
lebih tinggi dibandingkan yang melahirkan di musim panas. Jadi pada cuaca yang panas
produksi susu sapi umumnya menurun.
Pada sapi yang digembalakan, umumnya produksi susunya menurun pada musim kemarau
dibandingkan pada musim hujan, ini hubungannya dengan ketersediaan hijauan makanan
ternak.

b) Frekuensi Pemerahan
Pada umumnya sapi diperah 2 kali sehari ialah pagi dan sore hari. Pemerahan yang
dilakukan lebih dari 2 kali sehari hanya dilakukan pada sapi yang dapat berproduksi susu
tinggi, misalnya pada sapi yang produksi susunya 20 liter per hari dapat diperah 3 kali sehari;
sedangkan sapi yang berproduksi susu 25 liter atau lebih per hari dapat diperah 3 kali sehari.
Pada sapi yang berproduksi tinggi bila diperah 3 – 4 kali sehari produksi susunya
lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya diperah 1 – 2 kali sehari. Pemerahan 3 kali
sehari akan meningkatkan produksi susu sebanyak 10 – 25 % dibandingkan dengan
pemerahan 2 kali sehari. Peningkatan produksi susu tersebut karena pengaruh hormon
prolaktin yang lebih banyak dihasilkan dari pada yang diperah 2 kali sehari.
Bila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama antara pemerehan tersebut,
maka sedikit sekali terjadi perubahan kualitas air susu. Bila sapi diperah 4 kali sehari, kadar
lemak akan tiggi pada besok paginya pada pemerahan pertama. Makin sering sapi diperah,
produksi susu akan naik seperti yang ditunjukkan oleh penelitian dari Kendrik
(1953).Kenaikan hasil susu itu tergantung pada kemampuan sapi itu untuk perproduksi,
makanan dan manajemen.

2.4. Penaganan Susu


Cara penanganan air susu sesudah pemerahan adalah sebagai berikut:
1. Air susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang untuk menjaga jangan sampai
susu tersebut berbau sapi atau kandang. Keadaan ini penting terutama jika keadaan ventilasi
kandang tidak baik.
2. Air susu tersebut disaring dengan saringan yang terbuat dari kapas atau kain putih dan bersih,
susu tersebut disaring langsung dalam milk can. Segera setalah selesai penyaringan milk
can tersebut ditutup rapat. Kain penyaring harus dicuci bersih dan digodok kemudian
dijemur. Bila kain penyaring tersebut hendak dipakai kembali sebaiknya disetrika terlebih
dahulu.
3. Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu
perlu didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan
sekurang-kurangnya pada suhu 4oC–7oC selama 2 atau 3 jam. Hal ini dilakukan untuk
mencegah berkembangnya kuman yang terdapat didalam air susu.bila tidak mempunyai alat
pendingin maka pendinginan tersebut dilakukan dengan menggunakan balok es, dalam hal
inimilk can yang telah berisi susu dimasukkan kedalam bak yang berisi es balok dan ditutup
rapat. Jika peternakan tidak mempunyai alat pendingin, susu harus dibawa ke cooling
unit atau KUD yang mempunyai alat pendingin dalam waktu tidak lebih dari 2,5 jam sesudah
pemerahan. Bila tidak dapat ditempuh dalam waktu 2,5 jam maka dianjurkan menambahkan
H2O2 (Hidrogen Peroksida) dengan kepekatan 35% sebanyak 2 cc untuk setiap liter air susu.
Dengan perlakuan demikian air susu dapat tahan selama 24 jam di daerah tropis.
Tanpa perlakuan penanganan, susu tidak dapat disimpan lebih dari 12 jam.
Berdasarkan uji reduktase, penambahan H2O2 0,06%, air susu dapat disimpan selama 48 jam,
sedangkan berdasarkan uji alkohol, susu dapat disimpan selama 24 jam. Susu masak dan susu
kukus dapat disimpan selama 24 jam berdasarkan uji reduktase dan 12 jam berdasarkan uji
alkohol (Ernawati,et al., 1986).
Ernawati (1991) menyatakan hasil penelitiannya tentang pengaruh tata laksanan
pemerahan terhadap kualitas susu kambing, sebagai berikut: Tata laksana pemerahan yang
baik akan menghasilkan susu dengan jumlah mikroorganisme yang lebih sedikit (3,86%)
dibandingkan dengan tata laksana yang kurang baik. Selain itu dikatakan bahwa tata laksana
pemerahan tidak berpengaruh terhadap komposisi, keasaman dan pH susu kambing.

2.5. Pengolahan prodak susu


2.5.1.Susu Homogen
Susu homogen adalah susu yang telah mengalami homogenisasi. Proses homogenisasi
bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula-globula lemak susu. Apabila setelah
proses homogenisasi dilakukan penyimpanan pada suhu 10-15 °C selama 48 jam tidak akan
terjadi pemisahan krim pada susu. Didalam susu yang belum dihomogenisasi, globula-
globula lemak ini besarnya tidak seragam yaitu antara 2-10 mikrometer. Alat untuk
menyeragamkan globula-globula lemak tersebut disebut homogenizer. Ketidakhomogenan
didalam pembuatan produk-produk olahan susu tertentu, salah satu misalnya es krim, karena
hasilnya tidak akan terasa halus, tetapi kerugian susu homogen adalah mudah
mengalami creaming yaitu memisahnya kepala susu (krim) dibagian atas terpisah dari serum
yang terletak dibagian bawah. Homogenisasi dapat meningkatkan viscositas (viscosity) + 10
%.
Tahapan proses homogenisasi dapat dilakukan dengan :
1. Single stage homogenization, digunakan untuk homogenisasi:
- Produk dengan kandungan lemak rendah
- Produk yang memerlukan homogenisasi berat (heavy)
- Produk yang memerlukan viscositas tinggi
2. Two stage homogenization, digunakan untuk:
- Produk dengan kandungan lemak tinggi
- Produk dengan kandungan bahan kering (konsentrasi susu) tinggi
- Produk dengan viscositas rendah
Krim dan Susu Skim
Krim adalah bagian susu yang banyak mengandung lemak yang timbul ke bagian atas dari
susu pada waktu didiamkan atau dipisahkan dengan alat pemisah. Ada pula yang
menyebutnya ‘kepala susu”. Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein,
sering disebut “serum susu”. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali
lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Krim dan susu skim dapat dipisahkan
dengan alat yang disebutseparator. Alat ini bekerja berdasarkan gaya sentrifuge. Pemisahan
krim dan susu skim dapat terjadi karena kedua bahan tersebut mempunyai berat jenis yang
berbeda. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu
skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein, sehingga dalam
sentrifugasi akan berada dibagian dalam.
Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam
makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan susu
skim juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yoghurt. Susu skim
seharusnya tidak digunakan untuk makanan bayi tanpa adanya pengawasan gizi karena tidak
adanya lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.
Ada enam macam krim, yaitu:
a. Half and half cream
Yaitu yang hanya mengandung lemak 10,5-16%. Krim ini biasanya diperoleh dari
mencampur krim yang kandungan lemaknya tinggi dengan susu segar sehingga tercapai
kadar lemak tersebut diatas.
b. Light cream
Yaitu krim yang mempunyai kadar lemak 18-22%. Biasanya telah mengalami homogenisasi.
c. Light whipping cream
Yaitu krim yang mempunyai kandungan lemak 30-34%. Krim ini tidak dihomogenisasi sebab
perlakuan homogeniasi akan menyebabkan krim mempunyai daya mengembang yang kecil.
d. Heavy whipping cream
Yaitu krim yang mempunyai kandungan lemak lebih besar dari pada 34%. Krim ini juga
tidak dihomogenisasi.
e. Sour cream (krim asam)
Yaitu krim yang kadar lemaknya tidak kurang daripada 18%. Yang diperam dengan bakteri
asam laktat. Krim dipasteurisasi.
f. Whips
Yaitu krim pasteurisasi yang mengandung gula. Bahan-bahan pemberi cita rasa dan zat
penstabil.
BAB III
KESIMPULAN

Tatalaksana pemeliharaan, merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat


berpengaruh terhadap peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah . Tatalaksana
pemeliharaan pedet sejak lahir sampai disapih men_jadi sangat penting dalam upaya
menyediakan bakalan balk sebagai pengganti induk mapun untuk digemukan sebagai ternak
pedaging . Penerapan tatalaksana pemeliharaan perlu dilakukan sedini mungkin atau sejak
pedet baru lahir, mengingat 25-30% dari pedet yang lahir akan mengalami kematian pada
periode 4 bulan pertama (SIREGAR,1992) .
Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan karena susu adalah produk utama dari sapi perah, dan jika tidak ditangani dengan
baik, maka kualitas susu yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Susu sebagai bahan yang kaya dengan kandungan nutrisi menyebabkan mikroba
akan mudah berkembang biak pada susu, demikian juga berbagai pencemer lainnya berupa
material fisik dari lingkungan sekitar, dan juga susu sangat mudah menyerap bau yang ada..
Pemerahan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi hari jam 06.00 WIB dan sore
hari jam 16.00 WIB. Persiapan yang dilakukan yaitu sapi digiring ke tempat pemerahan
kemudian sebelum diperah ambingnya dibersihkan terlebih dahulu dengan menyemprotkan
air menggunakan selang serta memberikannya konsentrat agar sapi tenang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Muljana (1985) yang menyatakan bahwa sebelum pemerahan
dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan mengeringkannya, kuku tangan
pemerah dipotong pendek agar tidak melukai puting sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan
dari segala kotoran, tempat dan peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang
bersih.

DAFTAR PUSTAKA
Muljana, W. 1985.Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang.
Prihadi.1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan
Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.
Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi
erah (Studi Kasus Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang
Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.
Syarif, E dan Harianto, B. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia
Pustaka, Jakarta
Laporan Koperasi Produksi Susu Bogor . 1995. Rapat Anggota Tahunan 1995.Petunjuk
Teknis Informasi Peternakan, Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Jawa Barat
Ernawati et al., 1986. Pengaruh Penanganan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Air Susu Sapi.
Media Peternakan Vol: 50-59. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai