MAKALAH
PT143 ILMU TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK PERAH
Dosen Pengampu :
Dr.Ir. Arif,MS
Anggota Tim :
Sadri :1410621022
Fajri Maulana :1410621025
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui dan menpelajari cara serta teknik pemerahan susu agar pada proses
pemerahan tidak terjadinya pencemaran terhadap susu serta kualitas susu terjamin.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kandang Individu
Kandang yang dipergunakan untuk satu ekor anak sapi. Kandang ini dipergunakan sejak
anak sapi dipisahkan dari induknya sampai anak sapi berumur 8-10 minggu. Dengan
menggunakan sistem kandang ini anak sapi tidak saling berhubungan satu dengan lainnya,
hal ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah menularnya penyakit apabila salah
satu anak sapi tersebut menderita suatu penyakit.
2. Kandang Kelompok
Kandang untuk anak sapi yang lebih dari satu ekor. Banyaknya anak sapi tergantung dari
besarnya kandang, tetapi berdasarkan A. Coletti (1966) bahwa kandang kelompok diisi 6 -
10 ekor dan kandang ini dipergunakan untuk anak-anak sapi yang tidak lagi mendapatkan
air susu (diberikan air susu). Kandang dilengkapi dengan tempat makanan / konsentrat dan
bak makanan ini harus cukup untuk semua anak sapi apabila makan pada saat yang sama.
3. Kandang mudah dibongkar atau dipasang
Kandang ini sebenarnya sama dengan kandang, hanya kandang ini di rancang sehingga
dapat/mudah dibongkar/ dipasang dan dipindahkan. Dapat dibuat dari kayu, ram kawat atau
jeruji besi. Kandang ini biasanya ditempatkan di padang rumput yang terbuka dan bersih.
Halaman kandang anak sapi harus bebas dari parasit-parasit, terutanna cacing, lalat, dan
serangga lainnya.
2.1.3.Pemberian Kolostrum
Kolostrum diperoleh dengan cara memerah induk yang telah dibersihkan ambingnya .
Kolostrum diberikan pada anak sapi dengan menggunakan dot bayi sebanyak 3 liter/ekor/hari
. Kolostrum diberikan 2 kali sehari yaitu pagi pukul 08 :00 dan slang pukul 14 :00.
Selanjutnya kolostrum diberikan setiap hari secara berturut-turut dengan jumlah dan jadwal
yang sama selama 4 hari sampai kolostrum habis. Pedet tidak memiliki antibodi (kekebalan
tubuh) sebelum memperoleh kolostrum dari induknya. Untuk itu I jam setelah lahir pedet
diberi kolostrum dari induknya. Apabila tidak diperoleh kolostrum dapat dibuat secara buatan
sebagai pengganti kolostrum (SUDONO, 1989).
2.1.4. Pemberian susu
Pemberian susu terhadap pedet dilakukan dengan cara memerah induk setiap hari
kemudian pedet dilatih untuk meminumnya melalui ember. Susu diberikan 2 kali sehari yaitu
pagi hari sekitar pkl. 08:00 dan slang hari sekitar pkl. 14:00. Jumlah pemberian setiap ekor
pedet setiap hari masing-masing sebanyak 3 It, 4 It dan 3 It secara berturut-turut mulai umur
5-30 hari, 31-60 hari, dan 61-90 hari. Setelah kolostrum habis diperah dilanjutkan dengan
pemberian susu sampai disapih. Susu merupakan makanan utama bagi pedet. Kelangsungan
hidup dan pertumbuhannya ditentukan oleh kecukupan pedet memperoleh susu. Oleh karena
itu pemberian susu bagi pedet perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik.
2.1.7. Penyapihan
Dua puluh hari menjelang penyapihan, pemberian susu dikurangi sedikit demi sedikit
sampai tidak diberi susu, sebaliknya pemberian konsentrat dan hijauan ditingkatkan sampai
saat disapih, sehingga terbiasa dan tidak mengalami stres herat . Setelah berumur 90 hari
pedet dipisah dari pemberian susu untuk teals dipelihara atau dibesarkan sebagai pengganti
induk atau untuk digemukkan sebagai ternak pedaging. Dengan melakukan penyapihan hiaya
pembesaran pedet menjadi lebih hemat dan volume susu yang dijual dapat ditingkatkan .
2.2.4.Penanganan kesehatan
Penganan kesehatan yang dilakukan pada sapi dara hampir sama dengan sapi
laktasi yaitu :
1. Memandikan sapi
Sapi sebaiknya dimandikan sekali sehari, untuk mengurangi resiko adanya bibit penyakit
yang timbul dan menyebabkan penularan penyakit.
2. Pemotongan kuku
Pemotongan kuku dilakukan 6 bulan sekali. Pemotongan kuku ini bertujuan agar
keseimbangan kaki dan kesehatan sapi tidak terganggu.
3. Pemberian obat cacing
Pemberian obat cacing dapat dilakukan 6 bulan sekali. Hal ini untuk memastikan ternak
sapi tidak terjangkit penyakit cacingan( nematoda,cestoda ). Penyakit cacingan
mengakibatkan nutrisi yang seharusnya untuk sapi tidak terserap seluruhnya.
Kelemahan
a) Sangat tergantung cuaca
b) Bahan
- Rumput yang berbatang halus sehingga mudah dikeringkan.
c) Cara Kerja
- Sabit rumput dikebun rumput
- Bila dilakukan pengeringan dengan sinar matahari kerjakan dilantai jemur, jika lantai jemur
menggunakan para-para yang mendatar maupun yang miring, hijauan hendaknya dibalik tiap
2 jam. Lama pengeringan tergantung tercapainya kandungan air antara12-20 %.
- Lakukan pengukuran kandungan air hay dengan menggunakan alat pengukur kandungan air
(Delmhorst digital hay meter and bale sensor).
- Ukur suhu gudang tempat penyimpanan hay.
d) Penyimpanan Hay
- Hay harus di simpan di tempat yang kering, terlidung dari air hujan, sebaiknya jangan di
letakan di atas tanah, karena tanah bersifat lembab.
2. SILASE
Silase adalah hijauan makanan ternak ataupun limbah pertanian yang diawetkan dalam
keadaan segar (dengan kandungan air 60-70 %) melalui proses fermentasi dalam silo. Silo
dapat dibuat diatas tanah yang bahannya berasal dari: tanah, beton, baja, anyaman bambu,
tong plastik, drum bekas dan lain sebagainya. Didalam silo tersebut tersebut akan terjadi
beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana bakteri asam laktat akan
mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses
fermentasi.
Pembuatan Silase
- Alat
a) Silo
Alat yang akan dipakai untuk melakukan proses fermentasi, pengawetan hijauan, dan
penyiapan. Sebaiknya dengan kapasistas untuk 50 kg hijauan yang telah dicacah.
b) Mesin pencacah (Chopper) atau golok dan talenan
Untuk mencacah hijauan yang akan dibuat silase
c) Plastik atau bahan lain yang tidak tembus rembesan air sebagai pelapis pada dinding dan
penutup silo
d) Ban bekas/bahan-bahan yang digunakan sebagai pemberat.
- Bahan
a) Hijauan makanan ternak (bahan yang telah dipanen) yang akan diawetkan dengan dibuat
silase.
b) Bahan pengawet (additif) yang dipilih dari salah satu yang tersebut di atas.
2.3.2 Perkandangan
Luas minimum per ekor untuk kandang sapi dara/dewasa adalah untuk umur 6-12
bulan 2,7 m2, umur 13-18 bulan 3,7 m2 dan untuk umur 19-24 4,7 m2 (Coletti, 1966).
Ada tiga tipe yang bisa digunakan pada kandang konvensional dengan ukuran yang berbeda
tergantung pada bangsa sapi yang dipelihara. Tipe-tipe tersebut adalah:
1. Stanchion Stalls ( Ieher sapi dimasukkan kedalam jeruji)
Pada sistem ini sapi-sapi Iehernya dimasukkan ke dalam jeruji, terbuat dari pipa besi
atau kayu yang kuat. Sistem ini dapat dibuat untuk keseluruhan sapi-sapi atau dibuat untuk
tiap ekor sapi. Sistem ini sapi-sapi kurang dapat bergerak bebas, tetapi mendapatkan
keuntungan kebersihan dari sapi-sapi tersebut.
2. Tie Stalls (tipe kandang dimana leher sapi diikat dengan rantai pada pipa besi)
Tipe kandang di mana sapi-sapi diikat Iehernya dengan rantai besi atau tali yang kuat dan
ditambatkan pada pipa besi yang dibuat khusus pada bagian dalam bak makanan.
3. Comfort Stalls (sapi-sapi dibariskan sampai batas maksimal sepanjang kandang).
Pada sistem ini di mana sapi-sapi dibariskan sampai batas maksimal sepanjang kandang
tersebut. Sapi-sapi tidak diikat tetapi pada setiap kandang dibatasi besi yang dialirkan arus
listrik, sehingga apabila sapi tersebut akan bergerak ke kanan atau ke kiri badan sapi terkena
besi tersebut, akhirnya sapi akan terdiam.
a. Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah
sekali sehari selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan hari berikutnya tidak
diperah. Kemudian induk diperah 3 hari sekali hingga akhirnya tidak diperah sama sekali.
b.Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali
pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu
diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dan hari berikutny a
bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah
sama sekali. Cara ini dilakukan pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi.
c.Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan dengan
tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan makanan
penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun dikurangi tinggal
seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif dan memperkecil gangguan kesehatan pada
ambing, bila kombinasikan dengan cara pemerahan berselang.
2.3.1.Fase Persiapan
Sebelum pemerahan dimulai, pemerah mencuci tangan bersih-bersih dan
mengeringkannya, kuku tangan pemerah dipotong pendek agar tidak melukai puting
sapi, sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala kotoran, tempat dan
peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih (Muljana, 1985).
2.3.4.Pasca Pemerahan
Selesai diperah, ambing dilap menggunakan kain yang telah dibasahi
oleh desinfektan. Kemudian dilap kembali dengan kain yang kering. Setelah itu ,puting juga
dicelupkan ke dalam cairan desinfektan selama 4 detik.
Semua peralatan yang digunakan untuk memerah juga harus dibersihkan, kemudian
dikeringkan. Susu hasil pemerahan juga harus segera ditimbang, dicatat,
kemudian disaring agar kotoran saat pemerahan tidak ikut masuk ke dalam
susu (Syarief dan Harianto, 2011).
Sesudah pemerahan sebaiknya bagian puting dicelupkan dalam larutan desinfektan untuk
menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
b) Frekuensi Pemerahan
Pada umumnya sapi diperah 2 kali sehari ialah pagi dan sore hari. Pemerahan yang
dilakukan lebih dari 2 kali sehari hanya dilakukan pada sapi yang dapat berproduksi susu
tinggi, misalnya pada sapi yang produksi susunya 20 liter per hari dapat diperah 3 kali sehari;
sedangkan sapi yang berproduksi susu 25 liter atau lebih per hari dapat diperah 3 kali sehari.
Pada sapi yang berproduksi tinggi bila diperah 3 – 4 kali sehari produksi susunya
lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya diperah 1 – 2 kali sehari. Pemerahan 3 kali
sehari akan meningkatkan produksi susu sebanyak 10 – 25 % dibandingkan dengan
pemerahan 2 kali sehari. Peningkatan produksi susu tersebut karena pengaruh hormon
prolaktin yang lebih banyak dihasilkan dari pada yang diperah 2 kali sehari.
Bila sapi diperah dua kali sehari dengan selang waktu yang sama antara pemerehan tersebut,
maka sedikit sekali terjadi perubahan kualitas air susu. Bila sapi diperah 4 kali sehari, kadar
lemak akan tiggi pada besok paginya pada pemerahan pertama. Makin sering sapi diperah,
produksi susu akan naik seperti yang ditunjukkan oleh penelitian dari Kendrik
(1953).Kenaikan hasil susu itu tergantung pada kemampuan sapi itu untuk perproduksi,
makanan dan manajemen.
DAFTAR PUSTAKA
Muljana, W. 1985.Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang.
Prihadi.1996. Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan
Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.
Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi
erah (Studi Kasus Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister
Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang
Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.1990. Ternak Perah. CV. Yasaguna. Jakarta.
Syarif, E dan Harianto, B. 2011.Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia
Pustaka, Jakarta
Laporan Koperasi Produksi Susu Bogor . 1995. Rapat Anggota Tahunan 1995.Petunjuk
Teknis Informasi Peternakan, Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Jawa Barat
Ernawati et al., 1986. Pengaruh Penanganan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Air Susu Sapi.
Media Peternakan Vol: 50-59. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.