Anda di halaman 1dari 89

KARAKTERISTIK INDUSTRI PENGOLAHAN KULIT DAN

DAMPAK LIMBAH TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL


EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
(Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut
Jawa Barat)

AGUS HIKMAT SYAF


P025010041

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIANBOGOR
2005
KARAKTERISTIK INDUSTRI PENGOLAHAN KULIT DAN
DAMPAK LIMBAH TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL
EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
(Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut
Jawa Barat)

Oleh :

AGUS HIKMAT SYAF


P025010041

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar pada Magister Sains
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIANBOGOR
2005
Hak Cipta milik AGUS HIKMAT SYAF tahun 2005
Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari IPB sebagian atau
seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, foto kopi, microfilm dan sebagainya.
PERNYATAAN

Bersama ini saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul

“Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah terhadap

Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Sentra Industri Kulit

Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat)” merupakan hasil karya saya sendiri

dan belum pernah dipublikasikan dimanapun. Semua sumber data dan informasi

yang digunakan sudah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa

kebenarannya.

Bogor Desember 2005


Yang menyatakan,

Agus Hikmat Syaf


Judul Tesis : Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak
Limbah terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi
Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Sentra Industri Kulit
Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat).

Nama : AGUS HIKMAT SYAF

NRP : P.025010041

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi. Ir. Said Rusli, MA.
Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Pengelolaan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana


Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc

Tanggal Ujian : 28 Oktober 2005 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tesis dengan judul: ”Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah

Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Sentra

Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat)”.

Sudah barang tentu dalam proses penyelesaian tesis ini banyak fihak yang

terlibat, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si, dan Ir. Said Rusli, MA selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.

2. Kepala Cabang Dinas Perindag dan Penanaman Modal Kabupaten Garut.

membantu dalam penelitian ini.

3. Kepala UPTD Kulit Sukaregang Garut yang telah membantu di lapangan dan

memberikan banyak informasi mengenai industri kulit di Kabupaten Garut.

4. Kepala Desa Kota Wetan, Desa Sukaresmi, Desa Suci, dan Desa Karang

Mulya yang telah membantu dalam penelitian ini.

5. Mamah dan Bapak yang senantiasa memberikan dorongan dan do’a.

6. Istriku; Fenti Hikmawati dan anak-anak Fanida, Fariz dan Adika yang

selalu setia menunggu dengan sabar.

7. Semua fihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil

dalam penulisan Tesis ini.

Dalam penulisan Tesis ini sangat disadari m asih banyak kekurangan,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan. Disamping

itu penulis berharap Tesis ini ada guna dan manfaatnya. Amiin.

Bogor, Desember 2005

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 Juli 1964, sebagai anak

pertama dari pasangan Mariana dan Drs. H. Ma’mun.

Pendidikan Sarjana ditempuh di Pendidikan Matematika Institut Agama

Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung lulus tahun 1988. Pada tahun 2001

mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan di Program Studi Ilmu Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Beasiswa

pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis sebagai staf pengajar dengan jabatan terakhir Lektor Kepala di

Jurusan MIPA Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung

Djati Bandung sejak tahun 1988.

Penulis menikah dengan Dra. Fenti Hikmawati, MSi dengan dikaruniai

tiga orang anak yaitu: Fanida Firdausi Fauziyyah (SMA), Muhammad Fariz

Priamanggala (SD), dan Muhammad Faskha Adika.


DAFTAR ISI

Halaman
Prakata………..………………………………………………………………………… i

Riwayat Hidup…………………………………………………………………………. ii

Daftar Isi………………………………………………………………………………… iii

Daftar Tabel……………………………………………………………………………. vi

Daftar Gambar…………………………………………………………………………. x

Daftar Lampiran………………………………………………………………………... xii

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penelitian………………..……………………………………… 5
1.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 6
1.4 Perumusan Masalah…………………………………………………… 7
1.6 Manfaat Penelitian……………..……………………………………… 9

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Industri Kecil…………………………………………….. 10
2.2 Karakteristik Industri Kulit……………………………………………… 11
2.3 Karakteristik Limbah Industri Kulit……………………………………. 12
2.3.1 Pengertian Limbah Industri Kulit……………………………... 14
2.3.2 Jenis Limbah Industri Kulit……………………………………. 15
2.3.3 Sifat-sifat Limbah………………………………………………. 18
2.4 Dampak Limbah Industri Kulit terhadap Lingkungan………………. 23
2.5 Sistem Pengolahan Limbah Industri Kulit……………………………. 26
2.6 Baku Mutu Limbah……………………………………………………... 32
2.7 Aspek Ekonomi Pengolahan Limbah………………………………… 34
2.8 Persepsi…………………………………………………………………. 35
2.8.1 Pengertian Persepsi…………………………………………… 36
2.8.2 Proses Pembentukan Persepsi………………………………. 37
2.8.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi……………….. 39

III METODE PENELITIAN


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………… 40
3.2 Bahan dan Alat…………………………………………………………. 40
3.3 Metode Pengumpulan Data…………………………………………… 40
3.3.1 Populasi dan Sampel…………………………………………. 41
3.3.2 Pengumpulan Data……………………………………………. 43
3.4 Analisis Data……………………………………………………………. 44
3.4 Definisi Operasional 48
Halaman
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian…………………………………... 50
4.1.1 Keadaan Umum dan Objek Kabupaten Garut……………... 50
4.1.2 Keadaan Umum Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan 52
Karangpawitan…………………………………………………
4.1.2.1 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian di 54
Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan
Karangpawitan………………................................
4.1.2.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian di 55
Kelurahan Kota Wetan, Sukamentri,
Karangmulya, dan Suci Kecamatan Garut Kota
dan Kecamatan Karangpawitan…………………...
4.1.3 Sejarah dan Perkembangan Industri Kulit di Kabupaten 59
Garut…….............................................................................
4.1.4 Kondisi Limbah Industri Kulit di Kabupaten Garut…………. 61

4.2 Karakteristik Unit Usaha dan Pengusaha Industri Kulit................... 62


4.2.1 Unit Usaha Industri Penyamakan kulit................................. 63
4.2.1.1 Karakteristik Industri Penyamakan kulit................ 65
4.2.1.2 Bahan Baku Penyamakan Kulit............................ 67
4.2.1.3 Jenis Bahan Penyamak Kulit................................. 69
4.2.1.4 Proses Produksi Industri Penyamakan kulit.......... 70
4.2.1.5 Daerah Pemasaran Kulit Tersamak...................... 75
4.2.2 Unit Usaha Industri Kerajinan barang-barang yang terbuat 76
dari bahan kulit.....................................................................
4.2.2.1 Karakteristik Industri Kerajinan barang-barang 78
yang terbuat dari bahan kulit.................................
4.2.2.2 Bahan Baku Kerajinan barang-barang yang 80
terbuat dari bahan kulit..........................................
4.2.2.3 Jenis Bahan Kerajinan barang-barang yang 81
terbuat dari bahan kulit..........................................
4.2.2.4 Proses Produksi Industri Kerajinan barang- 82
barang yang terbuat dari bahan kulit.....................
4.2.2.5 Daerah Pemasaran Kerajinan barang-barang 83
yang terbuat dari bahan kulit.................................
4.2.3 Karakteristik Pengusaha Industri kulit.................................. 83
4.2.3.1 Karakteristik Pengusaha Industri Penyamakan 85
kulit........................................................................
4.2.3.2 Karakteristik Pengusaha Industri Kerajinan 88
barang-barang yang terbuat dari kulit...................
4.2.4 Karakteristik Pengelolaan limbah Industri kulit..................... 91
4.2.4.1 Jenis Limbah Industri Penyamakan kulit.............. 91
4.2.4.2 Volume limbah penyamakan kulit.......................... 94
4.2.4.3 Sistim Pengelolaan limbah.................................... 95

iv
Halaman
4.3 Karakteristik Masyarakat Hulu dan Masyarakat Hilir ...................... 100
4.3.1 Karakteristik Masyarakat Hulu............................................. 100
4.3.1.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin. ....................100
4.3.1.2 Karakteristik Berdasarkan Usia............................. 100
4.3.1.3 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan.................. 101
4.3.1.4 Karakteristik Berdasarkan Kependudukan............ 102
4.3.1.5 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan.................... 102
4.3.2 Karakteristik Masyarakat Hilir. ....................................................103
4.3.2.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin. ....................103
4.3.2.2 Karakteristik Berdasarkan Usia............................. 103
4.3.2.3 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan.................. 104
4.3.2.4 Karakteristik Berdasarkan Kependudukan............ 104
4.3.2.5 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan.................... 104

4.4 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Industri Kulit..................... 105


4.4.1 Persepsi Masyarakat Hulu..........................………………... 105
4.4.1.1 Persepsi terhadap Variabel Ekonomi…................ 105
4.4.1.2 Persepsi terhadap Lingkungan Sosial. .........................111
4.4.2 Persepsi Masyarakat Hilir. ...........................................................118
4.4.2.1 Persepsi terhadap Aspek Ekonomi… ............................118
4.4.2.2 Persepsi terhadap Lingkungan Sosial.................. 123
4.4.3 Hubungan Persepsi Masyarakat Hulu dan Hilir 130
Berdasarkan Variabel Ekonomi............................................
4.4.4 Hubungan Persepsi Masyarakat Hulu dan Hilir 131
Berdasarkan Variabel Sosial...............................................

4.5 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Limbah Industri Kulit........ 133


4.5.1 Persepsi Masyarakat Hulu................................................... 133
4.5.2 Persepsi Masyarakat Hilir...........................……………....... 140
4.5.3 Hubungan Persepsi Masyarakat Hulu dan Hilir 146
berdasarkan Variabel Limbah..........................................….

4.6 Implikasi Studi terhadap Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri 148


Penyamakan Kulit ...........................................................................
4.6.1 Kondisi Umum Masyarakat. ......................................................... 148
4.6.2 Kondisi Limbah. ............................................................................ 148
4.6.3 Kebijakan Pengelolaan Limbah. ............................................... 149
4.6.4 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Limbah...................…….. 150

V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan...................................................................................... 152
5.2 Saran............................................................................................... 153

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 155


LAMPIRAN........................................................................................................... 157

v
DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Sifat Dan Karakteristik Limbah Cair Penyamakan Kulit Menurut Jenis Tahapan 16
Prosesnya............................................................................................................
2. Sumber Gas Buang dan Partikel Debu Yang Dihasilkan Industri Penyamakan 17
Kulit ...................................................................................................................
3. Limbah Industri Kulit y ang Bisa Dimanfaaatkan Berdasarkan Tahapan Proses 18
Produksi y ang dilakukan....................................................................................
4. Jenis Kegiatan dan Tujuan Pengolahan Air Limbah........................................... 27
5. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………………………. 44
6. Kategori Skala Likert Dihubungkan dengan Kualitas Persepsi................................... 46
7. Batas Wilayah: Kabupaten Garut……………………………………………………… 50
8. Potensi Industri Kecil yang Menjadi Unggulan Kabupaten Garut Tahun 51
2003....................................................................................................................... .....
9. Letak Dan Keadaan Geografis Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan 52
Karangpawitan.
10. Lokasi Perusahaan Kerajinan dan Penyamakan Kulit di Kecamatan Garut Kota 53
dan Kecamatan Karangpawitan.................................................................................
11. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Garut Kota dan 54
Kecarnatan Karangpawitan, Tahun 2000....................................................................
12. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Garut Kota dan 55
Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut............................................................
13. Luas Wilayah dan Luas Pemukiman Dihubungkan dengan Jumlah Rukun Warga 55
(Rw), Rukun Tetangga (Rt) dan Kepala Keluarga (Kk) di Kelurahan Sukamentri,
Suci, Karang Mulya, dan Kota Wetan Tahun 2003. ...................................................
14. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Kota Wetan, 56
Sukamentri, Karang Mulya, dan Suci yang Termasuk Kecamatan Garut Kota dan
Karangpawitan........................................................................................... .................
15. Jumlah Penduduk Berdasarkan Angkatan Kerja dan Bekerja y ang Terlibat Pada 57
Kegiatan Industri Penyamakan dan Kerajinan Barang-Barang dari Kulit Garut
Tahun 2000......................................................................... ........................................
16. Batas Wilayah Sentra Industri Penyamakan Kulit di Wilayah Sukaregang. 60
Kabupaten Garut .......................................................................................................
17. Volume Air Limbah dan Lumpur Sentra Industri Penyamakan Kulit di Wilayah 61
Sukaregang. Kabupaten Garut ..................................................................................
18. Unit Pengolahan Air Limbah Terpadu di Wilayah Sukaregang Garut ........................ 62
19. Daftar Jumlah Unit Usaha Industri Penyamakan Kulit di Kabupat Garut Tahun 64
2003.................................................................................................................
20. Jumlah Unit Usaha Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Rukun Warga 65
(RW) y ang Termasuk Wilayah Sukaregang Garut..............................................
21. Karakteristik Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Jumlah Pegawai dan 65
Peralatan y ang Dimiliki di Sentra Sukaregang Garut Tahun 2003......................
22. Karakteristik Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Jumlah Pegawai di 66
Sentra Sukaregang Garut .................................................................................
23. Asal Bahan Baku Kulit yang Didatangkan Ke Sentra Sukaregang Kabupaten Garut 67
No Halaman
24. Harga rata-rata bahan baku kulit mentah di wilayah Sukaregang Garut ................ 68
25. Jumlah rata-rata Bahan Kimia yang digunakan dalapm proses penyamakan di 69
wilayah Sukaregang Kabupaten Garut setiap bulan...................................................
26. Urutan Proses Produksi Penyamakan Kulit di wilayah Sukaregang Garut .......... 70
27. Daftar harga jasa layanan mesin di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut s.d 30 73
Desember 2004..........................................................................................................
28. Jumlah Unit Mesin / Peralatan yang terdapat di wilayah Sukaregang Garut....... 74
29. Jumlah kulit tersamak yang dieksport dari Kabupaten Garut tahun 2003................. 76
30. Daftar harga kulit tersamak di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut s.d 30 76
Desember 2004..........................................................................................................
31. Kapasitas dan Nilai Produksi Barang -barang Kulit Sentra Sukaregang Garut 77
dalam satu bulan..............................................................................................
32. Daftar Jenis Hasil Produksi Kerajinan Barang Kulit di Kabupat Garut tahun 77
2003.................................................................................................................
33. Persentase jumlah unit usaha kerajinan produk kulit pada masing-masing 78
Kelurahan/Desa di Wilayah Sukaregang Garut .................................................
34. Karakteristik Industri Kerajinan kerajinan produk kulit berdasarkan Jumlah 79
Pegawai di Wilayah Sukaregang Garut .............................................................
35. Karakteristik Industri Kerajinan produk kulit berdasarkan Jumlah Pegawai 80
pada masing-masing Kelurahan/Desa di Wilayah Sukaregang Garut................
36. Karakteristik Industri produk kulit berdasarkan Jumlah Jenis Komoditi, 81
Pegawai dan Peralatan yang dimiliki tahun 2003.............................................
37. Jumlah komoditi industri barang-barang yang terbuat dari kulit yang dieksport 82
dari Kabupaten Garut tahun 2003.............................................................................
38. Daftar nama perusahaan Industri penyamakan kulit berdasarkan lamanya jadi 84
penghuni dan tahun berdiri di Wilayah Sukaregang...................................................
39. Rata-rata Jumlah Kulit yang disamak dalam satu hari di Sentra Sukaregang 86
Garut tahun 2005..............................................................................................
40. Jumlah Pegawai dan Mesin Jahit yang dimiliki Empat Kelurahan/Desa di 91
Wilayah Sukaregang tahun 2003......................................................................
41. Proses Penyamakan Kulit di Wilayah Sukaregang Garut.......................................... 92
42. Jenis Limbah yang memiliki nilai Ekonomis di Wilayah Sukaregang Garut............... 94
43. Jumlah bahan pembantu penyamakan kulit dalam satu bulan di wilayah 95
Sukaregang Garut ............................................................................................
44. Volume limbah pada proses Penyamakan Kulit (tiap proses 1 ton bahan baku) di 95
wilayah Sukaregang Garut.........................................................................................
45. Keadaan Umum Pengelolaan Limbah di wilayah Sukaregang Garut........................ 96
46. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Manfaat 106
Langsung..................................................................................................... ...............
47. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 106
Menunjang Ekonomi..................................................................................................
48. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 107
Kesejahteraan................................................................................................ ............

vii
No Halaman
49. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 108
Keuntungan Ekonomi.................................................................................................
50. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 109
Keterlibatan dalam Pekerjaan....................................................................................
51. Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Aspek Ekonomi ........................ 110
52. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 112
mengenai Lama Tinggal.............................................................................................
53. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 113
mengenai Air Sumur...................................................................................................
54. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Te rhadap Aspek Sosial 114
Mengenai Kualitas Air Sekitar Pabrik Kulit.................................................................
55. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 114
Mengenai Penggunaan air sungai..............................................................................
56. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 115
Mengenai Kesehatan.................................................................................................
57. Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Aspek Sosial ............................. 116
58. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Manfaat 118
Langsung ..................................................................................................................
59. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Menunjang 119
Ekonomi. ..................................................................................................................
60. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 120
Kesejahteraan. .........................................................................................................
61. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 121
Keuntungan Ekonomi.................................................................................................
62. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek 121
Keterlibatan dalam Pekerjaan....................................................................................
63. Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Aspek Ekonomi........................... 122
64. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 124
mengenai Lama Tinggal.............................................................................................
65. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 125
mengenai Air Sumur...................................................................................................
66. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 126
Mengenai Kualitas Air Sekitar Pabrik Kulit.................................................................
67. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 126
Mengenai Penggunaan air sungai..............................................................................
68. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial 127
Mengenai Kesehatan.................................................................................................
69. Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Aspek Sosial .............................. 128
70. Hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dengan persepsi mereka mengenai 130
aspek ekonomi ..........................................................................................................
71. Hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dengan persepsi mereka mengenai 132
aspek Sosial ..............................................................................................................
72. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah........................... 134

viii
No Halaman
73. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Upaya Pengelolaan Limbah............................ 135
74. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Hasil Pengelolaan Limbah.............................. 135
75. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Limbah terhadap Kualitas Perairan.. 136
76. Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Limbah Terhadap Kondisi Air Sungai 137
77. Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Limbah ....................... 137
78. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah..................... 140
79. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Upaya Pengelolaan Limbah............................. 141
80. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Hasil Pengelolaan Limbah............................... 142
81. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Limbah terhadap Kualitas Perairan... 143
82. Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Limbah Terhadap Kondisi Air Sungai. 144
83. Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Limbah ........................ 144
84. Hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dengan persepsi mereka mengenai 147
aspek Limbah ............................................................................................................

ix
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Alur Kerangka Pemikiran............................................................................................... 7
2. Sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak......... 12
3. Beberapa alternatif pilihan pengolahan air limbah untuk setiap fase pengolahan......... 29
4. Aerasi dengan memasukkan udara kedalam limbah..................................................... 31
5. Aerasi dengan menggunakan baling baling .................................................................. 31
6. Proses pembentukan persepsi model Litterrer. ............................................................ 38
7. Persentase jumlah penduduk yang terlibat pada kegiatan industri kulit di Kabupaten 58
Garut tahun 2000
8. Persentase jumlah penduduk berdasarkan angkatan kerja dan yang bekerja di 59
Kabupaten Garut tahun 2000
9. Persentase Status Penduduk Pengusaha Pabrik.......................................................... 63
10. Persentase Penggunaan Jenis Bahan Baku Kulit Samak............................................. 69
11. Proses pengeringan kulit di Wilayah Sukaregang Garut............................................... 71
12. Proses penyamakan kulit di Wilayah Sukaregang Garut. ............................................. 72
13. Persentase Kontinuitas Proses Produksi Penyamakan kulit di Wilayah Sukaregang 74
Garut...................................................................................................................... ........
14. Persentase Sebaran Umur Pengusaha Industri Kulit.................................................... 85
15. Prosentase Sebaran Status Pendidikan Pengusaha Industri Kulit................................ 85
16. Kegitan Pekerja dalam Proses Penyamakan Kulit........................................................ 87
17. Proses produksi barang-barang yang terbuat dari bahan kulit. .................................... 89
18. Persentase status pekerjaan pengrajin barang-barang yang terbuat dari bahan kulit. 90
19. Jenis Limbah Padat di Wilayah Sukaregang Garut....................................................... 93
20. Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dengan sistem yang dikelola secara 97
individu..............................................................................................................
21. Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dengan sistem terpadu............................. 98
22. Kondisi Limbah penyamakan kulit di kali yang berada di kp. Jangkurang 99
Kelurahan Sukamentri Kecamatan Garut Kota. ....................................................
23. Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Jenis Kelamin............................. 100
24. Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Usia ................................................... 101
25. Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Status Pendidikan....................... 101
26. Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Status Kependudukan ..................... 102
27. Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Pekerjaan .......................................... 102
28. Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 103
29. Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Usia.............................................. 103
30. Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Status Pendidikan........................ 104
31. Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Status Kependudukan.................. 104
32. Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Pekerjaan..................................... 105
33. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Manfaat Langsung Dari Industri kulit 110

x
No Halaman
34. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Dapat Menunjang 110
Ekonomi......................................................................................................... ................
35. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit kehidupan menjadi 111
sejahtera......................................................................................................................
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Menguntungkan 111
Secara Ekonomi.................................................................... .....................................
36. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Lamanya Tinggal............................................ 116
37. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Kondisi Air Sumur.......................................... 116
38. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai kualitas air disekitar pabrik industri kulit.. 117
39. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai menggunakan air sungai................................ 117
40. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai keluhan kesehatan akibat limbah............ 117
41. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Manfaat Langsung Dari Industri Kulit 122
42. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Dapat Menunjang 122
Ekonomi.........................................................................................................................
43. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit kehidupan menjadi 123
sejahtera............................................................................................................
44. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Menguntungngkan 123
Secara Ekonomi................................................................................................
45. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Lamanya Tinggal .................................................. 128
46. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Kondisi Air Sumur ................................................. 128
47. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai kualitas air disekitar pabrik industri kulit.. 129
48. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai menggunakan air sungai ...................................... 129
49. Persentase Masyarakat Hulu Mengenai keluhan kesehatan akibat limbah............ 129
50. Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah..... 138
51. Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Upaya Pengusaha Industri Kulit 138
Dalam Mengola Limbah..............................................................................................
52. Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Hasil Pengolahan Limbah Industri 139
Kulit........................................................................................................... ....................
53. Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Kualitas Air Disekitar Pabrik 139
Industri Kulit...................................................................................................................
54. Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Kondisi Air Sungai........................... 139
55. Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah...... 145
56. Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Upaya Pengusaha Industri Kulit 145
Dalam Mengola Limbah..............................................................................................
57. Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Hasil Pengolahan Limbah Industri 145
Kulit. .............................................................................................................................
58. Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Kualitas Air Disekitar Pabrik Industri 146
Kulit................................................................................................................................
59. Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Kondisi Air Sungai. ......................... 146

xi
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Tahapan Proses Penyamakan Kulit............................................................................... 157


2. Macam-macam Merk Dagang Industri Kulit Sukaregang Garut.................................... 162
3. Keputusan Bupati Garut Tentang Penetapan Areal Penyamakan................................. 164
4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi 183
Kegiatan Industri............................................................................................................
5. Daftar Perusahaan dan pemilik industri Penyamakan Kulit Sukaregang Garut. ................. 200
6. Daftar Perusahaan dan pemilik industri Kerajinan Kulit Sukaregang Garut.................. 206
7. Instrumen Penelitian...................................................................................................... 207
8. Peta Kabupaten Garut................................................................................................... 215

xii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) merupakan

tanggung jawab semua fihak. Berbagai kesepakatan telah memperkuat paradigma

tersebut secara juridis dan politis. Meskipun berbagai kelengkapan normatifnya

sudah semakin dilengkapi, namun proses realisasi dan implementasinya tidaklah

mudah.

Pada prinsipnya, konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) (Soemarwoto. 2001) selalu bertumpu pada tiga aspek utama

yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosio-kultural. Ketiganya merupakan satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai pembangunan

berkelanjutan.

Dalam konteks ekologi, beban pembangunan tidaklah hanya terbatas

pada kewajiban untuk memelihara dan menyisakan berbagai sumberdaya

lingkungan bagi generasi mendatang, melainkan juga memperbaiki dan

meningkatkan kualitas lingkungan yang ada. Dalam konteks ekonomi, beban

pembangunan tidaklah hanya berorientasi pada efektifitas dan efisiensi usaha

ekonomi yang dilakukan, melainkan juga harus menjamin tercapainya

redistribusi manfaat ekonomi kepada seluruh masyarakat secara adil dan

merata. Sedangkan untuk sosiokultural, beban pembangunan tidaklah hanya

berorientasi pada kepastian berjalannya dinamika socio-kultural secara baik,

melainkan juga harus bertujuan untuk terciptanya suatu tatanan sosio-kultural

yang menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan.

Beberapa kendala mendasar diantaranya adalah keterbatasan

sumberdaya manusia, keterbatasan dana, dan belum mapannya instrumen

kebijakan, dan n
i stitusi pendukungnya. Kondisi tersebut menjadi lebih krusial
lagi pada tingkat regional yang baru saja berotonomi. Sumberdaya manusia yang

ada tidak saja terbatas dalam segi pengetahuan dan keterampilan, namun juga

dipersulit oleh besarnya jumlah populasi yang harus dikelola untuk mendukung

pencapaian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Pembangunan yang berwawasan lingkungan tidaklah dapat dipandang

sebagai suatu tanggungjawab politis belaka, melainkan suatu kewajiban yang perlu

dilaksanakan semua fihak.

Pembangunan pada umumnya dilaksanakan bertujuan antara lain untuk

meningkatkan tarap hidup yang lebih baik, meningkatkan pendapatan perkapita

dan pemenuhan kebutuhan pokok, juga menghapus kemiskinan, memperluas

kesempatan kerja dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dalam

masyarakat, dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Namaun

dalam perhitungan sumberdaya alam, data utama sumberdaya alam yang

”renewable” dan ”non renewable” perlu dihimpun untuk kepentingan perencanaan

eksploitasi jangka panjang guna menjamin aktivitas ekonomi yang berkelanjutan

(Djajadiningrat, 2001).

Agar tercapai pemerataan dalam pembangunan hendaknya diarahkan

kepada sumberdaya yang ada untuk kepentingan pengembangan wilayah, atau

pembangunan itu dapat menunjang timbulnya faktor-faktor produksi lain yang

dapat mendorong pengembangan wilayah, sehingga dapat menciptakan lapangan

kerja dan dapat memberikan rangsangan timbulnya kegiatan-kegiatan usaha baru

yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pembangunan dapat menyebabkan perubahan dalam lingkungan,

Pengaruh perubahan lingkungan itu adakalanya memberikan keuntungan pada

kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat, tetapi juga adakalanya

menimbulkan kerugian.

2
Setiap usaha pembangunan sangatlah penting untuk selalu

mempertimbangkan berbagai risiko yang ditimbulkan, karena perubahan yang

tidak menguntungkan akan menambah beban masyarakat, sehingga tujuan dalam

pembangunan tersebut akhirnya tidak tercapai.

Pembangunan industri akan dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Pertambahan penduduk di wilayah industri lebih cepat dibandingkan dengan

pertambahan penduduk di wilayah bukan industri, sehingga sangat mungkin akan

muncul permasalahan akibat dari hal tersebut.

Irawan dan Suparmoko (1999), menyatakan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara. Faktor tersebut dapat

digolongkan menjadi faktor ekonomi dan non ekonomi (seperti sistem hukum,

pendidikan, kesehatan, agama, pemerintah, dan lain sebagainya)

Sebagai wilayah yang baru berotonomi, Pemerintahan Kabupaten Garut

masih harus berjuang keras untuk menterjemahkan kebijakan dan aturan

lingkungan hidup pada tingkat nasional menjadi kebijakan dan aturan yang sesuai

pada tingkat lokal.

Kabupaten Garut, adalah salah satu daerah yang sedang mengembangkan

diri dalam Industri kecil dan menengah, khususnya industri rumahan, Wilayah ini

adalah merupakan sentra yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi penting; tidak

hanya bagi Kabupaten Garut tapi juga bagi berbagai kabupaten dan Kota lain

disekitarnya. Tanpa kesadaran dan perealisasian pembangunan berkelanjutan

yang berwawasan lingkungan yang tepat dan konsisten, maka berbagai proses

pembangunan di wilayah Kabupaten Garut, cepat atau lambat, akan menimbulkan

dampak negatif jangka panjang yang sangat merugikan.

Di sisi lain, Kabupaten Garut juga dituntut untuk mengoptimalkan

pertumbuhan ekonomi bagi pemenuhan kesejahteraan penduduknya yang

tergolong padat. Sejalan dengan tingginya keterkaitan mata pencaharian

3
penduduk dengan perubahan lingkungan disekitarnya, maka perubahan

lingkungan menjadi hal yang sangat serius untuk diperhatikan dan dipecahkan di

Kabupaten Garut.

Dalam setiap pembangunan selalu terjadi perubahan lingkungan.

Sebagian perubahan itu telah direncanakan dan dikehendaki, sebagian lagi terjadi

diluar perencanaan. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan pengaruh yang

kurang baik terhadap kesejahteraan rakyat, sehingga dapat mengurangi manfaat

pembangunan.

Pada lingkup yang lebih spesifik di Kabupaten Garut pada saat sekarang

banyak Industri yang dirasakan manfaatnya, khususnya bagi masyarakat pelaku

ekonimi industri umumnya masyarakat sekitar industri tersebut. Banyaknya

industri yang dilaksanakan secara rumahan dan sekarang berkembang khususnya

di Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan dimana di kedua Kecamatan

tersebut paling banyak terdapat unit usaha kerajinan barang kulit dan sejenisnya .

Untuk mengetahui lebih lanjut perubahan lingkungan kegiatan industri di

Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan Kabupaten Garut ini perlu diketahui

peranan industri tersebut terhadap kehidupan sosial ekonomi pada masyarakat di

sekitarnya.

Di wilayah Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan Kabupaten Garut

terdapat sejumlah industri rumahan pengolahan kulit baik Industri kecil maupun

menengah yang melibatkan para pengusaha lokal. Dampak sosial dari

pembangunan industri pengolahan kulit ini antara lain adanya perubahan pada

kehidupan masyarakat misalnya tersedianya lapangan pekerjaan yang tentunya

mendatangkan keuntungan secara finansial. Tetapi hal tersebut tidak diimbangi

dengan kesiapan secara mental bagi para pelakunya, sehingga dampak negatif

yang ditimbulkan sangat mungkin bisa terjadi.

4
Adanya proyek-proyek pembangunan pada umumnya akan menimbulkan

perubahan pada lingkungan, tak terkecuali industri pengolahan kulit yang ada di

Kabupaten Garut akan memunculkan persoalan baik pada lingkungan fisik, kimia,

biologi, maupun sosial ekonomi dan sosial budaya bagi masyarakat sekitar

industri tersebut. Walau disadari bahwa terjadinya perubahan lingkungan pada

berbagai aspek akan berdampak saling kait mengkait satu dengan lainnya.

Penelitian ini dipusatkan pada perubahan lingkunaan sosial ekonomi

masyarakat sekitar industri pengolahan kulit mengenai dampak limbah yang

ditimbulkan oleh adanya industri tersebut yang berada di Kabupaten Garut.

Atas dasar itulah peneliti ingin melakukan kajian mengenai dampak limbah

industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat yang

berada di sekitar industri tersebut yang ada di wilayah Kabupaten Garut. Dalam

kaitannya dengan hal tersebut peneliti mengambil sebuah topik yang dituangkan

dalam judul penelitian “Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak

Limbah terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi kasus di

Kabupaten Garut Jawa Barat)”

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek sosial

ekonomi mengenai industri pengolahan kulit dan dampak limbah terhadap

lingkungan masyarakat sekitar di Kabupaten Garut. Secara spesifik tujuan

penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik industri dan limbah dari industri kulit di

Kabupaten Garut

2. Mengkaji proses pembuangan limbah industri pengolahan kulit, di

Kabupaten Garut

5
3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap dampak industri pengolahan

kulit

4. Menganalisis persepsi m asyarakat terhadap limbah industri pada

lingkungan sosial ekonomi sekitar industri pengolahan kulit

5. Mengkaji Implikasi kebijakan pengelolaan limbah industri kulit.

1.3. Kerangka Pemikiran

Dengan tersebarnya Industri rumahan khususnya pengolahan kulit di

Kabupaten Garut menimbulkan tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat

sekitar, hanya masalahnya apakah masyarakat pelaku ekonomi tersebut

memanfaatkanya atas dasar pertimbangan lingkungan atau hanya sekedar untuk

mendapatkan keuntungan dari sisi ekonomi semata.

Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang karakteristik pelaku ekonomi dan

karakteristik industri yang di jalankan dalam melakukan usaha. Tak terkecuali

industri pennyamakan kulit yang dalam proses produksinya menggunakan bahan-

bahan kimia yang berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan secara umum,

terlebih apabila dalam pengelolaannya tidak diimbangi dengan pengetahuan yang

memadai atau dengan sengaja karena pertimbangan efisiensi dalam

pengelolaannya tidak memperhatikan lingkungan sehingga dampak buruk yang

ditimbulkan mengakibatkan kerugian bagi kesehatan masyarakat dan kerusakan

pada lingkungan sekitar.

Karakteristik pengusaha dan industri pengolahan kulit di Kabupaten Garut

sangat bervariasi sehingga antara satu pengusaha dengan pengusaha industri

pengolahan kulit bisa berbeda. Hal tersebut bisa dilihat tidak hanya dari aspek

kerja secara operasional tetapi juga akan terlihat dari sikap mereka dalam

menjalankan usahanya dipengaruhi banyak faktor.

6
Pengaruh dari Industri pengolahan kulit di Kabupaten Garut terhadap

lingkungan sosial ekonomi dan lingkungan Biofisik bagi masyarakat yang ada

disekitarnya akan ada, terlepas apakah pengaruh itu positif atau negatif. Kalau

dampaknya positif akan menguntungkan dan apabila dampaknya negatif maka

akan merugikan tidak saja bagi pelakuku ekonomi secara khusus tetapi bagi

masyarakat secara umum. Hanya seberapa besar dampak tersebut muncul tentu

hal inilah yang menjadi tujuan dalam penelitian ini selain faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat motivasi ekonomi pengusaha dalam menjalankan

industri pengolahan kulit

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan pembinaan dan

pengembangan industri yang dilakukan Sub Dinas Industri Kabupaten Garut tahun

2003, diketahui bahwa pada tahun 2002 terdapat 11.136 jumlah unit usaha yang

menyerap tenaga kerja 52.693 orang dengan investasi yang tertanam sebesar

Rp.586.695.120.000. Baik jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja, dan

investasi yang tertanam terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

7
Produk yang dihasilkan memiliki peluang pemasaran yang paling baik adalah

barang kulit (jaket, sarung tangan, jok kursi, sepatu, tas, topi ikat pinggang, dll.)

kain sutera, batik tulis, makanan, minyak akar wangi, dan kerajinan akar wangi.

Khusus untuk industri barang kulit yang dijalankan oleh masyarakat

secara rumahan pada saat sekarang terus berkembang khususnya di Kecamatan

Garut Kota, dan Kecamatan Karang Pawitan. Di kedua kecamatan tersebut

terdapat tidak kurang 71 unit usaha kerajinan barang kulit dan sejenisnya yang

dalam pengelolaannya kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan sebagai

pertimbangan. Terdapat 4 desa yang secara kuantitatif paling banyak unit usaha

kerajinan kulit dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Desa-desa

tersebut adalah Desa Kota Wetan, Sukaresmi, Suci, dan, Karang Mulya

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dalam melaksanakan

produksinya tidak semua pengusaha industri kulit ini menggunakan cara-cara

pengelolaan limbah secara baik, terlebih Industri yang bergerak dalam

penyamakan kulit dalam menjalankan usahanya secara kualitas konstribusinya

sangat besar terhadap pencemaran lingkungan sekitar, karena tidak sedikit para

pengusaha yang secara sengaja membuang limbahnya ke sungai yang terdapat

disekitar pabrik, sehingga menimbulkan masalah terhadap lingkungan sosial,

ekonomi pada masyarakat disekitar.

Banyak keluhan dari masyarakat mengenai adanya limbah yang tidak

dikelola dengan baik tersebut. Air sungai menjadi keruh, berbusa dan

menimbulkan bau. Hal ini menganggu terhadap kesehatan baik rasa bau yang

sangat menyengat atau timbulnya gatal-gatal di kulit akibat dari penggunaaan air

sungai secara langsung oleh masyarakat terutama bagi para petani yang

menggunakannya untuk pengairan kolam air tawar atau lahan pertanian. Air tidak

layak lagi digunakan untuk kehidupan sehari-hari.

8
Akibat dari adanya pencemaran yang secara langsung berdampak negatif

bagi masyarakat sekitar tidak jarang terjadi konflik antara masyarakat dengan

pengusaha, yang berujung dengan munculnya protes dari masyarakat yang

merasa dirugikan.

Berdasarkan fenomena tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik industri pengolahan kulit, yang ada di

Kabupaten Garut ?

2. Bagaimana proses pembuangan limbah industri pengolahan kulit, yang

ada di Kabupaten Garut ?

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap dampak industri ?

4. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap limbah industri pada lingkungan

sosial ekonomi sekitar industri pengolahan kulit ?

5. Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan limbah industri kulit ?

Sehubungan penelitian ini tidak diarahkan pada pengukuran biofisik kimia

secara spesifik, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada bagaimana

persepsi masyrakat terhadap dampak industri pengolahan kulit, disamping

membandingkannya dengan data sekunder yang diperoleh dari instansi

terkait.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi

mengenai dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial

ekonomi masyarakat, terutama bagi para pembuat kebijakan dan pengambilan

keputusan dalam rangka early warning system. dapat juga digunakan sebagai

bahan masukan bagi pengusaha industri pengolahan kulit khususnya mengenai

pentingnya manajemen pengolahan limbah bagi keberlanjutan usahanya.

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Industri Kecil.

Departemen Perindustrian (1988) dalam Dalimunthe (2000), membagi

industri kecil dalam lima kelompok, yaitu:

1) Industri kecil pengolahan pangan, yang meliputi industri pengolahan hasil

tanaman pangan, industri hasil peternakan dan lain-lain.

2) Industri sandang dan kulit, yang meliputi industri pertenunan, industri batik,

industri pakaian jadi, industri barang-barang dari kulit.

3) Industri kimia dan serat, yang meliputi industri minyak atsiri, industri

komponen karet, industri vulkanisir ban, industri peti kemas dan kayu.

4) Industri barang logam, alat angkut dan jasa, yang meliputi industri

pengecoran logarn, industri komponen dan suku cadang, industri jasa

service dan reparasi.

5) Industri kecil kerajinan umum, yang meliputi industri anyam-anyaman,

industri kerajinan ukiran dan industri permata.

Allun (1987) mengemukakan bahwa karakteristik dari usaha kecil adalah

sebagai berikut :

1) Tipe kepemilikan usaha yang cenderung kepada usaha perseorangan

artinya pemilik merangkap manajer, sedangkan tenaga bantuan berasal

dari dalam keluarga.

2) Jumlah tenaga kerja per unit usaha relatif tidak banyak.

3) Penggunaan energi, mengarah kepada sumber daya tradisional, yaitu dari

tenaga manusia sendiri, tenaga hewani, ataupun bila menggunakan

peralatan mesin maka dari tipe yang sederhana.

4) Teknologi yang digunakan biasanya sederhana.

5) Orientasi pemasaran ke pasar lokal atau daerah yang terbatas di sekitar


tempat usaha atau ada pembeli yang bisa menyalurkan produk sampai

kepada konsumen luar negeri.

6) Kegiatan usaha bersifat informal, pola kegiatannya tidak teratur, baik dari

segi waktu dan permodalan.

7) Tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan biasanya tidak

terpisahkan dari tempat tinggalnya.

Sedangkan batasan industri kecil berdasarkan jumlah tenaga kerja, dalam

hal ini Departemen Perindustrian mengelompokan menjadi :

1) Industri rumah tangga dengan jumlah pekerja 1 - 4 orang

2) Industri kecil dengan jumlah pekerja 5 - 19 orang

3) Industri sedang dengan jumlah pekerja 20 - 99 orang

4) Industri besar dengan jumlah pekerja = 100 orang

Menurut Saleh (1986) dalam Khodijah (1997), karakteristik industri kecil

didominasi oleh (1) proses produksi yang sangat padat karya sehingga dapat

memperluas lapangan kerja, (2) penggunaan teknologi yang lebih sederhana

yang lebih cocok dengan kondisi ekonomi, sosial, serta fisik daerah pedesaan,

(3) penggunaan dana yang relatif kecil dengan sumber dana berupa uang atau

tabungan pemilik usaha itu sendiri.

2.2 Karakteristik Industri Kulit.

Industri kulit meliputi industri penyamakan kulit , industri sepatu/ alas, dan

industri barang-barang yang terbuat dari bahan kulit. Industri penyamakan kulit

adalah industri yang mengolah bahan mentah (hides dan atau skins) menjadi

kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak

(Bapedal, 1996). Sedangkan industri barang-barang kulit adalah yang mengelola

kulit jadi menjadi barang-barang untuk keperluan manusia meliputi tas, koper,

11
ikat pinggang, sarung tangan, jaket kulit wayang kulit, serta hasil tatah dan ukir

(Anonim (1985) dalam Wikanti, 1995).

2.3 Karakteristik Limbah Industri Kulit.

Dengan ditingkatkannya sektor industri maupun sektor pertanian

diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat meningkat pula. Akan tetapi, di

samping tujuan-tujuan tersebut dengan munculnya industri perlu dipikirkan efek

sampingnya yang berupa limbah. Misal, timbulnya limbah padat (solid wastes)

limbah cair (liquid wastes) maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis

limbah ini ada kalanya keluar sekaligus dalam tahapan proses industri atau satu

persatu sesuai dengan proses yang terjadi di perusahannya.

Tak terkecuali pada industri pengolahan kulit tentunya pada tahapan

proses mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak tentunya akan

menghasilkan limbah juga, yang apabila tidak dikelola dengan cara-cara baik

akan menimbulkan dampak negatif yang tidak diharapkan karena terjadinya

pencemaran pada lingkungan di sekitarnya

Berikut ini Judoamidjojo (1980) menggambarkan sketsa tahapan proses

dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak (Gambar 2)

Gambar 2. Sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah


menjadi kulit siap samak

12
Menurut Mahida (1993) limbah adalah buangan cair yang berasal dari

suatu lingkungan masyarakat, baik domestik, perdagangan, maupun industri,

dengan komponen utamanya adalah air yang telah digunakan. Limbah cair

domestik adalah limbah yang mencakup keseluruhan buangan ke dalam saluran

pembuangan yang berasal dari rumahtangga, termasuk didalamnya limbah

industri kecil.

Limbah mengandung benda-benda padat yang terdiri dari bahan organik

dan anorganik. Bahan organik pada limbah umumnya terdiri dari senyawa-

senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun Menurut Mahida (1993).

Bahan-bahan pencemar yang terkandung pada limbah, sangat tergantung dari

karakteristik dan jenis sumber penghasil limbah tersebut.

Limbah yang ditimbulkan akibat adanya industri pengolahan kulit bisa

berupa limbah padat, cair, dan gas. Limbah tersebut ada yang dihasilkan dari

akibat selama tahapan proses penyamakan kulit, ada pula limbah yang

dihasilkan setelah selesai proses penyamakan kulit. Khusus untuk limbah yang

ditimbulkan dari akibat proses penyamakan kulit maka akan menghasilkan

limbah yang berbeda macam dan komposisinya. Limbah yang ditimbulkan akibat

dari proses penyamakan kulit bersumber dari kelebihan bahan kimia yang

digunakan dalam proses penyamakan tersebut (Winter, 1984).

Limbah lain yang dihasilkan selama proses pengolahan kulit jadi atau

bahan mentah bisa berupa rambut dan wool, protein non kolagen dan kolagen,

lemak, sisa-sisa perapihan, kulit belahan, serasah penyerutan serta debu

pengamplasan (Winter, 1984 dan Sharphouse,1983). Dalam hal ini Sugiharto

(1987) mengemukakan bahwa limbah industri pengolahan barang barang dari

kulit berasal dari perendaman, dan pengapuran, pembuangan bulu atau rambut,

Secara umum bahwa sifat-sifat limbah industri pengolahan kulit; total padatan

tinggi keras, penggaraman, sulfida, kromium, pH, endapan kapur, dan BOD

13
sedangkan cara pengolahannya melalui perataan, sedimentasi, dan perlakuan

biologi

Khusus dalam proses penyamakan kulit sebagian besar dihasilkan limbah

cair terutama ketika proses pengolahan kulit di rumah basah (beam house) pada

saat pencucian, pengapuran dan ketika membuang atau membersihkan kapur,

pemisahan atau ketika membersihkan bulu, penetralan, bating, dan ketika

pengasaman. Limbah cair dari rumah basah berupa limbah pada saat proses

pencucian dimana kadar garam yang digunakan pada proses ini biasanya sangat

tinggi, di samping itu limbah cair yang bersifat asam dan limbah cair yang bersifat

basa (Thorstensen, 1997).

Karakteristik limbah dari penyamakan kulit sangat bervariasi dari hari ke

hari maupun diantara tahapan proses (Winter, 1984). Kualitas dan macam bahan

mentah dan macam produk akhir juga berpengaruh terhadap karakteristik limbah

cair penyamakan kulit (Money, 1991).

2.3.1 Pengertian Limbah Industri Kulit.

Kustaman (1991) menyatakan bahwa limbah pada dasarnya adalah suatu

bahan yang dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses -

proses alam dan tidak, atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat

mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi

yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar, di

samping juga dapat mencemari lingkungan. Persoalan pencemaran yang di

sebabkan oleh adanya limbah tersebut timbul apabila lingkungan sudah tidak

mampu lagi untuk menetralisir pengaruhnya. Sementara itu Henry dan Heinke

(1989) dan Mahida (1992) menyatakan bahwa limbah adalah buangan cairan

dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah

digunakan dengan minimal 0,1 % bagian berupa zat padat yang terdiri dari

14
senyawa organik dan anorganik. Selanjutnya Partoatmodjo (1991) dan

Kustaman (1991) membagi limbah menjadi tiga yaitu: limbah yang berbentuk

padat (limbah padat), limbah yang berbentuk cair (limbah cair) dan limbah yang

berbentuk gas (limbah gas).

Menurut Jenie dan Rahayu (1993) limbah dapat membahayakan

kesehatan masyarakat. Walaupun tidak terlibat langsung dalam perpindahan

penyakit, namun kandungan bahan organik yang tinggi dapat merupakan sumber

makanan yang baik bagi perkembangan organisme.

Limbah industri penyamakan kulit berdasarkan Dinas Perindustrian

(1998) secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi; limbah padatan dan

lumpur, cair, dan gas (bau). Limbah industri penyamakan kulit juga ditentukan

oleh penggunaan bahan bakunya baik kulit besar maupun kulit kecil, bahan

pembantu (obat-obatan kimia) maupun penggunaan teknologi proses dan

tahapan proses, kapasitas sampai kepada jenis produk yang dihasilkan. Sumber

utama limbah industri penyamakan kulit terdiri dari:

1) Bagian-bagian kulit yang harus dibuang (dihilangkan selama proses

penyamakan), termasuk didalamnya rambut dan bulu, berbagai protein dan

minyak, sisa-sisa pengguntingan kulit, sisa splitting dan bahan-bahan kimia

yang dapat digunakan selama proses penyamakan.

2) Kelebihan bahan-bahan kimia dari proses penyamakan.

Limbah tersebut selain berada dalam bentuk padatan, cairan dan gas juga

dapat berupa limbah campuran yang mengandung beberapa substansi (Mixed

Waste Water).

2.3.2 Jenis Limbah Industri Kulit.

Sedikitnya terdapat tiga jenis limbah yang dihasilkan industri penyamakan

kulit yaitu limbah padat, cair, dan gas.

15
2.3.2.1 Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit.

Limbah cair industri penyamakan kulit adalah semua limbah industri

penyamakan kulit yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair. Sifat dan

karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut jenis tahapan prosesnya

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat dan karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut jenis
tahapan prosesnya
Input Proses Limbah
Kulit mentah kering, 200-1000 % air, Perendaman (Soaking) Sisa daging, darah, bulu,
1 g/l obat pembasah dan antiseptik garam, mineral, debu dan
(tepol,molescal,cysmolan), kotoran lain.
Kulit yang sudah di rendam, 300 - Buang bulu (Unhairing) Air yang berwarna putih
400 % air, 6 -10 % Kapur tohor (Ca dan pengapuran (Liming) kehijauan dan kotor,
(OH)2), 3 - 6 % Natrium sulphida mengandung kalsium, natrium
(Na2 S). sulphida, daging dan
lemak.albumin, bulu, sisa
Kulit, 200 -300 % air, 0,75-1,5% Pembuangan Nitrogen amonia.
asam (H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, (Deliming) kapur
Dektal).
Kulit, 200 -300% air hangat 35 °C, Pengikisan Lemak.
0,8 -1,5% Oropon atau Enzylon. (Bating).protein
Kulit, 80 -100% air, 10-12 % Pengasaman (Pickling) Protein, sisa garam,
garam dapur, 0,5-1 % asam sejumlah kecil mineral.
(H2SO4, HCOOH).
Kromium Sulphat Basa Penyamakan krom Krom
(Chrom e Tanning)
Sumber: Bapedal (1996)

2.3.2.2 Limbah Padat Industri Penyamakan Kulit.

Berdasarkan Dinas Perindustrian (1998) limbah padat industri

penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang

berbentuk padat atau berada dalam fase padat sampai setengah

cair/bubur/lumpur. Jenis limbah padat pada industri penyamakan kulit terdiri dari:

a. Limbah padat yang bisa ditimbun tanpa membahayakan.Adalah limbah padat

yang tidak larut dalam air ataupun yang tidak mencemari udara (limbah padat

tersebut stabil, baik fisik maupun kimia).

b. Limbah padat yang bisa ditimbun tapi membahayakan. Adalah limbah padat

16
yang secara kimia stabil, namun secara fisik belum stabil.

c. Limbah padat yang tidak bisa ditimbun. Adalah limbah padat yang secara

fisik maupun kimia tidak stabil.

Pemanfaatan limbah padat dapat dikelompokkan menjadi limbah padat tidak

disamak dan limbah padat telah disamak. Limbah padat kulit hewan yang tidak

disamak adalah bulu, sisa fleshing, trimming (pengguntingan tepi), dan split.

Limbah padat kulit hewan yang telah disamak adalah sisa pengetaman, dan

penghampelasan (Oktaviarty, 1998).

2.3.2.3 Limbah Gas Industri Penyamakan Kulit.

Menurut Soehadji (1992) limbah gas industri penyamakan kulit adalah

semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk gas atau berada dalam

fase gas. Proses penyamakan kulit mulai dari beam house sampai dengan

proses penyamakan adalah merupakan proses perlakuan basah, sedangkan

proses finishing kulit merupakan proses kering. Dengan demikian kemungkinan

terjadinya pencemaran gas buang dan partikel debu lebih banyak bersumber dari

proses finishing. Meskipun demikian gas buang kemungkinan dapat terjadi pula

pada proses perlakuan basah. Pada industri penyamakan kulit, sumber gas

buang dan partikel debu berasal dari beberapa peralatan produksi sebagaimana

terlihat pada Tabel 2

Tabel 2 Sumber gas buang dan partikel debu yang dihasilkan industri
penyamakan kulit

No Bentuk limbah Sumber limbah


1. Gas buang Proses basah
Mesin pengecatan
Proses pengolahan limbah cair
Boiler
Diesel

2. Partikel debu Mesin penyerutan (Shaving)


Mesin pengampelasan (Buffing)
Sumber: Bapedal (1996)

17
Dari tiga jenis limbah yang dihasilkan industri penyamakan kulit tersebut

ada beberapa yang bisa dimanfaatkan sebagaimana disajikan pada Tabel 3

Tabel 3. Limbah Industri kulit yang bisa dimanfaaatkan berdasarkan tahapan


proses produksi yang dilakukan
No Jenis Proses Manfaat
1. Kulit Sasapan Proses Pleshing Dimasak untuk makanari
2. Kulit Kanto Proses Spliting Dimasak untuk makanan
3. Kulit split Proses Spliting Dimasak untuk bahan jaket sarung
tangan dan lapis sepatu
4. serbuk Kulit Proses Shaving Diproses lebih lanjut untuk eternit, sol
sepatu dan fibe board
5. Potongan kulit Proses Finishing Dibuat barang untuk souvenir
6. Cairan Kapur Proses Liming, Didaur ulang melalui Unit Pengolahan
reliming, dan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat
deliming air bersih
7. Cairan Chroom Proses Pickling Diproses melalui sisem croom
recovery untuk mendapatkan Fresh
Chroom hombali
8. Cairan warna Proses dyieng Didaur ulang melalui Unit Pengolahan
Air Limbah (UPAL) untuk mendapat
air bersih
9. Cairan Lain Proses Soaking, Didaur ulang melalui Unit Pengolahan
Washing dan Rinsing Air Limbah (UPAL) untuk mendapat
air bersih
Sumber: Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut

2.3.3 Sifat -sifat Limbah Industri Kulit.

Berdasarkan sifat-sifatnya maka limbah dapat dibedakan menjadi tiga

bagian yaitu: (1) sifat fisik, (2) sifat kimia, dan (3) sifat biologis. (Sundstrom,

1979)

2.3.3.1 Sifat fisik limbah,

Sifat fisik limbah merupakan sifat dari parameter kualitas limbah yang

memiliki penjelasan secara fisik. Parameter fisik kualitas limbah antara lain

penetrasi cahaya matahari (kecerahan perairan), suhu, muatan padatan

tersuspensi, warna, bau, kekeruhan, dan daya hantar listrik. Tingkat perubahan

sifat fisik ini dapat digunakan untuk menentukan sumber pencemaran,

penyebaran, dan perubahan yang terjadi sesuai dengan berjalannya waktu.

18
a. Kecerahan perairan.

Berdasarkan kecerahan perairan maka penetrasi cahaya matahari

yang dibutuhkan organisma yang terdapat dalam perairan dalam proses

fotosintesis. Dalam proses ini dihasilkan oksigen yang kemudian digunakan

untuk proses kimiawi perairan seperti proses, penguraian bahan organik,

oksidasi dan pernafasan organisme yang berada di air.

b. Suhu

Berdasarkan parameter suhu dapat mempengaruhi kenyamanan

kehidupan organisme perairan juga mempengaruhi kelarutan oksigen dan

gas-gas terlarut lainnya.

c. Muatan padatan tersuspensi

Muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap

tertinggal sebagai sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103oC–

105oC. Besarnya nilai parameter ini akan berakibat terganggunya proses

fisik dan kimia perairan.

d. Warna dan bau

Adanya perubahan warna dan bau pada perairan merupakan

indikator dari adanya pencemaran. Adanya bau sebagai akibat pengaruh

penguraian bahan organik yang tidak sempurna. Sedangkan warna sebagai

akibat dari adanya ion-ion logam, humus, senyawa terlarut, plankton,

limbah industri maupun padatan.

Apabila oksigen terlarut tidak tersedia maka suasana akan menjadi

anaerob dan akibat dekomposisi bahan organik dengan gas-gas yang

menghasilkan bau misalnya H2S dan NH3 maka akan menimbulkan bau

19
busuk yang sangat menyengat (Koziorowski dan Kucharski, 1972,

Tchobanoglous dan Burton. 1992).

Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat

merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat

menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan

bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih

berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun

Pembuangan lumpur limbah dari penyamakan kulit di atas tanah

sebagai bahan urugan berpotensi mencemari lingkungan yaitu dengan

terjadinya bau busuk, gas metana, dan pencemaran terhadap air tanah dan

air permukaan karena terjadi pelindian (Kuai et al., 2000).

Lingkungan tanah yang dijadikan tempat pembuangan limbah dari

proses penyamakan kulit akan terjadi timbunan yang berlapis pada tanah

yang bisa menimbulkan bau dari pembusukan bahan organik.

e. Kekeruhan

Nilai parameter ini sangat tergantung pada besarnya kandungan

padatan tersuspensi, bahan koloid serta bahan-bahan yang berukuran lebih

besar, baik bahan organik maupun bahan anorganik.

f. Daya hantar listrik

Berdasarkan daya hantar listriknya atau kemampuan air untuk

mengalirkan arus listik, maka suatu perairan dapat diketahui besarnya

kandungan padatan terlarut dalam air dengan ditandai tingginya nilai

konduktivitas dari perairan tersebut yang menyatakan bahwa perairan

tersebut mengandung padatan terlarut atau limbah.

20
2.3.3.2 Sifat Kimia Limbah,

Sifat kimia limbah adalah kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam

limbah berdasarkan kaidah-kaidah perubahan kimia. Parameter kimia kualitas

limbah, antara lain derajat kemasaman (pH), salinitas, senyawa-senyawa

nitrogen (nitrat, nitrit, amonia), fosfat, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen

biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), sianida, sulfida, minyak,

senyawa fenol, pestisida, logam-logam dan deterjen. Beberapa sifat kimia limbah

yang dianggap penting antara lain adalah:

a. Derajat Kemasaman (pH).

Derajat keasaman dan kebasaan suatu substansi bergantung pada

konsentrasi ion-ion hidrogen dari substansi tersebut. Nilai keasaman dan

kebasaan dinyatakan dalam tolok ukur pH. Besarnya pH menggunakan

skala berkisar antara 0 sampai 14. keadaan dikategorikan netral bila nilai

pH sama dengan 7, sedangkan nilai pH yang lebih rendah dari 7 dikatakan

bersifat asam, dan sebaliknya bila nilai pH lebih besar dari 7, maka

keadaan ini dikatakan bersifat basa.

Nilai pH dari limbah berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya

limbah yang berasal dari industri yang memiliki kandungan bahan organik

umumnya cenderung bersifat basa. Perubahan pH dari limbah akan

mengganggu kehidupan ikan dan organisme lainnya. Rendahnya nilai pH di

dalam limbah karena sifatnya yang korosif maka akan menyebabkan

terjadinya karat pada benda-benda yang terbuat dari baja atau besi.

b. Nilai DO, BOD, dan COD.

Kehidupan mikroorganisme seperti ikan dan hewan lainnya, tidak

terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air oksigen terlarut

21
(DO) merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan di dalam air. Standar

minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan adalah 5 ppm dan apabila

di bawah standar tersebut akan menyebabkan kematian ikan dan biota

perairan lainnya (Jenie, B. dan Rahayu, 1993).

Jika bahan organik yang belum diolah dan dibuang kedalam air,

maka bakteri akan menggunakan oksigen untuk proses pembusukan.

Oksigen diambil dari yang terlarut di dalam air dan apabila pemberian

oksigen tidak seimbang dengan kebutuhannya maka oksigen yang terlarut

akan turun mencapai titik nol, dengan demikian kehidupan dalam air akan

mati. Untuk mengukur kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk

menguraikan benda organik di dalam air limbah digunakan satuan BOD5

(Biochemical Oxygen Demand), yang menggunakan ukuran mg/liter air

kotor (Sugiharto, 1987).

Nilai BOD digunakan untuk menyatakan kandungan senyawa

organik limbah yang terkandung di dalam perairan. Semakin besar angka

BOD ini menunjukan bahwa derajat pengotoran air limbah adalah semakin

besar (Sugiharto, 1987).

Untuk mengukur kandungan bahan organik di dalam limbah,

pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan COD (Chemical Oxygen

Demand) yang menunjukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator

untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah

menjadi karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa anorganik seperti NH3

Semakin banyak senyawa organik limbah dalam air maka akan

semakin tinggi nilai COD, sehingga tinggi rendah nilai COD menentukan

kualitas pencemaran air.

Analisis BOD dan COD limbah akan menghasilkan nilai yang

berbeda. Nilai COD umumnya lebih tinggi dari BOD karena jumlah senyawa

22
kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar daripada oksidasi

secara biologis (Saeni, 1989, Jenie dan Rahayu, 1993).

2.4 Dampak Limbah Industri Kulit terhadap lingkungan.

Meningkatnya sektor industri dengan tujuan meningkatnya taraf hidup

masyarakat dalam pelaksanaan tidaklah sederhana. Munculnya industri selain

akan menimbulkan dampak yang positif juga sangat mungkin akan menimbulkan

dampak dampak negatif, terutama perlu diperhatikan efek samping dari limbah

yang dikeluarkan industri tersebut dalam proses produksinya.

Pada proses pembuangan limbah apabila pengelolaannya tidak

menggunakan cara-cara yang benar dan ramah terhadap lingkungan akan

mengakibatkan dampak negatif yang berakibat kerusakan pada lingkungan dan

akan merugikan bagi masyarakat sekitar.

Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes), limbah cair

(liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini

dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai

dengan proses yang ada diperusahaannya.

Dalam hal ini Sugiharto (1987), menyatakan bahwa efek samping dari

limbah tersebut bisa berupa:

1) Membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa

suatu penyakit (sebagai vehicle).

2) Merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada

benda / bangunan maupun tanaman-tanaman dan peternakan.

3) Dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti

ikan dan binatang peliharaan lainnya.

23
4) Dapat merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan

pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir

sungai yang merupakan daerah rekreasi.

Tak terkecuali dengan industri pengolahan kulit di suatu daerah akan

menimbulkan persoalan, terutama yang menyangkut dampak limbah industri

pengolahan kulit tersebut terhadap lingkungan. Perlu kiranya diperhatikan efek

samping yang akan ditimbulkan oleh adanya suatu industri sebelum industri

tersebut mulai beroperasi.

Hal tersebut sangat terkait dengan tersedianya bangunan pengolah

limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan, dan bahan yang

digunakan terutama pada limbah yang dimungkinkan berbahaya. Karena air

limbah suatu industri baru diperbolehkan dibuang ke badan-badan air apabila

telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun

bahan kimia yang penting yang ada di dalam air limbah pada umumnya dapat

diklasifikasikan sebagai berikut.

2.4.1 Gangguan Terhadap Kesehatan.

Limbah dapat menjadi media yang sangat effektif bagi penyebaran

berbagai jenis penyakit. Limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia

mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui limbah.

Beberapa jenis penyakit menular yang disebarkan melalui limbah berasal dari

jenis mikroba seperti virus, bakteri, protozoa, dan metazoa. Penyakit-penyakit

tersebut dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya masuk kedalam sumber

air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

(Slamet, 1996).

Selain sebagai pembawa dan kandungan kuman penyakit, air limbah juga

dapat mengandung bahan-bahan beracun, penyebab iritasi, bau dan bahkan

24
suhu yang tinggi serta bahan-bahan lainnya yang mudah terbakar (Sugiharto,

1987).

2.4.2 Gangguan Terhadap Kehidupan Biotik.

Bahan organik yang terkandung pada limbah yang dibuang ke dalam

suatu badan perairan, akan dapat mengancam kehidupan biologis pada badan

air tersebut. Kandungan bahan organik yang tinggi di dalam air akan

menurunkan kadar oksigen sebagai akibat dari terjadinya proses oksidasi oleh

mikroorganisma yang ada di dalamnya. Pada proses oksidasi ini akan

memanfaatkan oksigen terlarut dalam air sehingga suplai oksigen menjadi

berkurang yang berakibat pada terganggunya kehidupan di dalam air,

2.4.3 Gangguan Terhadap estetika.

Pembusukan bahan organik di samping akan menyebabkan timbulnya

bau yang tidak sedap juga menimbulkan warna yang sangat kotor sehingga

mengganggu pemandangan. Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat

dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang

penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika dan kejernihan serta

bau dan warna dan juga temperatur (Sugiharto, 1987).

Air permukaan yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah dari

proses penyamakan kulit selain limbah yang berupa padat seperti bulu, kalsium

karbonat, sisa irisan lemak dan daging, dapat menyenbabkan air menjadi keruh

(Koziorowski dan Kucharski, 1972).

2.4.4 Kerusakan pada Benda.

Karena sifatnya yang korosif maka adanya limbah dapat mempercepat

proses terjadinya karat terutama pada benda-benda yang terbuat dari logam,

sehingga mempercepat kerusakan pada benda tersebut. Demikian juga halnya

25
pada limbah dari pengolahan kulit, karena mengandung banyak lemak dari kulit

yang dibersihkan maka limbah yang mengandung lemak akan menempel pada

benda yang dilaluinya sehingga dapat menyumbat jalannya limbah tersebut

menuju ke tempat pembuangan (Sugiharto, 1987).

2.5 Sistem Pengolahan Limbah Industri Kulit.

Tujuan utama pengolahan limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel

tercampur, serta membunuh organisme patogen dalam upaya mengurangi

penyebaran penyakit, sehingga air buangan (effluent) tersebut tidak

membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, diperlukan juga tambahan

pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan

yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah.

Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut di atas

dapat dikurangi (Sugiharto, 1987).

Proses pengolahan limbah menurut Mahida (1993) secara umum

dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) pengolahan secara mekanis yang terdiri

dari penyaringan zat-zat padat dari limbah, penghilangan lemak pengambilan

buih, dan sedimentasi atau pengendapan; (2) pembenahan secara kimiawi yang

meliputi proses adsorbsi, pertukaran ion, osmosis, dan oksidasi kimia; (3)

pembenahan secara biologis, yang tergantung pada aktivitas mikroorganisme

menggunakan limbah untuk mensintesis bahan seluler untuk pertumbuhan

mikroorganisme baru.

Beberapa kegiatan yang biasanya dipergunakan pada pengolahan air

limbah berikut tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan dapat dilihat pada tabel 4.

26
Tabel 4. Jenis kegiatan dan tujuan pengolahan air limbah

Jenis kegiatan Tujuan pengolahan


1. Penyaringan 1. Untuk menghilangkan zat padat
2. Perajangan 2. Memotong benda yang berada di
dalam air limbah
3. Bak penangkap pasir 3. Menghilangkan pasir dan koral
4. Bak penangkap lemak 4. Memisahkan benda terapung
5. Tangki ekualisasi 5. Melunakan air limbah
6. Netralisasi 6. Menetralkan asam atau basa
7. Pengendapan/pengapungan 7. Menghilangkan benda tercampur
8. Reaktor lumpur aktif/aerasi 8. Menghilangkan bahan organik
9. Karbon aktif 9. Menghilangkan bau, benda yang tidak
dapat diuraikan
10. Pengendapan kimiawi 10. Untuk mengendapkan fosfat
11. Nitrifikasi/denitrifikasi 11. Menghilangkan nitrat secara biologis
12. Air stripping 12. Menghilangkan amoniak
13. Pertukaran ion 13. Menghilangkan jenis zat tertentu
14. Saringan pasir 14. Menghilangkan partikel padat yang
lebih kecil
15. Osmosis/elektrodialisis 15. Menghilangkan zat terlarut
16. Desinfeksi 16. Membunuh mikroorganisme
(sumber: Sugiharto, 1987).

Jenis kegiatan di atas dalam prakteknya tidak harus semua dipergunakan

karena disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun secara garis besar menurut

Sugiharto, (1987) kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi

6 (enam) bagian yaitu :

1. Pengolahan pendahuluan (pre treatment)


2. Pengolahan pertama (primary treatment)
3. Pengolahan kedua (secondary treatment)
4. Pengolahan ketiga (tertary treatment)
5. Pembunuhan kuman (desinfektion)
6. Pembuangan lanjutan (ultimate disposal)

Pada setiap fase di atas terdapat beberapa jenis pengolahan yang dapat

diterapkan. Dari beberapa jenis tersebut bisa dipilih salah satu yang diperkirakan

lebih efektif dan effesien.

27
2.5.1 Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)

Agar mempercepat dan memperlancar proses pengolahan berikutnya

maka perlu dilakukan pembersihan terutama pengambilan benda-benda

terapung dan pengambilan benda-benda yang mengendap seperti pasir.

a. Pengambilan Benda-Benda Terapung

Pada umumnya menghilangkan zat padat yang kasar dilakukan dengan

cara melewatkan air limbah melalui para-para atau saringan kasar, atau

dagunakan alat pemecah (comminutor) untuk memotong zat padat yang terdapat

dalam air limbah tanpa mengambilnya secara manual dari dalam aliran tersebut.

b. Pengambilan Benda-Benda Mengendap

Bak penangkap pasir digunakan untuk menghilangkan kerikil halus yang

berupa pasir, koral, atau zat padat berat lainnya yang mengalami penurunan

kecepatan, atau mempunyai gaya berat lebih besar dari zat organik yang dapat

membusuk di dalam air limbah. Pada umumnya bak ini direncanakan untuk

mengendapkan semua butiran yang berdiameter antara 0,15 – 0,21 mm.

(Sugiharto, 1987).

28
Pengolahan Pengolahan pertama 67890-=., Pembuangan
Pengolahan ketiga Pembubuhan klor
pendahuluan Kimia fisikua lanjutan

Air buangan
Air penampung

Pencacahan & Penyaringan dan Di buang di


Netralisasi Pengendapan Lumpur aktif klorinasi
penyaringan osmosis tanah

Penyerapan
Pelunakan penggumpalan Pengapungan Bak aerasi ozonisasi
karbon

Pemisahan Saringan pasir Pertukaran ion


minyak

Kolam anaerob Saringan pasir

Denitrifikasi & NH3


Bak stabilisasi
striping

Penggumpalan &
Pembakaran
pengendapan
Pengolahan
lumpur lumpur Penutupan
tanah

Ke laut

Mengatur pH Menghilangkan Menghilangkan


Menstabilisasi air Menghilangkan Menghilangkan
menghilangkan ion, benda tidak Pembunuh bakteri atau
limbah benda tercampur benda organik,
nutrien dan benda terurai, nutrien, pengumpulan
terlarut yg terurai
organik warna, bau benda-benda
Gambar 3. Beberapa alternatif pilihan pengolahan air limbah untuk setiap fase pengolahan

29
2.5.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment).

Pengolahan pertama dimaksudkan untuk menghilangkan zat padat

tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengendapan terjadi karena

kondisi tenang. Bahan kimia dapat juga ditambahkan untuk menetralkan keadaan

atau meningkatkan pengurangan dari partikel kecil yang tercampur. Pengendapan

ini akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutnya dan

pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi.

2.5.3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment).

Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi

bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses

ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain; jumlah air limbah, tingkat

kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya. Reaktor pengolah lumpur aktif

dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses

penggunaan lumpur aktif (activated sludge), air limbah yang telah lama,

ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri

secara cepat agar proses biologis dalam penguraian bahan organik berjalan lebih

cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid).

Terdapat dua hal yang penting dalam proses biologis ini yaitu: (1) proses

penambahan oksigen, (2) proses pertumbuhan bakteri.

Proses penambahan oksigen adalah suatu upaya untuk mengurangi bahan

pencemar sehingga konsentrasinya berkurang atau hilang sama sekali. Dalam

prakteknya penambahan oksigen ke dalam limbah dapat dilakukan dengan: (1)

memasukan udara ke dalam limbah, dan (2) memaksa air ke atas untuk berkontak

dengan oksigen.

30
a. Memasukan udara ke dalam limbah.

Memasukan udara atau oksigen ke dalam limbah melalui benda porous atau

nozzle. Apabila nozzle diletakan di tengah-tengah, maka akan meningkatkan

kecepatan kontak gelembung udara tersebut dengan limbah, sehingga proses

pemberian oksigen berjalan lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya nozzle tersebut

diletakkan di dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan berasal dari udara luar yang

dipompakan kedalam limbah dengan pompa tekan. Gambar 4 menunjukan proses

tersebut:

Gelembung udara

Tekanan udara
Gambar 4. Aerasi dengan memasukkan
udara kedalam limbah

b. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen.

Proses ini adalah cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui

pemutaran baling-baling yang diletakan pada permukaan air limbah. Akibat dari

pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas sehingga terjadi kontak langsung

dengan udara disekitarnya. Gambar 5 menunjukan proses tersebut:


Baling-
baling

Limbah terangkat
dan kontak
dengan udara

Gambar 5 Aerasi dengan menggunakan


baling baling

31
2.5.4 Pengolahan Ketiga (Tertary Treatment).

Pengolahan ketiga ini dilakukan apabila pada pengolahan pertama dan

pengolahan kedua masih terdapat zat berbahaya bagi masyarakat umum, biasanya

dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus.

2.5.5 Pembunuhan Kuman (Desinfektion)

Pembunuhan Kuman bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan

mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Mekanismenya sangat

dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuh maupun mikroorganismenya. Banyak

zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya mematikan bakteri dengan

cara merusak atau menginaktifkan enzim utama, sehingga terjadi kerusakan dinding

sel. Mekanisme lain dari desinfeksi adalah dengan cara merusak langsung dinding

sel seperti yang dilakukan apabila menggunakan bahan radiasi ataupun panas.

2.5.6 Pembuangan Lanjutan (Ultimate Disposal)

Dari setiap tahap pengolahan air limbah, hasilnya adalah berupa lumpur

yang perlu penanganan secara khusus dalam pengolahannya agar dapat

dimanfaatkan. Pembuangan akhir dari lumpur dan zat padat biasanya tergolong

dalam pembuangan di tanah, karena kalau dibuang ke laut akan menimbulkan

pecemaran terhadap kehidupan laut. Metode yang biasanya dipergunakan dari

pembuangan di tanah adalah dengan menebarkan di atas tanah, membuat kolam,

penimbunan, dan pengisian tanah yang cekung ( land filling).

2.6 Baku Mutu Limbah.

Baku mutu adalah suatu aturan (berupa angka resmi) yang harus

dilaksanakan yang berisi tentang spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh

32
dibuang / jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien (Suratmo,

1993). Pengertiannya, berdasarkan pemanfaatan dari sumberdaya tersebut maka

baku mutu merupakan sfesifikasi dan jumlah bahan pencemar yang mungkin boleh

dibuang baik di darat, di udara, maupun di air. Jadi baku mutu limbah cair berarti

pencemaran berupa limbah cair. Baku mutu limbah padat merupakan pencemaran

berupa limbah padat, dan baku mutu udara merupakan pencemaran berupa gas

Berdasarkan UUPLH No.23.1.1997 dijelaskan bahwa limbah adalah sisa

suatu usaha dari kegiatan. Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah setiap bahan

yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung dapat mencemarkan atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Dalam UUPLH pasal 16.1

pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan,

pengangkutan, pemanfaatan. Pengolahan limbah termasuk penimbunan hasil

pengolahan tersebut.

Kewajiban untuk melakukan pengolahan limbah merupakan upaya untuk

mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa

terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup mengingat bahan

berbahaya dan beracun (B3) mempunyai potensi yang cukup besar untuk

menimbulkan efek negatif. Untuk itu pemerintah mengaturnya dalam pasal 18.3

dalam izin melakukan usaha atau kegiatan, dikenakan kewajiban yang berkenaan

dengan penataan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang

harus dilaksanakan oleh penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam

melaksanakan usaha atau kegiatannya.

Bagi usaha atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau

melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana

33
pengolahan dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan

oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan

dengan jelas dalam izin melaksanakan usaha atau kegiatan. Misalnya kegiatan

untuk mengolah limbah, syarat mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media

lingkungan hidup, dan kewajiban yang berkaitan dengan pembuangan limbah,

seperti kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil

swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian

dampak lingkungan hidup.

Pasal 19.4 (UUPLH,1997) menyatakan suatu usaha atau kegiatan akan

menghasilkan limbah. Pada umumnya limbah ini harus diolah terlebih dahulu

sebelum dibuang kemedia lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan

pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Baku mutu air limbah di suatu daerah biasanya ditetapkan oleh pemerintah

daerah misalnya Gubernur, yang disesuaikan dengan keadaan kualitas ambien

daerah tersebut, sehingga baku mutu ambiennya tidak sampai terlampaui. Secara

umum baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri di Indonesia diatur berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP – 51 / MENLH / I0 / 1995,

tanggal 23 Oktober 1995, SK tersebut (Terlampir). Baku mutu limbah cair dibagi

dalam empat golongan, yaitu; golongan I, II, III, dan IV. Golongan I adalah baku

mutu air limbah yang paling ketat, sedangkan golongan IV merupakan baku mutu air

limbah yang paling longgar (Suratmo, 1993).

2.7 Aspek Ekonomi Pengolahan Limbah.

Umumnya limbah belum memiliki nilai ekonomi, bahkan memiliki nilai

ekonomi negatif karena penanganannya sebelum dibuang memerlukan biaya yang

34
cukup besar (Murthado dan Said, 1988). Limbah yang dibuang kelingkungan tanpa

penanganan yang memadai dapat menimbulkan kerusakan dan pencemaran .

badan air. Tempat limbah tersebut dibuang dapat tercemar jika kemampuannya

untuk menerima beban pencemaran terlampaui, sehingga persediaan air yang dapat

digunakan dengan aman untuk mendukung kehidupan menjadi terbatas.

Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan berbagai upaya

diantaranya mengolah dan mendaur ulang limbah tersebut sehingga hasilnya dapat

dimanfaatkan kembali, dengan demikian pandangan terhadap limbah dapat diubah

dari hanya sekedar barang buangan menjadi sumberdaya (Soemarwoto dalam Neis,

1989). Mengolah dan mendaur ulang limbah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Terutama apabila hasil yang diharapkan lebih efektif dan effesien maka teknologi

yang digunakan tentunya tidak sederhana.

Tak terkecuali aspek ekonomi pengolahan limbah bagi pengelola industri kulit

tentunya akan memperhitungkan antara aspek manfaat (benefit), yang diperoleh

atas pengolahan limbah yang dilakukannya, dengan biaya (cost) yang dikeluarkan

untuk pengolahan limbah tersebut.

2.8 Persepsi.

Persepsi merupakan proses pengetahuan atau mengenali obyek dan

kejadian objektif dengan bantuan indera, atau kesadaran intuitif mengenai

kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu. (Chaplin,

1997). Persepsi seseorang terhadap suatu objek atau kondisi lingkungan tertentu

akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya terhadap obyek atau kondisi itu

(Morgan and King, 1971). Persepsi seseorang terhadap lingkungan mencerminkan

35
cara melihat, kekaguman, kepuasan serta harapan-harapan yang diinginkan dari

lingkungannya (Edmund & Letey, 1973)

2.8.1 Pengertian Persepsi

Beberapa ahli mendefinisikan persepsi dari berbagai pandangan, Rachmat

(1991:51) mengungkapkan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkan pesan. Selanjutnya Desiderato dalam Rahmat, (1991:51),

menyatakan bahwa

Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli).


Hubungan sensori dengan persepsi sudah jelas. Sensori adalah bagian dari
persepsi. Walaupun begitumenafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya
melibatkan sensori, tetapi juga atensi ekspektansi, motivasi dan memori.

Sedangkan Hammaer dan Organ dalam Indrawijaya, (1983: 45) menyatakan

bahwa: “Perception is the process by which people organize, interpret, experience

an process cues or material input received from the exsternal environment”,

Persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam

pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau gejala sesuatu

yang terjadi dilingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut mempengaruhi

persepsi seseorang, nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang akan

dipilihnya.

Dalam hal ini Combs, Avila, dan Burkey (dalam Asngari, 1984:11)

mendefinisikan persepsi dengan “Perception is the interpretation by individuals of

how things seen to them, espicially in reference to how individuals view themselves

in relation to the world in which they are involved.”

Sementara itu Allport dalam Asngari, (1984:11) mengungkapkan bahwa :

36
…it (perception) has something to do with awareness of the objects or
condition about us. It is dependent to a large entent upon the impression
theese object make upon our senses. It is the way things look to us, or the way
they sound, feel, taste or smell. But perception also involves, to some degree,
and understanding awarennes, a meaning or ecognition of these objects.

Di samping itu Krech dalam Thoha, (1990:139) menyatakan bahwa “persepsi

adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambaran unik

tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataan.”

Jadi persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami setiap

orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Oleh karena itu persepsi

merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari kemampuan kognisi

dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan

pengetahuan sehingga persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang

dalam memahami informasi mengenai lingkungan. “proses memahami ini melalui

penglihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman” (Miftah Thoha, 1990 : 136).

Dalam penelitian ini pengertian persepsi berpedoman pada pendapat yang

dikemukakan Sujana (1990 : 5) bahwa persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan,

pendapat yang didalamnya terkandung unsur penilaian seseorang terhadap objek

dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya

2.8.2 Proses pembentukan persepsi

Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang menjadi sadar tentang

keadaan dalam lingkungannya. Dengan persepsi ia sanggup membangun dirinya,

mempengaruhi lingkungan dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut sejalan

dengan Malcom Hardy dan Steve Hayes (1988:94) bahwa perkembangan persepsi

sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

37
Dipihak lain Littererrer dalam Asngari (1984) mengemukakan bahwa persepsi

orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau

tindakan. Sehingga individu perlu mengerti dengan jelas tentang tugas dan tanggung

jawab yang disandangnya. Luthans (dalam Thoha, 1990 : 138) mengemukakan

bahwa proses persepsi meliputi suatu interaksi yang yang sulit dari kegiatan seleksi,

penyusunan dan penafsiran, walaupun persepsi sangat tergantung pada

penginderaan data, proses kognisi mungkin dapat menyaring, menyederhanakan

atau mengubah secara sempurna data tersebut.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Litterrer (dalam Asngari, 1984 : 17-18)

bahwa ada tiga (tiga) mekanisme dalam pembentukan persepsi yaitu “selectivity,

closure and interpretation. Secara Skematis dapat dilihat pada Gambar 6

Gambar 6: Proses pembentukan persepsi model Litterrer (1973).


Sumber Asngari (1984:12)

Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang

bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringan.

Kenudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna,

dan akhirnya terjadilah interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan

yang penting (Asngari, 1984 : 12-13). Selain itu persepsi bukan hanya dipengaruhi

38
oleh karakteristik pengalaman masa silam, tetapi karakteristik responden meliputi

umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kependudukan, berhubungan

dengan persepsi responden, karena persepsi merupakan proses pengamatan

serapan yang berasal dari kemampuan kognisi orang tersebut.

2.8.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor perangsang dalam mempersepsi yang penting adalah

perbuatan memperhatikan suatu perubahan, intensitas, ulangan, kontras, dan gerak.

Sedangkan faktor-faktor organisme yang penting dalam persepsi adalah minat,

kepentingan dan kebiasaan memperhatikan yang telah dipelajari (Chaplin, 1997).

Persepsi dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu (internal) dan faktor di

luar individu (eksternal). Faktor internal termasuk; kecerdasan ,minat, emosi,

pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan yang

termasuk faktor eksternal adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan

perbedaan latar belakang sosiobudaya (Surata, 1993)

Persepsi individu dibatasi oleh: (1) perbedaan pengalaman, motivasi dan

keadaan; (2) perbedaan kemampuan alat indera; (3) perbedaan sikap, nilai, dan

kepercayaan (Supriadi, 1989, Surata, 1993). Perbedaan tersebut selanjutnya

mempengaruhi perbedaan respon terhadap stimuli, seperti kecenderungan

mempersepsi sesuatu yang sesuai dengan sikap, nilai-nilai dan kebutuhan

seseorang (selective perception), kecenderungan hanya menerima stimuli yang

konsisten dengan sikap, nilai dan kepercayaan (selective exposure) dan

kecenderungan untuk mengingat pesan yang sesuai dengan sikap, nilai dan

kepercayaan (selective retention).

39
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan

Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Peta lokasi disajikan pada lampiran 1.

Penelitian dilaksanakan selama Lima bulan mulai bulan Januari sampai dengan

Mei 2005.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya daftar

pertanyaan kuisioner, sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah seperangkat

alat perekam (tape recorder), perangkat lunak (soft ware) untuk analisis data,

kamera foto, dan kelengkapan tulis menulis

3.3 Metode Pengumpulan Data

Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survey deskriptif (Suratmo, 2002; Singarimbun dan Efendi, 1989). Jenis

data yang dikumpulkan terdiri dari : (1) data primer yang diperoleh secara

langsung dari lokasi studi meliputi; karakteristik industri, karakteristik pengusaha,

persepsi masyarakat hulu, persepsi masyarakat hilir dan persepsi pengusaha

industri penyamakan kulit yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi, aspek

lingkungan pemukiman dan aspek yang berkaitan dengan limbah industri

penyamakan kulit, (2) data sekunder meliputi keadaan umum wilayah, kondisi

sosial ekonomi, dan lain-lain yang diperoleh dari data potensi dari empat desa

yang dijadikan lokasi penelitian, laporan-laporan penelitian, jurnal dan informasi

dari instansi / badan yang relevan.


Objek penelitian adalah rumahtangga pengusaha industri pengolahan

kulit dan masyarakat disekitar industri pengolahan kulit. Pengumpulan data

primer dilakukan dengan teknik wawancara, dan observasi. Untuk

mempermudah pengutipan data, digunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan

daftar frekuensi. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur,

konsultasi dengan Dinas Instansi atau fihak swasta dan lainnya yang terkait.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan suatu

fenomena sosial yang terjadi di Kabupaten Garut, yang berhasil diamati oleh

peneliti, yaitu masalah dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap

lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Dengan demikian, jika ditinjau

dari aspek tujuan tersebut, sifat penelitian ini adalah deskriptif.

3.3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha industri kulit yang berada

di wilayah Sukaregang Garut yang keberadaannya terdaftar di Dinas Deperindag

Kabupaten Garut, dan masyarakat yang terkena dampak baik masyarakat hulu

yang berada disekitar pabrik kulit maupun masyarakat hilir yang berada

disepanjang aliran sungai yang dijadikan tempat pembuangan limbah industri

penyamakan kulit, kemudian instansi yang terkait yang berada di wilayah

Kabupaten Garut.

Dari hasil penelitian ditetapkan empat lokasi Kewlurahan/Desa yang

kriteria penetapannya didasarkan kepada :

1. Wilayah yang memiliki banyak terdapat pabrik / industri kulit

2. Wilayah yang keberadaanya dipengaruhi baik langsung maupun tidak

langsung oleh adanya kegiatan pabrik kulit.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel acak bertingkat

secara proporsional (Proportionale Stratified Random Sampling) (Singarimbun

41
dan Effendi, 1995). Stratifikasi kesatu dilakukan dalam pengambilan sampel dua

Kecamatan dari dua puluh sembilan kecamatan yang ada, dengan

pertimbangan bahwa dimungkinkan di kedua kecamatan tersebut secara

dominan lebih banyak pengusaha yang menjalankan usahanya dalam bidang

pengolahan kulit. Berdasarkan data dari Dinas Deperindag Kabupaten Garut

terdapat 290 Unit Usaha Industri Kulit yang yang terdaftar dan sifatnya sangat

bervariasi, sementara berdasarkan data yang dihimpun bahwa pengusaha

industri penyamakan kulit di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut yang

memiliki pabrik dengan peralatan mesin yang memadai jumlahnya sebanyak

38 Unit usaha.

Lokasi penelitian diarahkan pada Kelurahan atau Desa yang wilayah

administratifnya terdapat sentra pengrajin kulit terbanyak dan dimungkinkan

adanya dampak langsung bagi masyarakat yang berada di desa sekitarnya yaitu

meliputi 4 (empat) Kelurahan atau Desa ditetapkan secara purposive sampling

sebagai lokasi studi. Kelurahan atau Desa tersebut adalah Kelurahan Kota

Wetan, Kelurahan Sukamentri, Kelurahan Karang Mulya dan Desa Suci.

yang sebagian besar kemudian disebut Wilayah Sukaregang Garut.

Teknik sampel dalam penelitian ini adalah purposive yaitu teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003)

 Untuk masyarakat hulu diambil secara random masyarakat yang bertempat

tinggal di sekitar pabrik kulit dengan jumlah 50 orang.

 Untuk masyarakat hilir diambil secara random masyarakat yang bertempat

tinggal di sepanjang aliran sungai (sungai Ciwalen dan Sungai Cigulampeng)

yang melintasi pabrik kulit dengan jumlah 50 orang.

 Untuk Pengusaha industri penyamakan kulit diambil sebanyak 20 orang

pengusaha yang secara aktif pada saat penelitian sedang beroperasi.

42
3.3.2 Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data primer

diperoleh melalui pengamatan langsung, kunjungan, wawancara mendalam dan

dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan

kepada responden terpilih disetiap RT atau RW antara lain untuk mendapatkan

data beberapa variabel yang diamati yaitu mengenai karakteristik masyarakat

baik hulu maupun hilir, persepsi masyarakat terhadap dampak Industri kulit

pada keadaan Sosial Ekonomi, dan persepsi masyarakat terhadap limbah

industri kulit pada lingkungan pemukiman dan kesehatan.

Hal yang sama dilakukan juga kepada pengusaha industri kulit di wilayah

Sukaregang Kabupaten Garut yang dijadikan sebagai lokasi penelitian.

Responden tersebut dipilih secara acak. Wawancara mendalam tersebut lebih

bersifat kualitatif mengenai pemahaman tentang kondisi responden, terutama

yang berkaitan dengan; (1) Karakteristik industri penyamakan kulit, (2).Proses

Produksi, (3) Manajemen, (4) Sistim Pengelolaan limbah, dan (5).Model

Pengelolaan dalam menjalankan usaha. Secara ringkas pada Tabel 5 tertera

teknik pengumpulan data yang dilaksanakan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dan Instansi-instansi yang terkait

seperti

1. Kantor Dinas Deperindag Kabupaten Garut tahun 2003

2. Kantor Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karang Pawitan

3. Kantor Kepala Desa Kota Wetan, Desa Sukaresmi, Desa Suci, dan

Desa Karang Mulya.

4. Kantor Bapedalda Kabupaten Garut tahun 2003

5. Lembaga dan Instansi lain yang terkait

6. Literatur

43
Tabel 5. Teknik pengumpulan data
Unit Teknik Teknik
Variabel Pengambilan Pengumpulan
Contoh
sampel/contoh data
1. Karakteristik Unit pengusaha Proportionale Dilakukan
Usaha Industri Kulit industri Stratified Rundom dengan teknik
2. Karakteristik pengolahan Sumpling) observasi dan
Pengusaha Industri kulit (Singarimbun dan wawancara,
Kulit Effendi, 1995) dengan
3. Sistim Pengolahan menggunakan
Limbah kuisioner.
4. Karakteristik Masyarakat purposive dan Dilakukan
masyarakat Hulu dan quota sampling dengan teknik
5. Persepsi, terhadap Masyarakat (Singarimbun, observasi dan
Dampak Industri kulit Hilir 1989) wawancara,
6. Persepsi terhadap dengan
Limbah industri kulit menggunakan
kuisioner,

3.4. Analisis Data

Data yang terkumpul, khususnya data primer dianalisis dengan

menggunakan statistik deskriptif dan statistik nonparametrik. Pengolahan data

tersebut dilakukan dengan software SPSS for Windows ,

Secara spesifik untuk menjawab masing-masing tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini data-data tersebut akan dianalisis berdasarkan

kebutuhan antara lain sebagai mana terurai pada bagian-bagian berikut.

3.4.1 Data Karakteristik Industri Pengolahan Kulit.

Data mengenai karakteristik Industi pengolahan kulit yang di

dalamnya berupa Identitas dan latar belakang responden akan dianalisis

dengan statistik deskriptif berupa persentase, karena jenis data yang

diperlukan berupa data dengan skala nominal dan ordinal serta

rataan.yang disajikan dalam bentuk tabulasi, antara lain yang berkaitan dengan

status kependudukan, jumlah unit usaha, jumlah pegawai, jumlah produksi, skala

usaha, pendapatan, dan lamanya berdiri.

44
3.4.2 Proses Pembuangan Limbah Industri Pengolahan Kulit

Bagaimana proses pembuangan limbah yang terjadi pada industri

pengolahan kulit terutama industri penyamakan kulit, dianalisis secara

deskriptif kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk tabulasi. Hal tersebut

diperoleh dari data hasil pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap

responden terpilih baik dari kacamata; Individu, Pengusaha, maupun dari Proses

Usaha yang dijalankan misalnya; bagaimana sistem pengolahan limbah yang

sekarang ini berjalan, apakah tersedia IPAL dan lain sebagainya.

3.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Limbah Industri pada Lingkungan


Sosial Ekonomi Sekitar Industri Pengolahan Kulit

Penggalian informasi untuk penilaian persepsi masyarakat terhadap

limbah industi pengolahan kulit dilakukan melalui pengisian kuisioner dan

wawancara langsung terhadap responden terpilih mengenai hal yang berkaitan

dengan masalah yang dihadapi mereka terutama dihubungkan dengan

karakteristik responden (Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status domisili,

pekerjaan utama, pekerjaan sampingan). Khusus bagi warga masyarakat apakah

dengan adanya industri pengolahan kulit tersebut selama ini menimbulkan

keuntungan misalnya kesejahteraan secara ekonomi atau malah menimbulkan

kerugian misalnya adanya keluhan terhadap kesehatan dan lainsebagainya.

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap dampak industri kulit

dan dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial

ekonomi, lingkungan pemukiman dan kesehatan, ditunjukkan oleh jawaban-

jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuisioner.

Pernyataan-pernyataan responden diberi skor.

45
Tabel 6. Kategori skala Likert dihubungkan dengan kualitas persepsi.

No Kualitas Persepsi Skor


1. Sangat positif 5
2. positif 4
3. sedang 3
4. Kurang positif 2
5. Tidak positif 1

Penentuan skor berdasarkan Skala Likert (Tabel 6), dimana masing-

masing jawaban diberi skor 5, 4, 3, 2 dan 1. Setiap jawaban tersebut dijumlahkan

skornya, kemudian dibagi dengan jumlah pertanyaan yang ada, sehingga

diperoleh skor rata-rata persepsi masyarakat tentang limbah industri

pengolahan kulit. Kualitas persepsi ditentukan berdasarkan beberapa kategori

Skala Likert (Sugiyono,2003).

3.4.4 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Industri Pengolahan Kulit


pada Lingkungan Sosial Ekonomi Sekitar

Penggalian informasi untuk penilaian dampak industri pengolahan kulit

terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar dilakukan melalui

pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden terpilih

berdasarkan karakteristik responden (Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

status domisili, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan).

Dalam hal ini Identitas dan latar belakang responden digunakan sebangai

tolok ukur perbedaan mengenai data persepsi atau pendapat responden

terhadap adanya limbah industi pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial

ekonomi masyarakat sekitar serta mengetahui keinginan dan kecenderungan

dalam pengelolaan terhadap lingkungan.

Untuk melihat hubungan antara peubah bebas persepsi masyarakat hulu

dan persepsi masyarakat hilir dengan peubah tak bebas yaitu dampak akibat

adanya industri dan limbah industri pengolahan kulit dengan karakteristik

46
responden akan digunakan uji statistik dengan prosedur Korelasi Rank

Spearmen (Sugiyono, 2003) dengan rumus:

6  bi 2
 =1-
n (n2 - 1 )

Dimana :

 = Korelasi Rank Spearmen

1 = Bilangan konstan
6 = Bilangan konstan
bi = Beda antar dua pengamatan berpasangan
n = Banyak pengamatan

Bila terdapat lebih dari 2 kategori karakteristik maka digunakan prosedur

Konkordasi Kendal (Seagel, 1988) dengan rumus:

S
W =
1/12 k2 (N3 – N)

Dimana :
w = Koefisien konkordasi dari Kendal
s = Jumlah kuadrat deviasi observasi dari mean Ri
1/12 = Bilangan konstan
k = jumlah komponen ranking penjenjangan
N = banyaknya objek atau individu yang diberi ranking.

Pertimbangan menggunakan uji statistik Rank Korelasi Spearmen adalah:

1. Masalah penelitian (Hipotesis) yang diajukan yaitu menyatakan

hubungan.

47
2. Hubungan dari dua gejala yang ada merupakan gejala-gejala yang

bersifat ordinal atau tata jenjang.

3. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.

3.5. Definisi Operasional

1. Karakteristik Industri adalah tipe kepemilikan usaha didasarkan kepada

jumlah tenaga kerja per unit usaha, berdsarkan pengelompokan; Industri

rumah tangga dengan jumlah pekerja 1–4 orang, Industri kecil dengan jumlah

pekerja 5-19 orang, Industri sedang dengan jumlah pekerja 20–99 orang,

Industri besar dengan jumlah pekerja = 100 orang.

2. Industri pengolahan kulit meliputi industri penyamakan kulit, industri sepatu/

alas, dan industri barang-barang yang terbuat dari bahan kulit.

3. Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah bahan mentah

(hides dan atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan

menggunakan bahan penyamak.

4. Industri barang-barang kulit adalah industri yang mengelola kulit jadi menjadi

barang-barang untuk keperluan manusia meliputi dompet, tas, ikat pinggang,

sarung tangan, jaket kulit, serta hasil tatah dan ukir.

5. Kulit adalah bagian penutup tubuh dari semua jenis hewan besar maupun

kecil yang diambil untuk disamak disebut juga hide atau skin. Contohnya kulit

sapi, kambing, domba, dan kerbau.

6. Dampak adalah efek samping dari adanya limbah industri kulit terhadap

kesehatan manusia, merugikan segi ekonomi, merusak atau membunuh

kehidupan dalam air, dan merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk

dan pemandangan yang tidak sedap.

7. Limbah adalah buangan berupa cair, padat maupun gas yang berasal dari

suatu lingkungan masyarakat, baik domestik, perdagangan, maupun industri.

48
Khusus dalam proses penyamakan kulit limbah yang ditimbulkan akibat dari

proses penyamakan kulit bersumber dari kelebihan bahan kimia yang

digunakan dalam proses penyamakan.

8. Lingkungan sosial ekonomi adalah situasi dimana masyarakat bertempat

tinggal berhubungan satu sama lain dan melakukan kegiatan ekonomi.

9. Masyarakat hulu adalah masyarakat yang tempat tinggalnya berada di sekitar

pabrik penyamakan kulit

10. Masyarakat hilir adalah masyarakat yang bertempat tinggal jauh atau berada

pada radius kurang lebih satu km jaraknya dari sentra industri penyamakan

kulit, terutama mereka yang berada di sepanjang dan hulu kali yang melintasi

industri kulit.

11. Persepsi persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan, pendapat yang

didalamnya terkandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala

berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya.

49
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Terdapat dua kegiatan unit usaha industri kulit yaitu industri penyamakan

dan industri kerajinan barang kulit. Berdasarkan skala usaha yang dijalankan

industri penyamakan kulit dan industri produk kulit sebagian besar tergolong

pada industri skala kecil, sedangkan industri produk kulit sebagian besar

tergolong skala kecil, dan sebagaian besar pengusaha merupakan penduduk

asli secara turun temurun menjalankan usaha secara rumahan dan

tradisional. Usaha penyamakan dan kerajinan kulit terpusat di wilayah

Sukaregang. Untuk mendapatkan bahan kulit yang siap pakai pada proses

penyamakan digunakan berbagai macam bahan kimia yang tergolong

berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Limbah industri penyamakan kulit

di Kabupaten Garut yang paling banyak berupa limbah cair, kemudian

padatan/lumpur, dan gas.

2. Upaya penanganan limbah dilakukan baik secara perorangan maupun masal

walaupun belum dikatakan sempurna, karena dilingkungan pabrik atau

disepanjang perairan yang melewati pabrik masih dirasakan adanya bau

yang sangat menyengat, timbulnya kekeruhan dan busa disepanjang kali

Cikayambang, Cigulampeng, dan Ciwalen.

3. Secara umum adanya industri kulit memiliki dampak ekonomi yang cukup

besar terhadap kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat hulu lebih

merasakan adanya manfaat dibandingkan masyarakat hilir. Keluhan

kesehatan akibat limbah masyarakat hilir lebih sering dibanding masyarakat

hulu.
4. Terdapat perbedaan yang kontradiktif antara masyarakat hulu dan

masyarakat hilir mengenai dampak limbah bagi kehidupan, menanggapi

upaya pengusaha dalam pengelolaan limbah dan hasil pengelolaan

limbah kebanyakan masyarakat hulu menyatakan cukup baik,

sementara kebanyakan masyarakat hilir menyatakan jelek, mengenai

kualitas air sungai kebanyakan masyarakat hulu menyatakan cukup

baik sementara masyarakat hilir menyatakan jelek

5. Industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut memiliki prospek yang cukup

baik untuk dikembangkan, industri ini merniliki kemampuan untuk

memproduksi kulit tersamak yang dibutuhkan oleh industri-industri barang

jadi kulit, dengan pengalaman dalam penyamakan yang sangat lama,

terpusatnya kegiatan penyamakan kulit di sentra Sukaregang, walaupun

sistim pengelolaan limbah sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah

maupun undang-undang namun kesadaran masyarakat penegakan

hukum masih kurang.

5.2. Saran

1. Industri penyamakan kulit sebagai industri yang strategis dan potensial perlu

dikembangkan dengan meminimalisir dampak negatif dari limbah berbahaya

yang ditimbulkannya. Besarnya keuntungan yang diperoleh harus diimbangi

dengan kelestarian lingkungan disekitarnya.

2. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha mengenai

pentingnya Instalasi pengolahan limbah dan membrerikan pemahaman

mengenai dampak limbah bagi lingkungan hidup dan kesehatan.

3. Karena penelitian ini hanya membahas masalah sosial dan ekonomi

masyarakat di sekitar Industri pengolahan kulit, maka bagi para peneliti yang

153
berminat pada masalah serupa akan lebih lengkap apabila dilakukan

pengamatan lebih lanjut menyangkut pengukuran biofisik kimia yang lebih

mendalam .

154
L A M P I R A N
Lampiran 1.
Lampiran 2. Macam-macam Merk Dagang Industri Kulit Sukarehgang Garut
Lampiran 3. Keputusan Bupati Garut Tentang Prenetapan Areal Penyamakan.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8. Peta Kabupaten Garut
TAHAPAN PROSES PENYAMAKAN KULIT SUKAREGANG KABUPATEN GARUT

1 2

3 4

5 6
7 8

9 10

11 12
13 14

15 16

17 18
19 20

21 22

23 24
25 26

27 28

29 30
Daftar Industri Kerajinan barang-barang yang terbuat dari Kulit berdasarkan Jumlah
Pegawai dan peralatan yang dimiliki di Sentra Sukaregang Garut tahun 2003

Kelurahan Kota Wetan Kecamatan Garut Kota


JENIS KOMODITI JUMLAH
NO Nama Jaket sarung Tenaga Mesin
tas Dompet Sandal Sepatu Sabuk Topi
Kulit tangan Kerja Jahit
1. Aan Sofyan 1800 - - - - - - - 7 6
2. Andi Suhandi 600 - - - - - - - 3 2
3. Mashudi 600 - - 3 3
4. Ayat 1200 - - - - - - - 5 8
5. E Bahrun 1500 - - - - - - - 5 8
6. Asep MH 1200 - - - - - - - 5 3
7. Ii Safe’i 1500 - - - - - - - 5 5
8. Yandi Suryandi 2400 - - - - - - - 8 5
9. Wawan Itoh 500 - - - - - - - 3 3
10. Nandang - - - - 3000 - - - 8 2
11. Asep Saeful K 300 - - - - - - - 3 2
12. Endang - - - 4000 - - - - 5 2
13. Tata Jumena - - - - 3000 - - - 8 1
14. Obar - - - - 750 - - - 3 1
15. Deding K 750 - - - - - - - 4 3
16. Misbah - - - - 600 - - - 2 1
17. Hari D 1000 - - - - - - - 3 5
18. Idan Sudinta - - - - 600 - - - 2 1
19. Dudung 600 - - - - - - - 3 2
20. Ny. Atim 600 - - - - - - - 2 4
21. Ny. Nani 500 - - - - - - - 2 2
22. Ruswandi 500 - - - - - - - 2 3
23. Nandang 1000 - - - - - - - 5 5
24. Agus Sapari - - - - - 8000 - - 4 5
25. Sulaeman 500 - - - - - - - 3 3
26. Ansori - - - - - - - 12000 2 2
27. M. Ridwan 600 - - - - - - 3 3
28. Tatang Sulaeman 2600 - - - - - - - 5 10
29. Yoa 1500 - - - - - - - 5 5
30. H. Gunawan 1800 - - - - - - - 6 10
31. Pandi - - - - 1200 - - - 4 5
32. Oding - - - - 2000 - - - 6 6
33. Oim 1200 - - - - - - - 4 4
34. Arip - - - - - 18000 - - 6 5
35. Ny. Yuyun - - - 2000 - - - - 4 3
36. Ny. Acah 1500 - - - - - - - 6 5
37. Wawan Hamid 2400 - - - - - - - 8 6
38. Endang Ojob 3000 - - - - - - - 10 8
39. Utun 1200 - - - - - - - 4 4
40. Ade 1200 - - - - - - - 4 3
41. Nana 1800 - - - - - - - 6 5
42. H. Dadan 1800 - - - - - - - 6 6
43. Adah 1200 - - - - - - - 4 3
44. Hendi 600 - - - - - - - 2 2
45. Andrian 500 - - - - - - - 2 2
46. Wiwin 1000 - - - - - - - 4 3
47. Darwin 500 - - - - - - - 2 2
48. Wawan - - 15000 - - - - - 5 4
49. Agus - - 6000 - - - - - 2 2
50. Ato S. 1200 - - - - - - - 4 3
51. Pepep 1200 - - - - - - - 4 4
52. Tatang 1200 - - - - - - - 4 4
53. Herlan 1800 - - - - - - - 6 5
54. Udin 500 - - - - - - - 2 1
55. Ade 500 - - - - - - - 2 2
56. Taryana 600 - - - - - - - 2 1
57. Abud Sehapudin 3000 - - - - - - - 10 12
58. H. Entoh 600 - - - - - - - 2 2
59. H. Yuyun 600 - - - - - - - 2 2
60. Heri 750 - - - - - - - 3 2
61. Dodi 1000 - - - - - - - 4 3
62. Aceng 500 - - - - - - - 2 2
63. Ade Kilo 1000 - - - - - - - 3 2
64. Uman - - - - - 1800 - - 6 6
65. Fauzi - - - - - 1200 - - 4 4
66. Tono - - 6000 - - - - 4 4
67. Jajang 1200 - - - - - - - 4 4
68. Farouk 900 - - - - - - - 3 2
69. Umar 1500 - - - - - - - 5 4
70. Adas Supriatna 2000 - - - - - - - 8 6
71. Moh. Soleh 900 - - - - - - - 3 2
72. Darso 1300 - - - - - - - 5 4
73. Sumarna 900 - - - - - - - 3 2
74. Tursino - - - - 1800 - - - 3 1
75. Sahrimi - - - - 3000 - - - 5 2
76. Sapria - - - - 12000 - - - 4 4
77. H. Ijad 500 - - - - - - - 2 2
78. Audarus - - - - - 15000 - - 5 5
79. Komar B - - - - - 15000 - - 5 5
80. Ohid Rustandi 500 - - - - - - - 5 2
81. Ugan - - - - - 15000 - - 2 2
82. Yusuf 600 - - - - - - - 2 2
83. H. Ukus 500 - - - - - - - 2 1
84. Dedi Blue 300 - - - - - - 1 4
85. Kuswan 1500 - - - - - - - 5 5
86. R. Iyus Roni 1200 - - - - - - - 5 10
87. Ugan Suganda 5000 - - - - - - - 7 8
88. Ahmad Sodik - - - - 15000 - - 20 10
89. Aman Nurjaman 1500 - - - - - - - 5 0
90. H. Tita wastika 600 - - - - - - - 3 15
91. Wawn Ridwan 1000 - - - - - - 5 5
JUMLAH 77500 300 27000 6000 27950 89000 - 12000 394
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005
Desa Suci Kecamatan Karangpawitan
JENIS KOMODITI JUMLAH
NO Nama Jaket sarung Tenaga Mesin
tas Dompet Sandal Sepatu Sabuk Topi
Kulit tangan Kerja Jahit
1. Yana M 3000 - 15000 - - - - - 15 14
2. Engkar 300 300 - - - - - - 2 1
3. Endang K - - 36000 - - - - - 5 16
4. Ano K - - - - - - 1200 - 2 2
5. Asep D 1500 - 6000 - - - - - 5 6
6. Herman - - 12000 - - - - - 2 2
7. Ita 500 - - - - - - 2 3
8. Endang Ruhiya - - - - - - 12000 - 2 3
9. Moh. Yusuf 1500 - - - - - - - 4 6
10. Ayi Nurlubis - - - - - 30000 - - 5 5
11. Sobirin 500 - - - - - - - 6 2
12. Ius Kudus 1000 - - - - - - - 6 5
13. Agus Jamaludin 600 - - - - - - - 3 3
14. Daud Surya - - - - - 30000 - - 8 5
15. Dedih - - - - - 5000 - - 4 2
16. Nandang 600 - - - - - - - 2 2
17. Judin 600 - - - - - - - 2 3
18. Dedi Suryadi 600 - - - - - - - 2 3
19. Nunu Nugraha - - - - - 21000 - - 8 5
20. Ena Herdiana - - - - - 10000 - - 3 3
21. Tatang - - - 15000 - - - - 3 5
22. Tatan 1200 - - - - - - - 4 1
23. Tedi 600 - - - - - - - 2 1
24. H. Zaki Siradj - - 18000 - - - - - 8 1
25. Hendri 1750 - - - - - - - 5 1
26. Mumu Maemunah 3500 - - - - - - - 10 20
27. Ibrohim 600 - - - - - - - 3 6
28. Sujana 1500 - - - - - - - 9 10
JUMLAH 19850 - 87000 15000 - 96000 13200 - 132 136
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005

Kelurahan Karangmulya Kecamatan Karangpawitan


JENIS KOMODITI JUMLAH
NO Nama Jaket sarung Tenaga Mesin
tas Dompet Sandal Sepatu Sabuk Topi
Kulit tangan Kerja Jahit
1. Agus Rahayu 1000 4 3
2. Yuniarwan 1500 4 5
3. Nuryusuf 1000 2 2
4. Memed - 10000 4 5
5. Yani 600 3 3
6. Ukun 1500 5 5
7. Udin Saepudin 750 3 3
8. m. simon hidayat - 30000 15 15
9. Aen karnaen 28000 20 10
10. Afandi - 9000 4 10
11. a. hamzah 1920 10 5
12. Burhanudin 3000 11 10
13. Tosin - 6000 4 10
14. Aman - 1800 6 4
15. Aep 4500 15 6
JUMLAH 43770 7800 10000 30000 9000 110 96
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005

Kelurahan Sukamentri Kecamatan Garut Kota


JENIS KOMODITI JUMLAH
NO Nama Jaket sarung Tenaga Mesin
tas Dompet Sandal Sepatu Sabuk Topi
Kulit tangan Kerja Jahit
1. H. Ijah - - - - - 20000 - - 3 4
2. Cecep Supriadi 3600 - - - - - - - 10 12
3. Encang 600 - - - - - - - 3 3
4. Asep Solihin 600 - - - - - - - 3 2
5. Dadang Rohman 600 - - - - - - - 3 3
6. Bahrum 1000 - - - - - - - 8 5
7. Nina Nugraha 750 - - - - - - - 4 4
8. Gunawan - 9000 3000 - - - - - 5 5
9. Bana Rohana - 1000 - - - - - - 5 3
10. Gumilar - - 3000 - - - - - 4 2
11. Jajang 600 2 2
12. Yana 600 2 1
13. Fredi 600 2 4
14. Rida karyana 4800 16 8
15. Nuryana 18000 15 15
16. Toto heryanto 24000 15 15
JUMLAH 13750 52000 6000 100 88
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005
Tabel .....Daftar Jenis Hasil Produ ksi Kerajinan Barang Kulit di Kabupat Garut tahun 2003

LOKASI JUMLAH PRODUKSI


NO UNUIT KAPASITAS SATUAN
KEL./ DESA KECAMATAN USAHA JENIS
PRODUKSI/TAHUN
1. Kota Wetan Garut Kota 60 Sepatu 46.800 Pasang
Sandal 93.600 Pasang
Jaket Kulit 60.000 potong
2. Sukamentri 69 sarung tangan 120.000 Pasang
Jaket Kulit 45.000 potong
3. Suci Karang Pawitan 68 Dompet 72.000 Buah
Sabuk 72.000 Buah
Sarung tangan 90.000 Pasang
Jaket Kulit 50.000 potong
4. Karang Mulya 72 Dompet 360.000 Buah
Sabuk 75.000 Buah
Sarung tangan 75.000 Pasang
Jaket Kulit 40.000 potong

Anda mungkin juga menyukai