Anda di halaman 1dari 25

BUDAYA DAN

KEBUDAYAAN
LAHAN KERING

ANNA H TALAHATU
Budaya Lahan Kering
Kepulauan
 Kata Budaya berasal dari bahasa sansekerta
buddhaya yang merupakan bentuk jamak
dari kata buddhi dan daya. Buddhi memiliki
arti budi atau akal atau akal pikiran
 Daya mempunyai arti usaha ikhtiar
 Dalam Bahasa Inggris budaya dikenal
dengan istilah culture, yang sebenarnya
berasal dari kata latin colere artinya
mengolah atau mengerjakan tanah (bertani
 Kebudayaan adalah kumpulan gagasan,
norma atas dasar gagasan, perilaku, dan hasil
perilaku (kuntjaraningrat, 1976)
 Selo sumarjan dan Soeleman soemardi
merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa dan cipta masyrakat.
 Setiap masyarakat akan memilki kebudayaan
sendiri-sendiri sesuai dengan lingkungan hidup
sebagai tempat mereka bermukim dan
bertempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan
dasar
Apa itu lahan kering?
 Lahan kering berkaitan dengan zona keringkaian (aridity
zone) yang ditentukan berdasarkan nisbah (ratio) rerata
presipitasi tahunan (P) terhadap evapotranspirasi potensial
tahunan (Epot)
 Presipitasi merupakan seluruh sumber air yang dapat
menyebabkan tanah menjadi lembab, sedangkan
evapotranspirasi potensial tahunan merupakan jumlah air
pelembab tanah yang hilang dari satu luas lahan tertentu
karena evaporasi dan transpirasi
 Dunia terdiri atas enam zona keringkaian, yaitu ringkai
berlebihan (hyper-arid), ringkai (arid), semi-ringkai (semi-arid),
sub-lembab kering (dry sub-humid), lembab (humid), dan
dingin (cold)
 Lahan kering mencakup lahan pada zona ringkai sampai
zona sub-lembab kering dengan kisaran nisbah P/Epot
sebesar 0,05–0,65
Mengapa lahan kering kepulauan?
 Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia
yang mempunyai lahan kering pada wilayah
kepulauan, yaitu bagian Timur NTB, seluruh wilayah NTT,
dan wilayah Selatan Maluku
 Wilayah lahan kering kepulauan Indonesia berada di
garis depan karena berhadapan langsung dengan
negara tetangga Australia dan Timor Leste
Ciri-ciri lahan kering kepulauan
 Terdiri atas pulau besar dan kecil yang menerima tingkat kekeringan
yang berbeda-beda bergantung pada posisi geografiknya terhadap
terhadap angin monsun Barat yang basah dan angin monsun
tenggara yang kering

 Tingkat kekeringan yang tidak merata, di dalam wilayah yang secara


umum berada pada nisban P/Epot 0,05–0,65 terdapat wilayah-
wilayah kantong dengan nisban P/Epot yang lebih rendah (lahan
lebih basah)

 Masyarakat melakukan adaptasi menyeluruh dalam menjalani


penghidupan (livelihoods) untuk memungkinkan mereka bertahan
menghadapi berbagai tingkat kekeringan
Perladangan Tebas Bakar dan Peternakan
Lepas adalah Cara Hidup Adaptif Lahan
Kering
Lahan kering seharusnya bukan hanya
merupakan masalah, apalagi bencana ...
 Dalam berbagagai wacana, lahan kering ditempatkan
sebagai faktor sebagai masalah, dalam mewujudkan
keberhasilan program pembangunan
 Bahkan lahan kering sering disamakan dengan bencana
kekeringan, dengan meminta agar pemerintah pusat
menetapkan NTT sebagai provinsi bencana kekeringan
 NTT yang beriklim semi-ringkai seharusnya lebih tahan
dalam menghadapi bencana kekeringan dibandingkan
dengan provinsi lain yang beriklim lebih basah
... tetapi merupakan potensi
 Berbagai jenis tanaman beradaptasi untuk tumbuh dan
berproduksi optimal pada lahan kering
 Masyarakat NTT telah secara turun temurun terbiasa
dengan sistem budidaya lahan kering (perladangan
tebas bakar, peternakan lepas, perkebunan rakyat)
 Hasil penelitian di 5 kabupaten (2013) menunjukkan:
 Masyarakat berbasis perladangan tebas bakar
membudidayakan tanaman pangan dan
mengkonsumsi pangan lebih beranekaragam
dibandingkan dengan masyarakat berbasis sawah
 Masyarakat berbasis perladangan tebas bakar
mengalami episode rawan pangan akibat
kekeringan yang lebih jarang dibandingkan dengan
masyarakat berbasis sawah
Lahan Kering Kepulauan mempunyai
masalah, tetapi sekaligus juga potensi
 Lahan kering kepulauan menghadapi banyak
masalah dalam berbagai bidang, tetapi juga
mempunyai berbagai potensi pengembangan
 Masalah: kekeringan (drought), penyediaan air
bersih dan air irigasi, keberlanlanjutan pertanian
(termasuk peternakan), ketahanan pangan,
penyakit zoonosis, infrastruktur, penyediaan
energi, dsb.
 Potensi: pengembangan tanaman dan ternak
unggulan lokal, pariwisata terpadu (agro-
ekowisata, dan wisata budaya, wisata bahari),
dsb
Permasalahan yang dihadapi
 Konsentrasi kebijakan pada subsistem produksi
saja tidak menjadi jaminan strategis bagi
ketahanan pangan masyarakat Indonesia
 Di tengah keberhasilan peningkatan kuantitas
produksi pangan dalam tiga tahun terakhir, masih
terjadi masalah rawan pangan di sebagian besar
wilayah Indonesia,
 Rawan pangan masih kerap terjadi wilayah yang
didominasi oleh lahan kering, yaitu lahan pada
wilayah dengan nisbah
presipitasi/evapotranspirasi potensial tahunan
dalam kisaran 0,05–0,65
Mengapa masih terjadi rawan
pangan?
 Kebijakan ketahanan pangan kurang
memperhatikan simpul sub-sistem distribusi dan
konsumsi pangan nasional:
 This will demand major interventions ... to
transform current patterns of food production,
distribution and consumption.
 Kebijakan ketahanan pangan bersifat sektoral,
belum berfokus pada sistem secara keseluruhan
(the whole system):
 Transforming human activities with respect to
food implies a focus on the whole system of
agricultural, industrial, retailing and household
'sectors' and their interrelationships
Tanaman Pangan:
Lokal versus Introduksi
 Pilihan budidaya tanaman pada lahan kering
tidak didasarkan atas pertimbangan aspek
ekonomi semata
 Aspek sosial budaya juga sangat dominan
dalam mendeterminasi jenis-jenis tanaman
pangan yang dibudidayakan pada
pertanian lahan kering, bahkan dalam
banyak kasus justru lebih mendominasi
 Dimensi ketahanan pangan (food security)
menjadi kepentingan utama dalam memilih
jenis tanaman pada usahatani lahan kering
Contoh tanaman pangan yang
dideterminasi oleh faktor sosial-
budaya

 Tumpangsari jagung-kacang-
kacangan-labu pada sistem
perladangan tebas bakar di
NTT
 Sagu pada sistem mengumpul-
meramu bagi kalangan
masyarakat pesisir di Papua
 Ubi jalar pada sistem budidaya
dataran tinggi di kawasan
Pegunungan Tengah Papua
Pola Pikir Petani Lahan Kering
 Nilaiekonomi yang ditawarkan oleh tanaman
pangan introduksi tidak dapat dibandingkan
dengan nilai sosial budaya yang melekat pada
tanaman pangan lokal tradisional
 Dimensi berpikir masyarakat tani lahan kering
bersifat linear “dari tangan ke mulut” atau sedikit
bergeser menjadi “dari tangan ke mulut ke pasar”,
belum mampu untuk dipaksa berpikir dalam
dimensi “dari tangan ke pasar ke mulut”.
 Pada saat pasar sekarang menuntut orang untuk
berperspektif “berproduksi karena bisa dijual” dan
tidak lagi “menjual karena bisa diproduksi”, para
petani lahan kering masih berperspektif
“berproduksi karena bisa dimakan”
KARAKTERISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
 Letak Geografis :
8 0-120 LS dan 1180-1250 BT

 Jumlah Pulau :
1.192 buah (besar dan kecil)

 Pulau yang bernama :


432 pulau

 Pulau yang berpenghuni :


44 buah
 Iklim :
8 bulan (kemarau/kering) dan
4 bulan (hujan/basah) dan
Anomali
Wilayah administratif :
 Luas Wilayah :
 Kabupaten : 21dan 1 kota
Daratan ± 47.349,9 km2
 Kecamatan : 306 buah
Lautan ± 200.000 km2
 Desa / Kel. : 3.270 buah
POTENSI WILAYAH
 Lahan kering lebih luas dari lahan
basah dengan luas 1.528.308 Ha
dengan tingkat pemanfaatan 60 %
lebih
 Mengandalkan hujan (lahan tadah
hujan)
 Iklim kering dengan anomali cuaca
yang tinggi
KEKAYAAN PANGAN NTT.
Salah Satu Provinsi yang memiliki Keanekaragaman Hayati
(Biodiversity)
57 • Jenis Sumber Karbohidrat

55 • Jenis Sumber Lemak/Minyak

26 • Jenis Kacang-kacangan

273 • Jenis Buah-buahan

178 • Jenis Sayuran

32 • Jenis Bahan Minuman

94 • Jenis Rempah-rempah & Bumbu-bumbuan

Potensi: Belum dimanfaatkan secara optimal


sebagai sumber pangan masyarakat.
Potensi Pangan Lokal NTT dan Kandungan Gizinya
Kandungan Gizi / 100 Gram
No Komoditi Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (Gram) (gram) (gram)
1. Beras 360 6,8 0,7 78,9
2 Sorghum Lena 395 20,3 8,73 58,8
3 Jagung Rote 385 10,6 7,4 69,0
4 Buah bakau 371 4,2 1,5 85,1
5 Ubi suweg 277,4 2,0 0,2 82,8
6 IwiOndoGadung 201 2,0 0,22 79,80
7 Kacang Arbila 342,52 18,64 3,18 64,43
8 Daun kusambi 42,10 3,31 0,88 6,34
9 Gembili 225 3,31 0,30 82,12
10 Jewawut 388 2,45 1,44 89,17
11 Tepung Putak 351,55 2,95 1,18 84,63
12 Jagung 361 8,7 4,5 72,4
13 Gula Lontar 353 0,54 0,17 87,45
Kandungan 20
gizi PUTAK Zat Gizi
Parameter/Jenis Kadar Kandungan Gizi
Energi (kkal) 351,55
Karbohidrat (g) 84,63
Protein (g) 2,95
Lemak (g) 1,18
Kandungan
gizi UWI/GADUNG
Parameter/Jenis Zat Gizi Kadar Kandungan Gizi
Energi (kal) 201,0
Karbohidrat (g) 79,8
Protein (g) 2,0
Lemak (g) 0,2
Kandungan gizi BUAH
BAKAU
Parameter/Jenis Zat Gizi Kadar Kandungan Gizi
Energi (kkal) 371,0
Karbohidrat (g) 85,1
Protein (g) 4,2
Lemak (g) 1,5
21
LONTAR
Parameter/Jenis Zat Gizi Kadar Kandungan Gizi
Energi (kal) 353,00
Karbohidrat (g) 87,45
Protein (g) 0,54
Lemak (g) 0,17

KACANG ARBILA/KACANG HUTAN


Parameter/Jenis Zat Gizi Kadar Kandungan Gizi
Energi (kkal) 342,52
Karbohidrat (g) 64,43
Protein (g) 18,64
Lemak (g) 3,18
BIJI ASAM
Parameter/Jenis Zat Gizi Kadar Kandungan Gizi
Energi (kkal) 352,02
Karbohidrat (g) 78,89
Protein (g) 8,50
Lemak (g) 0,77
Tantangan
Lahan kering seharusnya dipandang bukan
sebagai kendala, melainkan sebagai
potensi untuk pengembangan keunggulan
komparatif
Untuk memanfaatkan lahan kering sebagai
potensi pengembangan keunggulan
komparatif, diperlukan terobosan
kebijakan,
Tantangan

 Kebijakan terobosan yang diperlukan tidak lagi


bertumpu hanya pada upaya untuk meningkatkan
produktivitas melalui peningkatan masukan sarana
produksi, melainkan kebijakan yang dapat
menyeimbangkan produktivitas, stabilitas,
equitabilitas, dan otonomi untuk menuju
sustainabilitas dalam jangka panjang
Pengembangan bahan kajian

 Konsep budaya kesehatan masyarakat


lahan kering kepulauan
 Kondisi Fisik Geografis kaitannya dengan
budaya lahan kering .
 Budaya lahan kering kaitannya dengan
kepercayaan, pola pemukiman dan sistem
mata pencaharian
 Hasil penelitian/artikel lepas tentang budaya
kesehatan masyarakat lahan kering
kepulauan
Latihan
 Mempresentasikan konsep-konsep teoritis
Budaya kesehatan masyarakat lahan
kering kepulauan dalam kelompok
 Mengonsolidasikan/menyimpulkan
konsep-konsep teoritis Budaya kesehatan
masyarakat lahan kering kepulauan
 Mengomunikasikan hasil kajian konsep
Budaya kesehatan masyarakat lahan
kering kepulauan

Anda mungkin juga menyukai