KELOMPOK 9:
KUPANG
2020
A. Lahan Kering Kepulauan Di Lihat Dari Posisi Secara Fisik
Menurut Dry Subhumid lahan kering merupakan kawasan dengan nisbah
presepitasi/evapotranspirasi potensial tahunan berkisar 0,05-0,65 yang
mencakup lahan di kawasan beriklim ringkai (arid), semi-ringkai (semi-arid) ,
dan sub-lembab kering . Universita Nusa Cendana sendiri berada pada satu-
satunya lahan kering kepulauan di dunia dengan keunikan alam, interaksi
sosial, dan budaya khas Nusa Tenggara Timur.
B. Lahan Kering Kepulauan Di Lihat Dari Aspek Sosial Budaya
Dari aspek sosial budaya bisa dilihat bahwa Kawasan Lahan Kering
Kepulauan (KLKK) biasanya menunjuk kepada suatu ruang sosial (social
space), yang di dalamnya itu terdapat sekelompok manusia yang berdomisili,
beraktivitas, dan berinteraksi di antara sesamanya. Ruang sosial tersebut terdiri
dari lingkungan pemukiman dan lingkungan penjelajahan sebagai “lahan” bagi
pencaharian manusia untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Untuk memahami budaya Kawasan Lahan Kering Kepulauan (KLKK) secara
komprehensif, maka kita perlu mendalami hal-hal pokok pikiran yang terkait
dengan kebudayaan yaitu:
1. Untuk memahami seluk-beluk kehidupan manusia yang multidimensional
seperti di Kawasan Lahan Kering Kepulauan (KLKK) maka dapat didekati
dengan berbagai perspektif kebudayaan. Perspektif kebudayaan ini bukan
hanya hasil karya manusia (benda-benda budaya) semata-mata melainkan
lebih ke arah pola perilaku, sistem sosial, cara berpikir dan berekspresi,
hingga konsep, gagasan atau pemikiran, dan sistem nilai yang menjadi
acuannya. Jadi kajian budaya Kawasan Lahan Kering Kepulauan (KLKK)
ini idealnya dipandang sebagai satuan hidup yang telah eksis dan
dipraktekkan oleh para pendukungnya.
2. Untuk memahami kehidupan budaya Kawasan Lahan Kering Kepulauan
(KLKK) hendaknya dilakukan pendalaman terhadap dimensi isi atau unsur-
unsurnya baik itu berupa : bahasa, sistem teknologi, sistem mata
pencaharian atau ekonomi, sistem dan organisasi sosial (termasuk khasanah
politik dan hukum), sistem pengetahuan, religi, maupun kesenian dan
pendidikan. Setiap unsur oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dalam tiga
dimensi wujud, yaitu:
a. Wujud yang berupa kompleks gagasan, konsep, dan pemikiran manusia
(culture system).
b. Wujud yang berupa kompleks aktivitas (social system)
c. Wujud yang berupa benda-benda kongkrit (physical culture, material
culture, artifacts).
Gambar tahap tahap transisi demografi. epidemiologi, dan nutrisi dalam gizi
kesehatan
Investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana, tetapi
mencakup pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan dan kesejahteraan social.
Untuk itu “Perbaikan gizi merupakan investasi pembangunan”.