Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER

GIZI LAHAN KERING DAN KEPULAUAN

OLEH:

YUFEN LORENS ATI


1807010431

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020
JAWABAN

1. Jelaskan perspektif kehidupan budaya KLKK:


a) Dimensi wujud yang berupa kompleks gagasan, konsep, dan pemikiran
manusia (culture system)
Dimensi wujud ini merupakan perspektif kehidupan budaya KLKK yang
bersifat abstrak yang artinya gagasan, konsep dan pemikiran manusia tidak
bisa diraba hal ini dikarenakan ada dalam pikiran tiap anggota masyarakat
yang terikat pada budaya tertentu. Dimensi inilah yang menimbulkan
berbagai karya manusia, dimana karya ini timbul akibat dari nilai-nilai
yang berkembang didalam masyarakat dan cara pikir serta perilaku
masyarakat. Contohnya masyarakat yang patuh dan terikat akan aturan
tidak tertulis di suatu masyarakat. Terkait hal-hal yang dianggap tabu
dalam lingkungan kebudayaan, misalnya pamali mengkonsumsi pangan
tertentu.
b) Dimensi wujud yang berupa kompleks aktivitas sosial (social system),
Aktivitas sosial (interaksi lebih dengan lingkungan sekitar baik itu antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok
dengan kelompok). Manusia sebagai makhluk sosial akan saling
membutuhkan satu dengan yang lain, maka dari itu manusia haru
mewujudkan kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal ini dapat dikatakan bahwa tindakan berpola ini bersifat
konkrit (terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan
dokumentasikan). Contoh dari dimensi ini adalah interaksi dalam bekerja
sama dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan di suatu wilayah.
c) Dimensi wujud yang berupa benda-benda kongkrit (physical culture,
material culture, artifacts).
Dimensi wujud ini, merupakan hasil dari aktivitas manusia pada dimensi
gagasan, konsep dan pemikiran serta wujud dari aktivitas manusia (dapat
dikatakan bahwa dimensi wujud ini mengacu pada semua karya atau hasil
kerja individu atau kelompok dalam suatu lingkup kebudayaan). Bentuk
dimensi ini bersifat konkrit atau dapat diamati dan dinikmati serta di
dokumentasikan manusia. Contoh dari dimensi wujud ini adalah
penggunaan lesun dan aluk untuk menghancurkan pangan jagung untuk
dapat juga di konsumsi oleh manusia usia lanjut (manula), kebiasaan dapat
kita jumpai di daerah dataran Timor Tengah Selatan atau juga Utara.
Penggunaan benda ini, sebagai akibat dari pemikiran bahwa perlu adanya
alat yang digunakan untuk mengolah pangan jagung yang keras dan
pemikiran ini sudah timbul dari kebudayaan terdahulu sebagai akibat
interaksi dengan lingkungan sekitar.
d) pendekatan pengembangan masyarakat yang bagaimana cocok
dilaksanakan di KLKK, sertakan pula alasannya:
menurut saya berdasarkan dimensi wujud yang telah dibahas, pendekatan
yang tepat adalah pendekatan Holistik (menyeluruh/lintas sektor). Alasan
penggunaan pendekatan ini adalah karena perlu adanya penyesuaian
dengan keadaan masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Penyesuai ini
perlu dilibatkan adalah tokoh agama, tokoh masyarakat dan sektor
kesehatan serta pemerintah setempat. Bidang-bidang inilah yang paling
banyak melakukan interkasi dengan masyarakat, dengan melakukan
pendekatan ini, kita dapat memperoleh advokasi (mendapatan dukungan),
dengan begitu setiap pendekatan yang kita lakukan untuk pengembangan
masyarakat sangat memberikan manfaat kepada semua pihak.

2. Mengapa masalah gizi kesehatan di KLKK perlu diintervensi, dan apa yang
dimaksud dengan windows of opportunity ?
a) Berdasarkan data dari Riskesdas Tahun 2018, prevalensi masalah gizi
yang ada belum terjadi penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal
inilah yang melatar belakangi, mengapa intervensi masalah gizi perlu
dilakukan. Intervensi masalah gizi dilakukan untuk menciptakan
kesejahtetaan masyarakat dan kemajuan suatu bangsa. Apabila tidak
dilakukannya intervensi terhadap masalah gizi, maka tidak akan menutup
kemungkinan suatu negara tidak akan mengalami perkembangan (hal ini
dipengaruhi oleh kualitas SDM, yang mana SDM berkualitas dipengaruhi
dari ketercukupan kebutuhan akan gizi). Kecenderungan yang terjadi
adalah apabila masalah gizi tidak secepatnya ditangani maka, individu atau
masyarakat yang megalami masalah gizi tidak akan produktif baik dalam
lingkungan kerja atau pendidikan inilah yang menyebabkan kualitas SDM
rendah, dan apabila kualitas SDM rendah akan memicu pada peningkatan
pengangguran yang berakibat pada pendapatan keluarga rendah dan
terjadinya ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari.
b) Windows Of Opportunity
Merupakan keadaan dimana jumlah penduduk berusia produktif (15-64
tahun) meningkat sedangkan jumlah penduduk yang berusia tidak
produktif (0-14 tahun dan diatas 64 tahun) mengalami penurunan.

3. Bagaimana epidemiologi masalah gizi kesehatan (besar dan luasnya


masalah)di tingkat global, Indonesia dan khususnya di lahan kering kepulauan
(NTT) ?
Jawab:
Epidemiologi Masalah Gizi (Dunia, Indonesia dan NTT)
a) Epidemiologi Stunting
Data WHO, di dunia pada tahun 2017-2018 sebanyak 150,8 Juta (12,2%)
balita mengalami stunting. Dari satu per dua masalah stunting berasal dari
kawasan Asia (55%), sedangkan lebih sepertiganya (39%) tinggal di
Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal
dari kawasan Asia selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia
Tengah (0,9%). Berdasarkan data prevalensi balita stunting yang di data
oleh WHO, Indonesia termasuk dalam negara ke tiga dengan prevalensi
tertinggi di regional Asia Tenggara. Berdasarkan Riskesdas 2018, rata-rata
prevalensi stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Pada
tahun 2016, kasus stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 29 %
menjadi 27,5 %. Namum terjadi pemingkatan 29,6 % pada tahun 2017.
Di Indonesia, penyumbang balita stunting tertinggi adalah NTT
dan Sulawesi dengan katergori balita pendek > 40 % (PSG, 2017). Di NTT
sendiri tercatat 22 Kabupatern menyumbang kasus Stunting. berdasarkan
informasi yang diperoleh dari Dinkes NTT (Website Resmi), prevalensi
balita stunting di NTT mengalami penurunan. Meskipun demikian kasus
stunting masih tinggi dengan prevalensi sebesar 27,5 % (57 anak
meninggal dunia akibat stunting). penurunan yang cukup signifikan yaitu
tahun 2018, sebesar 30,1 % menjadi 27,9 % ditahun 2019 dan sampai pada
bulan agustus 2020 terjadi penurunan sebesar 0,4 %.
b) Epidemiologi Obesitas
Prevalensi Obesitas di seluruh dunia mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2017-2019, kematian sebanyak 8 % disebabkan oleh
obesitas. Pada negara dengan penghasilan menengah, terutama di eropa
timur, asia tengah, Afrika Utara dan Amerika Latin terjadi kematian
sebesar 15 % dikaitkan dengan obesitas pada tahun 2017. Pada negara
dengan pendapatan baik hanya sebesar 5 % kematian akibat obesitas.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi
obesitas pada usia > 18 tahun adalah sekitar 21,8 %. Prevalensi tertinggi
terdapat pada privinsi Sulawesi Utara (30,2 %), DKI Jakarta (29,8 %),
Kalimantan Timur (28,7 %), Papua Barat (26,4 %) dan kepulauan Riau
(26,2%). Data ini cenderungan meningkat dari tahun ke tahun, hingga
pada data Riskesdas 2018, yaitu sebesar 21,8 %.
Berdasarkan profil kesehatan NTT, sejak tahun 2014-2017 data
menunjukkan bahwa NTT masuk dalam penyumbang obesitas terendah di
Indonesia, hal ini disebabkan oleh jumlah aktivitas fisik yang dilakukan
oleh masyatakat NTT cenderungan lebih banyak dibandingkan dengan
perilaku konsumsinya. Masyarakat lebih banyak aktivitas fisik seperti
(berkebun, merolahraga dan aktivitas fisik lainnya sehingga ketika
mengkonsumsi makanan tidak menumpuk menjadi lemak melainkan
dipakai sebagai energy dalam beraktivitas).
4. Situasi defisiensi vitamin dan mineral pada masyarakat lahan kering cukup
tinggi, tugas anda jelaskan (a) besar dan luasnya masalah tersebut, (b) faktor-
faktor penyebabnya, dan (c) upaya-upaya mengatasi situasi tersebut.
Jawab:
Vitamin dan mineral merupakan nutrisi atau zat yang sangat berpengaruh
pada tubuh dan merupakan salah satu indikator penentu kesehatan pada tubuh
manusia. Vitamin pada tubuh manusia berperan untuk membantu atau
mengatur proses kegiatan pada tubuh manusia, sedangkan mineral berfungsi
untuk proses pertumbuhan, pengaturan dan perbaikan fungsi tubuh.
Berdasarkan datan WHO. Prevalensi defisiensi Vitamin di dunia bervariasi
dari 42-90 %. Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan di Jakarta dan
Bekasi dengan menggunakan jumlah sampel sebanyak 74 wanita berusia 60-
73 tahun, di temukan bahwa, cukup tinggi masalah defisiensi vitamin yang
dialami yaitu sebesar 31,1 %. Hal ini menambah kasus defisiensi vitamin di
Indonesia menjadi 63 %. Berdasarkan permasalah ini, ditemukan penyebab
tingginya kasus defisiensi Vitamin adalah masyarakat kurang memperoleh
asupan vitamin karena disebabkan oleh berbagai diantaranya (keterbatasan
pendapatan keluarga yang berujung pada daya beli pangan rendah) serta
rendahnya pengetahuan dalam upaya pengolahan makanan.
Berdasarkan data WHO (2016), prevalensi masalah kekurangan mineral
terbanyak di sumbang oleh kasus Anemia (kekurangan asupan Fe (zat besi)).
Prevalensi anemia secara global mencapai (38,8) % (32 juta wanita hamil
anemia). Sedangkan di Indonesia mengalami peningkatan dari 37,1%-48,9 %.
Hasil penelitian yang dilakukan terdahulu, menunjukkan penyebab
meningkatnya defisiensi mineral adalah keterkaitan antara metabolism tubuh
dalam menyerap kandungan mineral dalam makanan yang di konsumsi, serta
rendahnya pendapatan keluarga yang berakibatkan pada ketidak mampuan
pemenuhan asupan mineral. Sedangkan kejadian anemia pada ibu hamil
disebabkan oleh kurangnya perhatian ibu terkait konsumsi makanan dan obat
tablet tambah darah yang dianjurkan dan diberikan oleh tenaga kesehatan
sewaktu melakukan pemeriksaan (dengan alasanya bahwa tidak menyukai rasa
dan bau dari tablet tambah darah tersebut).

5. Stunting di Lahan Kering Kepulauan NTT


Jawab:
a) Dampak stunting
Menurut saya dampak yang paling parah dari situasi stunting ini adalah
individu yang mengalami stunting menjadi tidak produktif hal ini
disebabkan oleh keterhambatan pertumbuhan dan perkembangan otak.
Ketika individu mengalami stunting, bukan saja akan memberikan dampak
bagi dirinya (tidak mampu bersaing di dunia kerja atau pendidikan), akan
tetapi ia akan menjadi beban keluarga dan negara. Dikatakan seperti
karena, orang stunting tidak menjadi produktif, ketika seseorang tidak
produktif maka akan berpengaruh pada pekerjaannya di masa yang akan
data. Ketika seseorang tidak memperoleh pekerjaan yang baik maka
kecenderunganya, kebutuhan sehari-harinya di tanggung oleh anggota
keluarga atau negara, yang terjadi adalah orang lain/ anggota keluarga dan
negara yang akan membiayai individu yang mengalami stunting tersebut.
b) Penyebab stunting di NTT
1) Pendapatan keluarga yang rendah, perekonomian keluarga merupakan
dasar untuk pencegahan stunting, berdasarkan penelitian terdahulu,
keluarga dengan pendapatan rendah berisiko melahirkan anak stunting
karena ketidak cukupan zat gizi dalam kandungan
2) Rendahnya pengetahuan ibu terkait pemenuhan asupan gizi seimbang
selama bayi dalam kandungannya
3) Keterbatasan distribusi pangan, konsumsi pangn yang ada di
masyarakat tidak bervariasi. Kecenderungan yang terjadi adalah
masyarakat NTT lebih memilih memenuhi kebutuhan akan karbohidrat
dibandingkan dengan zat gizi lainnya hal ini sebabkan oleh aktivitas
fisik yang dilakukan membutuhkan energy yang banyak.
c) Mengatasi Stunting
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau mengeliminasi
kasus stunting di Indonesia telah banyak dilakukan oleh pemerintah NTT,
salah satunya adalah mengkonsumsi daun kelor. Daun kelor dipercaya
mampu merangsang ASI ibu selama ibu menyusui (menyusui selama 6
bulan). Selain mencanangkan penamaman daun kelort untuk di konsumsi,
masyarakat juga perlu untuk diberikan sosialisasi dan edukasi terkait
dengan pencegahan stunting di masyarakat.
Menurut saya, upaya yang dilakukan pemerintah sudah benar akan
tetapi saya menyarankanpada pemerintah bahwa masyarakat tidak hanya
membutuhkan sosialisasi dan edukasi tetapi masyarakat juga
membutuhkan fasilitas penunjang, fasilitas penunjang yang diberikan
menurut saya adalah membuka lapangan pekerjaan yang lebih baik lagi
bagi masyarakat dengan pendapatan ekonomi rendah, maksudnya agar
masyarakat dapat memperbaiki daya beli terhadap pangan yang di
distribusikan.
Selain itu, dalam mengatasi masalah stunting perlu adanya kerja sama
antara pemerintah, pemangku kepentingan dan masyarakat (istilanya
adalah lintas sektor) untuk menurunkan kasus stunting di NTT yang
signifikan dan berkelanjutan.

6. Penjelasan Masalah Gizi


Jawab:
Berdasarkan gambar (slide), yang menjadi akar masalah gizi adalah krisis
ekonomi, politik dan sosial. Kika akar masalah yang ada ini tidak ditangani
denhan baik maka akan menimbulkan masalah lainnya pengangguran, inflasi,
kurangnya pangan dan terjadinya kemiskinan di masyarakat. Kalau kita lihat,
jika terjadinya peningkatan pengangguran maka akan berdampak pada
peningkatan keluarga miskin pula (pendapatan keluarga menjadi lemah atau
terpuruk). Akibatnya masyarakat akan mengalami keterbatasan dalam
memenuhi asupan gizi keluarga. Hal ini berbeda dengan keluarga
berpendapatan cukup atau baik dalam memenuhi asupan gizi keluarga.
Selain itu, yang menjadi pokok permasalahan di masyarakat adalah kurangnya
pemberdayaan wanita dan keluarga, kurangnya pemanfaatan sumber daya di
masyarakat. Masyarakat perlu di latih dan di berdayakan untuk mampu
memanfaatkan sumber daya terkait dengan pangan yang ada di masyarakat,
kurangnya pengalaman pengolahan pangan oleh wanita akan berisiko
menimbulkan kehilangan kandungan gizi dalam makanan, oleh karena itu
wanita perlu di berdayakan untuk mampu mengolah makan dengan baik dan
benar sehingga tetap mempertahankan kandungan gizi. Ketika kandungan gizi
pangan tetap dipertahankan dalam proses pengolahan makanan maka akan
memberikan manfaat lebih dan terhindari dari masalah gizi dalam lingkungan
keluarga. Akan tetapi jika tidak dilakukannya pemberdayaan ditakutkan akan
menimbulkan kurangnya pemahaman atau pengetahuan serta keahlian serta
keterampulan dalam mengolah makanan yang berujung pada masalah gizi
dalam keluarga.
Berdasarkan penjelasan diatas, yang merupakan penyebab tidak langsung
penyebab kekurangan gizi adalah tidak tercukupnya penyediaan pangan, pola
asuh anak tidak memadai, sanitasi serta air bersih yang tidak memadai,
pelayanan kesehatan yang tidak optimal. Secara tidak langsung penyeab-
penyebab ini dapat menjadi penyebab langsung jika taidak di tangani dengan
baik karena penyakit infeksi dan makan yang tidak seimbang saling
berpengaruh atau berkaitan dalam menimbukan masalah gizi atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai