Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENENTUAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG :


PENGUKURAN FAKTOR EKOLOGI
(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penentuan Status Gizi Kelas A)

Oleh:
KELOMPOK 3

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2017
HALAMAN JUDUL
MAKALAH
PENENTUAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG :
PENGUKURAN FAKTOR EKOLOGI
(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penentuan Status Gizi Kelas A)

Oleh:
KELOMPOK 3
Nopelia Herela T. 142110101105
Retno Ernita 142110101106
Firman Setyo A. B. 142110101111
Ruly Dwi Arysanti 142110101115
Mya Sakti O. P. 142110101118
Bravianty Agustine P. 142110101119
Mahfudzo 142110101126
Ika Wulandari 142110101127
Dwi Ratna Nurfaizah 142110101130
Diyah Kristuri 142110101137
Eris Dwi Tristanti 142110101144
Cahaya Rizki 142110101150

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2017

1
PRAKATA

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
Penentuan Status Gizi Secara Tidak Langsung : Pengukuran Faktor Ekologi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penentuan Status Gizi
Kelas A dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.
Makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya kerja sama dan
dukungan dari semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini,
kami sebagai penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1 Ninna Rohmawati, S.Gz., M.P.H., selaku dosen mata kuliah Penentuan
Status Gizi Kelas A yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
kami dalam menyusun makalah ini.
2 Rekan-rekan angkatan 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember yang telah memberikan saran dan kritik dan masukan yang
konstruktif, serta semua pihak yang terlibat dalam proses penyempurnaan
makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penyajian data dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat, terutama bagi seluruh aktivitas akademik
di lingkungan Universitas Jember, dan semoga makalah hasil analisis ini dapat
menjadi media untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang
keilmuan khususnya pada ilmu kesehatan masyarakat.

Jember, 4 April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PRAKATA..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3. Tujuan...............................................................................................................2
1.3.1. Tujuan Umum.......................................................................................2
1.3.2. Tujuan Khusus.......................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1. Pengertian Pengukuran Faktor Ekologi............................................................3
2.2. Faktor Ekologi yang Berhubungan dengan Malnutrisi.....................................3
2.2.1. Keadaan Infeksi......................................................................................3
2.2.2. Konsumsi Makanan................................................................................4
2.2.3. Pengaruh Budaya..................................................................................5
2.2.4. Faktor Sosial Ekonomi...........................................................................5
2.2.5. Produksi Pangan.....................................................................................6
2.2.6. Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan....................................................7
2.3. Jenis Data..........................................................................................................9
BAB 3. PENUTUP................................................................................................12
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................12
3.2. Saran...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor ekologi yang erat hubungannya dengan terjadinya


malnutrisi............................................................................................10
Gambar 2. Model ekologi dalam bidang gizi (sumber: Caliendo. 1979.
Nutrition and the world food crisis. New york. Hlm. 15)..................11

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis data yang sering digunakan dalam mengidentifikasi faktor ekologi
secara cepat. (sumber: jellife DB, 1989)..................................................10

4
5
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Endang (2003) sejak sebelum merdeka sampai sekitar tahun 1960-
an, masalah gizi buruk merupakan masalah besar di Indonesia. Masalah gizi pada
hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya
tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifactor. Oleh karena itu, pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan beberapa sektor yang terkait. Masalah gizi,
meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahaannya
tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus
tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan
sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari
hal ini, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin
setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan
mutunya.
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1866), malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai akibat dari hasil yang saling mempengaruhi (multiple
overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi, dan lingkungan budaya.
Jadi, jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada keadaan
lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, ketersedian/suplai, transportasi, dan
tingkat ekonomi penduduk. Disamping itu, budaya seperti memasak, prioritas
makanan dalam keluarga, distribusi, dan pantangan makanan bagi golongan rawan
gizijuga berpengaruh pada keadaan gizi. Dengan menyadari hal tersebut, maka
dilakukan pengukuran faktor ekologi yang dapat menyebabkan malnutrisi
dimasyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi (Schrimshaw,
1964). Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui
penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) disuatu masyarakat yang nantinya
akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2001)

1
Secara rasional, program yang bersifat preventif sebaiknya diarahkan pada
semua faktor yang terlibat dalam kesehatan masyarakat di suatu daerah tertentu.
Menurut Jelliffe (1966) faktor ekologi yang berhubungan dengan penyebab
malnutriisi dibagi dalam enam kelompok yaitu keadaan infeksi, konsumsi
makanan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta kesehatan dan
pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari pengukuran faktor ekologi dalam menentukan status gizi
secara tidak langsung?
2. Apa saja faktor-faktor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi?
3. Bagaimana faktot-faktor ekologi tersebut mempengaruhi kejadian malnutrisi?
4. Apa jenis data yang sering digunakan dalam mengidentifikasi faktor ekologi
yang berhubungan dengan malnutrisi?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Dapat memahami penentuan status gizi secara tidak langsung pada
pengukuran faktor ekologi.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian pengukuran faktor ekologi dalam penentuan
gizi secara tidak langsung.
2. Memahami faktor-faktor ekologi yang berhubungan dengan
malnutrisi.
3. Mengetahui bagaimana faktor-faktor ekologi tersebut mempengaruhi
kejadian malnutrisi.
4. Mengetahui jenis data yang sering digunakan dalam mengidentifikasi
faktor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1. Pengertian Pengukuran Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah
gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis,
faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi
digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu
masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi
(Supariasa, 2001).
Menurut Bengoa (dikutip oleh jelliffe, 1966), malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (multiple overlapping) dan
interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya. Jadi jumlah
makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada keadaan lingkungan
seperti iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi dari
penduduk. Di samping itu, budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan memasak,
prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan maka bagi golongan
rawan gizi. Dengan menyadari hal tersebut diatas, dipandang sangat penting untuk
melakukan pengukuran ekologi yang dapat menyebabkan malnutrisi di
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi (schrimshaw,
1964).
Secara rasional, program yang bersifat preventif sebaiknya diarahkan pada
semua faktor yang terlibat dalam kesehatan masyarakat disuatu daerah tertentu.
Menurut jellife (1966), faktor ekologi yang berhubungan dengan penyebab
malnutrisi dibagi dalam enam kelompok, yaitu keadaan infeksi, konsumsi
makanan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta kesehatan dan
pendidikan.

2.2. Faktor Ekologi yang Berhubungan dengan Malnutrisi


2.2.1. Keadaan Infeksi
Scrimshow et.al, (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat
antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan
interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi
akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme

3
patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersamaan, yaitu:
1. Penurunan asupan gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi
dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit.
2. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penaykit diare, mual/muntah
dan pendarahan yang terus menerus.
3. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebuthan akibat sakit
(human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh.
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Infeksi berat
dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanannya dan
meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi,
walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kedua-duanya bekerja sinergistik, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi secara sendiri sendiri (Pudjiadi, 2001).
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena
kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan
mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan
memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme
maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi (Yetti dan
Muhamad, 2005). Menurunnya status gizi berakibat menurunnya kekebalan tubuh
terhadap berbagi infeksi. Tubuh memiliki 3 macam pertahanan untuk menolak
infeksi:
a. melalui sel (imunitas seluler)
b. melalui cairan (imunitas humoral)
c. aktivitas leukosit polimorfonuklear

2.2.2. Konsumsi Makanan


Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Data yang
dikumpulkan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat, keluarga, dan individu. Pengukuran konsumsi makanan sangat

4
penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal
ini dapat berguna untuk mengatur status gizi dan menemukan faktor diet yang
dapat menyebabkan malnutrisi.

2.2.3. Pengaruh Budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap
terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan.
Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahyul,
tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah.
Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama
penyakit infeksi saluran pencernaan. Disamping itu jarak kelahiran anak yang
terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat
gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi
oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani
masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.

Masalah gizi karena sosial budaya indikatornya adalah stabilitas keluarga


dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di
lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi-
kurang. Juga indikator demografi yang meliputi susunan dan pola kegiatan
penduduk.

2.2.4. Faktor Sosial Ekonomi


1. Data Sosial
Data sosial yang diperlukan dalam proses mempengaruhi malnutrisi adalah:
a. Keadaan penduduk disuatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi, seks dan
geografis)
b. Keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran)
c. Pendidikan

5
Pendidikan yang dimaksudkan mulai dari tingkat pendidikan
ibu/bapak, keberadaan buku-buku sebagai sara edukasi bagi orangtua ke
anak, dan usia anak sekolah sebagai penentu proses awal mendapatkan
pendidikan
d. Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi, perabotan, jumalah
kamar, pemilikan dan lain-lain)
e. Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan bakar, alat masak, pembuangan
sampah)
f. Penyimpanan makanan (ukuran, isi, penutup serangga)
g. Air (sumber, jarak dari rumah)
h. Kakus (tipe jika ada, keadaanya)
2. Data Ekonomi
a. Pekerjaan (pekerjaan umum, misalnya pekerjaan pertanian dan pekerjaan
tambahan, misalnya pekerjaan musiman)
b. Pendapatan keluarga (gaji, industri rumah tangga, pertanian pangan/non
pangan, utang)
c. Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit,
kendaraan, radio, TV dan lain-lain.
d. Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makan, pakaian, menyewa,
minyak/bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi,
hadiah/persembahan)
e. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musiman.

2.2.5. Produksi Pangan


Data yang relevan untuk produksi pangan adalah:
1. Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli, barter, dan lain-
lain).
2. Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air, pupuk,
pengontrolan serangga dan penyuluhan pertanian).
3. Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga, kecocokan tanah, tanah yang
digunakan, jumlah tenaga kerja).

6
4. Peternakan dan periklanan (jumlah ternak seperti kambing, bebek, dan
lain-lain) dan alat penangkap ikan, dan lain-lain.
5. Keuangan (modal yang tersedia dan fasilitas untuk kredit).

2.2.6. Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan


Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang
dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan
derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan.
Definisi pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-Undang tentang
kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perorangan,
keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU
Kesehatan, pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan
kesehatan yaitu:
a) Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service). Pelayanan kesehatan ini
banyak diselenggarakan oleh secara mandiri (self care), dan keluarga (family
care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Upaya
pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada institusi pelayanan
kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin, atau praktik mandiri.
b) Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Pelayanan kesehatan
masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan
promotif dan preventif. Upaya pelayanan masyarakat tersebut dilaksanakan
pada pusat- pusat kesehatan masyarakat tertentu seperti puskesmas.
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang

7
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik (Suliha, dkk,2002). Menurut
Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau
pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-
tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan
menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku
sasaran.
Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayati, 2009) yaitu:
1. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
2. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan
sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
3. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf
hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi menurut
Fitriani (2011) yaitu:
1) Dimensi sasaran
a) Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannya adalah individu.
b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya adalah
c) kelompok masyarakat tertentu.
d) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya adalah masyarakat
luas.
2) Dimensi tempat pelaksanaan
a) Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya adalah pasien dan
keluarga
b) Pendidikan kesehatan di sekolahdengansasarannya adalah pelajar.
c) Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasarannya
adalah masyarakat atau pekerja.
3) Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a) Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health Promotion), misal:
peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan
sebagainya.
b) Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection)
misal: imunisasi
c) Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early
diagnostic and prompt treatment) misal: dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.

8
d) Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal: dengan
memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
Pelayanan kesehatan dan pendidikan bukan merupakan faktor ekologi.
Informasi ini agar berguna untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Beberapa
data penting tentang pelayanan keehatan dan pendidikan yaitu:
1. Rumah sakit dan pusat pusat kesehatan (puskesmas) yang meliputi jumlah
rumah sakit, jumlah tempat tidur, pasien, staf, dll
2. Fasilitas dan pendidikan yang meliputi anak sekolah (jumlah, pendidikan
gizi/kurikulum, dll). Remaja yang meliputi organisasi karang taruna dan
organisasi lainnya. Orang dewasa yang meliputi buta huruf, media masa
seperti radio, televisi, dll.
Pengukuran faktor ekologi sanagat kompleks. Hal ini bergantung pada tipe
dan jumlah tenaga, waktu yang tersedia dan tujuan survey. Hal yang penting
adalah data yang dikumpulkan dapat mengggambarkan situasi sekarang dan
berguna untuk pengembangan program.

2.3. Jenis Data


Pengukuran faktor ekologi sangat kompleks. Hal ini tergantung pada tipe
dan jumlah staf, waktu yang tersedia dan tujuan survei. Yang penting adalah data
yang dikumpulkan dapat menggambarkan situasi sekarang dan berguna untuk
pengembangan program. Meskipun demikian untuk mendapatkan gambaran
prevalensi malnutrisi secara langsung, dapat dilakukan dengan metode klinis dan
antropometri. Tabel dibawah ini menggambarkan jenis data yang dapat digunakan
dalam mengidentifikasikan faktor ekologi secara cepat.

Tabel 1. Jenis data yang sering digunakan dalam mengidentifikasi faktor ekologi
secara cepat. (sumber: jellife DB, 1989)
Jenis Data Keterangan
1. Ukuran Keluarga Jumlah, hubungan, umur, seks, jarak kelahiran
2. Pekerjaan Utama dan tambahan
3. Pendidikan Remaja yang tidak buta/buta huruf, keberadaan
buku, jumlah anak-anak di sekolah
4. Rumah Tipe dan konstruksi (atap, dinding, lantai) jumlah
kamar.

9
5. Ekonomi Alat rumah tangga, pakaian, radio/TV, alat
transportasi (motor, sepeda).
6. Dapur Kompor, bahan bakar, alat masak
7. Pola pemberian makan Menu, pantangan, menyusui, prestise makanan.
8. Penyimpanan makanan Ukuran, isi, pengontrolan serangga.
9. Air minum Tipe dan jarak.
10. Kakus Tipe dan keadaan.
11. Tanah Luasnya, penggunaan untuk pertanian (tanaman
pangan dan nonpangan)
12. Sistem pertanian Irigasi dan pupuk
13. Peternakan dan perikanan Jumlah dan jenis ternak, dan kolam ikan,
Pasar
14. Peralatan makan Ketersedian dan harga makanan.

Gambar 1. Faktor ekologi yang erat hubungannya dengan terjadinya malnutrisi

10
Gambar 2. Model ekologi dalam bidang gizi (sumber: Caliendo. 1979. Nutrition and the
world food crisis. New york. Hlm. 15)

Caliendo M.A (1979) membuat hubungan antara faktor agens, pejamu dan
status gizi dengan lingkungan mikro dan makro. Contoh, faktor agens adalah
kekurangan zat gizi spesifik; faktor pejamu yang berhubungan dengan individu,
seperti jenis kelamin, fisiologis, psikologis; dan status gizi, berhubungan dengan
agens dan pejamu.
Faktor lingkungan mempengaruhi persediaan pangan dan asupan zat-zat
gizi. Faktor lingkungan tersebut meliputi biologi, social, ekonomi, politik,
ideology, dan lingkungan fisik. Hubungan antara status gizi dengan faktor pejamu,
agens dan lingkungan.

BAB 3. PENUTUP

11
3.1. Kesimpulan
Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab
kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat
berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2001). Menurut jellife
(1966), faktor ekologi yang berhubungan dengan penyebab malnutrisi dibagi
dalam enam kelompok, yaitu keadaan infeksi, konsumsi makanan, pengaruh
budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta kesehatan dan pendidikan.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Infeksi berat dapat
memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanannya dan
meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi,
walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena
infeksi (Yetti dan Muhamad, 2005).
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengukuran
konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan
oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengatur status gizi dan
menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap
terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan.
Masalah gizi karena sosial budaya indikatornya adalah stabilitas keluarga dengan
ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan
keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi-kurang. Juga
indikator demografi yang meliputi susunan dan pola kegiatan penduduk.

Data sosial yang diperlukan dalam proses mempengaruhi malnutrisi yaitu:


keadaan penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan,
perumahan, dapur, penyimpanan makanan, air, dan kakus. Sedangkan data
ekonomi yang diperlukan dalam proses mempengaruhi malnutrisi yaitu:
pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan yang terlihat, pengeluaran/anggaran,

12
dan harga makanan. Data yang relevan untuk produksi pangan dalam proses
mempengaruhi malnutrisi yaitu: penyediaan makanan keluarga, sistem pertanian,
tanah, peternakan dan perikanan, dan keuangan.
Faktor pelayanan kesehatan dan pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh
terhadap malnutrisi, tetapi informasi ini penting untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan. Beberapa data penting tentang pelayanan keehatan dan pendidikan
yaitu: Rumah sakit dan pusat pusat kesehatan (puskesmas) serta fasilitas dan
pendidikan yang meliputi anak sekolah (jumlah, pendidikan gizi/kurikulum, dll).
Remaja yang meliputi organisasi karang taruna dan organisasi lainnya. Orang
dewasa yang meliputi buta huruf, media masa seperti radio, televisi, dll.

3.2. Saran
Seharusnya berbagai pihak terkait perlu memahami permasalahan gizi dan
dampak yang ditimbulkan, sehingga pembangunan berbagai sektor memberi
dampak kepada perbaikan status gizi. Pemerintah hendaknya menyusun kebijakan
khusus untuk mempercepat laju peningkatan status gizi. Dengan peningkatan
status gizi masyarakat diharapkan dapat memaksimalkan kecerdasan, ketahanan
fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi
dapat diminimalkan.
Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian best practice
(efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan
mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi
membawa manfaat yang besar dan pelaksanaannya pada waktu yang tepat. Pada
keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat
dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi
yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping pelaksanaan monitoring dan
evaluasi yang baik juga dapat menggunakan kajian-kajian intervensi melalui
kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya
penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun kemampuan

13
manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan untuk pembangunan
sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling
mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan,
pertanian, pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang
paling membutuhkan.
Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk
melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan
swasta, LSM dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Cheryl Rosenfeld. 2006. Konsumsi Makanan Mempengaruhi Jenis Kelamin Anak


Balita. Jakarta: Agung Sentosa.

14
Gozali, Achmad. 2010. Hubungan Antara Status Gizi dengan Klasifikasi
Pneumonia pada Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari
Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret.
http://erepo.unud.ac.id/10101/3/43c9c7b8c4ea0cbe6ec0651c48cc4782.pdf
[Diakses pada 5 April 2017].
http://digilib.unila.ac.id/10047/11/BAB%20II.pdf [Diakses pada 5 April 2017].
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122525-S%205254-Faktor-faktor-Tinjauan
%20literatur.pdf [Diakses pada 5 April 2017].
Khairina, Desy. 2008. Tinjauan Literatur. Jakarta : FKMUI [Serial Online]
tersedia: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122525-S%205254-Faktor-
faktor-Tinjauan%20literatur.pdf [Diakses pada 5 April 2017].
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2014. Penilaian Status Gizi Edisi 2. Jakarta :
EGC
Usman, Mustika Safitri. Penilaian Status Gizi Secara Ekologi.
http://mahasiswa.ung.ac.id/811413002/home/2015/5/18/penilaian-status-
gizi-secara-ekologi.html. [Diakses pada 5 April 2017].

15

Anda mungkin juga menyukai