DISUSUN OLEH :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
demam dengue, demam berdarah dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang
penting pada demam Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar
biasa) sudah sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan
demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat lainnya,
harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter sekitarnya.
Tak ada cara lain untuk mencegah demam chikungunya kecuali mencegah gigitan nyamuk serta
memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M (menutup,menguras dan mengubur barang
bekas yang bisa menampung air) atau menaburkan bubuk abate pada penampungan air sebagaimana
mencegah demam berdarah.Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini pertama dideskripsikan pada tahun 1955 oleh Marion
Robinsoni dan W.H.R Lumsden diikuti oleh kejadian KLB tahun 1952 di Makonde, Plateau, daerah
sepanjang Tanganyika and Mozambique.seperti halnya penyakit malaria dan DBD, penyakit infeksi ini
kebanyakan menjadi endemic di Negara India, khususnya India bagian tengah dan selatan (Kamath at
all, 2006).Sebagai masyarakat Indonesia kita dituntut unuk lebih memperhatikan kesehatan dan
kebersihan lingkungan disekitar kita, agar tidak lagi terjadi kejadian luar biasa (KLB).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
nyamuk Aedes dapat bertahan lama dalam kekeringan (dapat > 1 tahun). Virus dapat masuk dari
nyamuk ke telur; nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated (Widoyono, 2008).
Nyamuk A. aegypti merupakan vektor Chikungunya (CHIK) virus (alphavirus). Beberapa
nyamuk resisten terhadap CHIK virus namun sebahagian susceptibility. Ternyata susceptibility gene
berada di kromosom 3. Vektor Chikungunya di Asia adalah A. aegypti, A. albopictus. Di Africa A.
furcifer dan A. Africanus (Suharto, 2007).
3. Tempat penampungan air ilmiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, talang
penampungan air hujan (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).
5
✓ Kebiasaan Mengigit (Feeding Habit)
Nyamuk A. aegypti lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropofilik). Darahnya
diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh nyamuk jantan sehingga menetas. Waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah
sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut satu siklus
gonotropik (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).
Nyamuk ini aktif pada siang hari dan mengigit di dalam dan diluar rumah. Mempunyai dua
puncak aktifitas dalam mencari mangsa yaitu mulai pagi hari dan petang hari yaitu antara pukul
09.00 - 10.00 WIB dan 16.00 - 17.00 WIB.
✓ Telur
Nyamuk A. aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian
dalam tempat-tempat yang berisi air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air
yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah dan dekat. Telur A. aegypti berwarna hitam seperti sarang
tawon (Soedarmo, 1988).
Telur diletakkan satu persatu di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi di dalam rumah
dan bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun dapur. Perkembangan
embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu poses emberionasi
selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas
pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu
mempertahankan kelangsungan spesies selama kondisi iklim buruk (Suroso, 2003).
✓ Larva
Telur yang tidak menetas karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai membentuk larva yang
dilapisi kista dapat bertahan lebih dari setahun berbentuk oval dan berwarna putih. Larva A. aegypti
menempel di permukaan dinding vartikel sampai pada waktu menetas (Suroso, 2003).
Perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada
sarang. Pada kondisi yang optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan
nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari termasuk dua hari untuk masa menjadi pupa,
sedangkan pada suhu yang rendah membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.
Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat ditemukan di lubang pohon, pangkal daun dan
tampurung kelapa. Selain di tempat alami larva dapat juga ditemukan pada kendi air, kaleng, pot bunga,
botol, tempat penampung air terbuat dari logam dan kayu, ban (Suroso, 2003).
6
Pada daerah yang panas dan kering, tangki air diatas, tangki penyimpanan air di tanah dan septic
tank bisa menjadi tempat habitat larva yang utama dan pada wilayah yang persediaan airnya tidak
teratur, penghuni menyimpan air untuk kegunaan rumah tangga sehingga memperbanyak jumlah habitat
yang ada untuk larva (Suroso, 2003).
✓ Pupa
Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala dada lebih besar
dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ”koma”. Pada bagian
punggung (dorsal) dada terdapat alat pernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat
sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan
bulu pada ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah
bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air
(Soegeng, 2006).
✓ Nyamuk Dewasa
Nyamuk Aedes larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan disepanjang tahun di semua kota
di Indonesia sesaat setelah menjadi dewasa akan kawin dengan nyamuk betina yang sudah dibuahi dan
akan menghisap darah dalam waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk
mematangkan telur (Depkes RI, 2004).
Adapun Teori Simpul dari timbulnya demam Chikungunya tersebut sebagai berikut :
7
Penderita Adanya Virus
Vektor yaitu Chik Dalam
Demam nyamuk Sakit / sehat
Darah Penderita
Chikungunya A.aegypti
Dengan mengacu pada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis dapat diuraikan
ke dalam 4 simpul yakni :
a. Simpul 1, kita sebut sebagai sumber penyakit. Dan dalam hal ini sumber penyakit yaitu orang
yang menderita demam Chikungunya, dan sebagai agent penyebab penyakit itu adalah virus
chik (CHIKV).
b. Simpul 2, yaitu komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit yang dapat
memindahkan agent penyakit. Dalam hal ini yang memindahkan agent yaitu nyamuk A.
Aegypti sebagai vektor penular. Selain itu, variabel lain yang berpengaruh pada penularan
penyakit ini adalah air bersih dan manusia.
c. Simpul 3, penduduk yang dalam darahnya terdapat virus Chik karena telah tertular dari orang
lain melalui vektor yaitu nyamuk. Serta ini semua terjadi pada semua golongan umur, baik itu
anak-anak maupun dewasa, laki-laki maupun perempuan di daerah endemis.
d. Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi dengan
komponen lingkungan tersebut yang telah mengandung agent penyakit (Achmadi, 2008).
Adapun variabel lain yang berpengaruh dalam paradigma kesehatan lingkungan yaitu meliputi
faktor lingkungan, antara lain :
a.) Variasi Musiman
Pola berjangkit virus Chikungunya tidak jauh beda dengan virus dengue yaitu dipengaruhi
oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban
yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Di
Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda di setiap tempat. Pada musim hujan tempat
perkembangbiakan A. aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi, mulai terisi air. Telur-
telur yang belum sempat menetas pada waktu singkat akan menetas. Selain itu pada musim
hujan semakin banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang
dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini. Karena itu pada musim
penghujan popolasi nyamuk A. aegypti meningkat. Dengan bertambahnya populasi nyamuk
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan virus Chikungunya. Faktor lain
yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Chikungunya sangat kompleks,
8
yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkendali, tidak adanya kotrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan
peningkatan sarana transportasi (Depkes RI, 2004).
d.) Temperatur
Virus Chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya endemik di daerah tropis
dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum
pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu
kering dari 10º C atau lebih dari 40ºC (Suroso, 2003).
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama virus chikungunya ke
manusia. Spesies ini menggigit pada siang hari dengan aktivitas puncak pada pagi dan sore hari yaitu
antara pukul 09.00 – 10.00 WIB dan 16.00 - 17.00 WIB. Nyamuk ini aktif pada siang hari dan mengigit
di dalam dan diluar rumah. Keduanya ditemukan menggigit luar rumah namun Ae. Aegypti juga
akan siap menggigit dalam ruangan. Nyamuk A. Aegypti tersebar di wilayah Asia, Afrika, dan Eropa.
Berbagai spesies nyamuk yang tinggal di hutan di Afrika telah ditemukan terinfeksi dengan virus.
9
Nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di
tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit.
Setelah 3-5 hari demam, timbul ruam makulopapular minimal dan limfadenopati, injeksi
konjungtiva, pembengkakan kelopak mata, faringitis dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari penyakit
traktus respiratorius bagian atas umum terjadi, tidak ada enantema. Beberapa bayi mengalami kurva
demam bifasik. Artralgia mungkin sangat hebat, walaupun hal tersebut jarang tampak.
Demam pada umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendi,
sakit kepala dan insomnia, pada sebagian besar kasus akan menetap 5-7 hari. Penderita bahkan dapat
mengeluhkan nyeri sendi dalam jangka waktu yang lebih lama. Nyeri sendi ini dapat berlangsung
berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan pada beberapa kasus hingga beberapa tahun, tergantung
dari umur penderita.
10
3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort; 2,8% mempunyai persisten residual
joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang persisten, kaku dan
sering mengalami efusi sendi.
✓ Survei Jentik
Pada Survei Entomologi DBD ada 5 Kegiatan Pokok, yaitu : pengumpulan data terkait, survei telur,
survei jentik atau larva, survei nyamuk, dan survei lain-lain (Depkes RI, 2002). Yang mengamati
perilaku dari berbagailingkungan, vektor, cara-cara pemberantasan vektor dan cara-cara menilai hasil
pemberantasan vektor. Survei jentik dapat dilakukan dengan cara :
B. Metode Visual
Hanya dilihat dan dicatat ada tidaknya jentik didalam kontainer tidak dilakukan pengambilan
dan pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan pada survei lanjutan untuk memonitor indek-indek
jentik atau menilai PSN yang dilakukan (Depkes RI, 2002). Tiga indeks yang biasa dipakai untuk
memantau tingkat gangguan A. Aegypti, yaitu:
1. House Index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkit larva/ jentik.
HI = Jumlah yang rumah yang terjangkit x 100
11
Jumlah rumah diperiksa yang
2. Container index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkit larva atau jentik.
CI = Jumlah Penampung yang positif x 100
Jumlah Penampung yang diperiksa
3. Breteau index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah yang diperiksa.
BI = Jumlah Penampung yang positif x 100
Jumlah rumah yang diperiksa
12
3. Bukaan Lahan Baru
Suatu daerah yang awalnya merupakan daerah hutan dan dengan perkembangan zaman
menuntut orang-orang untuk membuka kawasan hutan tersebut untuk dijadikan sebagai
kawasan tertentu, seperti perumahan. Hal ini menyebabkan banyak nyamuk bersarang pada
wilayah bukaan baru tersebut dan berkembang di daerah tersebut. Sehingga meningkatkan
resiko perkembangan agent pada vektor dan berpengaruh pada peningkatan resiko penularan
pada manusia.
✓ Simulasi Kasus
Pada tanggal 08 Januari 2012 Dinas Kesehatan Kota Salatiga mendapat laporan dari Puskesmas
Siderejo Lor kemungkinan telah terjadi KLB Chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor dengan
jumlah kasus sebanyak 46 orang dengan gejala demam, nyeri persendian dan menggigil dalam
waktu priode waktu 2-4 hari. Dan pada tanggal 9-12 Januari pasien chikungunya bertambah
menjadi 72 kasus (Dinkes Kota Salatiga, 2012).
2. Memastikan Diagnosa
Pemastian diagnosis dilakukan melalui identifikasi 3 gejala klinis untuk penetapan
kasus chikungunya yaitu mendadak demam, nyeri sendi, bercak merah pada kulit serta gejala
lainnya seperti nyeri otot, sakit kepala, menggigil.
Berdasarkan identifikasi dan observasi di lapangan ditemukan 7 gejala dengan proporsi
terbesar pada kasus tersangka. Tanda dan gejala klinis pada kasus tersangka dalam
penyelidikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Gejala Klinis Demam Chikungunya di Rukun Tetangga (RT) 06 dan RT
11 Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga
3. Tahun 2012
13
Gejala Klinis Jumlah Persentase
Demam 84 100,0
Nyeri persendian 73 86,9
Nyeri otot 73 86,9
Ruam pada kulit 43 51,2
Sakit Kepala 40 47,6
Gejala lain seperti mual dan
muntah 13 15,5
Kejang 1 1,2
Berdasarkan Tabel 1 bahwa gejala yang paling dominan terjadi pada kasus adalah
demam, nyeri sendi, nyeri otot dibandingkan dengan gejala lainnya. Pemastian diagnosis
secara laboratorium, telah dilakukan pemeriksaan immunoglobulin terhadap 7 tersangka kasus
dengan menggunakan rapid diagnostic test (RDT) adalah negatif, pengambilan darah oleh
petugas Dinas Kesehatan Kota Salatiga.
Pemastian perbedaan diagnosis demam chikungunya dengan penyakit lainnya
berdasarkan gejala klinis yang mirip dapat dilihat pada Tabel 2.
14
4. Membuat Definisi Kasus Chikungunya
Pada tanggal 08 Januari 2012 Dinas Kesehatan Kota Salatiga mendapat laporan dari
Puskesmas Siderejo Lor kemungkinan telah terjadi KLB Chikungunya di Kelurahan Siderejo
Lor dengan jumlah kasus sebanyak 46 orang dengan gejala demam, nyeri persendian dan
menggigil dalam waktu priode waktu 2-4 hari. Dan pada tanggal 9-12 Januari pasien
chikungunya bertambah menjadi 72 kasus (Dinkes Kota Salatiga, 2012).
Dari Tabel 4 diperoleh bahwa distribusi penderita demam chikungunya berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (AR = 36,4%). Hal ini disebabkan oleh
karena perempuan lebih banyak berada di rumah dibandingkan dengan laki-laki.
15
Tabel 5. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RT 6
dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor
Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
Jumah AR
Pendidikan Jumlah Penderita
penduduk (%)
Tidak sekolah 11 1 9,3
Belum sekolah 28 6 21,7
Belum tamat SD 12 9 75,0
SD 39 16 40,6
SLTP 38 15 39,2
SLTA 75 32 42,4
Sarjana 31 5 16,1
Jumlah 234 84 35,8
Berdasarkan Tabel 5 di peroleh bahwa penderita chikungunya lebih banyak terjadi pada
pendidikan SLTA sedangkan menurut AR maka yang paling tinggi terjadi pada yang belum
tamat SD (AR=75,0%) sedangkan yang paling rendah terjadi pada yang tidak sekolah.
Berdasarkan Tabel 6 di peroleh bahwa penderita chikungunya paling banyak terjadi pada
wiraswasta, sedangkan menurut angka AR paling tinggi terjadi pada IRT dengan AR=72,2%,
hal ini disebabkan oleh karena ibu rumah tangga lebih banyak berada di rumah dibandingkan
dengan pekerjaan yang lainnya.
16
(12 hari), maka dengan demikian dapat diketahui bahwa waktu paparan terjadi pada
tanggal 17 Desembar 2011 sampai 18 Januari 2012 atau 33 hari.
6. Mengembangkan Hipotesis
Hasil analisis bivariat di dapatkan variabel :
1. Kebiasaan tidur siang merupakan faktor risiko (OR=2,68) dan secara statistik bermakna
dimana (CI=1,384-5,226, p=0.003).
2. Kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=2,640)
dan secara statistik bermakna dimana (CI=1.405-4.960, p=0,002).
3. Rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko
(OR=4,281) dan secara statistik bermakna (CI=2,046-8,956, p=0,000).
4. Rumah yang dekat dengan kebun merupakan faktor risiko (OR=3,900) menderita
chikungunya dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967, p=0,000).
Kota Salatiga berada di cekungan kaki bukit diantara gunung-gunung kecil serta curah
hujan cukup tinggi yaitu 1.935 mm per tahun terutama pada Desember sampai Pebruari
peningkatan kejadian chikungunya erat kaitannya dengan semakin banyaknya tempat
perindukan nyamuk dengan meningkatnya curah hujan serta meningkatnya mobilisasi
penduduk.
Di Kelurahan Siderejo Lor terutama di RT 11 dan RT 06 terdapat dua pengusaha yang
pengumpul barang-barang bekas di lingkungan warga, sehingga barang-barang bekas dapat
menampung air hujan yang memungkinkan untuk tempat nyamuk bertelur seperti kaleng-
kaleng bekas, tempat air mineral bekas, dan lain-lain yang berada disekitar rumah penduduk
yang dapat menjadi tempat perindukan vektor penyakit demam chikungunya dan
ditemukan juga kebun jati yang dimana terdapat cekungan di pohon tersebut sehingga dapat
merupakan tempat perindukan nyamuk yang akan meningkatnya populasi nyamuk.
7. Menguji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis pada kasus ini digunakan penelitian Kasus Kontrol.
a. Batasan Kasus
Mereka yang diagnosis chikungunya dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian
dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dan gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri
otot, sakit kepala, selama 1-10 hari dan bertempat tinggal di Kelurahan Siderejo Lor Kota
Salatiga.
b. Batasan Kontrol
Mereka yang tidak sakit dan tidak baru mengalami sakit dengan gejala klinis utama demam,
nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) pada saat terjadi KLB dan
bertempat tinggal di Kelurahan Siderejo Lor Kota Salatiga.
17
d. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti adalah :
• Kebiasaan tidur siang
• Baju atau celana panjang
• Tidur siang menggunakan kelambu
• Tidak menggunakan anti nyamuk
• Tidur siang menggunakan selimut
• Melaksanakan PSN
• Kebiasaan menggantung pakaian
• Pengetahuan tentang chikungunya
• Kawat kasa anti nyamuk
• Rumah dekat kebun
8. Memperbaiki Hipotesis
Analisis bivariat menunjukkan bahwa dari variabel faktor kebiasaan tidur siang,
menggunakan anti nyamuk, kawat kasa anti nyamuk, rumah dekat kebun, untuk melihat
faktor resiko yang dominan tersebut berhubungan terhadap kejadian KLB, dilakukan analisis
multivariabel pada faktor risiko yang secara statistik bermakna.
Dari hasil analisis dengan regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang dominan
berhubungan dengan KLB chikungunya adalah :
1. Rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko
(OR=4,281) dan secara statistik bermakna (CI=2,046-8,956, p=0,000), hal ini mungkin
karena penderita lebih banyak digigit di dalam rumah dimana perempuan (AR=36,4%),
lebih banyak menghabiskan waktu di rumah serta kebiasaan anak-anak yang belum tamat
SD (AR=75,0%), yang memiliki kebiasaan bermain di dalam, halaman dan sekitar rumah,
2. Rumah yang dekat dengan kebun memiliki peluang 4 kali (OR=3,900) lebih besar
menderita chikungunya dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967, p=0,000),
hal ini disebabkan karena kebun yang tidak dirawat tersebut terdapat cekungan-cekungan
dan terdapat kaleng-kaleng bekas dimana pada musim penghujan dapat menampung air
sehingga dapat menjadikan media yang baik bagi nyamuk untuk berkembang biak.
18
a. Meningkatkan peran serta masyarakat melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
dengan merangkul tokoh masyarakat, tokoh agama serta mengaktifkan forum kesehatan
kelurahan (FKK).
b. Sistem pencatatan dan pelaporan surveilands (W1, W2) ditingkatkan sehingga apabila
terjadinya peningkatan kasus akan segera diketahui dengan melaksanakan pelatihan-
pelatihan singkat di puskesmas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. Virus ini
termasuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus atau “group A” antropho borne viruses. Virus ini telah
19
berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia. Sejarah Chikungunya di Indonesia Penyakit ini
berasal dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.
Virus chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung, merupakan salah
satu anggota grup A dari arbovirus, yaitu alphavirus dari famili Togaviridae.
Penularan demam Chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit digigit oleh nyamuk penular,
kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang lain. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak
maupun dewasa di daerah endemis (berlaku dengan kerap di suatu kawasan atau populasi dan senantiasa
ada).
Gejalanya adalah demam, sakit persendian, nyeri otot, bercak kemerahan pada kulit, dan sakit
kepala.
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan
aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA.
Pengobatan terhadap penderita ditujukan terhadap keluhan dan gejala yang timbul. Perjalanan
penyakit ini umumnya cukup baik, karena bersifat “self limited disease”, yaitu akan sembuh sendiri
dalam waktu tertentu.
Chikungunya tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan. Dengan istirahat cukup, obat
demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam
tujuh hari.
20
yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume(ULV), karena
penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu (Suroso,
2003).
Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi penularan
virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung virus
Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan
insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu
diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya
(Suroso, 2003).
Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran serta
masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada
masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan
perilaku masyarakat (Depkes RI, 1992)
.
3.1.2. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk
Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:
1. Penyemprotan massal
Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber penyebarluasan penyakit ke wilayah lain.
Kejadian luar biasa/wabah demam Chikungunya sering kali dimulai dari peningkatan jumlah
kasus demam Chikungunya di wilayah lain. Biasanya di desa/kelurahan ini, pada tahun-tahun
berikutnya akan terjadi kasus demam Chikungunya. Oleh karena itu penularan penyakit di
21
wilayah ini diperlukan segera dibatasi dengan penyemprotan insektisida dan diikuti PSN oleh
masyarakat untuk membasmi jentik-jentik penular demam Chikungunya. Penyemprotan ini
dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam Chikungunya di desa rawan agar
sebelum terjadi puncak penularan virus Chikungunya, populasi nyamuk penular dapat ditekan
serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah (Depkes RI, 2004).
2. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat
perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk yang
dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk
mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam Chikungunya.
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat tempat umum dengan
melaksanakan PSN meliputi:
a.) Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau
menutupnya rapat-rapat.
b.) Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.
c.) Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).
d.) Memelihara ikan dan cara-cara lain untuk membasmi jentik (Soedarmo, 1988).
3.2 Saran
Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama
protein dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta minum air putih sebanyak mungkin untuk
menghilangkan gejala demam. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar (sebaiknya minum jus
buah segar).
Cara mencegah penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya, termasuk
memusnahkan sarangpembiakan larva untuk menghentikan rantai hidup dan penularannya. Cara
sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya:
✓ Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat nyamuk tersebut berkembang
biak dari telur sampai dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
✓ Menutup tempat penyimpanan air
✓ Mengubur sampah
✓ Menaburkan larvasida.
✓ Memelihara ikan pemakan jentik
✓ Pengasapan
✓ Pemakaian anti nyamuk
✓ Pemasangan kawat kasa di rumah.
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation,
sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan,
bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes aegypti tidak suka
hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
DAFTAR PUSTAKA
22
• http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/03/chikungunya.html diakses pada tgl
15/3/2013
• http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/4/Chapter%20IIchikungunya.pdf diak
ses pada tgl 17/3/2013
• HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN
FISIK …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/…/Chapter%20II.pdf diakses pada
tgl 17/3/2013
• Indonesia merupakan …etd.eprints.ums.ac.id/16086/2/BAB_I.pdf diakses pada tgl 15/3/2013
• http://kompael.wordpress.com/2010/08/26/contoh-laporan/
• Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah)
Penyakit …kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah diakses pada tgl 17/3/2013
• pengertian chikungunya « Blognya Ummu
Kautsar ummukautsar.wordpress.com/tag/pengertian-chikungunya diakses pada tgl
15/3/2013
23