Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT)


CHIKUNGUNYA

Disusun untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Dietetik Infeksi dan Defisiensi
Dosen Pengampu :

Dwi Hartanti, S.Gz., M. Gizi

Disusun oleh :

1. Hermin Febrianty T. (1807026071)


2. Aida Sholiha (1807026072)
3. Nur Indah Sari Rini P. (1807026075)
4. Laila Nurbaiti (1807026076)
5. Dini Khoirul Akhir (1807026079)
6. Rizka Tri Kartika (1807026090)
7. Ines Rohmattul Hinyah (1807026093)

KELOMPOK 1 GIZI 6C

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam chikungunya adalah jenis penyakit menular dengan gejala utama demam
mendadak, nyeri persendian teru- tama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta
tulang belakang yang disertai ruam (bintik-bintik kemerahan) pada kulit yang disebabkan
oleh virus jenis Chikungunya, Genus Alphavirus, Famili Togaviridae. Demam
chikungunya adalah penyakit disebabkan oleh virus yang ditularkan ke manusia melalui
nyamuk genus Aedes. Chikungunya berasal dari bahasa Shawill yang menunjukkan gejala
pada penderita dengan arti posisi tubuh meliuk atau melengkung, mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) dan sumber lain
menyebut berasal dari bahasa Makonde yang artinya melengkung ke atas yang adalah
merujuk pada tubuh bungkuk karena gejala arthritis penyakit ini (Amirullah, 2011).
Kejadian luar biasa chikungunya dilaporkan sejak tahun 1982 di Provinsi Jambi,
kemudian antara tahun 1983 dan 1985 penyakit sudah menyebar ke Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur dan
Papua, kemudian dalam 2 tahun belakangan berturut - turut (2008-2009) dilaporkan
terjadi KLB di berbagai daerah yaitu: DKI Jakarta, Provinsi. Banten, Bangka Belitung,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau dan Sumatera Barat,
sedangkan pada daerah lain yang dilaporkan terjadi KLB selain daerah diatas adalah
Kalimantan Selatan, Lampung (2008) dan Aceh serta Jambi (tahun 2009) (Maha, 2017).
Proses Asuhan Gizi Terstandar yakni suatu proses yang sistematis, penyelesaian
masalah yang digunakan oleh profesional dietetik untuk berpikir kritis dan membuat
keputusan guna mengatasi masalah terkait gizi dan menyediakan asuhan gizi yang aman,
efektif, dan berkualitas tinggi. Proses asuhan gizi menggunakan lima langkah yang
disebut ADIME : Asesmen (Pengkajian), Diagnosis Gizi, Intervensi Gizi, Monitoring,
dan Evaluasi (PERSAGI, 2019).
Perlu dilakukan asuhan gizi terstandar untuk penyakit demam chikungunya yang
bertujuan untuk mencegah penyakit semakin parah. Maka dari itu, pada makalah ini akan
dibahas mengenai asuhan gizi terstandar untuk penyakit demam chikungunya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan penyakit demam chikungunya yang berkaitan dengan gizi?
2. Bagaimana proses asuhan gizi terstandar pada penyakit demam chikungunya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan penyakit demam chikungunya yang berkaitan dengan gizi.
2. Untuk mengetahui proses asuhan gizi terstandar pada penyakit demam chikungunya.
BAB II
ISI

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1. Tinjauan Umum Penyakit
2.1.1.1. Pengertian Penyakit
Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (arthropod
bornevirus/ mosquito-borne virus). Penularannya di Asia berada dalam siklus
transmisi manusia- nyamuk- manusia dengan vektor yang paling umum adalah
Aedesaegypti dan Aedesal bopictus. Gejala klinis yang sering muncul dan
menjadi criteria klinis yaitu demam mendadak > 38,50 C, nyeri persendian
hebat (severe arthralgia), dan atau dapat di sertai ruam (rash). Meski tidak
mematikan, namun chikungunya mampu melumpuhkan sementara penderitanya
hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Penyakit yang bersifat menular ini
mudah menyebar di kalangan masyarakat Indonesia yang tempat tinggalnya
belum memenuhi syarat kesehatan.(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2012).
Demam chikungunya adalah jenis penyakit menular dengan gejala utama
demam mendadak, nyeri persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki
dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (bintik-bintik kemerahan)
pada kulit yang disebabkan oleh virus jenis Chikungunya, Genus Alphavirus,
Famili Togaviridae.Demam Chikungunya relatif kurang berbahaya dan tidak
fatal dibandingkan dengan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Demam
chikungunya merupakan penyakit self limiting disease (sembuh sendiri). Masa
inkubasi terjadinya penyakit sekitar dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya timbul antara tiga sampai sepuluh hari ( Amrullah 2013).
2.1.1.2. Gejala Yang Berhubungan Gizi
Gejala utama penyakit chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa seperti
demam diikuti dengan nyeri pada persendian. Salah satu gejala yang khas
adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-
tulang. Gejala yang ditimbulkan mirip dengan infeksi virus dengue dengan
sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu.
a. Demam
Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai menggigil dan muka
kemerahan. Demam chikungunya, ditandai dengan demam tinggi 39-40°C.
b. Sakit persendian
c. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum timbul demam
dan dapat bermanifestasi berat, sehingga kadang penderita merasa lumpuh
sebelum berobat. Sendi yang sering diserang adalah sendi lutut,
pergelangan jari kaki dan tangan, serta tulang belakang.
d. Nyeri otot
Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah bahu.
Kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar mata kaki.
e. Bercak kemerahan (ruam) pada kulit
Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering
pada hafi ke 4-5 demam. Lokasi ruam biasanya terdapat disekitar muka,
badan, tangan, dan kaki. Kadang-kadang juga ditemukan perdarahan pada
gusi.
f. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui, conjungtival injection
dan sedikit fotophobia.
g. Kejang dan penurunan kesadaran
Kejang biasanya terjadi pada anak-anak karena panas yang terlalu tinggi,
jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.
h. Gejala lain
Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening
di bagian leher dan kolaps pembuluh darah kapiler. Gejala yang timbul
pada anak-anak sangat berbeda seperti nyeri sendi tidak terlalu nyata dan
langsung singkat.
2.1.1.3 Faktor Risiko, Faktor Penyebab Yang Berhubungan Gizi
1) Faktor Risiko
a. Usia
Menurut Oktisari (2008), analisis hubungan antara umur dengan
kejadian chikungunya menunjukkan hubungan yang bermakna dengan
nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,1 (p=0,009) pada rentang kepercayaan
95% yaitu 1,2 – 3,4. Pada kasus yang diteliti, usia lebih atau sama
dengan median (37 tahun) berpeluang 2,1 kali untuk sakit chikungunya
dibandingkan dengan yang berusia kurang dari median.
b. Ketahanan Tubuh Atau Stamina
Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseoarang,
jika kondisi badan tetap bugar kemungkinan kecil untuk terkena
penyakit Chikungunya. Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki daya
tahan cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri,
parasit, atau virus seperti penyakit Chikungunya. Oleh karena itu
sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada musim
hujan dan pancaroba. Pada musim itu terjadi perubahan cuaca yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan virus penyebab
Chikungunya. Hal ini menjadi kesempatan jentik nyamuk
berkebangbiak menjadi lebih banyak (Heriyanto B, 2006).
c. Sosial-Ekonomi
Keadaan sosial rendah pada umumnya berkaitan erat dengan
berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi
masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman
dan lingkungan sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan
penyakit Demam Chikungunya. Disini sangat erat kaitannya dengan
keadaan rumah, lingkungan rumah dan sanitasi rumah yang buruk dan
dapat memudahkan penularan penyakit Demam Chikungunya
(Notoatmojo, 2006).
2) Faktor Penyebab
Menurut Matelda (2010), faktor penyebab timbulnya KLB
chikungunya adalah perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi, sistem
pengelolaan limbah dengan penyediaan air bersih yang tidak memadai, dan
berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan)
yang buruk.
Menguras bak mandi atau tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali. Kebiasaan menguras seminggu sekali baik
dilakukan untuk mencegah tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.
Kebiasaan menutup tempat penampungan air berkaitan dengan peluang
nyamuk Aedes aegytpi untuk hinggap dan menempatkan telur-telurnya.
Pada TPA yang selalu ditutup rapat, peluang nyamuk untuk bertelur
menjadi sangat kecil sehingga mempengaruhi keberadaannya di TPA
tersebut (Depkes RI, 2005).
2.1.1.4 Konsekuensi Yang Berhubungan Gizi
Demam Chikungunya relatif kurang berbahaya dan tidak fatal
dibandingkan dengan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Demam
chikungunya merupakan penyakit self limiting disease (sembuh sendiri). Masa
inkubasi terjadinya penyakit sekitar dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya timbul antara tiga sampai sepuluh hari.( Amirullah et all, 2017)
Dampak yang dapat ditimbulkan dari demam chikungunya yaitu:
1. Lumpuh sementara
Virus yang sudah asuk tubuh akan menyebabkan pembengkakkan kelenjar
getah bening, nyeri pada persendian dan area lainnya. Nyeri yang
ditimbulkan penyakit ini bisa saja membuat pengidapnya tak mampu
berjalan
2. Nyeri yang berlanjut
Nyeri yang ditimbulkan dari Demam Chikungunya muncul tidak lama
setelah demam mulai dirasakan. Gejala nyeri ini bisa bertahan selama
berminggu-minggu
3. Komplikasi
Pada kasus yang jarang, chikungunya dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya, seperti:
 Uveitis (radang pada bagian mata yang disebut uvea)
 Retinitis (radang pada retina mata)
 Miokarditis (peradangan otot jantung)
 Nefritis (peradangan pada ginjal)
 Hepatitis (radang hati)
 Meningoensefalitis (radang selaput otak)
 Mielitis (radang pada satu segmen saraf tulang belakang)
 Sindrom Guillain-Barre (gangguan sistem saraf yang dapat
menyebabkan kelumpuhan)
2.1.2 Pengobatan
2.1.2.3 Medika Mentosa (Interaksi Obat dan Makanan)
Tabel 1. Interaksi Obat dan Makanan
Nama Fungsi Efek Samping Obat-Obatan Interaksi dengan
yang Dapat Makanan dan
Berinteraksi Relevansinya
dengan Status
Gizi
Nonsteroidal Memblokir GI upset, gastric Alkohol - Retensi cairan
anti- enzim COX dan ulcers, iritasi mengiritasi dan natrium,
inflammatory menurunkan rektal, saluran cerna, gejala pada
drugs (NSAIDs) progstaglandin pendarahan, agen anti saluran cerna
Aspirin sehingga dizzines, gugup, hipertensif, menyebabkan
Ibuprofen menurunkan edema diuretik, penurunan asupan
rasa sakit dan methotrexate, makan, defisiensi
inflamasi anti koagulan, zat besi. Oleh
OHAs, karena itu makan
Digoxines secara teratur
untuk
menurunkan
resiko gangguan
saluran cerna

2.1.2.4 Terapi Diet


Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) merupakan diet yang
mengandung energi dan protein lebih tinggi dari kebutuhan normal seseorang.
Pemberian diet ETPT sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pasien
terhadap risiko malnutrisi akibat kekurangan energi dan protein karena adanya
peningkatan kebutuhan. Pemberian diet ETPT dapat diberikan dengan bentuk
bermacam-macam yakni dapat berupa penambahan makanan atau pemberian
suplemen yang mengandung energi dan protein tinggi tanpa memberikan
penambahan volume makanan yang akan dikonsumsi, seperti mengonsumsi
susu, daging, margarin, makanan enteral dan lain sebagainya. Diet ETPT
diberikan dengan cara bertahap yakni menyesuaikan kondisi, daya terima dan
kapasitas fungsi saluran cerna pasien (PERSAGI & AsDi, 2019).
Pemberian diet ETPT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan
protein pasien yang mengalami peningkatan sehingga dapat mencegah dan
mengurangi terjadinya kerusakan pada jaringan tubuh, serta untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi normal (PERSAGI & AsDi, 2019).
Dalam penerapan diet ETPT mengikuti syarat dan prinsip sebagai
berikut :
1. Energi diberikan tinggi, yakni 40-45 kkal/kg BB
2. Protein diberikan tinggi, yakni 2,0-2,5 g/kg BB
3. Lemak diberikan cukup, yakni 10-25% dari total kebutuhan energi pasien
4. Karbohidrat diberikan cukup, yakni sisa perhitungan protein dan lemak
dari kebutuhan energi total pasien
5. Vitamin dan mineral diberikan cukup, yakni sesuai kebutuhan pasien
6. Makanan diberikan pada bentuk yang mudah dicerna
7. Pemberian dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kondisi pasien
Terdapat dua jenis diet ETPT berdasarkan keadaan pasien, yakni :
1. Diet Energi Tinggi protein Tinggi I (ETPT I)
Energi : 2700 kkal dan Protein : 100 g (2g/kg BB)
2. Diet Energi Tinggi protein Tinggi II (ETPT II)
Energi : 3000 kkal dan Protein : 125 g (2,5 g/kg BB)

2.2 Asuhan Gizi


2.2.1 Asesment
2.2.1.1. Pengukuran Antropometri (AD)
Antropometri yaitu pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh
manusia pada berbagai tingkat usia dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri
ini merupakan salah satu metode pengukuran penilaian status gizi secara
langsung (Handayani, 2015).
a) Berat Badan
1. BBI anak (Behrman and Vaughan, 1992)
(n+ 9)
 0-11 bulan = kg
2
 1-6 tahun = 2n+8 kg
(7 n−5)
 7-12 tahun = kg
2

2. BBI dewasa
 Pedoman Pelayanan Dietetik RS, Depkes RI
o BBI perempuan = TB2 × 21 kg
o BBI laki-laki = TB2 × 22,5 kg

 Rumus Brocca modifikasi


BBI = (TB-100) – 10% (TB-100) (kg)
Jika umur lebih dari 40 tahun, TB wanita kurang dari 150cm dan
TB pria kurang dari 160 tahun
BBI = TB-100 (kg)
Ket: n = usia dalam bulan (0-11 bulan) dan tahun (1-12 tahun)
TB = dalam cm
3. Estimasi BB dalam Kondisi Berbaring
Tabel 2. Berdasarkan TB (The Hamwi Method)
Frame Size Laki-laki Perempuan
(bangun tubuh)
Sedang 48 kg untuk 152 cm yang 45,4 kg untuk 152 cm yang
pertama, selanjutnya pertama, selanjutnya tambahkan
tambahkan 2,7 kg untuk setiap 2,3 kg untuk setiap 2,5 cm
2,5 cm tambahan; kurangi 1,13 tambahan; kurangi 1,13 kg
kg untuk setiap cm bila TB untuk setiap cmbila TB<152 cm
<152 cm
Besar Tambahkan 10% Tambahkan 10%
Kecil Kurangi 10% Kurangi 10%

TB(cm)
Frame Size =
Lingkar Pergelangan Tangan( cm)

Tabel 3. Frame Size

R
Frame Size
Laki-laki Perempuan
Kecil >10,4 >11,0
Sedang 9,6-10,4 10,1-11,0
Besar <9,6 <10,1
4. Estimasi BB pada lansia > 60 tahun

Laki-laki = (0,98 × calf circ) + (1,16 × TL) + (01,73 × LiLA) +


(0,37 × subscap) - 81,69
Perempuan = (1,27 × calf circ) + (10,87 × TL) + (0,98 × LiLA) +
(0,4 × subscap) - 62,35

b) Tinggi Badan
1. Estimasi TB berdasarkan PB
 TB estimasi = PB-0,7 cm
2. Estimasi TB berdasarkan Tinggi Lutut
 Perempuan = 84,88 + (1,83 TL) - (0,24 U)
 Laki-laki = 64,19 + (2,02 TL) - (0,04 U)

3. Estimasi TB berdasarkan Arm Span

 Perempuan = 28,312 + 0,784 arm span


 Laki-laki = 23,247 + 0,286 arm span

c) Status Gizi
1. Status Gizi Dewasa
 Berdasarkan IMT untuk orang Asia Pasifik

IMT = BB (kg) / TB (m)2

Tabel 4. Kriteria IMT

Kriteria Nilai IMT


Underweight <18,5
Normal 18,5-22,9
Overweight 23-24,9
Obesitas 1 25-29,9
Obesitas 2 >30
Sumber : WHO, 2000

 Berdasarkan LiLA

LiLA aktual
% deviasi dari standar = x 100%
Nilai Standar( baku Harvard)

Tabel 5. Baku Harvard lingkar lengan atas persentil ke-50

Persentil ke-50
Usia
Laki-laki Perempuan
3 – 5 bulan 14,5 14,0
6 – 8 bulan 15,2 14,7
9 – 11 bulan 15,7 15,2
1 16,1 15,9
2 16,3 16,2
3 16,8 16,8
4 17,1 17,3
5 17,7 17,8
6 18,4 18,1
7 18,9 19,3
8 19,6 20,0
9 20,7 20,9
10 22,0 21,8
11 22,7 23,5
12 24,1 23,8
13 24,6 25,4
14 27,0 25,9
15 27,5 25,9
16 28,4 26,4
17 30,0 27,0
18 29,6 26,5
19 30,8 27,2
20 -29 32,6 27,5
30 – 39 33,5 28,9
40 – 49 33,3 30,4
50 – 59 33,7 31,9
60 – 69 33,0 31,0
70 – 79 31,3 29,9
≥ 80 29,5 28,4
Sumber : NHANESS, 1988-1994

Tabel 6. Kriteria IMT Berdasarkan LiLA


Kriteria Nilai
Buruk <60%
Underweight 60-90%
Normal 90-110%
Overweight 110-120%
Obesitas >120%
Sumber :Jelliffe and Jellife, 1989

2. Status Gizi Anak

Tabel 6. Status Gizi Anak


Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
Berat badan sangat kurang <-3 SD
(severely
Berat Badan
underweight)
menurut Umur
Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2 SD
(BB/U) anak usia 0
(underweight)
- 60 bulan
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih1 > +1 SD
Panjang Badan Sangat pendek (severely <-3 SD
atau Tinggi Badan stunted)
menurut Umur Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sd +3 SD
anak usia 0 - 60 Tinggi2 > +3 SD
bulan
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
Gizi buruk (severely <-3 SD
wasted)
Berat Badan
Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
menurut Panjang
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan atau Tinggi
Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
Badan (BB/PB atau
(possible risk of
BB/TB) anak usia 0
overweight)
- 60 bulan
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi buruk (severely <-3 SD

wasted)3
Indeks Massa Tubuh Gizi kurang (wasted)3 - 3 SD sd <- 2 SD
menurut Umur Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
(IMT/U) anak usia Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
0 - 60 bulan (possible risk of
overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk (severely <-3 SD
Tubuh menurut thinness)
Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
Umur (IMT/U)
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia 5 - 18
tahun Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber : PMK, (2020).

2.2.1.2. Pemeriksaan Biokimia (BD)


Pemeriksaan biokimia merupakan kumpulan data hasil pemeriksaan
laboratorium klien yang dapat menunjukan ada tidaknya permasalahan gizi
klien terkait perubahan data laboratorium (Handayani, dkk. 2015)
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada
virus dengue, antara lain yaitu : pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
serologi. Untuk pemeriksaan darah lengkap, parameter pemeriksaan nya yaitu
trombosit, leukosit, hematocrit, hemoglobin, protein albumin, ALT, AST, dan
hemostatis.
a) Trombosit mengalami penurunan hingga terjadi trombositopenia
(trombosit <100.000)
b) Hematocrit mengalami peningkatan sebesar ≥20% dari hematocrit awal
karena terjadi kebocoran plasma biasanya dimulai pada hari ke-3 demam
c) pada protein albumin dapat dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma
d) tes fungsi hati ALT/AST (Serum Alanine Aminotranfer) meningkat
e) pemeriksaan hemostatis yaitu dengan pemeriksaan PT,APTT, pada
keadaan yang dicurigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan darah
( Sudoyo, dkk. 2006)
2.2.1.3. Pemeriksaan Fisik/ Klinis (PD)
Pemeriksaan klinis adalah suatu evaluasi kondisi fisik pasien dan
prognosis berdasarkan informasi yang dihimpun dari pemeriksaan fisik dan
laboratorium serta riwayat medis pasien (NCP. 2015). Tanda Klinis yang dapat
terjadi pada pasien Chikungunya adalah:
a. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot
peyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu, dan
anggota gerak. Kadang-kadang terjadi pembengkakan pada otot sekitar
mata kaki atau sekitar pergelangan kaki (archilles)
b. Nyeri Sendi
Nyeri sendi biasanya terlokalisir di daerah sendi yang besar, tetapi bisa
juga di beberapa sendi kecil. Persendian yang nyeri tidak bengkak, tetapi
teraba lebih lunak. Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang
pertama muncul sebelum timbul demam dan dapat bermanifestasi berat
menyerupai artritis rheumatoid, sehingga kadang-kadang penderita
memerlukan kursi roda sebelum datang berobat ke fasilitas kesehatan. Pada
pemeriksaan sendi tidak terlihat tandatanda pengumpulan cairan sendi.
Sendi yang sering dikeluhkan adalah sendi lutut, siku, pergelangan, jari
kaki, tangan, serta tulang belakang. Pada posisi berbaring biasanya
penderita miring dengan lutut tertekuk dan berusaha mengurangi dan
membatasi gerakan. Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu,
bulan, bahkan ada yang sampai beberapa tahun, sehingga dapat menyerupai
rheumatoid arthritis
c. Sakit Kepala
Keluhan sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.
Biasanya sakit kepala tidak terlalu berat.
d. Kejang dan penurunan kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi, jadi
bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang kejang disertai
penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak
ditemukan kelainan biokimia dan jumlah sel (Cecep Dani, 2011)
e. Suhu
Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka
kemerahan (flushed face). Panas tinggi bisa bertahan selama 2-3 hari
dilanjutkan dengan penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari, kemudian naik
lagi membentuk kurva “sadle back fever” (Bifasik). Pada beberapa
penderita mengeluh nyeri di belakang bola mata dan bisa terlihat mata
kemerahan (injection conjungtiva), mata berair, dan rasa terbakar pada mata
f. Penampakan fisik (ruam kulit)
Kemerahan pada kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk
makulomakulo popular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian
anggota gerak, telapak tangan, dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini
terjadi pada hari pertama demam. Lokasi kemerahan biasanya pada daerah
muka, badan, tangan, dan kaki.
2.2.1.4. Pengukuran Dietary History (FH)
Pengukuran dietary history merupakan salah satu tahapan yang dilakukan
untuk memperoleh data terkait riwayat gizi pada pasien guna melengkapi data
dasar sebelum melakukan intervensi gizi. Pengukuran dietary history adalah
suatu cara untuk menggali data terkait asupan makanan termasuk komposisi,
pola makan, diet yang sedang dijalani dan data lain.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menilai konsumsi makan,
baik untuk level individu maupun kelompok tertentu atau masyarakat, yaitu :
a. Metode kuantitatif, terdiri dari food record dan recalls 24 jam. Kedua
metode ini didasarkan pada jumlah aktual makanan yang dikonsumsi
dalam sehari, kemudian dilakukan analisa zat gizi dari seluruh makanan
yang dikonsumsi dengan merujuk pada daftar bahan makanan penukar
atau daftar komposisi zat gizi makanan.
b. Metode kualitatif yaitu dengan penggalian informasi pada masa lampau,
terdiri dari food frequency questionnare (FFQ) dan dietary history, dan
didasarkan pada persepsi individu terhadap kebiasaan makan selama
periode waktu tertentu.
Selain penilaian asupan makanan dan kebiasaan makan sehari-hari ,
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam dietary history adalah : Asupan
cairan, Konsumsi obat, Perubahan nafsu makan, Alergi/intoleransi, Aktivitas
fisik
2.2.1.5. Riwayat Personal (CH)
a) Riwayat personal seperti data umum pasien
 CH-1.1.1 Umur
 CH-3.1.6 Pekerjaan
 CH-1.1.7 Peranan dalam keluarga
 CH-1.1.6 Tingkat pendidikan
b) Riwayat medis atau kesehatan pasien seperti CH-2.1.1 keluhan utama terkait
dengan masalah gizi, CH-2.1 riwayat penyakit dahulu dan sekarang,
penyakit kronis atau resiko komplikasi, riwayat penyakit keluarga dan CH-
3.1 riwayat sosial (Wahyuningsih, 2013).

2.2.2 Diagnosa Gizi


Diagnosis gizi merupakan langkah kedua dalam PAGT setelah melakukan
pengkajian data (asesmen) yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan memberi
nama masalah gizi yang spesifik serta menjelaskan dan menggambarkan masalah
gizi yang spesifik, factor penyebab yang mendasarinya, serta tanda dan gejala yang
melandasi problem gizi di mana ahli gizi bertanggung untuk menanganinya dengan
mandiri. pada tahun 2003, diagnosis gi zi pertama kali diperkenalkan oleh ADA
(American dietitian association) yaitu asosiasi ahli gizi di Amerika dimana dalam
pelaksanaannya ADA membuat suatu bahasa standard an kode-kode standar yang
digunakan untuk mengidentifikasi problem gizi (Handayani, dkk. 2015)
Penulisan diagnosis gizi mengikuti format PES yang merupakan singkatan
dari problem, etiologi dan sign/symtomp. Terdapat 4 domain dalam diagnosis gizi
(Handayani, dkk. 2015) yaitu : Domain Problem Asupan (NI), Domain Problem
Klinis (NC), Domain Problem Perilaku/Lingkungan (NB), Domain Problem lain-lain
(NO).
Adapun domain untuk diagnosis gizi penyakit demam Chikungunya yaitu
a. Peningkatan kebutuhan energi (NI.1.1)
b. Asupan oral tidak adekuat (NI.2.1)
c. Asupan vitamin (spesifik) tidak adekuat (NI.5.9.1)
d. Asupan mineral (spesifik) tidak adekuat (NI.5.9.2)
e. Kurangnya pengetahuan terkait makanan dan gizi (NB.1.1)
f. Kurangnya aktivitas fisik (NB.2.1)

2.2.3 Intervensi Gizi


2.2.3.1 Tujuan Diet
1. Memberikan makanan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang
meningkat.
2. Mencegah dan mengurangi keruskan jaringan tubuh.
3. Meningkatkan berat badan atau mempertahankan status gizi
2.2.3.2 Prinsip dan Syarat Diet
 Energi sesuai kebtuhan dan kondisi pasien
 Protein tinggi sebesar 15-20% dari total kebutuhan energi
 Lemak cukup sebesar 10-25% dari total kebutuhan energi
 Karbohidrat cukup, sisa dari kebutuhan energi protein dan lemak
 Cairan sesuai kebutuhan 1500-2000 ml/24 jam atau 25-30 ml/Kg BB
 Vitamin dan mineral yang cukup seperti vitamin A, vitamin C, Vitamin K
dan Zat Besi
 Bentuk konsistensi makanan yang mudah dicerna
2.2.3.3 Jenis Diet, Bentuk Makanan, Frekuensi Makan dan Cara Pemberian
 Jenis Diet = Diet ETPT untuk Pasien Chikungunya
 Bentuk Makanan = Menyesuaikan kemampuan pasien
(biasa/lunak/saring/cair)
 Frekuensi Makan = Menyesuaikan kemampuan pasien (normalnya 3
kali makan utama dan 2 kali selingan
 Cara Pemberian/Rute = Menyesuaikan kemampuan pasien (oral/ enteral
/parenteral)
2.2.3.4 Makanan Yang Diperbolehkan dan Dihindari
Tabel 8. Makanan Yang Diperbolehkan dan Dihindari

Sumber Makanan Yang Dianjurkan Makanan Yang Dihindari

Karbohidrat Nasi; roti, mi, makaroni, dan hasil -


oleh tepung-tepungan lain, seperti
cake, tarcis, pudding, dan pastri;
dodol; ubi; karbohidrat sederhana
seperti gula pasir.

Protein Daging sapi, ayam, ikan, telur, Makanan yang dimasak dengan
susu dan hasil olahannya, seperti banyak minyak atau kelapa/santan
keju, yoghurt dan es krim. kental.

Protein Nabati Semua jenis kacang-kacangan dan Makanan yang dimasak dengan
hasil olahannya, seperti tempe, banyak mintak atau kelapa/santan
tahu, dan pindakas. kental.

Sayuran Semua jenis sayuran, terutama -


sayuran hijau dan sayuran jenis B,
seperti bayam, buncis, daun
singkong, kacang panjang, labu
siam, dan wortel direbus, dikukus,
dan ditumis

Buah-buahan Semua jenis buah segar terutama -


buah sumber vitamin C tinggi
seperti jambu biji, jeruk, kiwi,
buah kaleng, buah kering dan jus
buah

Lemak dan Minyak goreng, mentega, -


minyak margarin, santan encer, salad
dressing

Minuman Air putih, air kelapa, teh, madu, Minum-minuman kaleng


sirup, minum-minuman rendah
energi, dan kopi encer
Bumbu Bumbu tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam, seperti cabe,
bawang merah, bawang putih, merica, cuka, MSG
laos, salam, dan kecap
Sumber : (PERSAGI & AsDi, 2019)
2.2.3.5 Konseling Gizi
Tema : Gizi Seimbang Untuk Demam Dengue Chikungunya
Sasaran : Pasien dan keluarga
Waktu : ± 30 menit
Metode : Ceramah, diskusi,, dan Tanya jawab
Tempat : Ruang rawat klien/pasien
Media : Leaflet, BMP, food model, contoh menu
Materi :
 Pengertian penyakit demam chikungunya, bahaya, factor resiko serta
pencegahan
 Tujuan diet pasca bedah
 Syarat dan prinsip diet untuk demam chikungunya
 Pengaturan diet serta contoh menu
 Bahan makanan penukar (BMP)
 Cara pemilihan bahan makanan sesuai dengan anjuran diet yang telah
direkomendasikan

2.2.4 Rencana Monitoring dan Evaluasi


Tabel 9. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Parameter Target Pelaksanaan Evaluasi
Antropometri Berat Mencegah Penimbangan Jika terjadi
Badan penurunan BB berat badan penurunan berat
setiap 2 hari badan
Biokimia Kadar Hb, Meningkatkan Pemeriksaan lab Jika kadar Hb,
Leukosit, kadar Hb, leukosit dan
Trombosit Leukosit dan trombosit belum
trombosit mencapai nilai
mencapai nilai normal, koordinasi
normal dengan dokter
Klinis Suhu Penurunan suhu Pemeriksaan Jika suhu belum
tubuh mencapai oleh pihak medis mencapai nilai
nilai normal lain yang normal,
menangani koordinasikan
pasien dengan petugas
medis yang
menangani pasien
Asupan Sisa Pasien Comstock setiap Jika makanan tidak
Makan asupan menghabiskan waktu makan dihabiskan,
makanan diet makanan evaluasi menu
yang diberikan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Chikungunya
(CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (arthropod bornevirus/
mosquito-borne virus). Penularannya di Asia berada dalam siklus transmisi
manusia - nyamuk - manusia dengan vektor yang paling umum adalah Aedes
aegypti dan Aedesal bopictus.
2. Gejala klinis yang sering muncul dan menjadi kriteria klinis yaitu demam
mendadak > 38,50 C, nyeri persendian hebat (severe arthralgia), dan atau dapat
disertai ruam (rash). Meski tidak mematikan, namun chikungunya mampu
melumpuhkan sementara penderitanya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
3. Pasien yang terkena penyakit Chikungunya diberikan diet ETPT bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan protein pasien yang mengalami peningkatan
sehingga dapat mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan pada jaringan
tubuh, serta untuk mencapai dan mempertahankan status gizi normal
DAFTAR PUSTAKA

Amirullah, A., & Astuti, E. P. 2011. Chikungunya: Transmisi Dan Permasalahannya.


Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases, 3(2), 53915.
Amirullah, A., Astuti, E. 2013. Chikungunya: Transmisi Dan Permasalahannya. Aspirator -
Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor (Journal Of Vector-Borne Diseases
Studies).
Amirullah, et all. 2017. Chikungunya: Transmisi dan Permasalahannya. Jurnal FMIPA
Universitas Haluoleo. Vol .3, No.2: 100-106.
Cecep Dani Sucipto. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Depkes RI. (2003). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI.
Handayani, D & Kusumastuty, I., 2017. Diagnosis Gizi. Malang : Ub Press.
Handayani, D, dkk. 2015. Nutrion Care Procces. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Heriyanto B, dkk. (2005). Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia
Tahun 2001-2003. Cermin Dunia Kedokteran Balitbangkes Depkes RI; 148: 37-39.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Pengendalian Demam
Chikungunya Edisi 2. Jakarta : Kemenkes.
Maha, M. S., & Puspandari, N. 2017. Dominasi Virus Chikungunya Genotipee Asia di
Indonesia. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 6(1), 21-28.
Mangguang, Masrizal D. 2011. Penyakit Menular Chikungunya. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Universitas Andalas. Vol. 5, No. 1 : 43.
Matelda Rumatora. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kasus Chikungunya
Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Di Dusun Mantubang Desa Harapan Mulia
Kabupaten Kayong Utara. Tesis : Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Oktikasari, F. Y., Susanna, D., & Djaja, I. M. (2008). Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan
yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere,
Kecamatan Limo, Kota Depok 2006. Makara Kesehatan, 12(1), 20-26.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak.
Persagi & AsDi. 2019. Penuntun Diet dan Terapi Gizi. Jakarta : EGC.
Sudoyo, AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit FKUI.
Wahyuningsih R. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien 1st ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai