Anda di halaman 1dari 21

Makalah Chikungunya

DISUSUN OLEH :

NAMA : MAGRIT P. KARUBABA

NIM :

KELAS : TRANSFER

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI KESEHATAN REPRODUKSI JAYAPURA

JAYAPURA

2018
2

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan saya dapat menyusun makalah ini dengan judul “CHIKUNGUNYA”.

Saya juga sadar mungkin makalah ini masih memiliki berbagai kekurangan, baik dari segi isi,
susunan maupun pemakaian bahasa. Kritik dan saran dari berbagai pihak kami terima dengan
senang hati untuk perbaikan makalah ini.Mohon maaf atas segala penulisan dan segala
kekurangannya, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Jayapura,20 September 2018

Penulis

.
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular


cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta
perilaku hidup masyarakat.Terlebih dalam kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung,
tentu saja kejadian kasus penyakit menular ini memerlukan penanganan yang lebih vital,
profesional dan berkualitas (MDG, keenam). Manusia sangat erat hubungannya dengan
lingkungan, karena lingkungan merupakan daya dukung manusia untuk kelangsungan
hidupnya. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa
lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau wabah.Chikungunya
misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang ditularkan oleh vektor
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang vektor penular penyakitnya sama dengan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangan telah dikenal oleh
masyarakat secara luas (Depkes RI, 2007). Penyakit ini ditandai oleh gejala flu, sakit tulang
belakang, sakit pada persendian, arthtritis pada sendi-sendi di tangan dan tungkai. Penderita
mengeluh tidak dapat bangun atau berjalan.Pada penderita ada yang sembuh dalam beberapa
hari, dan ada pula yang sakit sampai berbulan-bulan. Penyakit Chikungunya tidak
menyebabkankematian, akan tetapi dapat mengganggu aktivitas manusia. Penyakit
Chikungunya ini dapat juga menyatu dengan penyakit Demam Berdarah ataupun dengan
penyakit Demam Kuning yang mematikan (Sembel, 2008).Pada tahun 1960-an virus
chikungunya merupakan suatu penyakit yang biasa menyerang bagian Tenggara Asia.
Thaikruea et.al. (1997) melaporkan bahwa virus Chikungunya pertama-tama didiagnosis di
Thailand pada 1960. Sesudah terjadi ledakan di India, Srilanka, Burma dan Thailand akhirnya
menghilang di daerah-daerah tersebut. Namun, pada tahun 1982-1985 terjadi ledakan-ledakan
lokal dan kasus-kasus sporadik di Burma, Thailand, dan Filiphina (Sembel, 2008).Penyakit
chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada
sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Sejak tahun 1779 di Batavia (Jakarta), telah
dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip Chikungunya yang dikenal dengan nama
penyakit Knuckle Fever, di Kairo (1779) Knee Trouble, di Calcuta, Madras dan Gujarat
(1824) Scarletina Rhematica. Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian maka pada tahun
2001 mulai dilaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) chikungunya di Indonesia yaitu di
Aceh, Sumatera Selatan,Jawa Barat. Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya
KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Jawa Barat dan Sulawesi Utara.Pada
awalnya terjadi kebingungan untuk membedakan DEN (Dengue) dengan Chik
(Chikungunya), tetapi sejak dapat dilakukan isolasi virus maka kedua penyakit ini dapat
dibedakan, demikian juga gejala klinisnya yaitu Chikungunya lebih dominan pada nyeri di
sendi-sendi.Demam Chikungunya banyak dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan
epidemi dalam interval tertentu (10-20 tahun). Beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya demam Chikungunya antara lain rendahnya status kekebalan kelompok
masyarakat, kepadatan populasi nyamuk penular karena banyak tempat perindukan nyamuk
yang biasanya terjadi pada musim penghujan seperti saat ini (Depkes, 2009).

Dewasa ini banyak sekali permasalahan yang menyangkut tentang kesehatan, terutama di
negara kita Indonesia. Masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia sekarang ini adalah
4

tentang kurangnya pemeliharaan kesehatan yang efisien oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang terkena penyakit, karena dari
kurangnya memperhatikan kesehatan masyarakat di lingkungan mereka sendiri secara tidak
langsung mereka juga tidak memperhatikan masalah kesehatan tempat tinggal mereka.
Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah
dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam
Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah
sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan
demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat
lainnya, harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter
sekitarnya.

Tak ada cara lain untuk mencegah demam chikungunya kecuali mencegah gigitan nyamuk
serta memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M (menutup,menguras dan
mengubur barang bekas yang bisa menampung air) atau menaburkan bubuk abate pada
penampungan air sebagaimana mencegah demam berdarah.Chikungunya adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini
pertama dideskripsikan pada tahun 1955 oleh Marion Robinsoni dan W.H.R Lumsden diikuti
oleh kejadian KLB tahun 1952 di Makonde, Plateau, daerah sepanjang Tanganyika and
Mozambique.seperti halnya penyakit malaria dan DBD, penyakit infeksi ini kebanyakan
menjadi endemic di Negara India, khususnya India bagian tengah dan selatan (Kamath at all,
2006).Sebagai masyarakat Indonesia kita dituntut unuk lebih memperhatikan kesehatan dan
kebersihan lingkungan disekitar kita, agar tidak lagi terjadi kejadian luar biasa (KLB).

1.2.Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit chikungunyah di


Kota Manado.

1.3.Tujuan Penulisan

Ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit


chikungunyah di Kota Manado.

1.4.Manfaat Penulisan

─ Sebagai bahan masukan kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


menurunnya penyakit Chikungunyah.

─ Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah tentang upaya preventif menurunkan


angka penyakit menular akibat chikungunya

─ Sebagai bahan informasi tentang penyakit Chikungunya itu sendiri kepada pembaca.
5

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1.Pengertian Demam Chikungunya

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti
(posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). penyakit yang
ditandai dengan demam mendadak, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan,
jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik
kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala,
menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher,
mual, muntah dan kadang-kadang disertai dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan
adanya kematian karena penyakit ini (Suharto, 2007). Penyebab penyakit ini adalah sejenis
virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga
menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski masih “bersaudara” dengan demam
berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang
mencapai 39 derajat C.

Sekitar 200-300 tahun lalu virus chikungunya (CHIK) merupakan virus pada hewan primata
ditengah hutan atau savana di afrika. Satwa primata yang dinilai seba gai pelestari
virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle)
diantara satwa primata dilakukan oleh nyamuk aedes sp (Ae africanus,Aeluteocephalus,Ae
opok,Ae furciper,Ae taylori,Ae cordelierri). Pembuktiab ilmiah yang meliputi isolasi dan
identifikasi virus baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di tanzania 1952-1953.baik
virus maupun penyakitnya kemudian diberi nama sesuai bahasa setempat (swahili),
berdasarkan gejala pada penderita,maka hadirlah chikungunya yang berarti (posisi tubuh)
meliuk atau melengkung.Setelah beberapa lama, perangai virus chikungunya yang semula
bersiklus dari satwa primata-nyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-
manusia. Tidak semua virus asal hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah
pemukiman sklus virus chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes Aegypti.Tidak diketahui
pasti bagaimana virus tersebut menyebar antarnegara. Mengingat penyebaran virus
antarnegara relatif pelan, kemungkinan penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan
nyamuk.

Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok (Thailand)


dan Vellore,Madras (India) menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval
30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian
menurun dan bersifat ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan
dengan populasi vektor (nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk.

2.2.Etiologi dan Patogenesis

Virus Chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam famili Togaviridae. Strain
Asia merupakan genotipe yang berbeda dengan yang dari Afrika. Virus Chikungunya disebut
juga Arbovirus A Chikungunya Type, CHIK, CK. Virions mengandung satu molekul single
stranded RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions dibungkus oleh lipid
6

membran; pleomorfik; spherikal; dengan diameter 70 nm. Pada permukaan envelope


didapatkan glycoprotein spikes (terdiri atas 2 virus protein membentuk heterodimer).
Necleocapsids isometric; dengan diameter 40 nm (Suharto, 2007).

2.2.1.Nyamuk Penular Demam Chikungunya

Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A. africanus. A.
aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya karena hidup
dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia. A.
aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).

Nyamuk ini berkembang biak di dalam air bersih dan tempat – tempat gelap yang lembab,
baik di dalam maupun di dekat rumah. Tempat yang sering dijadikan sarang untuk bertelur
adalah drum, batok kelapa, kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ember, vas bunga, tangki air
tempat penampungan air pada lemari es, ban-ban bekas dan botol-botol kosong serta salah
satu yang lain adalah talang atap rumah yang tergenang sisa air hujan (Depkes RI, 2003).

Nyamuk A.aegypti berukuran kecil dibanding nyamuk lain. Ukuran badan 3-4 mm, berwarna
hitam dengan hiasan bintik-bintik putih di badannya dan pada kakinya warna putih
melingkar. Nyamuk dapat hidup berbulan-bulan, nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia
makan buah.Hanya nyamuk betina yang menggigit, yang diperlukan untuk membuat telur.
Telur nyamuk Aedes diletakkan induknya menyebar, berbeda dengan nyamuk lain yang
dikeluarkan berkelompok.Nyamuk bertelur di air bersih, telur menjadi pupa beberapa
minggu. Nyamuk Aedes bila terbang hampir tidak berbunyi, sehingga manusia yang diserang
tidak mengetahui kehadirannya.Menyerang dari bawah atau dari belakang,terbang sangat
cepat.Telur nyamuk Aedes dapat bertahan lama dalam kekeringan (dapat > 1 tahun). Virus
dapat masuk dari nyamuk ke telur;nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated.
Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor chikungunya (CHIK) virus alphavirus, beberapa
nyamuk resisten terhadap CHIK virus namun sebagian susceptibility. Ternyata susceptibility
gene berada di kromoson 3.Vektor chikungunya di asia adalah aedes aegypti, aedes
albopictus.

v Bionomik Vektor

Bionomik vektor sangat penting diketahui karena berhubungan dengan tindakan-


tindakan dalam pencegahan dan pemberantasannya yang berhubungan dengan tempat
perindukan, kebiasaan menggigit, tempat istirahat, jarak terbang dan siklus hidup.

v Tempat Perindukan (Breeding Place)

Tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air didalam dan diluar
sekitar rumah. Nyamuk aedes aegypti tidak berkembang biak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperlakuan sehari-hari seperti drum, tengki
reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain- lain.

2. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas
bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
7

a) Tempat minum hewan piaraan

Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat–tempat minum hewan piaraan
yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah
maupun di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum ayam, dan hewan
piaraan yang lain.

b) Barang – barang bekas

Barang–barang bekas yang dimaksud adalah barang–barang yang sudah tidak terpakai yang
dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar rumah responden. Barang –
barang tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas, dll.

c) Vas bunga

Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di dalam rumah
responden yang memungkinkan nyamuk A. aegypti berkembangbiak di dalam vas bunga
tersebut.

d) Perangkap semut

Perangkap semut yang dimaksud adalah tempat perangkap semut yang berisi air yang
biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk mencegah semut–semut naik keatas meja yang
berisi makanan yang terletak di dalam rumah responden.

e) Penampungan air dispenser

Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air yang menyatu
dengan dispenser yang terletak dibawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam
wadah/galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden.

f) Pot tanaman air

Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot – pot berisi air yang digunakan sebagai media
tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar rumah responden.

3. Tempat penampungan air ilmiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa,
talang penampungan air hujan (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).

v Kebiasaan Menggigit (Feeding Habit)

Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai darah manusia daripada binatang


(antropofilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh nyamuk
jantan sehingga menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur
mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4
hari. Jangka waktu tersebut satu siklus gonotropik. Nyamuk ini aktif pada siang hari dan
menggigit di dalam dan diluar rumah.Mempunyai dua puncak aktifitas dalam mencari
mangsa yaitu mulai pagi hari dan petang hari yaitu antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00.
8

v Tempat Istirahat (Resting Place)

Tempat yang disukai nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah
tempat yang gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk aedes aegypti biasanya hinggap
didalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian.

v Jarak Terbang (Flight Habit)

Pergerakan nyamuk aedes aegypti dari tempat perindukan ketempat mencari mangsa
dan tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk aedes aegypti betina adalah
rata-rata 40-100 m. Namun secara pasif karena angin dapat terbang sejauh 2 km.

v Siklus Hidup Nyamuk

Siklus hidup nyamuk aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna dengan tahap telur,
larva,pupa dan dewasa.

─ Telur

Nyamuk aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian
dalam tempat-tempat yang berisi air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung.
Tempat air yang dipilih adalah tempat air didalam rumah dan dekat. Telur aedes aegypti
berwarna hitam seperti sarang tawon, telur diletakkan satu persatu di tempat yang gelap,
lembab dan tersembunyi didalam rumah dan bangunan, termasuk dikamar tidur,kamar mandi,
kamar kecil maupun dapur. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam
dilingkungan yang hangat dan lembab.Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani
masa pengeringan yang lama (lebih dari 1 tahun).Telur akan menetas pada waktu yang sama,
kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan
kelangsungan spesies selama kondisi iklim buruk.

─ Larva

Telur yang tidak menetas karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai membentuk larva
yang dilapisi kista dapat bertahan lebih dari setahun berbentuk oval dan berwarna putih.Larva
aedes aegypti menempel dipermukaan dinding vartikel sampai pada waktu menetas.
Perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada
sarang.Pada kondisi yang optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai
kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari termasuk 2 hari
untuk masa menjadi pupa, sedangkan pada suhu yang rendah membutuhkan beberapa minggu
untuk kemunculan nyamuk dewasa.Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat
ditemukan di lubang pohon, pangkal daun dan tampurung kelapa. Selain di tempat alami
larva dapat juga ditemukan pada kendi air, kaleng, pot bunga, botol, tempat penampung air
terbuat dari logam dan kayu, ban (Suroso, 2003). Pada daerah yang panas dan kering, tangki
air diatas, tangki penyimpanan air di tanah dan septic tank bisa menjadi tempat habitat larva
yang utama dan pada wilayah yang persediaan airnya tidak teratur, penghuni menyimpan air
untuk kegunaan rumah tangga sehingga memperbanyak jumlah habitat yang ada untuk larva
(Suroso, 2003).
9

─ Pupa

Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala dada lebih besar
dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ”koma”. Pada
bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat pernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-
8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut
berjumbai panjang dan bulu pada ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak
makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat
posisi pupa sejajar dedengan bidang permukaan air (Soegeng, 2006).

─ Nyamuk Dewasa

Nyamuk Aedes larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan disepanjang tahun di semua kota
di Indonesia sesaat setelah menjadi dewasa akan kawin dengan nyamuk betina yang sudah
dibuahi dan akan menghisap darah dalam waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein
yang esensial untuk mematangkan telur (Depkes RI, 2004).

2.3. Gejala Demam Chikungunya

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti
dengan linu dipersendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa
pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasasakit pada tulang – tulang, ada yang menamainya sebagai
demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue
dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke
penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti.

Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara
mendadak penderitaakan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula
istilah demam lima hari. Pada anak kecildimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan.
Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Matabiasanya merah disertai tanda-tanda
seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam.Pada anak yang lebih besar, demam biasanya
diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada
orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan
kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual
sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari
dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam
berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun
kematian.

Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri
sendi mungkin masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan (Suharto, 2007). Gejala
demam Chikungunya mirip dengan demam berdarah dengue yaitu demam tinggi, menggigil,
sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik – bintik merah di
kulit terutama badan dan lengan. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada
Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (syok) maupun kematian. Nyeri sendi ini
terutama mengenai sendi lutut, pergelangan kaki serta persendian jari tangan dan kaki.

Sakit sendi (artralgia atau artritis; sendi tangan dan kaki) sering menjadi keluhan utama
pasien. Keluhan sakit sendi kadang – kadang masih terasa dalam 1 bulan setelah demam
hilang (Suharto, 2007). Kennedy dan Feyt melaporkan terjadinya acute dan chronic arthritis
10

akibat infeksi Chikungunya. Acute arthritis bila dijumpai terasa sekali dan tidak tertahankan,
dan selanjutnya keluhan nyeri sendi, kaku, dan pembengkakan, dapat bertahan 4 bulan.
Dilaporkan angka 12 % yang mengalami infeksi virus Chikungunya terjadi keluhan sendi
kronis. Untuk itu dicoba pemberian chloroquin phospat. Pernah dilaporkan terjadi kerusakan
sendi yang dikaitkan dengan infeksi Chikungunya (Suharto, 2007).

2.4.Diagnosis Pasti dan Pengobatan

Diagnosis pasti pada penyakit Chikungunya bila terdapat salah satu hal berikut, yaitu :

1. Pemeriksaan Titer antibodi naik 4 kali lipat

2. Isolasi virus

3. Deteksi virus dengan PCR.

Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Dianjurkan istirahat untuk
mengurangi keluhan akut. Exercise berat dapat mengkambuhkan gejala sendi. Belum ada
obat spesifik untuk membunuh virus penyebab penyakit; pasien yang merasa sakit
Chikungunya dapat minum penghilang sakit (analgetika), misalnya parasetamol, namun
hindari pemakaian aspirin. Pasien perlu istirahat, minum banyak air, dan memeriksa diri ke
dokter (Suharto, 2007).

2.5. Prognosis

Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan kejadian kematian,
keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus
chikungunya, 87,9% sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild
discomfort; 2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6%
mempunyai keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi
(Suharto,2007).

2.6. Ekologi Vektor

Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor
dan lingkungannya. Menurut John Gordon terjangkitnya suatu penyakit disebabkan oleh lebih
dari satu faktor (multiple causal). Faktor-faktor tersebut adalah agent,pejamu (host),
lingkungan (environment).Berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan bahwa
terjangkitnya suatu insiden chikungunya disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini:

1. A. Faktor Agent

Adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent dalam
penyebaran penyakit chikungunya adalah virus chik.

1. B. Faktor Pejamu

Adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit chikungunya. Dalam


penularan penyakit chikungunya faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku seperti peran
11

serta dalam kegiatan pemberantasan vektor di masyarakat dan mobilitas penduduk yang
tinggi memudahkan penyebar luasan chikungunya dari suatu tempat ke tempat lain.

1. C. Faktor Lingkungan

Adalah segala sesuatu yang berada di luar agent dan pejamu antara lain lingkungan fisik dan
lingkungan biologi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan Chikungunya
terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi
pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya
pencahayaan dalam rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat.
Lingkungan fisik yaitu seperti ketinggian tempat, curah hujan,temperatur dan kelembaban.

 Variasi musiman

Pola berjangkit virus chikungunya tidak jauh berbeda dengan virus dengue yaitu dipengaruhi
oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28o-32oC) dengan kelembaban
yang tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.Di
Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama disetiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda di setiap tempat.

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak
tersisi,mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas pada waktu singkat akan
menetas. Selain itu pada musim hujan banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang
terisi air hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini. Karena itu
pada musim penghujan populasi nyamuk aedes aegypti meningkat.

Dengan bertambahnya populasi nyamuk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
peningkatan virus chikungunya.Faktor lain yang menyebabkan peningkatan dan penyebaran
kasus chikungunya sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi
yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di
daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi (Depkes RI, 2004).

 Ketinggian tempat

Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk.Wilayah dengan ketinggian


di atas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk aedes aegypti karena
ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan
nyamuk.

 Curah hujan

Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban
udara. Temperatur dan kelembaban selama musim hujan sangat kondusif untuk kelangsungan
hidup nyamuk yang terinfeksi (Suroso, 2003).

 Temperatur

Virus Chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya endemik di daerah tropis
dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan
12

nyamuk adalah 25°C – 27°C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kering dari
10º C atau lebih dari 40ºC (Suroso, 2003).

2.7. Keberadaan Jentik

A. Survei Jentik

Pada Survei Entomologi chikungunya dan DBD ada 5 Kegiatan Pokok, yaitu : pengumpulan
data terkait, survei telur, survei jentik atau larva, survei nyamuk, dan survei lain-lain (Depkes
RI, 2002). Yang mengamati perilaku dari berbagai lingkungan, vektor, cara-cara
pemberantasan vektor dan cara-cara menilai hasil pemberantasan vektor. Survei jentik dapat
dilakukan dengan cara :

 Metode Single Larva

Pada setiap kontainer yang ditemukan ada jentik, maka satu ekor jentik akan diambil dengan
cidukan (gayung plastik) atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel untuk
pemeriksaan spesies jentik dan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya. Jentik yang diambil
ditempatkan dalam botol kecil/vial bottle dan diberi label sesuai dengan nomor tim survei,
nomor lembar formulir berdasarkan 1 nomor rumah yang di survei dan nomor kontainer
dalam formulir.

 Metode Visual

Hanya dilihat dan dicatat ada tidaknya jentik didalam kontainer tidak dilakukan pengambilan
dan pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan pada survei lanjutan untuk memonitor
indek-indek jentik atau menilai PSN yang dilakukan (Depkes RI, 2002). Tiga indeks yang
biasa dipakai untuk memantau tingkat gangguan A. aegypti, yaitu:

1. House Index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkit larva/ jentik.

HI = (Jumlah rumah yang terjangkit) : (Jumlah rumah yang diperiksa)×100

2. Container index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkit larva atau jentik.

CI = (Jumlah penampung yang positif) : (Jumlah penampung yang diperiksa)×100

3. Breteau index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah

yang diperiksa.

BI = (Jumlah penampung yang positif) : (Jumlah rumah yang diperiksa) ×100

B. Vektor Nyamuk Aedes aegypti

Virus chik ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk aedes dari sub
genus stegomyia.Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk aedes yang bisa menularkan virus chik
yaitu: A. aegypti, A. albopictus dan A. scutellaris (Depkes RI, 2002). Dari ketiga jenis
nyamuk tersebut A. aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit Chikungunya. Nyamuk
ini banyak ditemukan di dalam rumah atau bangunan dan tempat perindukanya juga lebih
13

banyak terdapat di dalam rumah. Keberadaan jentik berhubungan dengan keberadaan vektor
nyamuk A. aegypti juga, oleh karena itu untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk A.
aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak.
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di
luar rumah, masing – masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk biasanya
dilakukan dengan menggunakan aspirator.

Indek – indek nyamuk yang di gunakan adalah:

Biting/landing rate = (Jumlah A.aegypti betina yang tertangkap umpan orang ) : (Jumlah
penangkapan ×jumlah jam penangkapan)

Re sting / rumah = (Jumlah A.aegypti betina pada penangkapan nyamuk hinggap) : (Jumlah
rumah yang dilakukan penangkapan )

2.8.Paradigma Kesehatan Lingkungan

Hubungan interaktif antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang
memiliki potensi bahaya penyakit juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Proses
kejadian satu penyakit dapat pula disebut sebagai patogenesis penyakit. Tiap penyakit
memiliki patogenesis sendiri-sendiri. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat
menentukan pada titik mana atau di simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa
memahami patogenesis atau proses kejadian penyakit, kita tidak dapat melakukan
pencegahan (Achmadi, 2008). Dinamika perubahan-perubahan komponen lingkungan yang
memiliki potensi menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat dapat digambarkan
mulai dari sumber perubahan (munculnya komponen dengan memiliki potensi bahaya
tersebut), dinamika dan kinetika komponen tersebut dalam lingkungan disekitar manusia
(ambient), interaksi manusia proses fisiologis dan patologis, hingga komponen tersebut tidak
lagi menimbulkan bahaya kesehatan masyarakat (Achmadi, 2008).

Adapun Teori Simpul dari timbulnya demam Chikungunya tersebut sebagai berikut :

1.penderita demam chikungunya →



2.vektor yaitu nyamuk A.aegypti → variabel lain yang berpengaruh
↓↑
3.adanya virus chik dalam darah penderita →

4. sakit/sehat →
Dengan mengacu pada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis dapat diuraikan
ke dalam 4 simpul yakni :

a. Simpul 1, kita sebut sebagai sumber penyakit. Dan dalam hal ini sumber penyakit yaitu
orang yang menderita demam Chikungunya.

b. Simpul 2, yaitu komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit yang
dapat memindahkan agent penyakit. Dalam hal ini yang memindahkan agent yaitu nyamuk A.
Aegypti sebagai vektor penular.
14

c. Simpul 3, penduduk yang dalam darahnya terdapat virus Chik karena telah tertular dari
orang lain melalui vektor yaitu nyamuk.

d. Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi
dengan komponen lingkungan tersebut yang telah mengandung agent penyakit (Achmadi,
2008).
15

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit Chikungunya

1). Pemberdayaan Masyarakat

Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit


chikungunya merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit
chikungunya.Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat maka upaya-upaya
komunikasi,informasi,edukasi, dan berbagai upaya penyuluhan lainnya dilaksanakan secara
intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana.

Masyarakat berperan juga dalam pemberantasan vektor yang merupakan upaya paling
penting dalam memutuskan rantai penularan dalam rangka mencegah dan memberantas
penyakit chikungunya muncul di masa yang akan datang.Dalam upaya pemberantasan vektor
tersebut antara lain masyarakat berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan
melakukan gerakan serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Seperti diketahui
nyamuk Aedes aegipty/aedes albopictus adalah nyamuk domestik yang hidup sangat dekat
dengan pemukiman. Sehingga upaya pemberantasan dan pencegahan penyebaran penyakit
chikungunya adalah upaya yang diarahkan untuk menghilangkan tempat perindukan
(breeding places) nyamuk Aedes aegypti/aedes albopictus yang ada dalam lingkungan
permukiman penduduk. Dengan demikian gerakan PSN dengan 3M Plus yaitu menguras
tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk
abate untuk membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat-rapat tempat
penampungan air agar nyamuk Aedes aegypti tidak bisa bertelur di tempat itu,
mengubur/membuang pada tempatnya barang-barang bekas seperti ban bekas, kaleng bekas
yang dapat menampung air hujan. Berbagai gerakan yang ada di masyarakat seperti Gerakan
Disiplin Nasional (GDN), Gerakan Jumat pagi bersih lingkungan (yang dikenal di manado
Jumpa Berlian), Adipura, Kota Sehat dan gerakan-gerakan lain serupa harus digalakkan terus
untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jika ini dilakukan maka
selain penyakit chikungunya maka penyakit-penyakit lain yang berbasis lingkungan seperti
leptospirosis, diare,DBD, dan lain-lain akan ikut terberantas ibaratkan “sekali merengkuh
dayung, dua tiga pulau terlampaui….”

2). Pelacakan Kasus oleh Dinas Kesehatan

Setiap diketahui adanya penderita chikungunya, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan


Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus, sehingga kemungkinan
penyebarluasan chikungunya dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah.Ikut serta bersama
masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).Tujuannya adalah
mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan chikungunya dapat dicegah dan
dikurangi. Keberhasilan PSN diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih
atau sama dengan 95% diharapkan penularan chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.Serta
melaksanakan pemeriksaan jentik berkala yaitu pemeriksaan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas
kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik). Melakukan pencarian dan
16

pengobatan secara intensif terhadap penderita, selain mengobati dan menyembuhkan


penderita yang juga merupakan upaya pokok untuk menghilangkan sumber penularan dengan
cara pemutusan mata rantai penularan. Dalam satu wilayah kabupaten dapat dilakukan secara
intensif dengan memperluas jangkauan pelayanan, seperti pemberdayaan tenaga semi-
profesional,pelaksanaan penyuluhan lewat komunikasi,informasi dan edukasi kepada
masyarakat.

3). Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas dari Penyakit Chikungunya

Upaya pemberantasan penyakit chikungunya tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan
saja,peran sektor terkait pemberantasan penyakit chikungunya sangat menetukan. Oleh sebab
itu, maka identifikasi stakeholders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial,merupakan
langkah awal dalam menggalang, meningkatkan, dan mewujudkan kemitraan. Jaringan
kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala, guna memadukan berbagai sumber
daya yang tersedia di masing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan
sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.

3.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya

Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya, didasarkan


atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai penularan penyakit
demam Chikungunya yaitu:

a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti virus.

b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain

c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.

d. Immunisasi terhadap orang sehat.

e. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.

Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan lingkungan
ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk mencapai
tujuan ini di perlukan usaha yang terus – menerus secara berkesinambungan. Hasil yang
diharapkan memang tidak tampak dengan segera.

1. a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging)


dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap di benda-
benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada
pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes RI, 2002).
Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya malathion
dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan karbamat.
Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume(ULV),
karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu
(Suroso, 2003). Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi
penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung
17

virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan
insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu
diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya
(Suroso, 2003).

1. b. Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang


Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik.

1. Cara kimia

Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida


pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan
adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu
sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah
granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan
(Depkes RI, 2004 dan Soedarmo, 1988).

1. Cara Biologi

Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti memelihara ikan
pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan ikan lega. Selain
itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan pertumbuhan larva
(Depkes RI, 2004).

1. Cara Fisik

Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau memusnahkan


barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan, menguras tempat
penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat penampungan air, dan
menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk A. aegypti
(Depkes RI, 2004).

Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran serta
masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan
motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 1992).

3.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk

Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:

1. Penyemprotan massal Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber


penyebarluasan penyakit ke wilayah lain. Kejadian luar biasa/wabah demam
Chikungunya sering kali dimulai dari peningkatan jumlah kasus demam Chikungunya
di wilayah lain. Biasanya di desa/kelurahan ini, pada tahun-tahun berikutnya akan
terjadi kasus demam Chikungunya. Oleh karena itu penularan penyakit di wilayah ini
deperlukan segera dibatasi dengan penyemprotan insektisida dan diikuti PSN oleh
masyarakat untuk membasmi jentik-jentik penular demam Chikungunya.
18

Penyemprotan ini dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam


Chikungunya di desa rawan agar sebelum terjadi puncak penularan virus
Chikungunya, populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga
KLB dapat dicegah (Depkes RI, 2004).
2. Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan
tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk
mengetahui adanya jentik nyamuk yang dilakukan di rumah dan di tempat umum
secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi
jentik nyamuk penular penyakit demam Chikungunya.
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di
rumah dan di tempat tempat umum dengan melaksanakan PSN meliputi:

a. Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau menutupnya
rapat-rapat.

b. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.

c. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).

d. Memelihara ikan dan cara-cara lain untuk membasmi jentik (Soedarmo, 1988).
19

BAB IV

PENUTUP

4.1.KESIMPULAN

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang
berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu
pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) yang disertai
ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat dijumpai
adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar
getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadang-kadang disertai dengan gatal pada
ruam.

Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A.


africanus. A. aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya
karena hidup dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan
manusia. A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).

Virus Chikungunya disebut juga Arbovirus A Chikungunya Type, CHIK, CK. Virions
mengandung satu molekul single stranded RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan.

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam
diikuti dengan linu dipersendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah
timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasasakit pada tulang – tulang, ada yang
menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang.

Diagnosis pasti pada penyakit Chikungunya bila terdapat salah satu hal berikut, yaitu :

1. Pemeriksaan Titer antibodi naik 4 kali lipat

2. Isolasi virus

3. Deteksi virus dengan PCR.

Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan kejadian kematian,
keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus
chikungunya, 87,9% sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild
discomfort; 2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6%
mempunyai keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi
(Suharto,2007).

Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat berperan secara
aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan serentak Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN). Berbagai gerakan yang ada di masyarakat seperti Gerakan Disiplin
Nasional (GDN), Gerakan Jumat pagi bersih lingkungan (yang dikenal di manado Jumpa
Berlian), Adipura, Kota Sehat dan gerakan-gerakan lain serupa harus digalakkan terus untuk
membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
20

Pelacakan kasus oleh dinas kesehatan setiap kali ditemukan adanya penderita
chikungunya dengan pelaksanaan kegiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan
Penanggulangan Fokus, sehingga kemungkinan penyebarluasan chikungunya dapat dibatasi
dan KLB dapat dicegah.Ikut serta bersama masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan
(fogging) dengan insektisida.

4.2.SARAN

Diharapakan masyarakat dapat lebih meningkatkan perhatian terhadap kebersihan


lingkungan demi peningkatan derajat kesehatan yang optimal.

Diharapkan masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap penularan


chikungunya dengan cara melaksanakan 3 M plus.

Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kewaspadaan dini terhadap virus


chikungunya guna pencegahan penyebaran penyakit chikungunya di masyarakat dengan
melaksanakan penyuluhan-penyuluhan lewat komunikasi,informasi dan edukasi ,serta
pemantauan wilayah endemis untuk terjadinya penyebaran virus chikungunya.
21

DAFTAR PUSTAKA


Demam Chikungunya 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23166
/…/Chapter%20II.pd diakses pada tgl 7/4/2012

─ Indonesia merupakan …etd.eprints.ums.ac.id/16086/2/BAB_I.pdf


diakses pada tgl 7/4/2012

─ http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/03/chikungunya.html diakses pada tgl


7/4/2012

─ pengertian chikungunya « Blognya Ummu Kautsar


ummukautsar.wordpress.com/tag/pengertian-chikungunya diakses pada tgl 9/4/2012

─ Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah)


Penyakit …kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah diakses pada tgl 11/4/2012

─ HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK


…repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/…/Chapter%20II.pdf diakses pada tgl
10/4/2012

─ ANALISIS FAKTOR…lib.unnes.ac.id/7989/4/8571.pdf diakses pada tgl 10/4/2012


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/4/Chapter%20IIchikungunya.pdf
diakses pada tgl 10/04/2012

─ Makalah Chikungunya | Pengertian | Makalah | Kesehatan …kesmas-


unsoed.blogspot.com/2010/06/chikungunya.htm diakses pada tgl 10/4/2012

Anda mungkin juga menyukai