BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular cukup tinggi
dan prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi faktor lingkungan dan perilaku hidup
masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi sosial ekonomi yang memburuk, tentunya kejadian
kasus penyakit menular memerlukan penanganan yang lebih serius, profesional, dan bermutu.
Indonesia juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan atau yang dikenal
dengan double burden. Dewasa ini masih dihadapkan dengan meningkatnya beberapa penyakit
menular (re-emerging diseases), sementara penyakit tidak menular atau degeneratif mulai
meningkat. Di samping itu telah timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging diseases).
Salah satu masalah yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 5 tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 - 2014 adalah
pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti upaya penyehatan
lingkungan. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi perhatian dan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dewasa ini yaitu Demam Chikungunya yang penyebarannya semakin
luas.
Demam chikungunya atau demam chik adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh virus chikungunya yang bersifat self limiting diseases, tidak menyebabkan kematian dan
diikuti dengan adanya imunitas penderita, tetapi serangan kedua kalinya belum diketahui,
penyakit ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa (Depkes RI, 2009).
Demam chikungunya biasanya berlangsung dari lima sampai tujuh hari dan sering
menyebabkan nyeri sendi yang parah serta bisa menyebabkan kelumpuhan. Penyakit ini jarang
menimbulkan kematian. Untuk pengobatan belum ditemukan obat secara khusus tetapi hanya
menghilangkan gejalanya saja seperti memberikan analgesik dan non-steroid anti-inflamasi
untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan, sehingga tindakan pencegahan bergantung
kepada tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk terutama selama siang hari, dan
menghilangkan tempat perkembangbiakan nyamuk, memakai pakaian yang menutupi sebagai
kulit, menggunakan repellents nyamuk di kulit, menggunakan kelambu untuk melindungi bayi,
orang tua, orang yang sakit dan orang lain yang beristirahat pada siang hari (CDC, 2007).
Wabah chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952, kemudian di
Uganda tahun 1963, Sinegal tahun 1967, 1975 dan 1983, Angola tahun 1972, Afrika Selatan
tahun 1976 dan di negara-negara Afrika Tengah, seperti Zaire dan Zambia pada tahun 1978-
2
1979. Dari Afrika penyakit ini menyebar ke negara-negara Amerika dan Asia sampai
menimbulkan pandemi. Wabah juga dilaporkan terjadi di India antara tahun tahun 1824 sampai
1965, dan juga di Sri Lanka (Depkes RI, 2009).
Di Francis tepatnya di pulau La Réunion di laporkan antara tanggal 28 Maret 2005 dan 12
Februari 2006, terjadi 1.722 kasus chikungunya yang dilaporkan oleh dokter, termasuk 326
kasus yang dilaporkan selama seminggu dari tanggal 06 sampai 12 Februari. Perkiraan kasus
chikngunya menunjukkan bahwa 1.100.00 orang mungkin telah terinfeksi oleh virus
chikungunya sejak Maret 2005 di La Réunion, termasuk 22.000 orang selama tanggal 06-12
Februari. Selama minggu pertama Februari, negara-negara lain di Barat Daya Samudra Hindia
telah melaporkan kasus seperti Mauritius 206 kasus dan Seychelles 1.255 kasus (CDC, 2006).
Demam chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun
1973, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara
Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Awal 2001, kejadian luar biasa demam Chikungunya
terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Setahun
kemudian, demam chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan Klaten
(Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya mencapai
3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini (Wikipedia, 2004).
Pada tahun 2010 di Provinsi Jawa Tengah KLB chikungunya yang ditemukan 140
desa/Kelurahan merupakan KLB dengan frekuensi tertinggi kedua setelah keracunan makanan
dengan angka serangan kasus (AR=1,56%) dan tidak terdapat kematian kasus (CFR). Kondisi
tersebut mengalami penurunan bila dibanding tahun 2009 dimana angka serangan (AR=1,63%)
dan angka kematian kasus (CFR=0,00%). Dengan adanya kasus KLB chikungunya dua tahun
terakhir, diperlukan adanya upaya peningkatan program, terutama kegiatan bidang promosi
(melalui penyuluhan) dan preventif (pemberantasan sarang nyamuk) (Dinkes Provinsi Jawa
Tengah, 2011).
Pada tanggal 08 Januari 2012 Dinas Kesehatan Kota Salatiga mendapat laporan dari
Puskesmas Siderejo Lor kemungkinan telah terjadi KLB Chikungunya di Kelurahan Siderejo
Lor dengan jumlah kasus sebanyak 46 orang dengan gejala demam, nyeri persendian dan
menggigil dalam waktu priode waktu 2-4 hari. Dan pada tanggal 9-12 Januari pasien
chikungunya bertambah menjadi 72 kasus ( Dinkes Kota Salatiga, 2012).
Berdasarkan analisa laporan W1 dan konfirmasi dari petugas Surveilance, dinyatakan
benar telah terjadi kasus tersangka penyakit chikungunya di wilayah Kota Salatiga dengan
gejala demam tinggi, ngilu di persendian dan sakit bila digunakan untuk berjalan serta seluruh
tubuh terasa nyeri.
3
B. Tujuan
1. Umum
Untuk mengetahui gambaran epidemiologi dan besarnya masalah KLB chikungunya di
Kelurahan Siderejo Lor Kecamatan Siderejo Kota Salatiga
2. Khusus
a. Memastikan diagnosis KLB chikungunya
b. Memperoleh gambaran deskripsi KLB chikungunya berdasarkan orang, tempat, dan
waktu
c. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan
d.Diketahuinya faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya KLB chikungunya
4
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Definisi
Chikungunya berasal dari bahasa Africa yang berarti melengkung, merupakan suatu jenis
virus RNA yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang dikenal sebagai keluarga arbovirus
(antrhopod Bord Virus) karena vektor serangga dan merupakan suatu jenis virus yang paling
banyak yang diperkirakan 300-400 tipe virus (Wibowo, 2010).
Penyakit demam virus jenis ini sembuh dengan sendirinya ditandai dengan arthralgia atau
arthritis, terutama di pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki dan persendian lainnya dari
kaki dan tangan yang berlangsung beberapa hari hingga berbulan-bulan (Chin, 2000).
Demam Chikungunya adalah penyakit virus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk yang
terinfeksi. Demam Chikungunya biasanya berlangsung dari lima sampai tujuh hari dan sering
menyebabkan nyeri sendi yang parah dan sering melumpuhkan yang kadang-kadang berlangsung
untuk jangka waktu yang lebih lama (CDC, 2007).
B. Epidemiologi
Penyebaran penyakit chikungunya di Indonesia terjadi pada daerah endemis penyakit
demam berdarah, KLB terjadi pada awal dan akhir musim penghujan, banyak tempat perindukan
nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit chikungunya, berdasarkan
data yang ada chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban (Depkes RI, 2009).
Pada Februari sampai Oktober 2006 lebih dari 1,25 juta orang di India dan Asia selatan
terinfeksi dengan virus chikungunya. Wabah terjadi di negara-negara Afrika timur dan tengah,
dan negara-negara Samudera Hindia, termasuk Comoros, Gabon, Madagaskar, Maladewa,
Mauritius, Mayotte, Reunion (Prancis) dan Seychelles. Pada bulan September 2007, wabah
chikungunya karena kasus impor telah dilaporkan di Italia utara. Dengan tidak ada batas-batas
geografis dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan kerentanan terhadap penyakit menular
yang disebabkan oleh nyamuk tersebut (CDC, 2007).
Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) chikungunya dilaporkan pada tahun 1982,
Demam chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973,
kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983), Muara Enim
(1999), Aceh dan Bogor (2001). Wabah chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada
tahun 1999, selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Pada awal 2001 terjadi kejadian
luar biasa demam chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul
5
Bogor bulan Oktober. Setahun kemudian, demam chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa
Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah
kasus chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini
(Wikipidia, 2004).
C. Gambaran Klinis
Penyakit demam virus jenis ini ditandai dengan arthralgia atau arthritis, terutama di
pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki dan persendian lainnya dari kaki dan tangan yang
berlangsung beberapa hari hingga berbulan-bulan. Pada kebanyakan penderita, artritis
berlangsung 1-10 hari diikuti dengan ruam makulopapulair, biasanya tidak gatal terutama bagian
tubuh dan lengan. Enantema muncul pada daerah bucal dan palatum. Ruam menghilang dalam
7-10 hari diikuti dengan deskuamasi ringan. Kadang-kadang tidak ada demam. Sering terjadi
Limfadenopati pada leher. Pada beberapa kasus, kadang-kadang muncul parestesia dan
melunaknya telapak tangan dan telapak kaki. Ruam juga sering terjadi pada infeksi yang
disebabkan oleh virus Mayaro, Sindbis, chikungunya dan virus O’nyong-nyong. Poliartritis
adalah ciri khas dari infeksi chikungunya, Sindbis dan virus Mayaro. Perdarahan minor pernah
ditemukan pada penderita chikungunya di wilayah Asia Tenggara dan India. Pada
Chikungunya umumnya terjadi lekopeni; penyakit ini kadang-kadang berlangsung agak lama.
Tes serologis menunjukkan adanya kenaikan titer terhadap alfavirus, virus bisa diisolasi dari
darah pasien akut dengan menggunakan bayi tikus, nyamuk atau kultur sel (Chin, 2000).
Pada anak-anak penyakit chikungunya tidak menampakkan gejala yang khas, tetapi pada
umumnya penyakit chikungunya dengan gejala terjadi mendadak terutama demam, nyeri
persendian dan kumpulan bintik-bintik merah pada kulit dan kadang-kadang disertai gatal-gatal.
Gejala lainnya seperti nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, mengigil, konjungtivitis, pembesaran
kelenjar getah bening di bagian leher, mual dan muntah (Depkes RI, 2009).
Gejala muncul antara 4 dan 7 hari setelah pasien telah digigit oleh nyamuk yang
terinfeksi dan ini termasuk demam tinggi (40 °C /104 °F), nyeri sendi (punggung bawah,
pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan), disertai pembengkakan, ruam dikulit, sakit kepala,
nyeri otot, mual dan kelelahan. Chikungunya jarang berakibat fatal. Gejala umumnya membatasi
diri dan berlangsung selama 2-3 hari. Virus tetap dalam sistem tubuh manusia selama 5-7 hari
dan nyamuk mengigit pada orang yang terinfeksi selama periode ini juga dapat menjadi
terinfeksi. Chikungunya memiliki beberapa tanda-tanda klinis yang sama dengan demam
berdarah dan dapat salah didiagnosa di daerah di mana endemis dengue (CDC, 2007).
6
D. Etiologi
Penyakit chikungunya merupakan penyakit yang klasik yang telah lama dikenal di
masyarakat yang disebabkan oleh gigitan nyamuk terutama jenis aedes aegypti, aedes albopictus
dan jenis aedes lainnya seperti ae.africanus, ae.lutheochephalus, ae. opok, ae. furcifer, ae.
taylor, ae. cordeillieri. secara bionomik chikungunya termasuk keluarga togaviridae, sub
keluarga dari alphavirus, yang terdiri dari virus-virus; chikungunya, semliki forest, o nyong-
nyong, getah virus, easter equine ensefalitis, ross river virus, western equine ensefalitis virus,
virus sendai dan lain-lain, yang masih memiliki hubungan saudara dengan sub keluarga
flavivirus yang terdiri dari virus dengue (demam berdarah), virus ensafalitis jepang (japanese
enchephalitis), virus demam kuning (yellow fever) (Widodo, 2010).
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu alphavirus dan ditularkan lewat nyamuk
aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah dengue. Meski
masih bersaudara dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan. Penyakit chikungunya
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus
yang disebut virus chikungunya. Virus chikungunya ini masuk keluarga togaviridae, genus
alphavirus. Sejarah chikungunya di Indonesia, penyakit ini berasal dari daratan Afrika dan mulai
ditemukan di Indonesia tahun 1973 (Wikipedia, 2004).
Gambar 1: Siklus Hidup nyamuk Aedes spp
1. Habitat Perkembangan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di
dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
7
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung,
vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air
kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet,
dll.
2. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu.
Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu
terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina
ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah
diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur
dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan
siklus gonotropik.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2
puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai
kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di
dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat
tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan
telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding
habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva
dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur
sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan,
jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka
telur dapat menetas lebih cepat.
8
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp
tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di
rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu
udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.
3. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan
sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi
nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam Chikungunya
a. Masa Inkubasi
Masa tunas (inkubasi) antara 1-12 hari, tetapi pada umumnya 2-3 hari dan tidak ada
bukti terjadi penularan langsung dari manusia ke manusia (Depkes RI, 2009).
b. Sumber dan Cara Penularan
Virus chikungunya ditularkan oleh Aedes aegypti dan mungkin juga ditularkan oleh
nyamuk jenis lain, virus o’nyong-nyong oleh anopheles spp, virus sindbis oleh
berbagai culex spp, terutama C. univittatus dan C. morsitans dan ae. communis.
Virus mayaro oleh mansonia dan haemagogus spp (Chin, 2000).
Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia oleh gigitan nyamuk betina yang
terinfeksi. Umumnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang dapat
menularkan pada nyamuk virus lainnya, nyamuk ini dapat biasanya menggigit pada
siang hari, walaupun mungkin ada puncak aktivitas di pagi dan sore hari. Kedua
spesies tersebut ditemukan menggigit di luar rumah, namun ae.aegypti mengigit
dalam rumah. Setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, akan terjadi sakit pada host
antara empat dan delapan hari, tetapi dapat berkisar dari dua sampai 12 hari (CDC,
2008).
9
Penularan demam chikungunya terjadi pada penderita yang sakit (dalam keadaan
viremia) digigit oleh nyamuk Aedes aegypti kemudian menggigit orang lain, biasanya
penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga dan dengan cepat menyebar ke wilayah
baik RT/RW/dusun atau desa (Depkes RI, 2009).
Nyamuk aedes aegypti setelah menggigit penderita yang dalam keadaan viremia
maka nyamuk tersebut dalam beberapa saat sudah dapat menularkannya kepada orang
lain. Virus yang telah ditularkan oleh nyamuk tersebut akan berkembang biak dalam
tubuh manusia. Penularan demam chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit
(dalam keadaan viremia) digigit oleh nyamuk penular, kemudian nyamuk penular
tersebut menggigit orang lain. Biasanya tidak terjadi penularan dari orang ke orang.
Penyakit ini biasanya berlangsung selama beberapa hari kemudian sembuh sendiri
(Eppy, 2008)
4. Pemeriksaan Labolatorium
Beberapa metode dapat digunakan untuk diagnosis chikungunya seperti tes serologis,
seperti enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dapat mengkonfirmasi timbulnya
antibodi IgM dan anti-IgG chikungunya. Munculnya antibodi IgM yang tertinggi terjadi
pada minggu ke 3-5 setelah terjadinya penyakit dan bertahan selama sekitar dua bulan.
Virus dapat diisolasi dari darah selama beberapa hari pertama infeksi. Metode reverse
transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) cocok untuk diagnosis klinis (CDC,
2008).
10
Chikungunya memiliki tanda-tanda klinis yang sama dengan demam berdarah dan dapat
terjadi kesalahan diagnosa daerah di mana dengue bersifat endemis.Chikungunya dapat
dideteksi menggunakan tes serologi. Pemulihan dari infeksi akan memberikan kekebalan
seumur hidup (WHO, 2008).
5. Diagnosis Banding.
Bila dibandingkan dengan demam berdarah, chikungnya memperlihatkan serangan
demam mendadak, demam lebih pendek, suhu tubuh lebih tinggi, hampir selalu disertai
ruam makulopapular, infeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi serta tidak
ditemui perdarahan gastrointestinal dan syok. (Depkes RI, 2007)
6. Faktor Risiko
Perubahan suhu panas bumi yang diduga kuat sebagai perubahan iklim atau penebangan
hutan yang menimbulkan perubahan ekosistem yang di duga kuat mempunyai dampak
positif terhadap terjadinya mutasi genetik virus, sehingga terbentuknya mutan baru virus
chikungunya, hal ini dengan ditemukan sub tipe virus dengue yang memiliki sifat
antigenetik yang stabil (Wibowo, 2010).
Kedekatan tempat perkembangbiakan vektor nyamuk dengan tempat tinggal manusia
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk chikungunya serta penyakit lain yang
sama dengan spesies ini. Selama wabah, insektisida dapat disemprotkan untuk
membunuh nyamuk dewasa. Untuk perlindungan selama wabah chikungunya, pakaian
yang digunakan harus yang panjang untuk menutup kulit sehingga nyamuk tidak
langsung mengigit serta penggunaan repellents anti nyamuk sesuai ketentuan .Bagi
mereka yang tidur pada siang hari seperti anak-anak, orang sakit atau tua, sebaiknya
menggunakan kelambu yang berinsektisida (WHO, 2008).
Faktor risiko untuk menderita penyakit chikungunya hampir sama dengan demam
berdarah yaitu keberadaan virus dan nyamuk aedes aegypti sebagai vektor penularnya.
Disamping itu daya tahan tubuh pejamu berperan dalam manifestasi penyakit ini.
Keberadaan nyamuk aedes aegypti sebagai vektor penyakit ini berhubungan erat dengan
keadaan sanitasi Iingkungan. Kebiasaan-kebiasaan manusia yang dapat menyebabkan
timbulnya tempat perindukan dan tempat istirahat nyamuk serta kebiasaan tidak
melindungi diri dari gigitan nyamuk merupakan salah satu faktor risiko untuk menderita
penyakit ini.
Hasil kesimpulan penelitian yang dilakukan Oktikasari tahun 2006. menunjukan faktor
sosiodemografi yang mempengaruhi kejadian chikungunya di Kelurahan Cinere,
11
Kecamatan Limo, Kota Depok (p ≤ 0,05) diantaranya adalah pendidikan (OR=1,9; 1,12-
3,23), kepadatan hunian (OR=2,2; 1,25-3,80) dan umur (OR=2,1; 1,22-3,46). Sedangkan
yang tidak mempengaruhi kejadian chikungunya (menunjukkan hubungan tidak
bermakna) adalah pekerjaan, jenis kelamin, mobilitas, dan perilaku pemakaian obat anti
nyamuk. Faktor lingkungan seperti kepadatan jentik nyamuk, ketersediaan tempat
penampungan air, ketersediaan kasa nyamuk tidak ada yang mempengaruhi kejadian
chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok (menunjukkan
hubungan yang tidak bermakna) dengan nilai p>0,05. Faktor dominan yang
mempengaruhi KLB chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok
terutama adalah kepadatan hunian dengan odds ratio sebesar 2,3 (1,28-3,97). Probabilitas
kejadian chikungunya sebesar 2,1 kali pada tingkat pendidikan rendah dan hunian tidak
padat dibandingkan pendidikan tinggi dan hunian padat.
7. Pengobatan
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit. Pengobatan terutama ditujukan
untuk menghilangkan gejala-gejala, termasuk nyeri sendi. Tidak ada vaksin chikungunya
diperjual belikan di pasaran (Chin, 2000).
Pengobatan dari chikungunya hanya mengobati gejalanya saja seperti demam, menurangi
rasa nyeri dengan obat antipiretik-analgetik, beristirahat selama demam dan nyeri sendi
akut, mengenai makanan tidak ada pantangan (Depkes RI, 2009).
BAB III
ANALISIS SITUASI
A. Kondisi Geografis
Kelurahan Siderejo Lor merupakan salah satu kelurahan yang berada dalam wilayah Kecamatan
Siderejo Kota Salatiga, Kelurahan Siderejo Lor terletak di daerah yang bergelombang dengan
kemiringan ± 65 % yang memiliki luas wilayah 271.600 Ha yang terdiri dari 33.270 Ha lahan
sawah, 22.0300 Ha lahan kering serta 18.030 lahan lainnya.
Kelurahan Siderejo Lor beriklim tropis berhawa sejuk dan memiliki udara yang segar dan
terletak tidak jauh dari ibu kota kabupaten yaitu jarak dengan ibu kota kecamatan yaitu 0 km,
dengan ibu kota yaitu 1 km dan dengan ibu kota provinsi sejauh 69 km.Dengan batas-batas
wilayah :
13.875
Jumlah 100
Sumber : Kelurahan Siderejo Lor Tahun 2011
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak pada usia 20-24 tahun
yaitu 11,1%, masalah kependudukan yang dialami adalah jumlah penduduk yang besar,
komposisi penduduk yang kurang menguntungkan dimana proporsi penduduk usia muda
masih relatif tinggi. Hal ini menyebabkan beban ketergantungan masih tinggi pada usia
produktif yaitu 124,89
Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Rukun Warga (RW) dan Jenis Kelamin Kelurahan
Siderejo Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Tahun 2011
Jenis Kelamin
RW
Laki-laki % Perempuan %
6.798 100,0
7.077 100
Sumber : Kelurahan Siderejo Lor Tahun 2011
Dari Tabel 2 terlihat bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di RW 07, sedangkan
RW 08 jumlah penduduk laki-laki 12,5% dan penduduk perempuan sebanyak 12,1%.
Tabel 3.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Siderejo Lor Kecamatan Siderejo
Kota Salatiga Tahun 2011
No Mata Pencaharian Jumlah %
Petani Sendiri 503 3,6
1
Buruh Tani 882 6,4
2
Nelayan - -
3
Pengusaha/wiraswasta 555 4,0
4
Buruh Industri 1.812 13,1
5
Pedagang 1.357 9,8
6
Buruh Bangunan/lepas 1.336 9,6
7
Pengangkutan 667 4,8
8
Pegawai Negeri 1.662 12,0
9
Pensiunan 980 7,1
1
Lain-lain 4.120 29,7
1
Jumlah 13.875 100,0
Dari Tabel 3 bahwa mata pencarian penduduk terbanyak adalah buruh industri 13,1%, hal
ini disebabkan karena banyaknya industri di sekitar Kota Salatiga. Dengan banyak
penduduk yang berkerja di luar daerah menyebabkan mobilisasi penduduk yang tinggi
sehingga penyebaran penyakit akan cepat terjadi. Pekerjaan lain-lain termasuk pekerjaan
yang tidak tetap dan penduduk yang masih belum berkerja sebanyak 29,7%.
16
Berdasarkan Tabel 4. bahwa tenaga kesehatan yang terbanyak di Puskesmas Siderejo Lor
adalah tenaga perawat dan paling sedikit Sarjana Kesehatan Masyarakat.
D. Pemastian Diagnosa
Pemastian diagnosis dilakukan melalui identifikasi 3 gejala klinis untuk penetapan kasus
chikungunya yaitu mendadak demam, nyeri sendi, bercak merah pada kulit serta gejala
lainnya seperti nyeri otot, sakit kepala, menggigil.
Tabel 5. Distribusi Gejala Klinis Demam Chikungunya di Rukun Tetangga (RT) 06 dan RT 11
Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
17
Demam 84 100,0
Berdasarkan Tabel 5 bahwa gejala yang paling dominan terjadi pada kasus adalah
demam, nyeri sendi, nyeri otot dibandingkan dengan gejala lainnya. Pemastian diagnosis
secara laboratorium, telah dilakukan pemeriksaan immunoglobulin terhadap 7 tersangka
kasus dengan menggunakan rapid diagnostic test (RDT) adalah negatif, pengambilan
darah oleh petugas Dinas Kesehatan Kota Salatiga
Gejala yang
Gejala klinis Cam Mala Demam
Chikungunya DBD ditemukan
pak ria typoid
dilapangan
Nyeri sendi + + - - - +
Demam + + + + + +
Ruam + + - - - +
Sakit kepala + + - + + +
Mual/muntah + + - + - +
Mata merah + - + - - -
Renjatan (shock) - + - + - +
Pedarahan - + - - - -
Batuk - - + - + -
Pilek - - + - - -
Kulit bersisik - - + - - -
Diare - - + + - -
Bercak koplek di
muka - - + - - -
Menggigil - - - + + -
Kejang - - - + - -
Ikterus - - - + - -
Berkeringat - - - + - -
Rose spot - - - - + -
Gejala klinis penderita pada KLB ini dibandingkan dengan gejala klinis penyakit-
penyakit pada Tabel 6 lebih mendekati pada gejala klinis demam chikungunya.
E. Penetapan KLB
1. Distribusi Kasus
Hasil analisa gejala dari pertama kali muncul diketahui bahwa kasus chikungunya telah
terjadi pada tanggal 20 Desember 2011 dengan jumlah kasus 1 orang, puncak terjadinya
kasus terjadi pada tanggal 07 Januari 2012 sebanyak 10 kasus dan pada tanggal 18 Januari
2012 ditemukan kasus 1 kasus tambahan
Penderita (%)
RT 06 116 48 41,3
RT 11 118 36 30,5
Dari Tabel 8 diperoleh bahwa distribusi penderita demam chikungunya berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (AR = 36,4%). Hal ini disebabkan
oleh karena perempuan lebih banyak berada di rumah dibandingkan dengan laki-laki.
Jumah AR
Pendidikan Jumlah Penderita
penduduk
(%)
SD 39 16 40,6
SLTP 38 15 39,2
SLTA 75 32 42,4
Sarjana 31 5 16,1
Berdasarkan Tabel 9 di peroleh bahwa penderita chikungunya lebih banyak terjadi pada
pendidikan SLTA sedangkan menurut AR maka yang paling tinggi terjadi pada yang
belum tamat SD (AR=75,0%) sedangkan yang paling rendah terjadi pada yang tidak
sekolah.
Jumah Jumlah AR
Pekerjaan
Penduduk Penderita (%)
Pedagang 18 3 16,7
PNS 8 3 37,5
Wiraswasta 82 32 39,0
petani 8 1 12,5
Pensiunan 6 2 33,3
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa tipe kurva epidemik (epidemic curve) adalah tipe
propagated, yang berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat sepanjang
masa paparan penyakit. Dengan menarik kebelakang sebesar masa inkubasi terpendek (3
hari) dari kasus pertama dan inkubasi terpanjang pada kasus yang terakhir (12 hari), maka
dengan demikian dapat diketahui bahwa waktu paparan terjadi pada tanggal 17 Desembar
2011 sampai 18 Januari 2012 atau 33 hari.
Tabel 11. Distribusi Pemeriksaan Jentik Berdasarkan Tempat Yang Diperiksa di RT 6 dan RT 11
di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
22
Container lain
( kaleng bekas, ban 85 0 31 0,0 36,5
bekas dll)
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh bahwa jentik ditemukan paling banyak terdapat di Bak
WC di dalam rumah sedangkan di luar rumah terdapat di kaleng bekas, ban bekas.
Tabel 12. Distribusi Pemeriksaan Jentik Berdasarkan House Indeks di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan
Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
Rumah di periksa
Total di periksa Positif %
Kasus Kontrol
28 32 60 34 56,6
Dilihat dari house indeks dari 60 rumah yang diperiksa ditemukan 34 rumah yang
memiliki jentik, sehingga diketahui house indeksnya adalah 56,6%
Tabel 13. Hasil Analisis faktor Risiko Kasus Demam Chikungunya di RW 08 Kelurahan Siderejo
Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
OR
Variabel Kasus Kontrol P Value
(n) (n) (CI)
Tidak 50 73 (1,384-5,226)
Tidak 70 81 0,634
Baju atau celana panjang 0.285
Ya 15 11 (0.273-1,470)
Tidak 68 70 1,257
Tidur menggunakan
0,530
kelambu
Ya 17 22 (0,615-2,571)
Tidak 70 84 0,444
Melaksanakan PSN 0,077
Ya 15 8 (0,178-1,109)
(CI=1.405-4.960, p=0,002). Rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk
merupakan faktor risiko (OR=4,281) artinya rumah yang tidak menggunakan kawat kasa
anti nyamuk memiliki peluang menderita chikungunya bagi anggota keluarganya sebesar
4 kali bila dibandingkan dengan rumah yang menggunakan dan secara statistik bermakna
(CI=2,046-8,956, p=0,000). Rumah yang dekat dengan kebun memiliki peluang 4 kali
(OR=3,900) lebih besar menderita chikungunya bila dibandingkan dengan rumah yang
berjauhan dengan kebun, secara statistik bermakna dimana (CI= 1,909-7,967, p=0,000).
Variabel tidur menggunakan kelambu bukan merupakan risiko terjadinya chikungunya
(OR=1,257), menggunakan baju atau celana panjang bukan merupakan risiko terjadinya
chikungunya (OR=0,634), tidur siang menggunakan selimut bukan merupakan risiko
terjadinya chikungunya (OR=0,658). Kebiasaan menggantung pakaian bukan merupakan
risiko terjadinya chikungunya (OR=0,903), serta pengetahuan chikungunya bukan
merupakan risiko terjadinya chikungunya (OR=1,094) variabel tersebut secara statistik
tidak bermakna dimana p < 0,005
Tabel 14. Hasil Analisis Multivariabel Kasus Demam Chikungunya di RW 08 Kelurahan
Siderejo Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
Variabel B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) 95%CI
Tidak
Menggunakan 1,217 0,376 10.489 1 0,001 3.378 1,617-7,058
anti nyamuk
Rumah dekat
1,260 0,408 9.556 1 0,002 3.527 1,586-7,842
kebun
c. Sumber Penularan
25
Penularan demam chikungunya terjadi pada penderita yang sakit (dalam keadaan
viremia) digigit oleh nyamuk aedes aegypti kemudian menggigit orang lain, biasanya
penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga dan dengan cepat menyebar ke wilayah
baik RT/RW/dusun atau desa (Depkes RI, 2009).
d. Cara Penularan.
Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia oleh gigitan nyamuk betina yang
terinfeksi. Umumnya nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus, nyamuk ini dapat
biasanya menggigit pada siang hari, walaupun mungkin ada puncak aktivitas di pagi
hari dan sore. Kedua spesies tersebut ditemukan menggigit di luar rumah, namun ae.
aegypti mengigit dalam rumah. Setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, akan terjadi
sakit pada host antara empat dan delapan hari, tetapi dapat berkisar dari dua sampai 12
hari (CDC, 2008).
menerus dari kasus di gigit nyamuk dan nyamuk yang telah terinfeksi mengigit orang
sehat.
Hasil analisis bivariat di dapatkan variabel kebiasaan tidur siang merupakan faktor
risiko (OR=2,68) dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,384-5,226, p=0.003).
Kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=2,640)
dan secara statistik bermakna dimana (CI=1.405-4.960, p=0,002). Rumah yang tidak
menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=4,281) dan
secara statistik bermakna (CI=2,046-8,956, p=0,000). Rumah yang dekat dengan
kebun merupakan faktor risiko (OR=3,900) menderita chikungunya dan secara
statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967, p=0,000).
Kota Salatiga berada di cekungan kaki bukit diantara gunung-gunung kecil serta curah
hujan cukup tinggi yaitu 1.935 mm per tahun terutama pada Desember sampai
Pebruari peningkatan kejadian chikungunya erat kaitannya dengan semakin banyaknya
tempat perindukan nyamuk dengan meningkatnya curah hujan serta meningkatnya
mobilisasi penduduk.
Di Kelurahan Siderejo Lor terutama di RT 11 dan RT 06 terdapat dua pengusaha yang
pengumpul barang-barang bekas di lingkungan warga, sehingga barang-barang bekas
dapat menampung air hujan yang memungkinkan untuk tempat nyamuk bertelur
seperti kaleng-kaleng bekas, tempat air mineral bekas, dan lain-lain yang berada
disekitar rumah penduduk yang dapat menjadi tempat perindukan vektor penyakit
demam chikungunya dan ditemukan juga kebun jati yang dimana terdapat cekungan di
pohon tersebut sehingga dapat merupakan tempat perindukan nyamuk yang akan
meningkatnya populasi nyamuk.
Kegiatan pengasapan ini dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa yang dilaksanakan
pada tanggal 12 Januari 2011 dan diulangi pada tanggal 19 Januari 2012, hal ini di nilai
efektif karena setelah dilakukan pengasapan kasus chikungunya turun drastis
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Epidemilogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu (Epi=pada, Demos=penduduk, logos = ilmu),
dengan demikian epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan
masyarakat. Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang seberapa sering
penyakit dialami oleh suatu kelompok orang yang berbeda dan mencari tahu bagaimana bisa
terjadi.
Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropics yang berpenduduk padat seperti afrika,
india, dan asia tenggara. Di Afrika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, Kongo,
Angola, Kenya,Ukraina, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserang adalah Thailand pada
tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka dan India pada tahun 1964. Pada tahun 1973
chikungunya dilaporkan menyerang di Philipina dan Indonesia. Lokasi penyebaran penyakit ini
tidak berbeda jauh dengan DBD karena vector utamanya sama yaitu nyamuk aedes aegypti. Di
daerah endemis DBD sangat mungkin juga terjadi endemis chikungunya.
Biasanya, demam chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-
2006, telah dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan chikungunya di pulau
reunion dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil dan Kerala. Ribuan kasus
terdeteksi di daerah-daerah di India dan Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka,
setelah hujan lebat dan banjir pada bulan agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala),
125 kematian dihubungkan dengan chikungunya. Pada bulan Desember 2006, dilaporkan terjadi
3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian lebih dari 12
kasus chikungunya. Data terbaru bulan juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang menyerang
sekitar 7000 penderita di Kerela, India.
Angka insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam
chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal Jambi
tahun 1980,dan martapura, ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20 tahun(1983-
2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai ada laporan KLB demam
chikungunya di Muara Enim, Sumatra Selatan, dan Aceh, dilanjutkan di Bogor, Bekasi,
Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang menyerang
sekitar 120 orang di Semarang.
29
Gambaran kurva epidemik menunjukkan kurva yang terbentuk adalah propagated, yang
berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat. Terdapat 2 puncak yang terjadi
yaitu puncak pertama pada tanggal 01 Januari 2011 dengan kasus sebanyak 12 kasus dan
puncak kedua pada tanggal 08 Januari 2012 dengan kasus sebanyak 16 orang. Hal ini
disebabkan pada bulan Desember sampai Januari tingkat curah hujan meningkat sehingga
akan menyebabkan peningatan dari populasi jentik, maka tindakan yang harus dilakukan
adalah mengaktifkan kegiatan PSN di lingkungan tempat tinggal
Waktu paparan di kurva epidemik menunjukkan bahwa waktu paparan pertama
diperkirakan terjadi pada tanggal 17 Desember 2011 karena setelah 3 hari (masa inkubasi
terpendek) telah terjadi kasus (indeks case) yaitu B. S, lamanya paparan terjadi 33 hari yaitu
dari tanggal 17 Desember 2011 sampai 18 Januari 2012.
B. Berdasarkan Faktor Risiko
Analisis bivariat menunjukkan bahwa dari variabel faktor kebiasaan tidur siang, menggunakan
anti nyamuk, kawat kasa anti nyamuk, rumah dekat kebun. Untuk melihat faktor resiko yang
dominan tersebut berhubungan terhadap kejadian KLB, dilakukan analisis multivariabel pada
faktor risiko yang secara statistik bermakna.
Dari hasil analisis dengan regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang dominan
berhubungan dengan KLB chikungunya adalah rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti
nyamuk merupakan faktor risiko (OR=4,281) dan secara statistik bermakna (CI=2,046-8,956,
p=0,000), hal ini mungkin karena penderita lebih banyak digigit di dalam rumah dimana
perempuan (AR=36,4%), lebih banyak menghabiskan waktu di rumah serta kebiasaan anak-
anak yang belum tamat SD (AR=75,0%), yang memiliki kebiasaan bermain di dalam, halaman
dan sekitar rumah, Rumah yang dekat dengan kebun memiliki peluang 4 kali (OR=3,900) lebih
besar menderita chikungunya dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967, p=0,000),
hal ini disebabkan karena kebun yang tidak dirawat tersebut terdapat cekungan-cekungan dan
terdapat kaleng-kaleng bekas dimana pada musim penghujan dapat menampung air sehingga
dapat menjadikan media yang baik bagi nyamuk untuk berkembang biak.
Nyamuk ini dapat biasanya menggigit pada siang hari, walaupun mungkin ada puncak aktivitas
di pagi hari dan sore. Kedua spesies ditemukan menggigit di luar rumah, namun Ae. aegypti
mengigit dalam rumah. Setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, akan terjadi sakit pada host
antara empat dan delapan hari, tetapi dapat berkisar dari dua sampai 12 hari (CDC, 2008)
Hal ini berbeda dengan KLB chikungunya yang dilakukan oleh Yumantini (2008) di Kelurahan
Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok bahwa ketersediaan kasa nyamuk tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan kejadian chikungunya (p=0,787). Faktor dominan yang
31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh virus
chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan aedes africanus. Istilah lain
dari penyakit ini adalah dengue, yenga, abu rokap, dan demam tiga hari. Penyakit ini
ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia, dan
limfadenopati.
Demam akut chikungunya biasanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu,
tetapi ada beberapa pasien mengalami kelelahan yang berlangsung beberapa minggu.
Selain itu, beberapa pasien telah melaporkan mengalami kelumpuhan nyeri sendi, atau
arthritis yang dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan. Tidak ada
kematian, neuro-invasif kasus, atau kasus hemoragik terkait dengan infeksi CHIKV.
CHIKV infeksi (baik klinis atau diam) diperkirakan memberikan kekebalan seumur
hidup
Tidak ada pengobatan spesifik bagi penderita demam Chikungunya, cukup minum obat
penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di toko obat, apotik bahkan di
warung-warung. Berikan waktu istirahat yang cukup, minum dan makanan bergizi. Selain
itu masyarakat dapat berperan dalam penanganan kasus demam Chikungunya yakni
dengan melaporkan kepada Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat. Isolasi / hindari
penderita dari kemungkinan digigit nyamuk, agar tidak menyebarkan ke orang lain
Infeksi virus chikungunya biasanya tidak fatal dan jarang menyebabkan kematian. Jarang
dilaporkan secara eksklusif mengenai kejadian kematian, invasi ke susunan saraf pusat
dan kasus-kasus perdarahan hebat pada demam chikungunya
B. Saran
1. Kepada Dinas Kesehatan Kota Salatiga
a. Meningkat sistem kewaspadaan dini terhadap KLB dengan melaksanakan
kegiatan surveilands aktif, serta pembinaan secara kontinyu terhadap pemegang
program surveilands Puskesmas tentang penyakit-penyakit yang potensial wabah
b. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan analisis data
kejadian penyakit sehingga diketahui trends setiap penyakit
33
DAFTAR PUSTAKA