Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH CHIKUNGUNYA

TUGAS MATA KULIAH


EPIDEMOLOGI PENYAKIT MENULAR

DOSEN PENGAMPU:
ETI KURNIAWATI, SKM, M.KES

KELOMPOK I :
ABDILLAH
DEKA RAHMAWITA
LYNER AGUSTIANI
M. NASIRUDDIN
NURBAYA
RAHMAT OKTADY. B
YUYUN PENI ASTRI

STIKES HARAPAN IBU JAMBI


PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chik yang
ditularkan oleh nyamuk, yang menyebabkan demam dan nyeri sendi yang parah,
serta gejala lain termasuk nyeri otot, sakit kepala, mual, kelelahan dan ruam
(Andriyani, D.P & Mirna, Y.A, 2014). Chikungunya merupakan suatu jenis
penyakit menular disebabkan virus jenis Chikungunya, termasuk dalam family
Togaviridae, genus Alphavirus.Virus ini ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk
Aedes aegypti (the yellow fever mosquito).Aedes albopictus (the Asian tiger
mosquito) vektor potensial penyebaran penyakit Chikungunya (Puspa, W.S, 2015).
Chikungunya pertama kali tercatat di Tanzania pada tahun 1952, kemudian di
Uganda tahun 1963. Antara tahun 1960-1982 terjadi wabah penyakit Chikungunya
di wilayah Asia dan Afrika. Di Asia wabah tersebut terdapat di Bangkok (1960),
India (1964), Sri Lanka (1969), Vietnam (1975), Myanmar (1975), dan Indonesia
(1973). Pada tahun 2005-2006, epidemic penyakit Chikungunya berskala besar
terdapat dipulau-pulau samudera Hindia bagian Barat dan India (Masrizal, 2011).
KLB demam chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 di
Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Kemudian menyebar secara
sporadis ke berbagai provinsi lain dan terakhir tahun 2003 di daerah Jawa, NTB
dan Kalimantan Tengah. Secara epidemiologis, saat ini hampir seluruh wilayah di
Indonesia potensial untuk terjadinya KLB demam chikungunya (Carolina, Y.P,
dkk, 2014).
Penyakit Chikungunya telah menjadi sebuah masalah global berhubung
dengan eskalasi wabah di negara-negara seperti Afrika, India dan Asia Tenggara.
Wabah ini merupakan akibat yang ditimbulkan oleh musim hujan yang
memberikan suasana yang baik untuk nyamuk Aedes berkembang biak di
pemukiman urban di mana manusia merupakan hospes reservoir dari virus
Chikungunya yang dibawa oleh nyamuk tersebut (Suriptiastuti, 2007).
Meskipun penyakit ini tidak sampai menyebabkan kematian, tetapi penderita
dapat merasa sangat cemas oleh gejala-gejala yang terjadi. Infeksi virus
Cikungunya pada umumnya menimbulkan serangan mendadak dengan demam dan
nyeri sendi yang hebat pada daerah ekstremitas diikuti dengan kesulitan untuk
menggerakkan sendi tersebut sehingga penderita seringkali menafsirkan kelainan
sendi yang dialami itu sebagai kelumpuhan. Adanya manifestasi klinis berupa
perdarahan ringan khususnya pada kasus-kasus di daerah Asia Tenggara dan
subkontinen India di mana penyakit dengue endemis, infeksi Chikungunya tidak
jarang salah didiagnosis sebagai demam berdarah dengue (Suriptiastuti, 2007).
Sayangnya, belum didapatkan vaksin untuk penyakit ini dan pengobatan
spesifik juga belum ada sehingga sejauh ini pengobatan penyakit hanya ditujukan
terhadap gejala-gejalanya saja. Keprihatinan yang muncul berkaitan dengan
penyakit ini adalah kecepatan dari infeksi Cikungunya ini menyebar dan mengenai
banyak tempat di dunia (Suriptiastuti, 2007).

1.2 TUJUAN
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa itu Virus Chikungunya,
penyebaran dan penanggulangannya.

1.3 MANFAAT
a. Sebagai bahan informasi tentang penyakit Chikungunya itu sendiri kepada
pembaca.
b. Sebagai bahan masukan untuk mengetahui cara pencegahan yang tepat dalam
menangani masalah yang ditimbulkan dari penyakit Chikungunya.
c. Sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa lain dalam mengetahui kasus
mengenai penyakit Chikungunya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Chikungunya virus adalah genus alphavirus termasuk dalam family
Togaviridae dan merupakan re-emerging diseases yang sering menyebabkan
Kejadian Luar Biasa (KLB) di berbagai daerah di kawasan Asia termasuk
Indonesia. Penyakit chikungunya ditandai dengan demam disertai nyeri sendi yang
dominan. Virus chikungunya ditularkan oleh nyamuk terutama Aedes aegypti,
Aedes albopictus dan Mansoniasp (Sembiring, M.M & Subangkit, 2014).
Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Chikungunya (CHIK) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne
virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus,
famili Togaviridae (Ditjen PP&PL, 2012).
Chikungunya adalah penyakit virus yang disebabkan oleh arbovirus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes. pertama kali dalam bentuk wabah di Tanzania.
Nama ini berasal dari dialek makonde yang berarti membungkuk, menunjukkan
tampilan fisik pasien dengan gambaran klinis berat (WHO, 2008).
Demam Chikungunya (CHIK) adalah penyakit nyamuk yang disebabkan oleh
alphavirus, virus Chikungunya (CHIK). Penyakit ini ditularkan terutama oleh Ae.
aegypti dan Ae. albopictus, spesies yang sama yang terlibat dalam transmisi
demam berdarah (CDC, 2011).
Chikungunya adalah penyakit virus nyamuk yang menyebabkan gejala seperti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala dan hidung dan perdarahan gusi
(ECDC, 2015).

2.2 ETIOLOGI
Ada dua vektor utama Chikungunya, Aedes aegypti dan Ae. Albopictus
Kedua spesies nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh daerah tropis dengan Ae.
Albopictus juga hadir pada garis lintang yang lebih beriklim sedang. Mengingat
distribusi vektor di seluruh Amerika, seluruh wilayah rentan terhadap invasi virus
dan menyebar (CDC, 2011).
Menurut WHO, 2008 Virus Chikngunya termasuk family togaviridae dan
genus alphavirus yang terdiri atas genom RNA yang berpolaritas positif dengan
diameter kapsid 60-70nm diselimuti fosfolipid, dan sensitive diatas suhu 58°c.
a. Agent
Chikungunya disebabkan oleh virus chikv yang merupakan virus RNA beruntai
tunggal, labil panas dan sensitif terhadap suhu diatas 58°c dalam genus Alphavirus
dari Togaviridae, keluarga yang terdiri dari sejumlah virus yang ditularkan oleh
Arthropoda
b. Vector
Aedes aegypti adalah vektor umum bertanggung jawab untuk transmisi di
daerah perkotaan sedangkan Aedes albopictus telah terlibat di daerah pedesaan,
Nyamuk betina dewasa hidup di daerah sejuk dan teduh dalam factor mendukung
perkembangbiakan dan penularan serta gigitan pada siang hari
c. Reservoir
Reservoir yang mendukung perkembangbiakan dan penularan aedes aegypti
dan aedes albopictus seperti vas bunga, wadah penyimpan air, pendingin udara, dll
dan daerah seperti lokasi konstruksi, batok kelapa, pembangan limbah rumah
tangga (ban, plastik dan logam kaleng, dll) . (WHO, 2008)
Infeksi manusia diakibatkan oleh gigitan Aedes aegypti dan aedes albopictus
yang terinfeksi dengan transmisi manusia-nyamuk-manusia. Gigitan nyamuk yang
terinfeksi menyebabkan pengendapan virus Chikungunya (CHIK) di jaringan
subkutan yang mengakibatkan viremia. Respons demam menandakan replikasi
virus dengan pelepasan sitokin inflamasi. Pembekuan perivaskular limfositik dan
ekstravasasi eritrosit dari kapiler terlihat pada biopsi ruam kutaneous. Pada tahap
selanjutnya, keterlibatan ruang sendi sinovial menyebabkan radang sendi, Tidak
ada kerusakan tulang atau tulang rawan. CHIK juga dapat menyebabkan
manifestasi SSP dalam bentuk ensefalitis, encephalomyelitis dan neuritis optic
(NVBDCP, 2016).
Menurut Kafeel, 2011 dalam Fauzia, 2012, tahap infeksi sampai terjadi
chikungunya :
a. Tahap awal infeksi
Virus masuk ke tubuh manusia pada saat nyamuk betina aedes menghisap
darah dan bersamaan dengan masuknya virus tersebut kedalam tubuh manusia
b. Tahap infeksi seluler
Virus ke sitoplasma lalu ke inti seldan meletakkan materi genom. Setelah
melewati tahap seluler, virus masuk ke jaringan dan menginfeksi sel lain.
Menyebabkan virus berpoliferasi di dalam darah manusia selama 2-12 hari
dari gigitan nyamuk
c. Tahap nyamuk
Saat nyamuk menghisap darah manusia yang terinfeksi, virus akan segera
berpindah ke tubuh nyamuk dan bereplikasi dan bereproduksi serta bermigrasi
di kelenjar ludah nyamuk.

2.3 DIAGNOSIS
Hingga saat ini kepastian diagnosis penyakit cikungunya hanya dapat
dilakukan melalui uji laboratorium, namun munculnya penyakit harus dicurigai
saat terjadi penyakit epidemic dengan tiga karakteristik utama berupa demam,
ruam, dan nyeri pada persendian yang termasuk kasus suspect (Dinkes, 2015)
Penyebab utama kematian pada pasien chikungunya antara lain karena
dehidrasi berat, ketidak seimbangan elektrolit, dan hipoglikemia. Mayoritas pasien
akan pulih setelah masa infeksi berlalu namun 10-15% pasien akan tetap
merasakan nyeri dan kekakuan sendi yang kronis selama beberapa waktu.
Komplikasi bisa saja terjadi namun kasusnya jarang ditemukan, antaralain
gangguan perdarahan (epistaksis, perdarahan pada gastrointestinal bagian atas)
yang menyebabkan trombositopenia; komplikasi neurologis (meningo-ensefalitis,
paresis pada anggota badan, dan kesulitan berbicara dengan jelas); kemunduran
system kardiovaskuler; pneumonia dan kegagalan pernapasan; dan kematian
(Swaroop et al, 2007 dalam Fauzia, 2012)
Tiga jenis utama tes laboratorium digunakan untuk mendiagnosis
Chikungunya: isolasi virus, reverse chain (RT PCR), dan serologi. Pada kasus
chikungunya kronis dengan komplikasi meningitis, tes serologi yang di ambil
adalah cairan cerebrospinal, sedangkan akut dengan gejala umum dapat di ambil
lewat darah (CDC, 2011)
Chikungunya adalah penyakit yang biasanya tidak fatal dan kematian sangat
jarang terjadi. Dalam wabah Chikungunya dalam epidemi Pulau Reunion, ada 237
kasus kematian dengan angka kematian kasus 1/1000 kasus. Namun, tidak
diketahui pasti apakah kematian tersebut terkait langsung dengan Chikungunya
atau morbiditas yang ada sekarang memburuk dengan infeksi Chikungunya
(Jessaron L et al, 2006; Ledroms M et al, 2007). Infeksi Chikungunya dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat infeksi yang terjadi bersamaan
(NVBDCP. 2016)

2.4 GEJALA KLINIS


Gejala klinis yaitu berupa demam tinggi yang timbul mendadak di sertai
menggigil dan panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal. Sakit
persendian muncul sebelum demam hingga terkadang merasa lumpuh pada sendi
lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang. Nyeri otot dapat
terjadi pada otot bagian kepala dan daerah bahu kadang terjadi pembengkakkan
pada oto sekitar mata kaki. Bercak kemerahan atau ruam kulit pada hari pertama
demam umumnya pada hari ke 4-5 saat demam di daerah muka, badan, tangan, dan
kaki kadang terjadi perdarahan pada gusi. Sakit kepala gejala paling sering di
temui. Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi. Gejala lain
yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher
(Widjastuti, 2012)

2.5 EPIDEMOLOGI
2.5.1 Distribusi Menurut Orang
Chikungunya dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa,
laki-laki dan perempuan terutama di daerah endemis (Zulkoni.A, 2011).
2.5.2 Distribusi Menurut Tempat
Penyebaran penyakit chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis
demam berdarah dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering
berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit chikungunya. Saat ini hampir
seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB chikungunya
(Kemenkes RI, 2012). Demam chikungunya dijumpai terutama di daerah
tropis/subtropis dan sering menimbulkan epidemik. Chikungunya tersebar di
daerah yang berpenduduk padat seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di
Afrika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe, Kongo, Angola, Kenya, dan
Uganda. Negara selanjutnya yang terserang adalah Thailand pada tahun 1958,
Kamboja, Vietnam, Sri Lanka, dan India pada tahun 1964. Pada tahun 1973,
chikungunya dilaporkan menyerang di Philiphina dan Indonesia (Widoyono,
2008).
Dalam lima tahun terakhir (2001-2005), penyakit ini telah tersebar di 11
provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Profil Ditjen PP-PL Depkes
menyebutkan bahwa pada tahun 2004 dilaporkan kasus di 5 provinsi dengan
jumlah 1.266, pada tahun 2005 dilaporkan di 4 provinsi dengan 340 kasus, dan
pada tahun 2006 dilaporkan di 5 provinsi dengan 1.544 kasus, dan tidak pernah
dilaporkan adanya kematian. Dalam kurun waktu 2001-2007 sebanyak 13 provinsi
di Indonesia telah terjangkit penyakit chikungunya termasuk Jawa Tengah.
2.5.3 Distribusi Menurut Waktu
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang
tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya
(TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk, sehingga dapat menyebabkan
peningkatan penularan penyakit demam chikungunya (Kemenkes, 2012). Laju
penyebaran penyakit akan ditentukan oleh jenis populasi nyamuk. Semakin banyak
jenis nyamuk dan semakin tinggi populasinya, penyebaran penyakit ini akan
semakin cepat. Wabah penyakit chikungunya lebih mudah menyebar daripada
demam berdarah, dan gampang berkembang di satu daerah dengan cakupan luas,
baik daerah perkotaan maupun pedesaan. KLB sering terjadi pada awal dan akhir
musim hujan (Dantje T Sembel, 2009).
2.6 PATOFISIOLOGI
Demam Chikungunya mempunyai masa inkubasi (periode sejak digigit
nyamuk pembawa virus hingga menimbulkan gejala sekitar 2 hingga 4 hari. Pada
saat virus masuk ke dalam sel secara endositosis virus tersebut menuju sitoplasma
dan reticulumendoplasma. Di dalam sitoplasma terjadi proses sisntesis DNA dan
sisntsesis RNA virus, sedangkan di dalam reticulum endoplasma terjadi proses
sintesis protein virus. Setetah masa inkubasi tersebut virion matang di sel
endothelial di limfonodi, sumsum tulang, limfa dan sel kuffer, lalu virus tersebut
di keluarkan melewati sel membrane maka virus beredar dalam darah. Demam
chikungunya salah satunya dapat menginfekasi sel hati sehingga sel hati
mengalami degenerasi dan dapat menyebabkan nekrosis pada sel hati tersebut yang
akan mempengaruhi metabolisme pada sel hati yang mempengaruhi peningkatan
bilirubin sehingga seseorang yang mengalami demam ini biasanya terdapat ikterus.
Gejala yang paling menonjol pada kasus ini adalah nyeri pada setiap persendian
(poliarthralgia) terutama pada sendi lutut, pergelangan kaki dan tangan, serta
sendi-sendi tulang punggung. Radang sendi yang terjadi menyebabkan sendi susah
untuk digerakkan, bengkak dan berwarna kemerahan. Itulah sebabnya postur
tubuh penderita menjadi seperti membungkuk dengan jari-jari tangan dan kaki
menjadi tertekuk. Gejala lain adalah munculnya bintik-bintik kemerahan pada
sebagian kecil anggota badan, serta bercak-bercak merah gatal di daerah dada dan
perut. Muka penderita bisa menjadi kemerahan dan disertai rasa nyeri pada bagian
belakang bola mata. Meskipun gejala penyakit itu bisa berlangsung 3-10 hari
(kemudian sembuh dengan sendirinya), tetapi tidak dengan nyeri sendinya yang
bisa berlangsung berminggu-minggu bahkan berbulan- bulan.
PATHWAY

Gigitan Nyamuk Ages Masuk K’tubuh Menuju Setelah Masa Inkubasi


Agepti Retikulum Endoplasma dan Firion Matang di Sel
Sitoplasma dan mengalami
inkubasi
Virus dikeluarkan lewat
B’redar dalam darah sel membran

Kulit Hati Tulang Persendian

Keluar binti-bintik Nekrosis sel hati Nyeri Pada tulang


kemerahan dan gatal Persendian

Mempengaruhi metabolism
Resiko kerusakan pada sel hati
Integritas kulit Peradangan

Mempengaruhi peningkatan
bilirubun
Mengaktifgkan Sistem
kompleman
Resiko gangguan sel hati

Mempengaruhi Pusat
termolegulator
dihipotalamus
Nyri Susah bergerak dan
bengkak kemerahan
Resiko Infeksi pada sendi
Hipertermi
Ansietas Hambatan Mobilitas
Fisik
2.7 VAKSIN DAN PENGOBATAN
Hingga saat ini tidak ada pengobatan atau vaksin khusus untuk infeksi virus
chikungunya. Pengurangan risiko pajanan virus chikungunya hanya bias dilakukan
dengan langkah protektif untuk mencegah gigitan nyamuk yang telah terinfeksi
(Mittal et al, 2008).
Chikungunya termasuk “Self-Limiting Illness” atau penyakit yang bias
sembuh dengan sendirinya. Istirahat yang cukup mendukung kesembuhan pasien
selama masa akut infeksi berlangsung. Melakukan banyak gerakan dan
berolahraga ringan cenderung meningkatkan kekakuan dan arthralgia di pagi hari,
sedangkan berolahraga berat dapat memperburuk gejala rematik (Swaroop et al,
2007).
Pasien chikungunya hanya akan menerima pengobatan untuk meredakan
gejala dengan parasetamol, obat antiinflamasi non-steroid atau Nonsteroidal
Antiinflammatory Drugs (NSAIDs), dan analgesik, namun obat-obatan tersebut
dapat menimbulkan komplikasi iatrogenik seperti hepatotoksisitas dan perforasi
pencernaan. Untuk meredakan gejala arthritis dianjurkan melakukan fisioterapi
secara rutin. Terapi kortikosteroid dalam jangka pendek terkadang bisa diberikan
jika pemberian NSAIDs tidak efektif dan menimbulkan efek samping pada pasien.
Kondisi pasien akan meningkat drastis setelah melakukan terapi
kortikosteroid, namun terdapat kemungkinan kambuh setelah penghentian terapi
dan beberapa komplikasi mungkin terjadi setelah penggunaan steroid dalam jangka
waktu lama seperti nekrosis pada pinggul, osteoporosis, dan lainnya (Simon,
Vivier, & Parola, 2009).
2.8 HASIL PENELITIAN
BAB III
FAKTOR RESIKO

3.1 Faktor Penjamu


Hal yang perlu diperhatikan tentang host meliputi karakteristik (umur, jenis
kelamin, pekerjaan, dan kepadatan penduduk.
1. Umur
Perhitungan lama kehidupan dimana dihitung berdasarkan waktu
kelahiran hidup pertama hingga pada saat penelitian berlangsung. Hasil
penelitian Fatmi Yumantini (2008), responden yang berumur di atas atau
sama dengan median (37 tahun) berpeluang 2,1 kali untuk sakit
chikungunya.
2. Jenis Kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap chikungunya
dikaitkan dengan jenis kelamin. Hasil penelitian Fatmi Yumantini (2006),
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian chikungunya. Penyakit chikungunya dapat menyerang semua
jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
3. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang berhubungan dengan tingkat pendapatan seseorang,
dan seringkali berkaitan dengan lamanya beraktivitas di luar rumahnya.
Nyamuk Aedes memiliki tempat perindukan utama yaitu tempat-tempat
berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk dan
menggigit pada siang hari. Hasil penelitian Dyan Kunti (2011),
menunjukkan bahwa ada hubungan kejadian chikungunya dengan
pekerjaan, karena sebagian penderita chikungunya bekerja sebagai buruh
pabrik industri tekstil dan orang-orang beraktivitas tinggi yang lebih
cenderung bersinggungan dengan vektor penyebab chikungunya.
4. Kepadatan Penduduk
Daerah dimana kepadatan penduduknya tinggi mempunyai risiko untuk
terjadinya penularan chikungunya, karena jarak antara rumah
mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah yang lain.
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 m maksimal 100 m
secara pasif karena terbawa angin dari kendaraan, nyamuk ini dapat
berpindah lebih jauh di daerah tropis atau subtropis.
3.2 Faktor Penyebab Penyakit
Virus chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh
beberapa spesies nyamuk. Hasil uji hemaglutinasi inhibisi dan uji komplemen
fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus (“Group A” Arthropod borne viruses)
dan famili togaviridae. DBD disebabkan oleh “Group B” arthopoda-borne viruses
(flavivirus).
3.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam
menentukan terjadinya proses interaksi antara penjamu dengan unsur penyebab
dalam proses terjadinya penyakit. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik
dan lingkungan biologis.
1. Lingkungan Fisik berupa lingkungan fisik rumah meliputi pencahayaan,
suhu, kelembaban, dan ventilasi.
2. Lingkungan Biologis merupakan keberadaan virus chikungunya itu sendiri,
berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi agent tersebut
serta perkembangan vektor penyakit chikungunya yaitu Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang berfungsi sebagai reservoir atau sumber penyakit
atau penjamu antara.
BAB IV
METODE PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN

4.1 PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN


Menurut Pedoman Pengendalian Penyakit Chikungunya (Ditjen PP & PL,
2007), Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan program yang
dicanangkan pemerintah untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes sp. Yang
diisi dengan kegiatan memberantas jentik di tempat perkembangbiakan sehingga
penularan chikungunya dapat dicegah atau dibatasi wilayah penularannya.
Kegiatan PSN yang dilakukan antara lain:
a. Kimia
Kegiatan PSN secara kimiawi dengan menggunakan insektisida pembasmi
jentik (larvasida). Larvasidasi dilakukan dengan cara menaburkan bubuk
larvasida ke dalam wadah yang tidak dapat dibersihkan, dikuras, dan dianjurkan
untuk dilakukan di daerah yang kesulitan mendapat air. Wadah air yang telah
diberi larvasida hendaknya tidak dikuras selama 2-3 bulan. Kegiatan ini tepat
digunakan saat surveilans epidemiologi penyakit dan vektor menunjukkan
adanya periode berisiko tinggi dan lokasi yang diprediksi akan terjadi KLB
selanjutnya Larvasida yang biasa digunakan antara lain Temephos dan Insect
Growth Regulators.
b. Biologi
Pengendalian secara biologis ditujukan langsung terhadap jentik hanya
terbatas pada skala kecil, misanya dengan memelihara ikan pemakan jentik atau
menggunakan bakteri. Ikan yang biasa dipakai adalah ikan larvavorus
(Gambusia affinis, Poecilia reticulate, dan lainnya), sedangkan bakteri yang
efektif untuk mengendalikan jentik antara lain Bacillus thuringiensis serotipe
H-14 (Bt.H-14) dan Bacillus sphaericus (Bs).
c. Fisik
Kegiatan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur) merupakan salah satu
dari program PSN yang paling dikenal oleh masyarakat. Kegiatan tersebut
meliputi menguras dan/atau menutup tempat penampungan air, mengubur
barang-barang bekas yang dapat menampung air, mengganti air secara rutin di
tempat-tempat penampungan air, menaburkan bubuk larvasida di tempat sulit
dikuras, memasang kawat kasa di lubang angin di dalam rumah, menggunakan
kelambu, memakai obat yng dapat mencegah gigitan nyamuk, dan kegitan lain
yang bertujuan untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk.

Anda mungkin juga menyukai