Anda di halaman 1dari 3

PENYAKIT RE-EMERGING

Penyakit infeksi Re-emerging


Penyakit yang telah ada sebelumnya dan muncul kembali sehingga menyerang suatu populasi
namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam satu populasi
ataupun penyebarannya ke daerah geografis yang baru. Penyakit Re-emerging juga merupakan
penyakit yang terjadi karena adanya mutasi dari penyakit awal. penyakit yang pernah muncul di
masa lampau yang sudah mengalami penurunan tingkat kejadian, namun akhir-akhir ini
menunjukkan peningkatan insidensi, cakupan geografis atau cakupan dalam.
Kemunculan ‘re-emerging zoonoses’ dipicu Oleh iklim, habitat, faktor kepadatan populasi Yang
mempengaruhi induk semang, patogen Atau vektor. Seringkali menyebabkan Peningkatan
secara alamiah dan penurunan Aktivitas penyakit di suatu wilayah geografis Te an selama
berbagai periode waktu.
Dampak kerugian re-emerging antara lain gangguan kesehatan bagi masyarakat (kematian),
gangguan ekspor ternak dan produknya, penurunan produktivitas ternak dan manusia yang
tertular, kerugian ekonomi seperti penurunan perdagangan, beban biaya pengobatan,
penurunan wisatawan, serta gangguan ketentraman manusia.

(SEJARAH CHIKUNGUNYA)
Penyakit ini pertama sekali dicatat di Tanzania, Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda
tahun 1963. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pada tahun 1982,
Demam Chikungunya diindonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda, kemudian berjangkit
di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta (1983),Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor
(2001). Sebuah wabah Chikungunya ditemukan di Port Klang di Malaysia pada tahun 1999,
selanjutnya berkembang ke wilayah-wilayah lain. Awal 2001, kejadian luar biasa demam
Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober.
Setahun kemudian, demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa Barat), Purworejo dan
Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003 jumlah kasus Chikungunya
mencapai 3.918. dan tanpa kematian yang diakibatkan penyakit ini.

(PENDAHULUAN)

Chikungunya adalah penyakit akibat infeksi virus yang ditransmisikan melalui nyamuk. Gejala
chikungunya ditandai dengan demam tinggi yang mendadak dan poliartralgia, yang biasanya
menyerang pergelangan tangan dan kaki, serta sendi-sendi kecil. Chikungunya berkaitan
dengan kejadian wabah berulang pada kebanyakan negara tropis, termasuk Indonesia.
Chikungunya ditularkan melalui nyamuk yang berasal dari genus aedes, utamanya Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Kedua spesies nyamuk tersebut juga merupakan vektor
pada demam Dengue dan infeksi virus Zika.

(EPIDEMIOLOGI)
Data epidemiologi menunjukkan 75% populasi dunia berisiko terinfeksi chikungunya. Penyakit
ini sering menimbulkan wabah sejak kira-kira 20 tahun lalu. Indonesia merupakan salah satu
negara di Asia yang melaporkan terjadinya wabah chikungunya hampir setiap tahun.[1,10]

Indonesia
Data epidemiologi chikungunya di Indonesia dilaporkan pada tinjauan sistematis oleh
Harapan, et al. pada tahun 2019. Insidensi chikungunya dilaporkan antara 0,16–36,2 kasus per
100.000 orang-tahun. Median seroprevalensi antibodi imunoglobulin M (IgM) anti-CHIKV, baik
pada keadaan wabah atau bukan wabah, adalah 13,3%. Sedangkan median antibodi IgG, baik
pada keadaan wabah atau bukan wabah, adalah 18,5%.[14]

Mortalitas
Mortalitas chikungunya dilaporkan 10,6% dan ditemukan lebih banyak pada pasien berusia
lanjut, neonatus, pasien dengan komorbiditas, misalnya penyakit jantung, diabetes, dan
penyakit hati dan penyakit ginjal kronis, serta pada pengidap human immunodeficiency
virus (HIV).[5] Faktor risiko yang paling sering ditemukan yang berhubungan dengan mortalitas
tinggi dan infeksi berat adalah kelainan kardiovaskular, gangguan respirasi, dan gangguan
neurologis. Infeksi chikungunya berat dapat disertai dengan ensefalitis, miokarditis, hepatitis,
dan kegagalan multiorgan. Kerusakan neurologis, meskipun tidak sering dijumpai, dapat
menyebabkan kejang, gangguan kesadaranan, flaccid paralysis, dan kematian.

(PATOFISIOLOGI)

Patofisiologi chikungunya berhubungan dengan cara transmisi penyakit ini, yaitu siklus urban
yang menjelaskan transmisi antar manusia melalui nyamuk, dan siklus sylvatik yang
menjelaskan transmisi dari hewan ke nyamuk, lalu ke manusia. Selain itu, sistem imun, baik
bawaan maupun adaptif, turut berperan dalam kontrol replikasi virus, gejala, dan perjalanan
penyakit.[3,7]

Transmisi
Virus chikungunya ditransmisikan melalui dua siklus, urban dan sylvatik. Siklus urban adalah
transmisi virus dari manusia ke nyamuk ke manusia. Siklus sylvatik adalah transmisi dari
hewan ke nyamuk ke manusia, dan biasa ditemukan di Afrika.

Anamnesis pada chikungunya dapat berbeda-beda berdasarkan perjalanan penyakit, yaitu fase
akut, pascaakut, dan kronis. Pada fase akut.

(DIAGNOSIS)
Diagnosis chikungunya dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi, seperti enzyme-linked
immunosorbent assays (ELISA) untuk mendeteksi keberadaan IgM dan IgG anti-chikungunya
atau pemeriksaan molekular dengan polymerase chain reaction (PCR). Dugaan diagnosis
didasarkan pada gejala klinis chikungunya yang cukup khas, yaitu demam akut, disertai
poliartralgia yang sering menyerang pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan sendi-sendi
kecil.[5,6]

Karakteristik Virus Chikungunya


Virus chikungunya (CHIKV) merupakan Alphavirus yang tergabung dalam famili Togaviridae.
Virus ini merupakan virus ribonucleic acid (RNA) untai tunggal, dan berukuran sekitar 11,8 kb
dengan kapsid dan envelope dari fosfolipid. Terdapat 4 genotipe virus Chikungunya, antara
lain East-Central-South Africa, West Africa, Asian dan Indian Ocean Lineage.

Tata Laksana Suportif


Hingga saat ini, tidak ada antivirus yang direkomendasikan untuk chikungunya. Tata laksana
bersifat suportif dan sesuai gejala. Lakukan terapi untuk demam dan nyeri, serta terapi cairan
untuk menjaga status hidrasi pasien. Prosedur kontrol infeksi juga perlu diterapkan untuk
mencegah terjadinya infeksi iatrogenik pada pekerja di rumah sakit dan laboratorium.

(EDUKASI PASIEN)

Edukasi pasien chikungunya terutama diberikan tentang perawatan di rumah. Pasien harus
banyak beristirahat, menghindari kelelahan, dan memastikan kecukupan cairan. Pasien juga
perlu mewaspadai tanda-tanda bahaya, sehingga bisa bergegas memeriksakan diri ke fasilitas
kesehatan. Promosi kesehatan terutama difokuskan terhadap upaya pencegahan transmisi
chikungunya, yaitu dengan pemberantasan vektor dan mencegah gigitan nyamuk.

Anda mungkin juga menyukai