Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SURVEILAN

( CHIKUNGUNYA )

DOSEN : Bpk. BUDI ARIANTO

OLEH
KELOMPOK 14 :

Tiara Ramadhani ( P07133119035 )


Lutfi Akmalia ( P07133119016 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
JURUSAN D-III KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chikungunya adalah penyakit akibat infeksi virus yang ditransmisikan melalui


nyamuk, ditandai dengan demam tinggi mendadak dan polyathralgia. Chikungunya berkaitan
dengan kejadian wabah berulang pada kebanyakan negara tropis seperti Indonesia.

Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan oleh alphavirus yang
disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies nyamuk Aedes Aigepty. Chikungunya berasal
dari kata dalam bahasa Swahili yang berarti melengkung keatas berdasarkan gejala pada
penderita yang bentuk tubuhnya melengkuk dan mengacu pada posisi tubuh yang
melengkung akibat dari nyeri sendi. Nyamuk Aedes Aegypti ini merupakan perantara virus
chikungunya yang dapat menularkan dari satu penderita ke penderita lainnya.

Menurut data World Health Organization (WHO) didapatkan hasil bahwa pada bulan
November 2013 terdapat lima kasus chikungunya yang sudah terbukti dengan adanya ciri-ciri
seperti nyeri sendi dan badan terasa lemah. Kemudian pada tanggal 10 desember 2013
terdapat 20 kasus terinfeksi chikungunya (WHO, 2013). Data di tahun 2007 sampai tahun
2012 di beberapa provinsi di Indonesia terjadi kejadian luar biasa Chikungunya dengan
jumlah 149.526 kasus tanpa kematian, maka perlu untuk waspada terhadap penyakit ini
(Kemenkes, 2013).

Virus ini menyerang secara mendadak di daerah endemis. Masih banyak anggapan di
dalam masyakat bahwa demam chikungunya atau demam tulang ini sebagai penyakit yang
berbahaya sehingga membuat cemas dan menganggap bahwa penyakit ini dapat
mengakibatkan kelumpuhan. Pada saat virus ini berkembang biak didalam darah, penderita
akan merasa nyeri pada bagian tulang dan takut untuk menggerakkannya.

Chikungunya ditularkan melalui nyamuk yang berasal dari genus aedes,


utamanya Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Risiko seseorang menyebarkan virus ke
nyamuk adalah paling tinggi ketika berada dalam fase viremia.
Patofisiologi chikungunya hingga saat ini masih belum jelas. Orang yang terinfeksi
akan mengalami masa inkubasi selama 3-7 hari. Pada pemeriksaan laboratorium dapat
ditemukan lymphopenia, thrombositopenia, peningkatan kadar kreatinin, dan peningkatan
enzim transaminase hepar.

Gejala chikungunya umumnya akan membaik tanpa komplikasi setelah 7-10 hari.
Namun, dapat pula timbul komplikasi berupa uveitis, retinitis, myokarditis, hepatitis, nefritis,
lesi kulit bulosa, perdarahan, dan meningoensefalitis.

Terapi chikungunya hanya bersifat simtomatik dan belum ada terapi spesifik. Pasien
disarankan untuk beristirahat, diberikan terapi cairan, serta konsumsi analgesik untuk
meringankan gejala polyathralgia. Apabila terjadi nyeri sendi yang persisten, dapat diberikan
analgesik dan dilakukan fisioterapi.

BAB II

PEMBAHASAN

EPIDEMIOLOGI CHIKUNGUNYA

A. Agent

Virus chikungunya (CHIKV), suatu arthropoda borne virus (arbovirus) dari genus
Alphaviruses famili Togaviridae, yang pada umumnya disebarluaskan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.

B. Host

Virus Chikungunya (CHIKV) diyakini memiliki siklus sylvatic dan terdapat pada
monyet vervet, babon, monyet macaque, lemur dan tikus. Pada manusia, virus ini tidak
memiliki pengaruh khusus terhadap usia atau jenis kelamin tetapi tampak bahwa anak-anak,
orang tua dan keadaan immunocompromise merupakan yang paling mudah terpengaruh.

Gambar : Virus Chikungunya pada nyamuk

C. Environment

Spesies albopictus berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air, seperti


sekam kelapa, buah kakao, tunggul bambu, lubang pohon dan kolam batu, contoh lain seperti
ban kendaraan dan piring di bawah pot-pot tanaman. Habitat Nyamuk albopictus juga di
daerah pedesaan serta pinggiran kota dan taman kota teduh. Nyamuk aegypti lebih erat
hubungannya dengan tempat tinggal manusia karena nyamuk-nyamuk tersebut berkembang
biak pada tempat-tempat disekitar ruangan, seperti vas bunga, tempat penyimpanan air dan
bak kamar mandi, demikian juga dengan nyamuk albopictus.

D. Transmisi

Virus Chikungunya disebarkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi. Nyamuk


terinfeksi ketika mereka menggigit orang yang terinfeksi virus chikungunya. Nyamuk yang
terinfeksi kemudian dapat menyebarkan virus ke manusia lain ketika mereka menggigit.
Monyet, dan hewan liar lainnya, juga dapat berfungsi sebagai reservoir virus. Nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama virus chikungunya ke manusia Aedes
albopictus juga telah merupakan transmisi manusia dalam. Spesies ini menggigit pada siang
hari dengan aktivitas puncak pada pagi dan sore hari. Keduanya ditemukan menggigit luar
rumah namun Ae. aegypti juga akan siap menggigit dalam ruangan. Asia, Afrika, dan Eropa.
Berbagai spesies nyamuk yang tinggal di hutan di Afrika telah ditemukan terinfeksi dengan
virus.
Gambar : Transmisi penyakit chikungunya

Epidemiologi chikungunya cukup menjadi perhatian WHO karena penyakit ini


ditemukan di 60 negara di dunia dan sering menimbulkan outbreak.

Global
Berbagai kejadian epidemi telah dilaporkan di beberapa negara di Asia Selatan dan
Asia Tenggara. Strain yang berbeda dari virus chikungunya dengan siklus transmisi yang
bervariasi telah dilaporkan dari lokasi yang berbeda-beda. Varian Afrika dapat menetap
selama bertahun-tahun dengan kejadian wabah yang cukup sering terjadi akibat siklus
sylvatic yang dipertahankan antara kera dan nyamuk. Pada varian asia, epidemik
dipertahankan oleh siklus urban, dengan karakteristik inter-epidemic quiescence yang
panjang selama 10 tahun atau lebih.

Di mulai pada bulan Februari 2005, outbreak mayor terjadi pada pulau-pulau di


Samudera Hindia. Sejak tahun 2005, India, Indonesia, Myanmar, Maldives, dan Thailand
telah melaporkan lebih dari 1,9 juta kasus. Pada tahun 2013, dilaporkan adanya 2 kasus
terkonfirmasi laboratorium di Karibia, dan setelah itu terjadi outbreak transmisi
autochthonous di Benua Amerika. Hingga April 2015, tercatat lebih dari 1,3 juta kasus
suspek chikungunya di Karibia, negara Amerika Latin, dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2016, Pan American Health Organization (PAHO) mencatat 349.936
kasus suspek chikungunya, dan di antaranya terdapat 146.914 kasus yang terkonfirmasi
secara laboratorium.

Indonesia
Di Indonesia dilaporkan wabah Chikungunya pertama kali pada tahun 1982 di Jambi
dan Yogyakarta tahun 1983. Setelah sekitar 20 tahun menghilang, pada tahun 2001-2002
chikungunya timbul kembali dengan jumlah yang lebih besar. Wabah chikungunya
dilaporkan di Aceh, Sumatera Selatan, Bangka, Jawa Barat (Bogor, Karawang, Bekasi), Jawa
Tengah, Sulawesi Utara (Manado).

Mortalitas
Mortalitas chikungunya dilaporkan 10,6% dan ditemukan lebih banyak pada pasien
berusia lanjut. Faktor risiko yang paling sering ditemukan yang berhubungan dengan
mortalitas tinggi dan infeksi berat adalah kelainan kardiovaskular, gangguan respirasi, dan
gangguan neurologis. 

ETIOLOGI CHIKUNGUNYA

Etiologi chikungunya adalah virus chikungunya yang ditularkan melalui gigitan


nyamuk genus Aedes. Virus chikungunya merupakan alphavirus yang tergabung dalam famili
togaviridae. Virus ini merupakan virus RNA dan berukuran sekitar 11,8 kb dengan kapsid
dan envelope dari fosfolipid.

Evolusi Virus Chikungunya


Analisis filogenetika menemukan bahwa genom virus chikungunya tetap stabil selama
bertahun-tahun sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1952. Perbandingan antara dua jenis
strain virus chikungunya Asia  yang diisolasi selama 10 tahun menunjukkan 99,4% kesamaan
identitas. Kebanyakan strain awal yang diisolasi dari wabah yang terjadi di Reunion Island
mirip dengan kluster afrika timur-tengah-selatan. Strain yang diisolasi dari wabah tahun
2006-2007 menunjukkan mutasi alanin-valin pada posisi 226 di glikoprotein E1. Terdapatnya
alanin menunjukkan pertumbuhan dan replikasi yang dependen kolesterol dari virus
chikungunya pada beberapa spesies Aedes.
Temuan ini menimbulkan ketertarikan banyak peneliti dimana replikasi dan
pertumbuhan virus chikungunya dapat terjadi secara independen dari kolesterol. Temuan ini
didapat pada Aedes albopictus. Mutasi ini membuat virus ini menjadi kuat dan dapat
menginfeksi nyamuk lain yang secara umum memiliki kandungan kolesterol yang lebih
sedikit. Virus chikungunya tidak hanya terbatas pada daerah tropis tetapi juga dapat
ditemukan pada daerah beriklim sedang (Amerika, Eropa, China dan Jepang) dimana Aedes
albopictusbanyak ditemukan dan Aedes aegypti jarang ditemukan.).

MASA INKUBASI CHIKUNGUNYA

Masa inkubasi penyakit chikungunya berkisar antara 2-6 hari dan gejala baru muncul


pada hari ke-4 hingga hari ke-7 setelah digigit nyamuk Aedes.

PENULARAN CHIKUNGUNYA

Melalui gigitan nyamuk yang mengandung virus chikungunya Secara per inhalasi
terutama pada pekerja laboratorium yang bekerja dengan ceroboh, virusnya bisa terisap lalu
masuk ke dalam peredaran darah, berkembang biak dan tersebar ke seluruh tubuh
menimbulkan viremia.

GEJALA DAN TANDA-TANDA CHIKUNGUNYA

Pada beberapa kasus, chikungunya tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi,
umumnya penderita chikungunya mengalami gejala, seperti:

 Demam hingga 39 derajat Celsius


 Nyeri pada otot dan sendi
 Sendi bengkak
 Nyeri pada tulang
 Sakit kepala
 Muncul ruam di tubuh
 Lemas
 Mual
 Gejala yang paling parah dapat menyebabkan kelumpuhan

Gejala di atas biasanya timbul 3-7 hari setelah seseorang digigit nyamuk pembawa
virus. Pada umumnya, penderita akan membaik dalam seminggu. Tapi pada sebagian
penderita, nyeri sendi dapat berlangsung hingga berbulan-bulan. Walaupun tidak sampai
menyebabkan kematian, gejala chikungunya yang parah dapat
Menyebabkan kelumpuhan sementara.

PENGOBATAN CHIKUNGUNYA

Tidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan chikungunya, karena penderita


akan sembuh dengan sendirinya. Dalam banyak kasus, gejala akan mereda dalam seminggu.
Meski demikian, nyeri sendi dapat berlangsung hingga beberapa bulan.

Dokter akan meresepkan obat antiradang atau obat flu tulang, seperti paracetamol atau
ibuprofen guna meredakan nyeri sendi dan demam. Di samping itu, pasien juga akan
disarankan banyak minum dan istirahat yang cukup.

Perlu diketahui, jangan menggunakan aspirin atau obat antiinflamasi nonsteroid


(OAINS) sebelum dokter memastikan gejala yang dialami bukan gejala demam berdarah. Hal
tersebut untuk mencegah terjadinya perdarahan. Bila Anda sedang menjalani pengobatan
untuk kondisi lain, sebaiknya berkonsultasi dahulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat
lain.

PENCEGAHAN CHIKUNGUNYA

Pencegahan chikungunya sama seperti pencegahan penyakit lain yang disebabkan


oleh gigitan nyamuk. Cara yang utama adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) dengan tindakan 3M Plus. 3M yang dimaksud meliputi:

 Menutup rapat tempat penyimpanan air.


 Menguras tempat penampungan air.
 Mengubur barang bekas yang bisa menampung air.

Sedangkan tindakan Plus (tambahan) yang dapat dilakukan untuk membantu, yaitu:

 Menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air.


 Memasang kawat anti-nyamuk di ventilasi rumah.
 Menggunakan kelambu saat tidur.
 Menanam tumbuhan pengusir nyamuk.
 Menghentikan kebiasaan menggantung pakaian.
 Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah

Di samping sejumlah langkah di atas, Anda dapat melakukan beberapa langkah


pencegahan tambahan, terutama bila hendak bepergian ke daerah endemik chikungunya,
antara lain:

 Menggunakan losion anti-nyamuk dengan kandungan N,N-


diethylmetatolumide (DEET) secara rutin. Bila Anda mengenakan tabir surya,
oleskan losion setelah tabir surya.
 Menggunakan obat nyamuk bakar yang diletakkan di luar untuk membantu
mengusir nyamuk.
 Mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang setiap waktu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2004. Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman


Epidemiologi Penyakit). Jakarta: Ditjen PPM dan PL Depkes RI.
2. Eppy. 2008. Demam Chikungunya. Medicinus. Vol. 21. No. 2. April-Juni 2008:24
3. Abraham AM, Sridharan G. 2007. Chikungunya virus infection – a resurgent
scourge. Indian J Med Res 126. December 2007 : 502-504.
4. Bambang H, Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Siti H. 2005.
Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Indonesia Tahun 2001-
2003. Jakarta: BPPK Depkes RI.
5. Depkes. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Ditjen P2PL Depkes RI.
6. Depkes. 2007. Pedoman Pengendalian Penyakit Chikungunya. Jakarta: Ditjen
P2PL Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai