Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini. Penulis juga berterima kasih
kepada dosen pembimbing karena berkat dorongan dosen sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul CHIKUNGUNYA.
Penulis juga sadar mungkin makalah ini masih memiliki berbagai kekurangan, baik dari
segi isi, susunan maupun pemakaian bahasa. Kritik dan saran dari berbagai pihak kami terima
dengan senang hati untuk perbaikan makalah ini.Mohon maaf atas segala penulisan dan segala
kekurangannya, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Manado, April 2012
Penulis
RINGKASAN MATERI

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi
tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). penyakit yang ditandai dengan
demam mendadak, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan
serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala
lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada
konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadangkadang disertai dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena
penyakit ini (Suharto, 2007). Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan
ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam
berdarah dengue. Meski masih bersaudara dengan demam berdarah, penyakit ini tidak
mematikan. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C.
Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A. africanus. A.
aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya karena hidup
dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia. A. aegypti
adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).
Nyamuk ini berkembang biak di dalam air bersih dan tempat tempat gelap yang lembab, baik
di dalam maupun di dekat rumah. Tempat yang sering dijadikan sarang untuk bertelur adalah
drum, batok kelapa, kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ember, vas bunga, tangki air tempat
penampungan air pada lemari es, ban-ban bekas dan botol-botol kosong serta salah satu yang lain
adalah talang atap rumah yang tergenang sisa air hujan (Depkes RI, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit Chikungunyah :


1)

Pemberdayaan Masyarakat

2)

Pelacakan Kasus oleh Dinas Kesehatan

3)

Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas dari Penyakit Chikungunya

Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya, didasarkan atas
pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai penularan penyakit demam
Chikungunya yaitu:
a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti virus.
b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain
c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.
d. Immunisasi terhadap orang sehat.
e. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.
Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan lingkungan ataupun
chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk mencapai tujuan ini di
perlukan usaha yang terus menerus secara berkesinambungan. Hasil yang diharapkan memang
tidak tampak dengan segera.
Pelacakan kasus oleh dinas kesehatan setiap kali ditemukan adanya penderita chikungunya
dengan pelaksanaan kegiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus,
sehingga kemungkinan penyebarluasan chikungunya dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah.Ikut
serta bersama masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pemberantasan
terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging) dengan insektisida.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular
cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta
perilaku hidup masyarakat.Terlebih dalam kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung,
tentu saja kejadian kasus penyakit menular ini memerlukan penanganan yang lebih vital,
profesional dan berkualitas (MDG, keenam). Manusia sangat erat hubungannya dengan

lingkungan, karena lingkungan merupakan daya dukung manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa lingkungan
sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau wabah.Chikungunya misalnya,
penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, yang vektor penular penyakitnya sama dengan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangan telah dikenal oleh masyarakat secara luas
(Depkes RI, 2007). Penyakit ini ditandai oleh gejala flu, sakit tulang belakang, sakit pada
persendian, arthtritis pada sendi-sendi di tangan dan tungkai. Penderita mengeluh tidak dapat
bangun atau berjalan.Pada penderita ada yang sembuh dalam beberapa hari, dan ada pula yang
sakit sampai berbulan-bulan. Penyakit Chikungunya tidak menyebabkankematian, akan tetapi
dapat mengganggu aktivitas manusia. Penyakit Chikungunya ini dapat juga menyatu dengan
penyakit Demam Berdarah ataupun dengan penyakit Demam Kuning yang mematikan (Sembel,
2008).Pada tahun 1960-an virus chikungunya merupakan suatu penyakit yang biasa menyerang
bagian Tenggara Asia. Thaikruea et.al. (1997) melaporkan bahwa virus Chikungunya pertamatama didiagnosis di Thailand pada 1960. Sesudah terjadi ledakan di India, Srilanka, Burma dan
Thailand akhirnya menghilang di daerah-daerah tersebut. Namun, pada tahun 1982-1985 terjadi
ledakan-ledakan lokal dan kasus-kasus sporadik di Burma, Thailand, dan Filiphina (Sembel,
2008).Penyakit chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang
keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Sejak tahun 1779 di
Batavia (Jakarta), telah dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip Chikungunya yang
dikenal dengan nama penyakit Knuckle Fever, di Kairo (1779) Knee Trouble, di Calcuta, Madras
dan Gujarat (1824) Scarletina Rhematica. Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian maka pada
tahun 2001 mulai dilaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) chikungunya di Indonesia yaitu
di Aceh, Sumatera Selatan,Jawa Barat. Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya
KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Jawa Barat dan Sulawesi Utara.Pada awalnya
terjadi kebingungan untuk membedakan DEN (Dengue) dengan Chik (Chikungunya), tetapi
sejak dapat dilakukan isolasi virus maka kedua penyakit ini dapat dibedakan, demikian juga
gejala klinisnya yaitu Chikungunya lebih dominan pada nyeri di sendi-sendi.Demam
Chikungunya banyak dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan epidemi dalam interval
tertentu (10-20 tahun). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam Chikungunya
antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan populasi nyamuk
penular karena banyak tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan
seperti saat ini (Depkes, 2009).
Dewasa ini banyak sekali permasalahan yang menyangkut tentang kesehatan, terutama di negara
kita Indonesia. Masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia sekarang ini adalah tentang
kurangnya pemeliharaan kesehatan yang efisien oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang terkena penyakit, karena dari kurangnya
memperhatikan kesehatan masyarakat di lingkungan mereka sendiri secara tidak langsung
mereka juga tidak memperhatikan masalah kesehatan tempat tinggal mereka. Demam
Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah dengue, dan
campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam Chikungunya.
Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah sering terjadi,
terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan demam Chikungunya,
maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat lainnya, harus terbebas
dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter sekitarnya.

Tak ada cara lain untuk mencegah demam chikungunya kecuali mencegah gigitan nyamuk serta
memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M (menutup,menguras dan mengubur
barang bekas yang bisa menampung air) atau menaburkan bubuk abate pada penampungan air
sebagaimana mencegah demam berdarah.Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini pertama dideskripsikan
pada tahun 1955 oleh Marion Robinsoni dan W.H.R Lumsden diikuti oleh kejadian KLB tahun
1952 di Makonde, Plateau, daerah sepanjang Tanganyika and Mozambique.seperti halnya
penyakit malaria dan DBD, penyakit infeksi ini kebanyakan menjadi endemic di Negara India,
khususnya India bagian tengah dan selatan (Kamath at all, 2006).Sebagai masyarakat Indonesia
kita dituntut unuk lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihan lingkungan disekitar kita, agar
tidak lagi terjadi kejadian luar biasa (KLB).
1.2.Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit chikungunyah di Kota
Manado.
1.3.Tujuan Penulisan
Ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit chikungunyah
di Kota Manado.
1.4.Manfaat Penulisan

Sebagai bahan masukan kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


menurunnya penyakit Chikungunyah.

Sebagai bahan informasi kepada Pemerintah tentang upaya preventif menurunkan angka
penyakit menular akibat chikungunya

Sebagai bahan informasi tentang penyakit Chikungunya itu sendiri kepada pembaca.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.Pengertian Demam Chikungunya


Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi
tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). penyakit yang ditandai dengan
demam mendadak, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan
serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala
lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada

konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadangkadang disertai dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena
penyakit ini (Suharto, 2007). Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan
ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam
berdarah dengue. Meski masih bersaudara dengan demam berdarah, penyakit ini tidak
mematikan. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat C.
Sekitar 200-300 tahun lalu virus chikungunya (CHIK) merupakan virus pada hewan primata
ditengah hutan atau savana di afrika. Satwa primata yang dinilai seba
gai pelestari virus
adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) diantara
satwa primata dilakukan oleh nyamuk aedes sp (Ae africanus,Aeluteocephalus,Ae opok,Ae
furciper,Ae taylori,Ae cordelierri). Pembuktiab ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus
baru berhasil dilakukan ketika terjadi wabah di tanzania 1952-1953.baik virus maupun
penyakitnya kemudian diberi nama sesuai bahasa setempat (swahili), berdasarkan gejala pada
penderita,maka hadirlah chikungunya yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau
melengkung.Setelah beberapa lama, perangai virus chikungunya yang semula bersiklus dari
satwa primata-nyamuk-satwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak
semua virus asal hewan dapat berubah siklusnya seperti itu. Di daerah pemukiman sklus virus
chikungunya dibantu oleh nyamuk Aedes Aegypti.Tidak diketahui pasti bagaimana virus tersebut
menyebar antarnegara. Mengingat penyebaran virus antarnegara relatif pelan, kemungkinan
penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk.
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok (Thailand) dan
Vellore,Madras (India) menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 30 tahun.
Satu gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat
ringan sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor
(nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk.
2.2.Etiologi dan Patogenesis
Virus Chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam famili Togaviridae. Strain Asia
merupakan genotipe yang berbeda dengan yang dari Afrika. Virus Chikungunya disebut juga
Arbovirus A Chikungunya Type, CHIK, CK. Virions mengandung satu molekul single stranded
RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions dibungkus oleh lipid membran;
pleomorfik; spherikal; dengan diameter 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan
glycoprotein spikes (terdiri atas 2 virus protein membentuk heterodimer). Necleocapsids
isometric; dengan diameter 40 nm (Suharto, 2007).
2.2.1.Nyamuk Penular Demam Chikungunya
Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A. africanus. A.
aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya karena hidup
dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia. A. aegypti
adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).

Nyamuk ini berkembang biak di dalam air bersih dan tempat tempat gelap yang lembab, baik
di dalam maupun di dekat rumah. Tempat yang sering dijadikan sarang untuk bertelur adalah
drum, batok kelapa, kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ember, vas bunga, tangki air tempat
penampungan air pada lemari es, ban-ban bekas dan botol-botol kosong serta salah satu yang lain
adalah talang atap rumah yang tergenang sisa air hujan (Depkes RI, 2003).
Nyamuk A.aegypti berukuran kecil dibanding nyamuk lain. Ukuran badan 3-4 mm, berwarna
hitam dengan hiasan bintik-bintik putih di badannya dan pada kakinya warna putih melingkar.
Nyamuk dapat hidup berbulan-bulan, nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia makan
buah.Hanya nyamuk betina yang menggigit, yang diperlukan untuk membuat telur. Telur
nyamuk Aedes diletakkan induknya menyebar, berbeda dengan nyamuk lain yang dikeluarkan
berkelompok.Nyamuk bertelur di air bersih, telur menjadi pupa beberapa minggu. Nyamuk
Aedes bila terbang hampir tidak berbunyi, sehingga manusia yang diserang tidak mengetahui
kehadirannya.Menyerang dari bawah atau dari belakang,terbang sangat cepat.Telur nyamuk
Aedes dapat bertahan lama dalam kekeringan (dapat > 1 tahun). Virus dapat masuk dari nyamuk
ke telur;nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan
vektor chikungunya (CHIK) virus alphavirus, beberapa nyamuk resisten terhadap CHIK virus
namun sebagian susceptibility. Ternyata susceptibility gene berada di kromoson 3.Vektor
chikungunya di asia adalah aedes aegypti, aedes albopictus.
v Bionomik Vektor
Bionomik vektor sangat penting diketahui karena berhubungan dengan tindakan-tindakan
dalam pencegahan dan pemberantasannya yang berhubungan dengan tempat perindukan,
kebiasaan menggigit, tempat istirahat, jarak terbang dan siklus hidup.
v Tempat Perindukan (Breeding Place)
Tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air didalam dan diluar
sekitar rumah. Nyamuk aedes aegypti tidak berkembang biak di genangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperlakuan sehari-hari seperti drum, tengki reservoir,
tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain- lain.
2. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga,
perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
a) Tempat minum hewan piaraan
Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempattempat minum hewan piaraan yang
dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah maupun
di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang
lain.

b) Barang barang bekas


Barangbarang bekas yang dimaksud adalah barangbarang yang sudah tidak terpakai yang
dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar rumah responden. Barang barang
tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas, dll.
c) Vas bunga
Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di dalam rumah
responden yang memungkinkan nyamuk A. aegypti berkembangbiak di dalam vas bunga
tersebut.
d) Perangkap semut
Perangkap semut yang dimaksud adalah tempat perangkap semut yang berisi air yang biasanya
diletakkan dibawah kaki meja untuk mencegah semutsemut naik keatas meja yang berisi
makanan yang terletak di dalam rumah responden.
e) Penampungan air dispenser
Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air yang menyatu
dengan dispenser yang terletak dibawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam
wadah/galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden.
f) Pot tanaman air
Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot pot berisi air yang digunakan sebagai media
tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar rumah responden.
3. Tempat penampungan air ilmiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa,
talang penampungan air hujan (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).
v Kebiasaan Menggigit (Feeding Habit)
Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai darah manusia daripada binatang (antropofilik).
Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh nyamuk jantan sehingga
menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk
menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu
tersebut satu siklus gonotropik. Nyamuk ini aktif pada siang hari dan menggigit di dalam dan
diluar rumah.Mempunyai dua puncak aktifitas dalam mencari mangsa yaitu mulai pagi hari dan
petang hari yaitu antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00.
v Tempat Istirahat (Resting Place)

Tempat yang disukai nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat
yang gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk aedes aegypti biasanya hinggap didalam rumah
pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian.
v Jarak Terbang (Flight Habit)
Pergerakan nyamuk aedes aegypti dari tempat perindukan ketempat mencari mangsa dan
tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk aedes aegypti betina adalah ratarata 40-100 m. Namun secara pasif karena angin dapat terbang sejauh 2 km.
v Siklus Hidup Nyamuk
Siklus hidup nyamuk aedes aegypti mengalami metamorfosa sempurna dengan tahap telur,
larva,pupa dan dewasa.

Telur

Nyamuk aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian
dalam tempat-tempat yang berisi air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat
air yang dipilih adalah tempat air didalam rumah dan dekat. Telur aedes aegypti berwarna hitam
seperti sarang tawon, telur diletakkan satu persatu di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi
didalam rumah dan bangunan, termasuk dikamar tidur,kamar mandi, kamar kecil maupun dapur.
Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam dilingkungan yang hangat dan
lembab.Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama
(lebih dari 1 tahun).Telur akan menetas pada waktu yang sama, kapasitas telur untuk menjalani
masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies selama kondisi iklim
buruk.

Larva

Telur yang tidak menetas karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai membentuk larva yang
dilapisi kista dapat bertahan lebih dari setahun berbentuk oval dan berwarna putih.Larva aedes
aegypti menempel dipermukaan dinding vartikel sampai pada waktu menetas. Perkembangan
larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada sarang.Pada kondisi
yang optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk
dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari termasuk 2 hari untuk masa menjadi pupa,
sedangkan pada suhu yang rendah membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk
dewasa.Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat ditemukan di lubang pohon, pangkal
daun dan tampurung kelapa. Selain di tempat alami larva dapat juga ditemukan pada kendi air,
kaleng, pot bunga, botol, tempat penampung air terbuat dari logam dan kayu, ban (Suroso, 2003).
Pada daerah yang panas dan kering, tangki air diatas, tangki penyimpanan air di tanah dan septic
tank bisa menjadi tempat habitat larva yang utama dan pada wilayah yang persediaan airnya
tidak teratur, penghuni menyimpan air untuk kegunaan rumah tangga sehingga memperbanyak
jumlah habitat yang ada untuk larva (Suroso, 2003).

Pupa

Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala dada lebih besar
dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Pada bagian
punggung (dorsal) dada terdapat alat pernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat
sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang
dan bulu pada ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya
lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dedengan bidang
permukaan air (Soegeng, 2006).

Nyamuk Dewasa

Nyamuk Aedes larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan disepanjang tahun di semua kota di
Indonesia sesaat setelah menjadi dewasa akan kawin dengan nyamuk betina yang sudah dibuahi
dan akan menghisap darah dalam waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang
esensial untuk mematangkan telur (Depkes RI, 2004).
2.3. Gejala Demam Chikungunya
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan
linu dipersendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal,
ngilu, juga timbul rasasakit pada tulang tulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang
atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit
perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain
melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti.
Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara
mendadak penderitaakan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula
istilah demam lima hari. Pada anak kecildimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan.
Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Matabiasanya merah disertai tanda-tanda seperti
flu. Sering dijumpai anak kejang demam.Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti
rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang
dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan
sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada
umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali
dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada
Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.
Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri sendi
mungkin masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan (Suharto, 2007). Gejala demam
Chikungunya mirip dengan demam berdarah dengue yaitu demam tinggi, menggigil, sakit
kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik bintik merah di kulit
terutama badan dan lengan. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak
ada perdarahan hebat, renjatan (syok) maupun kematian. Nyeri sendi ini terutama mengenai
sendi lutut, pergelangan kaki serta persendian jari tangan dan kaki.
Sakit sendi (artralgia atau artritis; sendi tangan dan kaki) sering menjadi keluhan utama pasien.
Keluhan sakit sendi kadang kadang masih terasa dalam 1 bulan setelah demam hilang (Suharto,

2007). Kennedy dan Feyt melaporkan terjadinya acute dan chronic arthritis akibat infeksi
Chikungunya. Acute arthritis bila dijumpai terasa sekali dan tidak tertahankan, dan selanjutnya
keluhan nyeri sendi, kaku, dan pembengkakan, dapat bertahan 4 bulan. Dilaporkan angka 12 %
yang mengalami infeksi virus Chikungunya terjadi keluhan sendi kronis. Untuk itu dicoba
pemberian chloroquin phospat. Pernah dilaporkan terjadi kerusakan sendi yang dikaitkan dengan
infeksi Chikungunya (Suharto, 2007).
2.4.Diagnosis Pasti dan Pengobatan
Diagnosis pasti pada penyakit Chikungunya bila terdapat salah satu hal berikut, yaitu :
1. Pemeriksaan Titer antibodi naik 4 kali lipat
2. Isolasi virus
3. Deteksi virus dengan PCR.
Tidak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Dianjurkan istirahat untuk
mengurangi keluhan akut. Exercise berat dapat mengkambuhkan gejala sendi. Belum ada obat
spesifik untuk membunuh virus penyebab penyakit; pasien yang merasa sakit Chikungunya dapat
minum penghilang sakit (analgetika), misalnya parasetamol, namun hindari pemakaian aspirin.
Pasien perlu istirahat, minum banyak air, dan memeriksa diri ke dokter (Suharto, 2007).
2.5. Prognosis
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan kejadian kematian,
keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus
chikungunya, 87,9% sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort;
2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6% mempunyai
keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi (Suharto,2007).
2.6. Ekologi Vektor
Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dan
lingkungannya. Menurut John Gordon terjangkitnya suatu penyakit disebabkan oleh lebih dari
satu faktor (multiple causal). Faktor-faktor tersebut adalah agent,pejamu (host), lingkungan
(environment).Berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan bahwa terjangkitnya suatu insiden
chikungunya disebabkan oleh faktor-faktor dibawah ini:
1. A.

Faktor Agent

Adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent dalam
penyebaran penyakit chikungunya adalah virus chik.
1. B.

Faktor Pejamu

Adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit chikungunya. Dalam penularan
penyakit chikungunya faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku seperti peran serta dalam
kegiatan pemberantasan vektor di masyarakat dan mobilitas penduduk yang tinggi memudahkan
penyebar luasan chikungunya dari suatu tempat ke tempat lain.
1. C.

Faktor Lingkungan

Adalah segala sesuatu yang berada di luar agent dan pejamu antara lain lingkungan fisik dan
lingkungan biologi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan Chikungunya terutama
adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan
kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah
merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat. Lingkungan fisik yaitu seperti
ketinggian tempat, curah hujan,temperatur dan kelembaban.

Variasi musiman

Pola berjangkit virus chikungunya tidak jauh berbeda dengan virus dengue yaitu dipengaruhi
oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28 o-32oC) dengan kelembaban yang
tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.Di Indonesia
karena suhu udara dan kelembaban tidak sama disetiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda di setiap tempat.
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak
tersisi,mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas pada waktu singkat akan menetas.
Selain itu pada musim hujan banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang terisi air
hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini. Karena itu pada musim
penghujan populasi nyamuk aedes aegypti meningkat.
Dengan bertambahnya populasi nyamuk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
peningkatan virus chikungunya.Faktor lain yang menyebabkan peningkatan dan penyebaran
kasus chikungunya sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang
tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis dan peningkatan sarana transportasi (Depkes RI, 2004).

Ketinggian tempat

Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk.Wilayah dengan ketinggian di


atas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk aedes aegypti karena ketinggian
tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk.

Curah hujan

Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban
udara. Temperatur dan kelembaban selama musim hujan sangat kondusif untuk kelangsungan
hidup nyamuk yang terinfeksi (Suroso, 2003).

Temperatur

Virus Chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya endemik di daerah tropis
dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan
nyamuk adalah 25C 27C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kering dari 10 C
atau lebih dari 40C (Suroso, 2003).
2.7. Keberadaan Jentik
A. Survei Jentik
Pada Survei Entomologi chikungunya dan DBD ada 5 Kegiatan Pokok, yaitu : pengumpulan data
terkait, survei telur, survei jentik atau larva, survei nyamuk, dan survei lain-lain (Depkes RI,
2002). Yang mengamati perilaku dari berbagai lingkungan, vektor, cara-cara pemberantasan
vektor dan cara-cara menilai hasil pemberantasan vektor. Survei jentik dapat dilakukan dengan
cara :

Metode Single Larva

Pada setiap kontainer yang ditemukan ada jentik, maka satu ekor jentik akan diambil dengan
cidukan (gayung plastik) atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel untuk
pemeriksaan spesies jentik dan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya. Jentik yang diambil
ditempatkan dalam botol kecil/vial bottle dan diberi label sesuai dengan nomor tim survei, nomor
lembar formulir berdasarkan 1 nomor rumah yang di survei dan nomor kontainer dalam formulir.

Metode Visual

Hanya dilihat dan dicatat ada tidaknya jentik didalam kontainer tidak dilakukan pengambilan dan
pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan pada survei lanjutan untuk memonitor indekindek jentik atau menilai PSN yang dilakukan (Depkes RI, 2002). Tiga indeks yang biasa dipakai
untuk memantau tingkat gangguan A. aegypti, yaitu:
1. House Index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkit larva/ jentik.
HI = (Jumlah rumah yang terjangkit) : (Jumlah rumah yang diperiksa)100
2. Container index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkit larva atau jentik.
CI = (Jumlah penampung yang positif) : (Jumlah penampung yang diperiksa)100
3. Breteau index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah
yang diperiksa.
BI = (Jumlah penampung yang positif) : (Jumlah rumah yang diperiksa) 100

B. Vektor Nyamuk Aedes aegypti


Virus chik ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk aedes dari sub
genus stegomyia.Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk aedes yang bisa menularkan virus chik yaitu:
A. aegypti, A. albopictus dan A. scutellaris (Depkes RI, 2002). Dari ketiga jenis nyamuk tersebut
A. aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit Chikungunya. Nyamuk ini banyak
ditemukan di dalam rumah atau bangunan dan tempat perindukanya juga lebih banyak terdapat
di dalam rumah. Keberadaan jentik berhubungan dengan keberadaan vektor nyamuk A. aegypti
juga, oleh karena itu untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk A. aegypti di suatu lokasi
dapat dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak. Survei nyamuk dilakukan
dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing masing
selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan
aspirator.
Indek indek nyamuk yang di gunakan adalah:
Biting/landing rate = (Jumlah A.aegypti betina yang tertangkap umpan orang ) : (Jumlah
penangkapan jumlah jam penangkapan)
Re sting / rumah = (Jumlah A.aegypti betina pada penangkapan nyamuk hinggap) : (Jumlah
rumah yang dilakukan penangkapan )
2.8.Paradigma Kesehatan Lingkungan
Hubungan interaktif antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang
memiliki potensi bahaya penyakit juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Proses kejadian
satu penyakit dapat pula disebut sebagai patogenesis penyakit. Tiap penyakit memiliki
patogenesis sendiri-sendiri. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan
pada titik mana atau di simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa memahami
patogenesis atau proses kejadian penyakit, kita tidak dapat melakukan pencegahan (Achmadi,
2008). Dinamika perubahan-perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi
menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat dapat digambarkan mulai dari sumber
perubahan (munculnya komponen dengan memiliki potensi bahaya tersebut), dinamika dan
kinetika komponen tersebut dalam lingkungan disekitar manusia (ambient), interaksi manusia
proses fisiologis dan patologis, hingga komponen tersebut tidak lagi menimbulkan bahaya
kesehatan masyarakat (Achmadi, 2008).
Adapun Teori Simpul dari timbulnya demam Chikungunya tersebut sebagai berikut :
1.penderita demam chikungunya

2.vektor yaitu nyamuk A.aegypti

3.adanya virus chik dalam darah penderita

4. sakit/sehat

variabel lain yang berpengaruh

Dengan mengacu pada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis dapat diuraikan
ke dalam 4 simpul yakni :
a. Simpul 1, kita sebut sebagai sumber penyakit. Dan dalam hal ini sumber penyakit yaitu orang
yang menderita demam Chikungunya.
b. Simpul 2, yaitu komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit yang dapat
memindahkan agent penyakit. Dalam hal ini yang memindahkan agent yaitu nyamuk A. Aegypti
sebagai vektor penular.
c. Simpul 3, penduduk yang dalam darahnya terdapat virus Chik karena telah tertular dari
orang lain melalui vektor yaitu nyamuk.
d. Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi dengan
komponen lingkungan tersebut yang telah mengandung agent penyakit (Achmadi, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.Faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya angka penyakit Chikungunyah


1). Pemberdayaan Masyarakat
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
chikungunya merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit
chikungunya.Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat maka upaya-upaya
komunikasi,informasi,edukasi, dan berbagai upaya penyuluhan lainnya dilaksanakan secara
intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana.
Masyarakat berperan juga dalam pemberantasan vektor yang merupakan upaya paling penting
dalam memutuskan rantai penularan dalam rangka mencegah dan memberantas penyakit
chikungunya muncul di masa yang akan datang.Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut
antara lain masyarakat berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan
gerakan serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Seperti diketahui nyamuk Aedes
aegipty/aedes albopictus adalah nyamuk domestik yang hidup sangat dekat dengan pemukiman.
Sehingga upaya pemberantasan dan pencegahan penyebaran penyakit chikungunya adalah
upaya yang diarahkan untuk menghilangkan tempat perindukan (breeding places) nyamuk
Aedes aegypti/aedes albopictus yang ada dalam lingkungan permukiman penduduk. Dengan
demikian gerakan PSN dengan 3M Plus yaitu menguras tempat-tempat penampungan air
minimal seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh jentik
nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk Aedes
aegypti tidak bisa bertelur di tempat itu, mengubur/membuang pada tempatnya barang-barang
bekas seperti ban bekas, kaleng bekas yang dapat menampung air hujan. Berbagai gerakan

yang ada di masyarakat seperti Gerakan Disiplin Nasional (GDN), Gerakan Jumat pagi bersih
lingkungan (yang dikenal di manado Jumpa Berlian), Adipura, Kota Sehat dan gerakan-gerakan
lain serupa harus digalakkan terus untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Jika ini dilakukan maka selain penyakit chikungunya maka penyakit-penyakit lain yang
berbasis lingkungan seperti leptospirosis, diare,DBD, dan lain-lain akan ikut terberantas
ibaratkan sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.
2). Pelacakan Kasus oleh Dinas Kesehatan
Setiap diketahui adanya penderita chikungunya, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus, sehingga kemungkinan
penyebarluasan chikungunya dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah.Ikut serta bersama
masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).Tujuannya adalah
mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan chikungunya dapat dicegah dan
dikurangi. Keberhasilan PSN diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau
sama dengan 95% diharapkan penularan chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.Serta
melaksanakan pemeriksaan jentik berkala yaitu pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau
petugas pemantau jentik (jumantik). Melakukan pencarian dan pengobatan secara intensif
terhadap penderita, selain mengobati dan menyembuhkan penderita yang juga merupakan
upaya pokok untuk menghilangkan sumber penularan dengan cara pemutusan mata rantai
penularan. Dalam satu wilayah kabupaten dapat dilakukan secara intensif dengan memperluas
jangkauan pelayanan, seperti pemberdayaan tenaga semi-profesional,pelaksanaan penyuluhan
lewat komunikasi,informasi dan edukasi kepada masyarakat.
3). Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas dari Penyakit Chikungunya
Upaya pemberantasan penyakit chikungunya tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan
saja,peran sektor terkait pemberantasan penyakit chikungunya sangat menetukan. Oleh sebab
itu, maka identifikasi stakeholders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial,merupakan
langkah awal dalam menggalang, meningkatkan, dan mewujudkan kemitraan. Jaringan
kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala, guna memadukan berbagai sumber daya
yang tersedia di masing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai
tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.
3.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya
Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya, didasarkan atas
pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai penularan penyakit
demam Chikungunya yaitu:
a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti virus.
b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain
c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.

d. Immunisasi terhadap orang sehat.


e. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.
Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan lingkungan ataupun
chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk mencapai tujuan ini di
perlukan usaha yang terus menerus secara berkesinambungan. Hasil yang diharapkan
memang tidak tampak dengan segera.
1. a.

Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging) dengan
insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap di benda-benda
tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada
pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes RI, 2002). Insektisida
yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya malathion dan
feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan karbamat. Alat
yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume(ULV), karena
penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu (Suroso,
2003). Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi penularan virus
Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung virus Chikungunya
(nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan insektisida ini dalam
waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan
pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso, 2003).
1. b.

Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang


Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik.
1. Cara kimia
Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida pembasmi
jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan adalah
temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu sendok
makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah granula (sand
granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan (Depkes RI, 2004
dan Soedarmo, 1988).
1. Cara Biologi
Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti memelihara ikan
pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan ikan lega. Selain itu
dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan pertumbuhan larva (Depkes
RI, 2004).

1. Cara Fisik
Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau memusnahkan
barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan, menguras tempat
penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat penampungan air, dan
menelungkupkan barang barang yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk A. aegypti
(Depkes RI, 2004).
Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran serta
masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan motivasi
kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik nyamuk
berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 1992).
3.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk
Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:
1. Penyemprotan massal Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber penyebarluasan
penyakit ke wilayah lain. Kejadian luar biasa/wabah demam Chikungunya sering kali
dimulai dari peningkatan jumlah kasus demam Chikungunya di wilayah lain. Biasanya di
desa/kelurahan ini, pada tahun-tahun berikutnya akan terjadi kasus demam Chikungunya.
Oleh karena itu penularan penyakit di wilayah ini deperlukan segera dibatasi dengan
penyemprotan insektisida dan diikuti PSN oleh masyarakat untuk membasmi jentik-jentik
penular demam Chikungunya. Penyemprotan ini dilaksanakan sebelum musim penularan
penyakit demam Chikungunya di desa rawan agar sebelum terjadi puncak penularan virus
Chikungunya, populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB
dapat dicegah (Depkes RI, 2004).
2. Pemantauan Jentik Berkala (PJB) Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat
penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui
adanya jentik nyamuk yang dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur
sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk
penular penyakit demam Chikungunya.
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di
rumah dan di tempat tempat umum dengan melaksanakan PSN meliputi:
a. Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau menutupnya
rapat-rapat.
b. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.
c. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).
d. Memelihara ikan dan cara-cara lain untuk membasmi jentik (Soedarmo, 1988).

BAB IV
PENUTUP
4.1.KESIMPULAN

Chikungunya berasal dari bahasa Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang
berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up), mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) yang disertai ruam
(kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah
nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah
bening di bagian leher, mual, muntah dan kadang-kadang disertai dengan gatal pada ruam.

Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A. africanus.
A. aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya karena hidup
dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia. A. aegypti
adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).

Virus Chikungunya disebut juga Arbovirus A Chikungunya Type, CHIK, CK. Virions
mengandung satu molekul single stranded RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan.

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti
dengan linu dipersendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa
pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasasakit pada tulang tulang, ada yang menamainya sebagai
demam tulang atau flu tulang.

Diagnosis pasti pada penyakit Chikungunya bila terdapat salah satu hal berikut, yaitu :

1. Pemeriksaan Titer antibodi naik 4 kali lipat


2. Isolasi virus
3. Deteksi virus dengan PCR.

Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan kejadian kematian,
keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus
chikungunya, 87,9% sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort;
2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan 5,6% mempunyai
keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi (Suharto,2007).

Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat berperan secara
aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan serentak Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN). Berbagai gerakan yang ada di masyarakat seperti Gerakan Disiplin Nasional
(GDN), Gerakan Jumat pagi bersih lingkungan (yang dikenal di manado Jumpa Berlian),

Adipura, Kota Sehat dan gerakan-gerakan lain serupa harus digalakkan terus untuk
membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Pelacakan kasus oleh dinas kesehatan setiap kali ditemukan adanya penderita
chikungunya dengan pelaksanaan kegiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan
Penanggulangan Fokus, sehingga kemungkinan penyebarluasan chikungunya dapat dibatasi
dan KLB dapat dicegah.Ikut serta bersama masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan
(fogging) dengan insektisida.
4.2.SARAN

Diharapakan masyarakat dapat lebih meningkatkan perhatian terhadap kebersihan


lingkungan demi peningkatan derajat kesehatan yang optimal.

Diharapkan masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap penularan


chikungunya dengan cara melaksanakan 3 M plus.

Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kewaspadaan dini terhadap virus


chikungunya guna pencegahan penyebaran penyakit chikungunya di masyarakat dengan
melaksanakan penyuluhan-penyuluhan lewat komunikasi,informasi dan edukasi ,serta
pemantauan wilayah endemis untuk terjadinya penyebaran virus chikungunya.
DAFTAR PUSTAKA

Demam Chikungunya 2.1.1


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23166//Chapter%20II.pd diakses pada
tgl 7/4/2012

Indonesia merupakan etd.eprints.ums.ac.id/16086/2/BAB_I.pdf diakses


pada tgl 7/4/2012

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/03/chikungunya.html diakses pada tgl


7/4/2012

pengertian chikungunya Blognya Ummu Kautsar


ummukautsar.wordpress.com/tag/pengertian-chikungunya diakses pada tgl 9/4/2012

Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit


kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah diakses pada tgl 11/4/2012

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945//Chapter%20II.pdf diakses pada tgl
10/4/2012

ANALISIS FAKTORlib.unnes.ac.id/7989/4/8571.pdf diakses pada tgl 10/4/2012


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/4/Chapter%20IIchikungunya.pdf
diakses pada tgl 10/04/2012

Makalah Chikungunya | Pengertian | Makalah | Kesehatan kesmasunsoed.blogspot.com/2010/06/chikungunya.htm diakses pada tgl 10/4/2012

Anda mungkin juga menyukai