PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut
(Ginanjar, 2008).
Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang
terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang
berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya
nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk
telah tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita melakukan antisipasi
adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan
sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya
pengendalian secara kimiawi.
Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut
nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris
tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif.
Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang
dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena
nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan
oleh manusia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah
tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Hal ini
disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan
Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal
sebanyak 54 orang.
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun
telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta
429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo,
2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil
dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan
manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan
pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain
1
disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan
memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti
adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah
dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk,
pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas
sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk.
Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya
pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah
Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD
tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan
berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk
DBD.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit demam berdarah dengue dengan pencegahannya?
2. Bagaimana ukuran frekuensi terjadinya penyakit demam berdarah dengue?
3. Bagaimana public health surveillance terhadap penyakit demam berdarah dengue?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep penyakit demam berdarah dengan
pencegahanya
2. Untuk mengetahui ukuran frekuensi terjadinya demam berdarah dengue
3. Untuk mengetahui bagaimana public health surveillance terhadap penyakit demam
berdarah dengue.
D. Manfaat
1. Bagi Pembaca
Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana konsep penyakit demam berdarah dengan
pemberantasanya, dan bagaimana ukuran frekuensi terjadinya penyakit demam berdarah,
serta bagaimana public health surveillance terhadap penyakit demam berdarah dengue.
2. Bagi Mahasiswa
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam memahami konsep penyakit demam
berdarah dengue.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya DBD
DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, dan disebarkan oleh
artropoda. Vektor utama DBD ialah Aedes aegypti di daerah perkotaan dan Aedes albopictus
di daerah pedesaan. Nyamuk ini dapat menyebarkan virus dengue setelah sebelumnya
menggigit dan menghisap darah manusia yang sedang menderita DBD. Berdasarkan laporan
yang ada, virus ini juga dapat ditularkan transovarial sehingga telur- telur nyamuk ini
terinfeksi oleh virus dengue. Virus ini berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk selama
kurang dari 8-10 hari terutama di dalam kelenjar air ludahnya. Saat nyamuk menggigit
manusia, virus ini akan ditularkan dan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Masa
inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari dan orang yang terinfeksi tersebut dapat menderita
demam berdarah dengue (Dinkes, 2006).
Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk dalam kelompok B
Airthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, Famili
Flaviviradae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4
(Departemen Kesehatan RI, 2003). Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat. Virus Dengue ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti (Kristina, dkk, 2004).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue,
antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host
yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu
kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban,
musim), Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi
penduduk). Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4
jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua
tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada
daerah geografi dan serotipe virusnya.
1. Agent Infeksius
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B
Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang
terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-masing saling
berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini
telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling
sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN
3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.
2. Vektor Penular
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vector penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes
4
aegyptimerupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah
pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
4) Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding
penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur diatas permukaan air pada dinding
vertikal bagian dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari
sinar matahari langsung, dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut
6
diletakkan satu persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air,
pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.
b. Lingkungan Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna
yaitu telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di
dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari
setelah telur terendam air. Telur dapat bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila
tidak terendam air, dan apabila musim penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka
telur akan terendam kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari.
Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3
bulan.
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat
istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk betina biasanya 40-100
meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat
berpindah lebih jauh.
c. Variasi Musiman
Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada musim
kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan
menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah
yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes
aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegyptiterus meningkat.
Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
peningkatan penularan penyakit dengue.
7
F. Epidemiologi Penyakit DBD
1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak
pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan
proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang
tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan
untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis
baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu
daerah.
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah
penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun
pada wabah wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda
meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun,
proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984
3. Pencegahan Primer
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan
upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit.
4. Surveilans Vektor
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi,
kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang
berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang
dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor.
Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan
pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau
memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu
8
dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap
tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
5. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes
aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu :
1) Pengendalian Cara Kimiawi
Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau
larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor,
karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk
penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan
terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk
sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan
abatisasi.
2) Pengendalian Hayati / Biologik
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan dengan
menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau
vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan
pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus
(Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis
golongancacingnematodaseperti Romanomarmisiyengari dan
Romanomarmis culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.
3) Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah
nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan
ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar
tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.
6. Surveilans Kasus
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif. Di
beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Meskipun sistem surveilans pasif
tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun sistem inin berguna untuk
memantau kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang. Pada surveilans pasif setiap
unit pelayanan kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter
praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan setiap penderita termasuk tersangka DBD ke
dinas kesehatan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Surveilans aktif adalah yang
bertujuan memantau penyebaran dengue di dalam masyarakat sehingga mampu mengatakan
kejadian, dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, untuk
mencapai tujuan tersebut sistem ini harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang
baik. Surveilans seperti ini pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki
kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.
9
terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya
pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan
lingkungan serta prilaku sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera.
Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah
3M, yaitu :
a. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan
minimal sekali dalam seminggu.
b. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat
diterobos oleh nyamuk dewasa.
c. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.
8. Pencegahan Sekunder
Pada pencegahan sekunder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan Penderita
Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas
kesehatan dan masyarakat dengan cara :
1) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan
pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obat
penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau
unit pelayanan kesehatan.
2) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan
segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada
Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan
penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah
disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.
1) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar
biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan
cara penanggulangan seperlunya.
10
penurunan yang sama sebanyak 20 penderota dan yang terakhir di desa Lengkenant
penurunan tidak terlalu siknifikan hanya sebanyak 8 penderita dapat dilihat Tabel 1.2.
30 28
27
25
20 20
20
15
10
10 8
0
2009 2010
Tabel 1.2. Jumlah Penderita DBD per Desa di Kecamatan Sepauk papada Tahun 2009 - 2010
Jumlah Penderita Jumlah Penderita Meninggal
No. Desa
Tahun 2009 Tahun 2010
0
1 Nanga Sepauk 27 20
1
2 Tanjung Hulu 28 20
0
3 Lengkenat 10 8
Jumlah 65 48
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat satu korban meninggal di wilayah kerja
puskesmas sepauk dimana pada data tersebut KLB terjadi di Desa Tanjung Hulu.
11
Tabel 1.3.
perempuan
49% laki - laki
51%
Berdasarkan tabel 1.3. jumlah jiwa pada kecamatan Sepauk dimana jumlah lali-laki bebih
banyak dibandingkan jumlah perempun yang mungkin bisa terkena wabah DBD mengingat
para laki-laki ini lebih banyak melakukan pekerjaan di luar rumah dan di pasar-pasar.
12
Hasil penyelidikan epidemiologi akan menentukan langkah selanjutnya dalam
pemberantasan penyakit DBD. Dinas Kesehatan akan melakukan tindakan seperti fogging
atau tidak fogging, dan pokja DBD serta masyarakat melakukan PSN-DBD dengan gerakan 3
M. Tindakan penanggulangan KLB dilakukan bersama kegiatan penyelidikan epidemiologi,
penggerakan PSN DBD dengan abatisasi, fogging focus dan fogging massal.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut
(Ginanjar, 2008).
Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit
kepala berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam Demam
Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian
bawah, badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.
Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah-
muntah/ diare.
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan
upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat menjadi sakit.
B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui konsep
penyakit demam berdarah dengue dan dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Pembaca sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga
setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan
lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.
14
Daftar Pustaka
15