Oleh :
Vannia Amelinda Mentiri
N 111 19 061
Pembimbing :
dr. Winarti Arifuddin, Sp.PD
HALAMAN JUDUL
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
LEMBAR PENGESAHAN
1. Epidemiologi
Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun
1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai Negara[7]
Indonesia merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka
pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan Negara-negara lain di Asia
Tenggara.4 Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak
tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun[8]
Sejak DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada
tahun 1968, angka kesakitan DBD menunjukkan kecenderungan
peningkatan dari tahun ke tahun dan wilayah penyebarannya pun semakin
luas hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Pada tahun 2014, DBD
berjangkit di 433 kabupaten/kota dengan angka kesakitan sebesar 39,83
per 100.000 penduduk, namun angka kematian akibat DBD dalam satu
dekade terakhir dapat ditekan sampai dibawah 1%[9]
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang rawan
terjangkit penyakit ini, hal ini dapat dilihat dari angka kejadian kasus
demam berdarah dengue yang terjadi dari tahun ketahun terus meningkat.
Data kasus DBD lima tahun terakhir di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah menujukkan bahwa jumlah kasus DBD tertinggi dilaporkan pada
tahun 2012 mencapai angka 2.265 kasus dengan 22 angka kematian (IR =
85,23/100.000 penduduk dan CFR = 0,97 %). Kemudian di tahun
berikutnya jumlah kasus menurun dan menunjukkan kenaikan pada tahun
2016. Kota Palu merupakan wilayah dengan angka kasus tertinggi dari 13
DBD kabupaten/kota dengan angka 1.051 kasus dengan angka kematian
(IR = dua 287,65/100.000 pddk dan CFR = 0,57%) pada tahun 2012. Pada
tahun-tahun berikutnya angka kejadian dapat diturunkan sampai pada
tahun 2015 dengan jumlah 650 kasus dengan tiga angka kematian (IR =
168,50/100.000 pddk dan CFR = 0,46%). Namun pada tahun 2016 sampai
pada bulan Agustus, jumlah kasus mencapai 529 kasus dan angka dua
kematian (IR = 137,13/100.000 pddk dan CFR = 0,38%). Begitupula
dengan 12 kabupaten lainnya jumlah kejadian DBD mengalami
peningkatan. 10 Peningkatan kasus DBD yang terjadi di Provinsi
Sulawesi Tengah dilaporkan karena terjadinya KLB di beberapa
kabupaten[9]
2. Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4
serotype virus yaitu ;
1. Dengue 1 (DEN 1)
2. Dengue 2 (DEN 2)
3. Dengue 3 (DEN 3)
4. Dengue 4 (DEN 4)
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3.
Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype
virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat[3]
3. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti. Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar
liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation
period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan
dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul[3]
4. Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Setelah masuk dalam
tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial
yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain
anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang
muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer
antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang
telah ada jadi meningkat Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan
di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama
sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar
IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik
antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada
infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang
pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis. infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi
IgG dan IgM yang cepat. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang
memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal
antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi
akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui
aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya
terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama,
tetapi apabila terjadi antibodi nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu
replikasi virus, keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus
yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah difagosit
oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen
presenting cell (APC) yang membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari mayor histocompatibility complex (MHC) [10]
5. Patogenesis
Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ
RES seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah virus
akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus masuk ke dalam sel
maka dengan bantuan organelorganel sel genom virus akan memulai
membentuk komponen-komponen strukturalnya.setelah berkembang biak
di dalam sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel. Diagnosis
pasti dengan uji serologis pada infeksi virus dengue sulit dilakukan karena
semua flavivirus memiliki epitope pada selubung protein yang
menghasilkan “cross reaction” atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe
virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe tersebut,
tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotipe virus yang lain. Virion
dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari protein C (capsid), M (membran)
dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein pre-membran atau
preM.Glikoprotein E merupakan epitope penting karena: mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai
aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi fisiologis antara lain untuk fusi
membran dan perakitan virion. Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis
komplemen, Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan
Antibodi Dependent Enhancement. Secara invivo antibodi terhadap virus
DEN berperan dalam 2 hal yaitu:
a. Antbodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi infeksi virus.
b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan
DSS[11]
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi perdarahan seperti epistaksis, perdarahan ginggiva,
perdarahan saluran cerna, dan hematuria diperkirakan berhubungan erat
dengan trombositopenia, vaskulopati, dan koagulopati. Perdarahan dapat
terjadi sendiri atau merupakan bagian dari gangguan kaskade pembekuan
yang kompleks seperti disseminata intravascular coagullation (DIC).
Beratnya perdarahan bervariasi mulai dari tempat suntikan atau tempat
pengambilan darah sampai yang umum seperti ptekie, purpura, ekhimosis,
perdarahan usus, hemoptosis atau bahkan multiple organ dysfunction
(MOD) [12]
7. Diagnosis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis
klinis dan kriteria diagnosis laboratoris. Pasien dengan penyakit DBD
umumnya disertai dengan tanda-tanda Demam 2-7 hari yang berlangsung
secara terus-menerus disertai pusing, mual dan muntah. Pada pemeriksaan
Rumpel Leede(+) atau adanya ptekie. Hasil dari pemeriksaan penunjang
yaitu pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil yaitu penurunan dari
jumlah trombosit, dan hematokrit mengalami peningkatan[13] Gambaran
klinis penderita dengue terdiri atas tiga fase, yaitu fase demam (febris),
fase kritis, dan fase pemulihan. Fase kritis, yang berlangsung selama 24-48
jam, merupakan fase yang sangat perlu diperhatikan, karena adanya
kebocoran plasma yang dapat mengarah ke gangguan peredaran darah[14]
9. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia
b. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination InhibitionTest=
HI test). Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis
yang paling sering dipakai dan digunakan sebagai baku
emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan
uji serologis ini tidak dapat menunjukan tipe virus
yang menginfeksi
Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali
(48 tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi
seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen
empat kali lipatdari titer serum akut atau konvalesen
dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent
dengue infection )
c. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)8Pada tahun
terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak
sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui
kandungan IgM dalam serumpasien. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
Pada perjalanan penyakit hari 4 –5 virus dengue, akan
timbul IgM yang diikuti oleh IgG
Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara
cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat
Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal
ini perlu diulang.d.Apabila hari ke 6 IgM masih negatif,
maka dilaporkan sebagai negatif.
IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 –3 bulan
setelah adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji
IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu
uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu –satunya uji
diagnostik untuk pengelolaan kasus
Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit
dibawah uji HI, dengan kelebihan uji mac elisa
hanya memerlukan satu serum akutsaja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI.
d. Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi
molekular, diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan
dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase
Polymerase Chai Reaction (RTPCR). Cara ini merupakan
cara diagnosis yang sangat sensitifdan spesifik terhadap
serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan
mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen
yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan
nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi
virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan
spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam
darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR[8]
10. Penatalaksanaan
Pemberian terapi pengobatan yang optimal pada penderita
DBD dapat menurunkan jumlah kasus dan kematian. Pengobatan DBD
pada dasarnya bersifat suportif dan simptomatik. Pengobatan suportif
berupa pengobatan dengan pemberian cairan pengganti seperti cairan
intavena yaitu pemberian cairan kristaloid isotonic merupakan pilihan
untuk menggantikan volume plasma yang keluar dari pembuluh
darah. Pada terapi DBD derajat I dan II jenis cairan yang diberikan
ialah kristaloid berupa RL/Asering/NaCl 0,9% dan untuk DBD derajat
III dan IV diberikan koloid tunggal seperti gelofusin/gelofundin, plasma
darah atau bila syok tetap terjadi diberikan kombinasi kristaloid dan
koloid[11]
Pengobatan simptomatik yakni berupa pemberian antipiretik misalnya
parasetamol bila suhu >38,5°C. Hingga saat ini belum ditemukan terapi
utama seperti vaksin untuk menangani penyakit yang disebabkan oleh
virus dengueini. Terapi antibiotik dapat diberikan dalam pengobatan
DBD jika terdapat infeksi sekunder yang disebabkan oleh adanya
translokasi bakteri dari saluran cerna dan hal ini terjadi pada
penderita DSS (Dengue Syok Syndrome)[11]
11. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
A. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut
antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh:
Menguras bak mandi/penampungan air- sekurang-
kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum burung
seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan- air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di
sekitar
rumah- dan lain sebagainya.
B. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14)
C. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan
fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam,
dan lain-lain.
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :. Pasien datang dengan keluhan demam
disertai pusing sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual di
rasakan ketika pasien sedang berdiri di ikuti muntah (air). Pasien juga
mengeluhkan gusi berdarah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Gusi berdarah
dirasakan ketika pasien sedang menggosok gigi. Batuk(-), Nyeri uluhati(-),
BAB dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit Terdahulu :-
Kepala :
Wajah : Simetris
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Mata :
Konjungtiva : Anemis -/-, hiperemis -/-
Sklera : Ikterus -/-, hiperemis -/-
Palpebral : Hiperemis -/-
Pupil : Isokor +/+
Mulut : Lidah kotor (-), sianosis (-), perdarahan gusi (+)
Leher :
Kelenjar GB : Tidak Ada Pembesaran
Tiroid : Tidak Ada Pembesaran
JVP : Tidak Ada Peningkatan
Massa lain : Tidak ditemukan
Dada :
Paru-paru :
Inspeksi : Statis: simetris kanan = kiri dinamis: simetris kanan = kiri.
Retraksi dinding dada (+).
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Vesicular +/+, wheezing -/-, Rh -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : SIC IV linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-)
Perut :
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegaly(-)
Anggota Gerak :
Atas : Akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral hangat +/+, edema -/-
3.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan demam disertai pusing sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Mual di rasakan ketika pasien sedang berdiri
di ikuti muntah (air). Pasien juga mengeluhkan gusi berdarah 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Gusi berdarah dirasakan ketika pasien sedang menggosok
gigi. Vital sign = TD : 100/60 mmHg, nadi : 92x/menit, respirasi : 20x/menit
dan suhu : 38,3°C. Pada pemeriksaan rumple leed di dapatkan ptekie.
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 28 tpm
Paracetamol tab 500mg 3x1
Radiologi : -
EKG :-
PEMERIKSAAN LAIN : -
3.9 Diagnosis akhir : Demam Berdarah Dengue
Prognosis : Ad vitam : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN