Anda di halaman 1dari 23

REFERAT Agustus 2020

“DEMAM BERDARAH DENGUE”

Oleh :
Vannia Amelinda Mentiri
N 111 19 061

Pembimbing :
dr. Winarti Arifuddin, Sp.PD

HALAMAN JUDUL
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD UNDATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Vannia Amelinda Mentiri


NIM : N 111 19 061
Judul referat : Demam Berdarah Dengue

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, Agustus 2020


Pembimbing

dr.Winarti Arifuddin, Sp.PD


BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam
berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga
mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian
serta penyebarannya sangat cepat[1] Demam Berdarah Dengue merupakan salah
satu penyakit menular yang sering meresahkan masyarakat karena kematian
yang terjadi secara tiba-tiba. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan Aedes sp
betina yang mengandung virus dengue dalam tubuhnya. Virus dengue biasanya
dibawa oleh nyamuk Ae.Aegypti dan Ae.albopictusse-bagai vektor. Populasi
nyamuk Ae.Aegypti umumnya lebih dominan di perkotaan sedangkan Ae.
Albopictus di pedesaan[2]
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Seluruh
wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam
berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah
tersebar luas di perumahan penduduk maupun di tempat-tempat umum diseluruh
Indonesia kecuali tempat-tempat di atas ketinggian 100 meter dpl [3] Pendekatan
surveilans dan epidemiologis menunjukkan bahwa upaya pencegahan dari sektor
hulu telah menjadi prioritas yang harus dimaksimalkan[4] Demam berdarah telah
muncul sebagai ancaman kesehatan masyarakat dengan distribusi yang melimpah
di daerah tropis dan subtropis, dengan perkiraan kejadian 50 juta kasus di seluruh
dunia setiap tahunnya[5]
World Health Organization (WHO) melaporkan angka kematian di beberapa
negara karena penyakit demam berdarah mencapai 1%, di daerah perkotaan di
India, Indonesia, dan Myanmar mencapai 3% –5%. Di Indonesia, wabah penyakit
dengue > 35% dari populasi tinggal di daerah perkotaan[5] Case Fatality Rate
(CFR) DBD di Indonesia pada tahun 2012 adalah 0,86% dan menurun pada 2013
(CFR = 0,77%). Namun, kasus DBD meningkat lagi pada tahun 2014 (CFR =
0,90%). Itu bahkan lebih tinggi daripada tahun 2012. Salah satu provinsi di
Indonesia, dengan peningkatan kasus DBD dan menjadi wabah pada 2015 adalah
Kalimantan Selatan[6]
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Epidemiologi
Penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun
1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai Negara[7]
Indonesia merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka
pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan Negara-negara lain di Asia
Tenggara.4 Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak
tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun[8]
Sejak DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada
tahun 1968, angka kesakitan DBD menunjukkan kecenderungan
peningkatan dari tahun ke tahun dan wilayah penyebarannya pun semakin
luas hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Pada tahun 2014, DBD
berjangkit di 433 kabupaten/kota dengan angka kesakitan sebesar 39,83
per 100.000 penduduk, namun angka kematian akibat DBD dalam satu
dekade terakhir dapat ditekan sampai dibawah 1%[9]
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang rawan
terjangkit penyakit ini, hal ini dapat dilihat dari angka kejadian kasus
demam berdarah dengue yang terjadi dari tahun ketahun terus meningkat.
Data kasus DBD lima tahun terakhir di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah menujukkan bahwa jumlah kasus DBD tertinggi dilaporkan pada
tahun 2012 mencapai angka 2.265 kasus dengan 22 angka kematian (IR =
85,23/100.000 penduduk dan CFR = 0,97 %). Kemudian di tahun
berikutnya jumlah kasus menurun dan menunjukkan kenaikan pada tahun
2016. Kota Palu merupakan wilayah dengan angka kasus tertinggi dari 13
DBD kabupaten/kota dengan angka 1.051 kasus dengan angka kematian
(IR = dua 287,65/100.000 pddk dan CFR = 0,57%) pada tahun 2012. Pada
tahun-tahun berikutnya angka kejadian dapat diturunkan sampai pada
tahun 2015 dengan jumlah 650 kasus dengan tiga angka kematian (IR =
168,50/100.000 pddk dan CFR = 0,46%). Namun pada tahun 2016 sampai
pada bulan Agustus, jumlah kasus mencapai 529 kasus dan angka dua
kematian (IR = 137,13/100.000 pddk dan CFR = 0,38%). Begitupula
dengan 12 kabupaten lainnya jumlah kejadian DBD mengalami
peningkatan. 10 Peningkatan kasus DBD yang terjadi di Provinsi
Sulawesi Tengah dilaporkan karena terjadinya KLB di beberapa
kabupaten[9]

2. Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4
serotype virus yaitu ;
1. Dengue 1 (DEN 1)
2. Dengue 2 (DEN 2)
3. Dengue 3 (DEN 3)
4. Dengue 4 (DEN 4)
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3.
Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype
virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat[3]

3. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti. Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar
liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation
period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan
dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul[3]

4. Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Setelah masuk dalam
tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial
yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain
anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang
muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer
antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang
telah ada jadi meningkat Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan
di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama
sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar
IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik
antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada
infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang
pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis. infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi
IgG dan IgM yang cepat. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang
memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal
antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi
akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui
aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya
terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama,
tetapi apabila terjadi antibodi nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu
replikasi virus, keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus
yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada
infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen setelah difagosit
oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen
presenting cell (APC) yang membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari mayor histocompatibility complex (MHC) [10]

5. Patogenesis
Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ
RES seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam peredaran darah virus
akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus masuk ke dalam sel
maka dengan bantuan organelorganel sel genom virus akan memulai
membentuk komponen-komponen strukturalnya.setelah berkembang biak
di dalam sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel. Diagnosis
pasti dengan uji serologis pada infeksi virus dengue sulit dilakukan karena
semua flavivirus memiliki epitope pada selubung protein yang
menghasilkan “cross reaction” atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe
virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe tersebut,
tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap serotipe virus yang lain. Virion
dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari protein C (capsid), M (membran)
dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein pre-membran atau
preM.Glikoprotein E merupakan epitope penting karena: mampu
membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai
aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi fisiologis antara lain untuk fusi
membran dan perakitan virion. Secara in vitro antibodi terhadap virus
DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis
komplemen, Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan
Antibodi Dependent Enhancement. Secara invivo antibodi terhadap virus
DEN berperan dalam 2 hal yaitu:
a. Antbodi netralisasi memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi infeksi virus.
b. Antibodi non netralising memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan
DSS[11]

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi perdarahan seperti epistaksis, perdarahan ginggiva,
perdarahan saluran cerna, dan hematuria diperkirakan berhubungan erat
dengan trombositopenia, vaskulopati, dan koagulopati. Perdarahan dapat
terjadi sendiri atau merupakan bagian dari gangguan kaskade pembekuan
yang kompleks seperti disseminata intravascular coagullation (DIC).
Beratnya perdarahan bervariasi mulai dari tempat suntikan atau tempat
pengambilan darah sampai yang umum seperti ptekie, purpura, ekhimosis,
perdarahan usus, hemoptosis atau bahkan multiple organ dysfunction
(MOD) [12]

7. Diagnosis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis
klinis dan kriteria diagnosis laboratoris. Pasien dengan penyakit DBD
umumnya disertai dengan tanda-tanda Demam 2-7 hari yang berlangsung
secara terus-menerus disertai pusing, mual dan muntah. Pada pemeriksaan
Rumpel Leede(+) atau adanya ptekie. Hasil dari pemeriksaan penunjang
yaitu pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil yaitu penurunan dari
jumlah trombosit, dan hematokrit mengalami peningkatan[13] Gambaran
klinis penderita dengue terdiri atas tiga fase, yaitu fase demam (febris),
fase kritis, dan fase pemulihan. Fase kritis, yang berlangsung selama 24-48
jam, merupakan fase yang sangat perlu diperhatikan, karena adanya
kebocoran plasma yang dapat mengarah ke gangguan peredaran darah[14]

8. Derajat Demam Berdarah Dengue


DBD mempunyai 4 derajat spektrum klinis yaitu
 Derajat I apabila Demam dengan uji bendung positif.
 Derajat II yaitu apabila terdapat tanda derajat I disertai
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
 Derajat III apabila ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekan nadi menurun (< 20 mmHg) atau
hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien menjadi
gelisah.
 Derajat IV yaitu syok berat dengan nadi yang tidak teraba
dan tekanan darah tidak dapat diukur. Derajat IV / stadium syok
atau Dengue Syok Syndrom (DSS)[8]

9. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia
b. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination InhibitionTest=
HI test). Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis
yang paling sering dipakai dan digunakan sebagai baku
emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
 Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan
uji serologis ini tidak dapat menunjukan tipe virus
yang menginfeksi
 Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali
(48 tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi
seroepidemiologi.
 Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen
empat kali lipatdari titer serum akut atau konvalesen
dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent
dengue infection )
c. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)8Pada tahun
terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak
sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui
kandungan IgM dalam serumpasien. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
 Pada perjalanan penyakit hari 4 –5 virus dengue, akan
timbul IgM yang diikuti oleh IgG
 Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara
cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat
 Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal
ini perlu diulang.d.Apabila hari ke 6 IgM masih negatif,
maka dilaporkan sebagai negatif.
 IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 –3 bulan
setelah adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji
IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu
uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu –satunya uji
diagnostik untuk pengelolaan kasus
 Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit
dibawah uji HI, dengan kelebihan uji mac elisa
hanya memerlukan satu serum akutsaja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI.
d. Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi
molekular, diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan
dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase
Polymerase Chai Reaction (RTPCR). Cara ini merupakan
cara diagnosis yang sangat sensitifdan spesifik terhadap
serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan
mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen
yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan
nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi
virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan
spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam
darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR[8]

10. Penatalaksanaan
Pemberian terapi pengobatan yang optimal pada penderita
DBD dapat menurunkan jumlah kasus dan kematian. Pengobatan DBD
pada dasarnya bersifat suportif dan simptomatik. Pengobatan suportif
berupa pengobatan dengan pemberian cairan pengganti seperti cairan
intavena yaitu pemberian cairan kristaloid isotonic merupakan pilihan
untuk menggantikan volume plasma yang keluar dari pembuluh
darah. Pada terapi DBD derajat I dan II jenis cairan yang diberikan
ialah kristaloid berupa RL/Asering/NaCl 0,9% dan untuk DBD derajat
III dan IV diberikan koloid tunggal seperti gelofusin/gelofundin, plasma
darah atau bila syok tetap terjadi diberikan kombinasi kristaloid dan
koloid[11]
Pengobatan simptomatik yakni berupa pemberian antipiretik misalnya
parasetamol bila suhu >38,5°C. Hingga saat ini belum ditemukan terapi
utama seperti vaksin untuk menangani penyakit yang disebabkan oleh
virus dengueini. Terapi antibiotik dapat diberikan dalam pengobatan
DBD jika terdapat infeksi sekunder yang disebabkan oleh adanya
translokasi bakteri dari saluran cerna dan hal ini terjadi pada
penderita DSS (Dengue Syok Syndrome)[11]

11. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
A. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut
antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh:
 Menguras bak mandi/penampungan air- sekurang-
kurangnya sekali seminggu.
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum burung
seminggu sekali.
 Menutup dengan rapat tempat penampungan- air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di
sekitar
 rumah- dan lain sebagainya.
B. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14)
C. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan
fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam,
dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah


dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M
Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan
beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot
dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi setempat[3]
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.W
Umur : 31 Tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl.Sisimangaraja
Pend. Terakhir : S1
Agama : Kristen Protestan
Tgl Pemeriksaan : 28 Februari 2020
Ruangan : Seroja

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :. Pasien datang dengan keluhan demam
disertai pusing sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual di
rasakan ketika pasien sedang berdiri di ikuti muntah (air). Pasien juga
mengeluhkan gusi berdarah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Gusi berdarah
dirasakan ketika pasien sedang menggosok gigi. Batuk(-), Nyeri uluhati(-),
BAB dan BAK lancar.
Riwayat Penyakit Terdahulu :-

Riwayat Penyakit dalam Keluarga: -

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit sedang
GCS : E:4 /M:6 /V:5
Vital Sign :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 38,3°C

Kepala :
Wajah : Simetris
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Mata :
Konjungtiva : Anemis -/-, hiperemis -/-
Sklera : Ikterus -/-, hiperemis -/-
Palpebral : Hiperemis -/-
Pupil : Isokor +/+
Mulut : Lidah kotor (-), sianosis (-), perdarahan gusi (+)

Leher :
Kelenjar GB : Tidak Ada Pembesaran
Tiroid : Tidak Ada Pembesaran
JVP : Tidak Ada Peningkatan
Massa lain : Tidak ditemukan

Dada :
Paru-paru :
Inspeksi : Statis: simetris kanan = kiri dinamis: simetris kanan = kiri.
Retraksi dinding dada (+).
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi sonor disemua lapang paru
Auskultasi : Vesicular +/+, wheezing -/-, Rh -/-

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi :
 Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
 Batas kanan : SIC IV linea parasternal dextra
 Batas kiri : SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-)

Perut :
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegaly(-)

Anggota Gerak :
Atas : Akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral hangat +/+, edema -/-

Pemeriksaan Khusus : Pemeriksaan Rumple leed (+) terdapat ptekie

3.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan demam disertai pusing sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 2
hari sebelum masuk rumah sakit. Mual di rasakan ketika pasien sedang berdiri
di ikuti muntah (air). Pasien juga mengeluhkan gusi berdarah 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Gusi berdarah dirasakan ketika pasien sedang menggosok
gigi. Vital sign = TD : 100/60 mmHg, nadi : 92x/menit, respirasi : 20x/menit
dan suhu : 38,3°C. Pada pemeriksaan rumple leed di dapatkan ptekie.

3.5 Diagnosis Kerja : Demam Berdarah Dengue

3.6 Usulan pemeriksaan penunjang : -


3.7 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa :
1.Istirahat yang cukup
2.Edukasi meliputi pemahaman tentang penyakit yang diderita
3.Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang
4.Melakukan pola hidup yang bersih

Medikamentosa
 IVFD Ringer Laktat 28 tpm
 Paracetamol tab 500mg 3x1

3.8 Hasil Pemeriksaan Penunjang


Lab :
Darah rutin
 WBC = 3,67 x 103/uL
 RBC = 4,49 x 106/uL
 HGB = 13,4 g/dl
 HCT = 39,8 %
 PLT = 104 x 103/uL

Radiologi : -
EKG :-
PEMERIKSAAN LAIN : -
3.9 Diagnosis akhir : Demam Berdarah Dengue
Prognosis : Ad vitam : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis pasien perempuan berusia 31 tahun datang dengan


keluhan Pasien datang dengan keluhan demam disertai pusing sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Mual di rasakan ketika pasien sedang berdiri di ikuti
muntah (air). Pasien juga mengeluhkan gusi berdarah 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Gusi berdarah dirasakan ketika pasien sedang menggosok gigi.
Pasien dengan penyakit DBD umumnya disertai dengan tanda-tanda Demam 2-7
hari[7] Kriteria utama DBD adalah demam 2 hari dan diikuti oleh 2 kriteria mual,
muntah[13] Demam tinggi (hiperthermia) merupakan manifestasi klinik yang utama
pada penderita infeksi virus dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator
yang muncul[11]
Pasien mengeluhkan perdarahan pada gusi dan pada uji tourniket terdapat
ptekie. Manifestasi perdarahan yang didapat berupa uji tourniquet positif, petekie,
epistaksis, hematoma, dan perdarahan gusi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bahwa jenis perdarahan pada demam berdarah dengue yang terbanyak adalah
perdarahan kulit seperti uji tourniquet positif. Timbulnya perdarahan berupa
petekie secara signifikan berhubungan dengan jumlah platelet yang mengalami
pengurangan[14] Adapun yang menjadi penyebab utama pada perdarahan seperti
perdarahan pada gusi itu sendiri adalah vaskulopati, trombositopenia, gangguan
fungsi trombosit dan koagulasi[15]
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan jumlah White Blood Cell (Sel
darah putih) 3.67 x 103/ µL, jumlah Platelete (Trombosit) 104 x 103/ µL. Pada
pasien tersebut di dapatkan nilai dari sel darah putih dan Trombosit mengalami
[16]
penurunan Pada pasien dengan DBD, adaya tombositopenia yang disebabkan
oleh penurunan produksi dari trombosit oleh sumsum tulang, kerusakan trombosit
di Reticulo Endotel Sistem (RES) dan agregasi dari trombosit oleh
endotelium[17]Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas dan
mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD
masih kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang
serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Mekanisme
peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya
kompleks imun pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP
(adenosin di posphat) diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang
kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya
limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III yang mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumti[18]
Penggantian cairan dan terapi antipiretik dengan parasetamol adalah terapi
pada fase demam[16] Pemberian cairan menjadi andalan pengobatan selama fase
kritis infeksi. Ringer Lactate, dan 5% glukosa yang diencerkan 1 : 2 atau 1: 1
dalam saline normal, plasma, pengganti plasma, atau 5% albumin cairan yang
diberikan secara rutin. Dalam kasus perdarahan masif sistemik, transfusi
[19]
trombosit mungkin diperlukan bersama dengan transfusi sel darah merah
Pengobatan dapat diberikan dengan pemberian cairan pengganti seperti cairan
intavena yaitu pemberian cairan kristaloid isotonic merupakan pilihan untuk
menggantikan volume plasma yang keluar dari pembuluh darah. Pada
terapi DBD derajat I dan II jenis cairan yang diberikan ialah kristaloid
berupa RL/Asering/NaCl 0,9% dan untuk DBD derajat III dan IV diberikan
koloid tunggal seperti gelofusin/gelofundin, plasma darah atau bila syok tetap
terjadi diberikan kombinasi kristaloid dan koloid[11]
BAB V
PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever


(DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dikenal ada 4 serotype virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Virus dengue telah endemis baik di daerah
perkotaan maupun di daerah pedesaan.
Pasien dengan penyakit DBD umumnya disertai dengan tanda-tanda Demam
2-7 hari yang berlangsung secara terus-menerus disertai pusing, mual dan
muntah. Pada pemeriksaan Rumpel Leede(+) atau adanya ptekie. Hasil dari
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil yaitu
penurunan dari jumlah trombosit, leukosit, dan hematokrit mengalami
peningkatan. Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas tiga fase, yaitu fase
demam (febris), fase kritis, dan fase pemulihan. Fase kritis, yang berlangsung
selama 24-48 jam, merupakan fase yang sangat perlu diperhatikan, karena adanya
kebocoran plasma yang dapat mengarah ke gangguan peredaran darah
Pengobatan DBD pada dasarnya bersifat suportif dan simptomatik.
Pengobatan suportif berupa pengobatan dengan pemberian cairan pengganti
seperti cairan intavena. Pengobatan simptomatik yakni berupa pemberian
antipiretik misalnya parasetamol bila suhu >38,5°C
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryani, E.T. Gambaran Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kota Blitar


Tahun 2015-2017. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2018;6(3):260-267
2. Sorisi, A.M. Transmisi Transovarial Virus Dengue Pada Nyamukaedes
Spp. Jurnal Biomedik (JBM). 2013;5(1):26-31
3. Sukohar, A. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jurnal Medula. 2014
Februari;2(2):1-15
4. Lardo S, Soesatyo M, Juffrie, Umniyah S,. The Autoimmune Mechanism
in Dengue Hemorrhagic Fever. Indones J Intern Med. 2018 Jan;50(1) : 50-
79
5. Dandeniya C, Gawarammana I, Weerakoon G. Coronary Artery Spasms
Mimicking Acute ST-Elevation Myocardial Infarction in Dengue
Haemorrhagic Fever. Cese report in Infection Disease. 2020 Feb;2020:
6310569
6. Hidayah N, Iskandar, Abidin Z. Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) Associated with the Aedes aegypti Larvae Presence based on the
Type of Water Source. The Journal of Tropical Life Science.
2017;7(2):155-120
7. Zumaroh. Evaluasi Pelaksanaan Surveilans Kasus Demam Berdarah
Dengue Di Puskesmas Putat Jaya Berdasarkan Atribut Surveilans. Jurnal
Berkala Epidemiologi. 2020 Februari;3(1):82-94
8. Putri, G.T. A 4 years Old Boy Withdengue Haemorrhagic Fever Grade III.
Jurnal Medula Unila. Februari 2015;3(2):37-46
9. Anastasia, H. Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue di tiga
Kabupaten/Kota, Sulawesi Tengah 2015-2016. 2018;12(6):77-86
10. Candra, A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Jurnal Aspirator. 2012;2(2):110-119
11. Frans, E.H. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Jurnal Medula.2017;
3(29:1-9
12. Kurniawan M, Juffrie M, Rianto B. Hubungan Tanda dan GejalaKlinis
terhadap Kejadian Syok pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)
di RS PKU Muhammadiyah Gamping Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Mutiara Medika. 2015;15(1);1-6
13. Wiyono. Penyakit tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga
14. Cucuaningsih. Diagnosis Klinis Dini Penyakit Dengue Pada Pasien
Dewasa. Medicius. 2015 Feb;4(8) : 268-273
15. Astika N., Utama I. Manifestasi Perdarahan pada Pasien Demam Berdarah
Dengue yang Dirawat di Ruang Rawat Inap Anak RSUP Sanglah
Denpasar. E-Jurnal Medika. 2017 Des;6(3) : 140-143
16. Chaloemwong J, Tantiworawit A, Rattanathamethe T, et al. Useful clinical
features and hematological parameters for the diagnosis of dengue
infection in patients with acute febrile illness: a retrospective study. BMC
Hematology. 2018;18 :20
17. Nelwan E. Early Detection of Plasma Leakage in Dengue Hemorrhagic
Fever. Indones J Intern Med. 2018;50(3) : 184-184
18. Almeida R, Paim B, Oliveira S, et al. Dengue Hemorrhagic Fever: A
State-of-the-Art Review Focused in Pulmonary Involvement. Nature
Public
19. Hasan S., Jamdar S., Alalowi M., et al. Dengue virus: A global human
threat: Review of literature. J Int Soc Community Dent. 2016 Jan-Feb;
6(1): 1–6.

Anda mungkin juga menyukai