Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

Seorang Pasien dengan Skizofrenia Residual

Oleh:

Immanuel Van Donn Batubara

13014101150

Masa KKM : 22 Desember 2014 – 18 Januari 2015

Pembimbing:

DR. Dr. Th. M. D. Kaunang, Sp.KJ,KAR

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2015
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan Judul:


Seorang Pasien dengan Skizofrenia Residual

Telah dikoreksi dan dibacakan pada tanggal Januari 2015

Pembimbing,

DR. Dr. Th. M. D. Kaunang, Sp.KJ,KAR

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
LAPORAN KASUS ........................................................................................ 1
I. Identitas Pasien ...................................................................................... 1
II. Riwayat Psikiatrik .................................................................................. 1
III. Riwayat Kehidupan Pribadi ................................................................... 4
IV. Pemeriksaan Status Mental .................................................................... 11
V. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut ................................................... 14
VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna ................................................................ 15
VII. Formulasi Diagnostik ............................................................................ 16
VIII. Diagnosis Multiaksial ............................................................................ 17
IX. Problem .................................................................................................. 17
X. Rencana Terapi ...................................................................................... 17
XI. Prognosis ............................................................................................... 18
XII. Anjuran .................................................................................................. 18
XIII. Diskusi ................................................................................................... 19
XIV. Wawancara Psikiatri .............................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
LAMPIRAN .................................................................................................... 32

ii
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SI
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Manado, 1 September 1983
Status perkawinan : Belum menikah
Jumlah anak : Tidak ada
Pendidikan terakhir : SMA (tidak lulus)
Pekerjaan : Tidak ada pekerjaan
Suku/bangsa : Minahasa / Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Alamat sekarang : Maumbi, Manado
Tanggal MRS pertama : 7 November 2003
MRS terakhir : 22 Juli 2014
Cara MRS : Pasien datang diantar oleh ibu dan keluarganya
Tanggal pemeriksaan : 24, 29 Desember 2014
Tempat pemeriksaan : Ruangan bangsal cakalele
Nomor telepon : Tidak ada

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Riwayat psikiatri diperoleh pada tanggal 24 dan 29 Desember 2014, di
ruangan bangsal Cakalele RS Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado dan di rumah
(Perumahan di Maumbi) dari:
- Autoanamnesis dengan pasien
- Catatan rekam medis pasien
- Aloanamnesis dengan:
 Ny. IR, 58 tahun, ibu pasien, agama Kristen Prostestan, suku
Minahasa, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu rumah tangga.

1
A. Keluhan utama
Bicara-bicara sendiri, mendengar bisikan-bisikan, jalan-jalan tanpa tujuan,
marah tanpa sebab, dan sulit tidur (2 tahun yang lalu). Sekarang ketika
dilakukan pemeriksaan pasien cenderung lebih suka untuk menyendiri.

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya dengan keluhan bicara-
bicara sendiri dan mendengar bisikan-bisikan. Hal ini terjadi 2 tahun yang
lalu. Keluarga tidak mengetahui pasien bicara-bicara dengan siapa dia
berbicara, dan pasien mengatakan dirinya mendengar bisikan-bisikan tersebut
dengan bisikan yang memberikan perintah kepada pasien untuk marah-marah,
memukul orang, dan menyapu. Bisikan tersebut terdengar di telinga pasien
hampir sepanjang hari.
Selain itu, pasien tiba-tiba marah-marah tanpa sebab yang jelas. Menurut
pasien karena mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk marah
sehingga pasien marah-marah tanpa sebab. Pasien sering mendengar bisikan-
bisikan dan mengikuti apa yang diperintahkan dari bisikan itu sudah sejak
lama. Pasien juga sempat sampai mengamuk dan membanting barang-barang
yang ada di sekitarnya tanpa sebab. Ketika pasien dalam keadaan tenang atau
tidak sedang marah, keluarga selalu menjelaskan mengenai keadaan dirinya,
dan pasien mengerti akan penjelasan dari keluarganya tersebut. Tetapi saat
kambuh, pasien akan marah-marah tanpa sebab dan tidak bisa tenang
sehingga tidak bisa tidur pada malam hari, jalan-jalan tanpa tujuan dan
mengganggu orang sekitar.
Keadaan pasien yang marah-marah tanpa sebab dan tidak bisa tenang ini
menyebabkan pasien tidak bisa tidur pada malam hari. Pasien merasa susah
untuk memulai tidurnya. Bahkan pasien sempat terbangun ketika tidur yang
diakui pasien karena bisikan-bisikan tersebut mengganggu dirinya, sehingga
ia sulit tidur. Oleh karena itu pasien tidak bisa tenang, marah-marah, jalan-
jalan tanpa tujuan dan mengganggu orang-orang di sekitar rumah pasien.
Saat ini ketika dilakukan pemeriksaan, pasien sudah tidak mendengar
bisikan-bisikan tersebut. Terakhir kali ia mendengar bisikan itu 2 tahun yang

2
lalu. Pasien mendengar bisikan yang memerintahkan dia untuk marah-marah
dan memukul. Namun ketika mendengar bisikan-bisikan tersebut yang
dilakukan pasien adalah menutup kedua telinganya dan berusaha untuk tidak
mendengar atau menghiraukan perintah dari bisikan tersebut, karena pasien
sudah mengetahui bahwa bisikan tersebut bukanlah perintah yang harus
diikuti tapi cukup dihiraukan saja. Hal ini juga diakui oleh ibunya.
Selain itu, pasien juga mengaku lebih suka untuk menyendiri di rumah
sakit. Pasien Pasien merasa lebih senang berada di rumah sakit karena dapat
melakukan banyak kegiatan dengan teman-temannya, seperti menyapu,
bercakap-cakap, dan juga kegiatan yang dilakukan sendiri, seperti makan,
mandi, tidur dan minum obat. Namun, kadang-kadang pasien pulang ke
rumah hanya 1 atau 2 hari, kemudian pasien kembali ke rumah sakit. Ketika
hari raya natal dan tahun baru ini, pasien lebih memilih untuk tinggal di
rumah sakit dari pada pulang ke rumah. Hal-hal ini diakui pasien sudah
dirasakan sejak 2 tahun lalu.
Menurut keterangan ibunya, pasien pernah dipulangkan dari rumah sakit.
Ketika di rumah, pasien sudah tidak marah-marah tanpa sebab lagi, bahkan
melakukan pekerjaan seperti mengojek, mengikuti kerja ayahnya sebagai
tukang bangunan. Menurut pengakuan ibunya, pasien sempat kembali
mendengar bisikan-bisikan, marah-marah tanpa sebab, terutama ketika pasien
tidak meminum obat, tetapi apabila pasien sudah mulai merasakan hal-hal
tersebut, pasien langsung meminum obat yang diberikan oleh dokter dari
rumah sakit.
Semenjak ayah pasien meninggal, pasien tidak lagi bekerja, pasien lebih
suka menyendiri, dan melakukan pekerjaan hanya bila diperintah, tanpa
berinisiatif untuk melakukan pekerjaan. Pasien juga lebih senang tinggal di
rumah sakit dibandingkan di rumahnya. Menurut ibu pasien, hal ini
dikarenakan lingkungan di sekitar pasien yang seolah-olah tidak menerima
pasien karena penyakit jiwa yang dialaminya. Ibunya merasa bahwa dengan
tinggalnya pasien di rumah sakit jauh lebih baik buat dia, disebabkan supaya
pasien lebih terhindar dari pengaruh jelek teman-temannya, dan teratur untuk

3
meminum obat. Meskipun ibunya tetap merasa senang jika pasien tinggal
dirumahnya.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat gangguan psikiatrik
Menurut pasien dan ibunya, pasien sudah pernah dirawat di RS. Prof. Dr.
V. L. Ratumbuysang dan selalu keluar masuk rumah sakit. Pasien masuk ke
rumah sakit dengan keluhan memukul orang akibat mengkonsumsi alkohol
yang diberikan oleh teman-teman sebayanya di sekolah. Namun menurut
keluarga pasien efek memukul dan marah-marah tanpa sebab ini tetap ada
meskipun pasien sudah sadar atau tidak sedang mengkonsumsi alkohol,
karena setelah kejadian tersebut menurut pengakuan ibu pasien, pasien sudah
mulai bingung-bingung, suka marah-marah tanpa sebab, memberontak, dan
bicara-bicara sendiri.
Hal ini sesuai dengan data rekam medik, yang mana diketahui pasien
sudah pernah dirawat di RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang dan selalu keluar
masuk rumah sakit sejak tahun 2003 dengan diagnosis skizofrenia paranoid.

2. Riwayat gangguan medis


Sejak kecil pasien jarang sakit-sakitan, yang dialami hanya seperti demam,
batuk, pilek. Tidak ada riwayat kecelakaan lalu lintas, kejang, malaria, digigit
anjing, gangguan fungsi organ.
Pada bulan Juni 2014, pasien mengeluh batuk-batuk, keringat bila malam,
demam, dan setelah diperiksa oleh dokter penyakit dalam didiagnosis dengan
tuberkulosis dan menjalani pengobatan sampai sekarang.

3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif


Pasien sudah mengkonsumsi alkohol (bir) dan rokok sejak masuk SMA.
Pasien mengkonsumsi alkohol dan rokok sejak bergaul dengan teman-teman
sebayanya di sekolah maupun di sekitar rumah. Pasien sangat suka merokok,
dimana 1 hari pasien bisa menghabiskan 1 sampai 2 bungkus rokok. Namun
saat ini menurut pengakuan pasien sudah mengurangi merokok dan tidak

4
mengkonsumsi alkohol lagi. Narkoba seperti ekstasi, sabu, dan putau tidak
pernah dikonsumsi oleh pasien.

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


A. Prenatal dan Perinatal
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Orang tua pasien mengasihi
dan menyayangi pasien. Selama kehamilan kondisi kesehatan fisik dan
mental ibu pasien cukup baik. Pasien lahir normal di rumah dan ditolong oleh
bidan. Berat badan lahir 3.700 gram. Tidak biru (sianosis) maupun kuning
(ikterus). Menurut ibu pasien, sejak kecil pasien tidak sulit diurus, bahkan
lebih mudah diurus dibandingkan dengan saudaranya.

B. Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)


Pada stadium oral, menurut ibu pasien saat lapar atau haus pasien akan
menangis dengan kencang, dan segera mungkin ibu memberi ASI. Setelah
diberi ASI, pasien kembali tenang dan tertidur. Saat meminum ASI, salah
satu tangan pasien selalu menyentuh payudara ibunya.
Pada stadium anal, pasien mulai berbicara, berjalan, dan makan. Pasien
sudah bisa menggenggam benda-benda kecil dan sudah bisa mengucapkan
beberapa kata. Pasien diajarkan BAB di toilet oleh ibunya. Ketika pasien
ingin BAB, sudah bisa bicara ke ibunya. Pasien minum ASI sampai dengan
usia 6 bulan dan tidak terdapat masalah dalam makanan pengganti. Pasien
tidak memiliki penyakit psikiatrik atau medis. Pasien diasuh dengan kasih
sayang oleh kedua orang tuanya. Pasien sudah bisa bermain, dan sering
bermain dengan kedua saudaranya, kadang bertengkar tapi kemudian akur
kembali. Pasien sudah bisa mengerjakan perintah sederhana jika disuruh.
Pada stadium uretheral (transisional), pasien diajarkan BAK di toilet (toilet
training) oleh ibunya, dan dapat ke toilet sendiri saat ingin BAK, sebelumnya
menurut pengakuan ibunya, pasien suka mengompol di celana dan tempat
tidur.
Pada stadium kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar, saat
ditinggalkan ibunya keluar rumah pasien menangis, dan langsung segera

5
ditenangkan. Menurut ibu pasien, pasien merangkak mulai usia 7 bulan dan
berjalan tanpa berpegangan tangan saat berusia 12 bulan.
Pada stadium otonomi lawan rasa malu dan ragu, pasien kadang dilarang
melakukan sesuatu hal seperti melarang pasien untuk bermain saat hujan atau
di bawah sinar matahari ketika siang bolong, karena nanti bisa sakit. Pasien
sudah bisa mengucapkan kata mama-papa.

C. Masa Kanak Pertengahan (usia 4-11 tahun)


Pada stadium falik, pasien berjenis kelamin laki-laki, saat kecil pasien
dekat dengan kedua orang tuanya, terutama ayahnya, pasien seperti mencari
perhatian. Setelah pasien mengetahui identitas seksualnya adalah laki-laki,
pasien mulai berpakaian seperti anak laki-laki dan masuk ke toilet umum
khusus laki-laki, setelah diajarkan, memperhatikan, mengikuti kebiasaan
berpakaian ayah dan kakaknya. Pasien sudah tahu dan mengerti untuk
meminta maaf bila berbuat salah. Pasien sering bersaing dengan kakaknya,
karena sama-sama laki-laki. Usia 4 tahun pasien sudah dikenalkan lingkungan
sekolah oleh keluarganya dengan masuk di playgroup.
Pada stadium latensi, pasien senang bermain bersama dengan teman-
temannya, di sekolah maupun lingkungan rumah. Pasien juga senang bermain
dengan kedua saudaranya di rumah. Inisiatif untuk bermain baik dan ketika
disuruh belajar oleh ibunya, pasien menurut. Saat melakukan kesalahan dan
dimarahi, pasien hanya diam dan kemudian tidak melakukannya lagi. Pasien
jarang berkelahi dengan adik perempuannya.
Pada stadium industri lawan inferioritas, pasien senang dalam hal belajar,
menurut keluarganya pasien adalah salah satu siswa yang rajin di dalam
kelas, melakukan tugas kelas dengan baik dan saling bekerja sama dengan
teman-teman yang lain. pasien masuk SD saat berusia 5 tahun dan tamat SD
saat berusia 11 tahun, tidak pernah tinggal kelas dan lulus SD dengan nilai
yang baik. Kemudian pasien masuk ke SMP favorit selama 3 tahun.

6
D. Masa Kanak Akhir dan Remaja
Pada stadium genital, pasien mulai lebih mandiri, berusaha mengerjakan
tugas yang dibebankan kepadanya. Bergaul dengan sangat baik, tidak pernah
memilih-milih teman. Pasien masuk SMP favorit yang diinginkan dirinya dan
teman-temannya. Jarak rumah ke sekolah cukup dekat. Pasien tidak pernah
terlambat ke sekolah. Meskipun kadang pasien mendapatkan nilai yang buruk
di SMP, tetapi keinginan belajar pasien tetap ada dan menyelesaikan SMP
dengan lancar.
Pada stadium identitas lawan difusi peran, pasien menunjukkan senang
bermain dan akrab dengan kedua saudaranya. Untuk masalah pribadi, pasien
merupakan orang yang tertutup sehingga tidak pernah menceritakan pada
orang tua, ataupun kakak dan adiknya mengenai lawan jenisnya. Pasien
adalah orang yang pandai bergaul sehingga pasien banyak memiliki teman
sejenis, Saat SMP pasien cukup populer dikalangan siswa laki-laki maupun
perempuan karena pasien ramah dan suka menyapa teman yang ditemuinya.
Setelah tamat SMP, pasien melanjutkan ke tingkat SMA. Ketika SMA
semakin banyak teman pasien baik laki-laki maupun perempuan. Pasien
sangat mandiri, selalu diandalkan dengan semua tugas yang diberikan
kepadanya. Tetap bergaul dengan sangat baik dan tidak memilih teman.
Pasien adalah orang yang ceria dan pandai bergaul sehingga banyak teman-
teman yang mendekatinya. Karena pandai bergaulnya pasien mulai bergabung
dengan teman-temannya dan mengikuti apa saja yang dilakukan temannya,
sehingga pasien mulai mengkonsumsi alkohol dan rokok. Pasien juga cukup
percaya dengan hal-hal magis sejak kelas 3 SMA.
Orientasi seksual pasien adalah lawan jenisnya yang sebaya. Pasien
sekarang tidak mempunyai pacar, tetapi sudah pernah jatuh cinta dengan
teman sebayanya, mereka sering pergi bersama dan melakukan banyak hal
bersama. Namun ketika pasien menyatakan isi hatinya kepada lawan jenisnya
tersebut, pasien ditolak karena sifat keanehannya yang menyukai hal-hal
magis.

7
E. Riwayat Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah dengan mendapatkan nilai yang baik mulai dari SD
sampai SMP dan melanjutkan SMA hanya sampai kelas 3 SMA dan
selanjutnya pasien tidak melanjutkan sekolahnya disebabkan penyakit pasien
sejak tahun 2003.

2. Riwayat Pekerjaan
Sebelum sakit yang dialami oleh pasien sejak tahun 2003, pasien
merupakan seorang pelajar SMA yang rajin. Setelah 2 tahun mengalami
pengobatan, pekerjaan yang dilakukan pasien adalah tukang ojek atau
menjadi tukang seperti ayahnya.

3. Riwayat Psikoseksual
Pasien memiliki seseorang wanita yang didekati oleh pasien, yang
menurutnya berkesan karena merupakan cinta pertama. Sayangnya, ketika
menyatakan perasaannya, pasien ditolak dan menjadi pemicu pasien untuk
mengkonsumsi alkohol.

4. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.

5. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Kristen Protestan, sebelum pasien menderita penyakit
ini, ia sering pergi beribadah bersama keluarganya setiap hari minggu.
Namun semenjak sakit, pasien sudah jarang mengikuti kegiatan keagamaan.
Ketika pulang ke rumah pasien jarang pergi beribadah setiap hari minggu
baik sendiri maupun dengan keluarganya dan menurut pengakuan pasien, ia
hanya mengikuti ibadah setiap hari Rabu di rumah sakit.

8
6. Riwayat Kehidupan Sosial
Sebelum pasien menderita penyakit ini hubungan pasien dengan
keluarganya harmonis dan hubungan pasien dengan tetangganya juga
tergolong baik. Pasien memiliki pergaulan yang luas, bahkan berteman
dengan orang yang lebih tua dari pasien. Pasien mudah bergaul dan memiliki
banyak teman semenjak sekolah. Namun semenjak menderita penyakit ini,
pasien merasa dikucilkan oleh tetangga dan teman-temannya.

7. Riwayat Pelanggaran Hukum


Pasien tidak pernah dipenjara atau melakukan perbuatan yang melanggar
hukum.

8. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien sering mengunjungi keluarganya di Maumbi. Keluarga yang
dimiliki oleh pasien saat ini adalah ibu, kakak laki-laki, adik perempuan, dan
keponakan, sedangkan ayahnya sudah meninggal dunia 2-3 tahun yang lalu.
Pasien saat ini merupakan tanggung jawab keluarganya, khususnya ibu
pasien. Pasien lebih menyukai dan senang tinggal di rumah sakit
dibandingkan di rumah, meskipun pasien senang jika berkumpul dengan ibu
dan saudara-saudaranya. Sekarang pasien sudah lebih memahami mengenai
keadaanya, dan membantu perawat rumah sakit jiwa dengan membersihkan
lingkungan sekitar dan bekerja sama dengan pasien yang lain. Bahkan pasien
mengetahui kapan dia harus makan dan mandi, yang dilakukannya sendiri
tanpa diperintah.

9
Denah Rumah

WC WC
KT

D
RM
RK

WC
KT RT
T
KT

KT

Keterangan:
KT = Kamar Tidur
WC = Kamar Mandi
RT = Ruang Tamu
T = Teras
RM = Ruang Makan
RK = Ruang Keluarga
D = Dapur

9. Riwayat Keluarga
Pasien keluar dari rumah sakit tinggal bersama ibu, kakak laki-laki, dan
adik perempuan, serta keponakannya. Ayah pasien sudah meninggal 5 tahun
yang lalu. Menurut ibunya, pasien sangat mirip dengan ayahnya, bagai pinang
dibelah dua. Pasien yang berumur 31 tahun ini sangat ingin mendapatkan
pasangan untuk membina hubungan yang serius dan ingin ada yang
mengurusnya. Pasien selalu memikirkan mengenai keluarganya.
Pasien merupakan anak kedua dari 3 bersaudara, pasien termasuk
golongan keluarga yang mampu. Hubungan dengan keluarga baik dan penuh
kasih sayang tanpa membeda-bedakan dari kedua orang tua. Pasien tinggal
bersama dengan keluarganya di Maumbi.

10
Ayah pasien adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Yang beberapa
tahun yang lalu mengalami sakit jantung. Ayah pasien telah meninggal
sekitar 5 tahun yang lalu akibat penyakit jantung. Pasien sangat dekat dengan
ayahnya ini, seperti yang dikatakan oleh ibunya, pasien dan ayahnya seperti
pinah dibelah dua.
Ibu pasien merupakan anak ke lima dari sebelas bersaudara, ia seorang
ibu rumah tangga. Ia sangat menyayangi pasien. Pasien saat ini sering
memikirkan ibunya, karena ibunya sudah ditinggal ayahnya yang sudah
meninggal.

Genogram

Keterangan:

: Laki-Laki : Pasien
: Perempuan : Meninggal
Faktor Herediter : tidak ada

F. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien memahami bahwa dirinya sakit, dan pasien ingin segera sembuh
dan ia berusaha tidak banyak berpikir tentang masalahnya karena ia tahu bila
ia banyak berpikir tentang masalahnya, maka sakitnya dapat kambuh. Pasien
mengakui akan bekerja jika pulang ke rumah tetapi untuk sekarang ia lebih

11
nyaman di rumah sakit. Keluarganya masih tetap menganggap pasien sakit
meskipun sudah tidak menunjukkan gejala lagi.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien merupakan seorang laki-laki, berusia 31 tahun, tampak sesuai
usianya, berkulit coklat, rambut hitam kecoklatan, berpakaian rapi, setiap kali
ketemu untuk wawancara ia sudah selesai mandi, dengan menggunakan
pakaian yang rapi. Tampak tenang dan senang ketika diwawancara dan dapat
tertawa bila pemeriksa menceritakan hal yang lucu.

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


Pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik. Selama wawancara
pasien duduk dengan tenang dan sering tersenyum. Pasien merespon salam
dari pemeriksa dan pasien tidak menghindari kontak mata dengan pemeriksa.
Dalam menjawab pertanyaan kadang pasien menerawang untuk berpikir
jawabannya. Ia dapat dengan santai menceritakan masalah penyakit fisiknya.

3. Sikap terhadap Pemeriksa


Secara umum pasien kooperatif, pasien menjawab setiap pertanyaan
pemeriksa dengan baik dan tenang, tetapi untuk bercerita lebih banyak pasien
tidak ada inisiatif. Pasien juga membantu pemeriksa dalam mengunjungi
rumahnya (home visite) dengan cara menggambarkan denah jalan menuju ke
rumah dengan baik dan benar, sehingga pemeriksa dapat menemukan rumah
pasien.

B. Mood dan Afek


1. Mood : terbatas
2. Afek : mendatar
3. Keserasian : tidak serasi

12
C. Bicara
1. Kualitas : agak lambat, volume sedang, suara jelas, intonasi
berubah-ubah sesuai dengan isi pembicaraan,
artikulasi baik
2. Kuantitas : hanya menjawab sesuai pertanyaan yang dilontarkan
3. Hendaya bahasa : tidak ada hendaya bahasa

D. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (-) setahun terakhir sudah tidak ada

E. Pikiran
1. Proses/arus pikir : koheren, menjawab sesuai pertanyaan, arus wajar
2. Isi pikiran
Waham/delusi (-), tidak ada inisiatif, adanya abulia (perilaku yang sangat
terbatas dan cenderung mengurung diri)

F. Kesadaran dan Kognitif


1. Taraf Kesadaran Dan Kesiagaan
Kompos mentis. Pasien dapat mengarahkan, mempertahankan,
mengalihkan dan memusatkan perhatiannya.

2. Orientasi
 Orientasi waktu : baik, pasien mengetahui waktu pada saat
pemeriksaan
 Orientasi tempat : baik, pasien mengetahui dimana rumah dan rumah
sakit
 Orientasi orang : baik, pasien dapat mengenali keluarganya, perawat,
dan dokter yang mewawancarainya.

3. Daya Ingat
 Daya ingat jangka panjang : baik, pasien dapat menceritakan masa
kecilnya dengan baik

13
 Daya ingat jangka sedang : secara umum baik
 Daya ingat jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat apa yang ia
kerjakan dari tidur semalam, bangun
pagi sampai saat wawancara berlangsung
 Daya ingat segera : baik, dapat mengingat kembali beberapa
nama benda yang disebutkan pemeriksa
beberapa waktu sebelumnya
4. Konsentrasi dan Perhatian
Baik. Ketika wawancara berlangsung pasien dapat memusatkan
perhatiannya terhadap pertanyaan pemeriksa. Pasien juga melakukan seven
serial test tanpa salah.

5. Kemampuan Membaca dan Menulis


Baik, pasien dapat membaca dan menulis dengan jelas.

6. Kemampuan Visuospatial
Baik, pasien dapat menggambarkan denah jalan ke rumah pasien dengan
baik dan benar.

7. Inelegensi dan Daya Informasi


Baik, semua pertanyaan dijawab dengan cukup baik.

G. Pengendalian Impuls
Baik. Pasien dapat mengikuti wawancara dalam jangka waktu yang cukup
lama dengan baik dan tenang.

H. Daya Nilai dan Tilikan


1. Penilaian Realitas
Pasien merasa mendengar bisikan-bisikan yang bersifat menyuruh
tersebut hal yang tidak perlu didengarkan, sehingga pasien hanya menutup
telinga dan tidak menghiraukan suara dari bisikan tersebut. Pasien memahami

14
bahwa dengan minum obat maka bisikan-bisikan dan tindakan marah-marah
tanpa sebab tidak akan terjadi.

2. Tilikan
Derajat Tilikan 4, pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan,
tetapi pasien tidak memahami penyebab dari penyakitnya).

I. Taraf Dapat Dipercaya


Beberapa hal yang diutarakan pasien dapat dipercaya, tetapi masih perlu
dikonfirmasi lagi dengan keluarga pasien. Secara keseluruhan dapat
dipercaya.

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis
2. Tanda vital : TD: 120/80mmHg, N: 78x/m, R: 20x/m, S: 36,5oC
3. Mata : konjuntiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
4. R. Thoraks : C: BJ I-II reguler, bising(-)
P: vesikuler, Rh+/+, Wh-/-
5. R. Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, Hepar dan Lien ttb
6. Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

B. Status Neurologikus
Gejala rangsang selaput otak (-). Pupil: bulat isokor, reflreks cahaya +/+.
N. Kranialis : baik. Fungsi sensoris dan motoris di ekstremitas: baik. Refleks
fisiologis: normal. Refleks patologis (-). Tremor pada ekstremitas (-). Gejala
EPS (-).
C. Pemeriksaan Penunjang
Saat dilakukan wawancara tanggal 24 dan 29 Desember 2014 tidak ada
pemeriksaan laboratorium.

15
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Berdasarkan anamnesis (secara autoanamnesis, aloanamnesis, dan
beberapa data diperoleh dari rekam medik) didapatkan pasien berusia 31 tahun,
laki-laki, belum menikah, pendidikan terakhir tidak tamat SMA, suku Minahasa,
pekerjaan saat ini tidak ada (pernah bekerja sebagai tukang ojek dan tukang
bangunan), tinggal di perumahan Kampis, Maumbi, dibawa oleh ibu dan saudara
pasien ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang pada tanggal 1 Juni 2012.
Pasien datang dengan keluhan utama bicara-bicara sendiri, mendengar
bisikan-bisikan, berontak, jalan-jalan tanpa tujuan, dan marah-marah tanpa sebab.
Pasien bicara-bicara sendiri tidak diketahui dengan siapa pasien berbicara, dan
pasien mendengarkan bisikan-bisikan yang memerintahkan pasien untuk marah-
marah. Bisikan tersebut terdengar hampir sepanjang hari.
Pasien tiba-tiba marah tanpa sebab yang jelas. Alasannya karena pasien
mendengarkan bisikan-biskan tersebut untuk marah-marah. Namun ketika pasien
tenang, pasien mengerti akan penjelasan yang diberikan oleh keluarganya. Tetapi
saat pasien kambuh, pasien marah-marah tanpa sebab dan tidak bisa tenang
sehingga tidak bisa tidur pada malam hari dan mengganggu orang sekitar.
Pasien mengaku lebih suka untuk menyendiri di rumah sakit. Pasien
merasa lebih senang berada di rumah sakit karena dapat melakukan banyak
kegiatan dengan teman-temannya, seperti menyapu, bercakap-cakap, dan juga
kegiatan yang dilakukan sendiri, seperti makan, mandi, tidur dan minum obat.
Dari alonamnesis dengan ibu pasien, ketika diijinkan pulang ke rumah
pada tahun 2005, pasien sudah tenang dan tidak menunjukkan gejala-gejala
seperti sebelum masuk ke rumah sakit. Bahkan pasien berperilaku seperti
biasanya dan bekerja sebagai tukang ojek atau kadang mengikuti ayahnya bekerja
seperti tukang bangunan. Namun karena pasien jarang minum obat yang diberikan
oleh dokter, pasien mulai bicara-bicara sendiri, mendengar bisikan-bisikan, dan
marah-marah tanpa sebab. Ketika pasien merasakan hal-hal tersebut pasien
langsung minum obatnya. Oleh karena itu pasien sering keluar masuk RS.
Ratumbuysang karena sakitnya kambuh.
Pasien pertama kali masuk RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang pada tanggal
7 November 2003 dengan keluhan tiba-tiba memukul orang akibat mengkonsumsi

16
alkohol, merontak, marah-marah tanpa sebab, dan pasien keluar masuk rumah
sakit dengan diagnosis Skizofrenia Paranoid.

VII. Formulasi Diagnostik


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan gangguan dari
organ yaitu paru-paru. Namun untuk menegakkan gangguan mental organik tidak
berhubungan dengan keadaan paru-paru pasien karena penyakit ini baru dialami
pada pertengahan tahun ini, jadi diagnosis gangguan mental organik dapat
disingkirkan.
Formulasi diagnostik ini berdasarkan DSM V. Pasien dalam keadaan
remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual
(penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi
longgar atau pikiran tak logis). Berdasarkan anamnesis, ditemukan bahwa gejala-
gejala psikotrik seperti adanya waham kejar, halusinasi auditorik, bicara kacau,
marah-marah tanpa sebab, jalan-jalan tanpa tujuan sudah tidak terjadi. Namun
pasien memperlihatkan gejala residual yaitu pasien lebih suka untuk menyendiri,
abulia, tidak punya inisiatif dan melakukan pekerjaan hanya bila disuruh. Maka
diagnosis yang diambil adalah skizofrenia residual. Pada aksis I, hal ini sesuai
dengan kriteria diagnostik skizofrenia residual.
Pada aksis II, ciri kepribadian pasien yaitu skizoid, sesuai dengan gejala
yang ditemukan pada pasien, yaitu sedikit aktivitas yang memberikan kesenangan,
emosi dingin, afek mendatar, hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan
sendiri.
Pada aksis III, pasien sempat mengalami batuk-batuk lama, keringat dingin
bila malam, demam, dan setelah diperikan oleh dokter penyakit dalam didiagnosis
dengan dengan tuberkulosis. Pasien mengaku sedang menjalani pengobatan TB dan
minum secara teratur.
Pada aksis IV, masalah pada pasien berkaitan dengan lingkungan sosial.
Memang sejak pasien masuk rumah sakit, persepsi lingkungan sosial terhadap
pasien menganggap bahwa ia mengalami gangguan jiwa karena kedatangan pasien
ke rumahnya membuat masyarakat disekitar merasa tidak nyaman. Pasien juga
tidak bisa menyelesaikan pendidikannya. Pasien mengakui ingin melanjutkan

17
pendidikannya, bahkan pasien juga ingin bekerja dan ingin memperoleh pasangan
hidup ke depannya sampai ke pernikahan.
Pada aksis V, Global Assesment of Functioning (GAF) scale, Current 70-
61 yaitu beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik. GAF scale High Level Past Year (HLPY) 80-71, yaitu
gejala sementara, dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dan
lain-lain.

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : gangguan skizofrenia residual
Aksis II : ciri gangguan kepribadian skiozoid
Aksis III : masalah kesehatan TB sejak Juni 2014 dan dalam terapi
Aksis IV : masalah berkaitan dengan lingkungan sosial, dan tidak dapat
menyelesaikan pendidikan
Aksis V : GAF scale Current 70-61, beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. GAF
scale HLPY 80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, dan lain-lain.

IX. PROBLEM
A. Organobiologi : paru-paru
B. Psikologi : tidak ada
C. Lingkungan & sosial ekonomi : tidak kesulitan dalam interaksi sosial,
keluarga pasien berkecukupan

X. RENCANA TERAPI
A. Psikofarmako
 Chlorpromazine (CPZ) 100gr 0-0-1
 Trihexypenidyl (THP) 2mg 3x1 tablet/hari
 Haloperidol 5gr 3x1 tablet/hari

18
B. Psikoterapi dan Intervensi Psikososial
1. Psikoterapi
a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan
pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharaplan,
seperti hak istimewa dan rawat jalan di rumah sakit. Dengan demikian
frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti marah-marah
tanpa sebab, berbicara sendiri di masyarakat, dan postur tubuh aneh
dapat dihindari.

b. Terapi Berorientasi Keluarga


Terapi ini sangat berguna karena pasien seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia residual kembali
seringkali mendapatkan manfaat terapi keluarga yang singkat namun
intensif. Setelah periode pemulangan segera,m topik penting yang
dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya.

c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia residual biasanya memusatkan pada
rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realita
bagi pasien skizofrenia residual. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia residual.

19
d. Psikoterapi Individu
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
didalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakan hubungan
seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia residual seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika ada
yang mendekati. Perintah sederhana, pengamantan dari jauh yang
cermat, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial
adalah lebih disukai daripada kehangatan persahabatan berlebihan yang
tidak tepat.

2. Intervensi Psikososial
a. Terhadap Pasien
 Memberikan edukasi terhadap pasien agar memahami gangguannya
lebih lanjut, cara pengobatannya, efek samping yang kemungkinan
muncul, serta pentingnya kepatuhan dan keteraturan minum obat.
 Memberikan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri,
perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik.
 Memberikan motivasi kepada pasien agar pasien tidak merasa putus
asa dan agar semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak
kendur.

b. Terhadap Keluarga Pasien


 Dengan psiko-edukasi yang menyampaikan informasi kepada
keluarga mengenai berbagai kemungkinan penyebab penyakit,
perjalanan penyakit, dan pengobatan sehingga keluarga dapat
memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan
kontrol secara teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan.
 Meminta keluarga untuk tetap memastikan pasien tetap berada dalam
pengawasan keluarga
 Memberikan edukasi kepada keluarga bahwa penyakit pasien
bukanlah berhubungan dengan hal-hal gaib, melainkan adanya

20
ketidakseimbangan neurotransmitter otak sehingga memunculkan
gejal yang aneh.

XI. PROGNOSIS
A. Ad vitam : dubia ad bonam
B. Ad fungsionam : dubia ad bonam
C. Ad sanationam : dubia ad bonam

XII. ANJURAN
Dianjurkan kepada keluarga pasien agar mengawasi pasien dengan
memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus, karena pasien membutuhkan
dorongan motivasi untuk dapat semubuh dan tidak terbeban dengan masalahnya.
Memberikan nasehat edukasi pada pasien agar mengerti keadaannya, rajin untuk
minum obat. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit.

XIII. DISKUSI
A. Formulasi Diagnostik.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Sebagian
kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar
pasien berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang
memperlihatkan gambaran penyakit yang “ringan”. Selama periode residual,
pasien lebih menarik diri atau mengisolasi, dan “aneh”.1
Formulasi diagnostik ini berdasarkan DSM-V. Kriteria diagnostik
skiozfrenia berdasarkan DSM-V, sebagai berikut:2
a. Terdapat dua (atau lebih) gejala berikut, masing-masing ada selama
sebagian waktu yang signifikan selama periode satu bulan (atau kurang
jika berhasil diobati). Setidaknya salah satu dari gejala (1), (2) dan (3)
harus ada:
1. Waham
2. Halusinasi

21
3. Bicara kacau
4. Perilaku katatonik
5. Gejala negatif
b. Selama sebagian waktu yang signifikan sejak onset gangguan, fungsi dari
satu atau lebih area, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri, nyata dibawah tingkat dicapai sebelum onset.
c. Tanda-tanda terus-menerus dari gangguan ini menetap setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus termasuk setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang
jika berhasil diobati) dan ada kriteria a) (gejala fase aktif) dan mungkin
termasuk periode prodormal atau gejala negatif.
d. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan gejalan
psikotik harus dikesampingkan karena salah satu 1) tidak ada episode
depresif atau maik yang telah terjadi bersama-sama dengan gejalan fase
aktif, atau 2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
mereka telah ada selama minoritas dari total durasi periode aktif dan
residual dari penyakit.
e. Gangguan ini tidak disebabkan oleh pengaruh zat (misalnya
penyalahgunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lain.
f. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autis atau gangguan komunikasi
dari onset anak, tambahan diagnosis dari skizofrenia dibuat hanya jika
waham atau halusinasi menonjol, tambahannya gejala skizofrenia ada
setidaknya 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati).
Skizofrenia residual memiliki kriteria diagnostik, yaitu:3
Suatu tipe skiozfrenia di mana kriteria berikut ini terpenuhi:
a. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku
katatonik terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.
b. Terdapat terus bukti-bukti gangguan, seperti yang ditunjukkan oleh adanya
gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tertulis dalam kriteria A
untuk skizofrenia, ditemukan dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya,
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
status mental. Dari anamnesis ditemukan awalnya pasien masuk dengan

22
gejala-gejala yang mengarah kepada skizofrenia paranoid. Gejala-gejala yang
ditemukan pada pasien awalnya adalah halusinasi auditorik (+) dan waham
dikendalikan (+). Pasien mengakui mendengar bisikan-bisikan yang
memerintahkannya untuk memukul orang, marah-marah tanpa sebab. Pasien
juga merasa dikendalikan dengan bisikan tersebut sehingga pasien selalu
marah-marah tanpa sebab, berontak, jalan-jalan tanpa tujuan, sehingga
keluarga pasien membawa ke rumah sakit. Namun beberapa tahun kemudian
gejala-gejala tersebut menjadi berkurang atau lemah, dimana menurut ibu
pasien, ketika pasien diijinkan pulang ke rumah, pasien menjadi lebih tenang
dan diam dari biasanya. Oleh karena itu diagnosis yang dapat ditegakkan ada
skizofrenia residual.

B. Ciri Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional dan
perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi
yang biasanya. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter
tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.
Gangguan kepribadian digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu kategori A
(paranoid, skizoid, skizotipal), kategori B (antisosial, ambang, histrionik,
narsistik), dan kategori C (menghindar, dependen, obsesif-kompulsif,
gangguan kepribadian yang tidak ditentukan).3-4
Pada kasus termasuk dalam ciri gangguan kepribadian skizoid, berikut
pedoman diagnosisnya:5
1. Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan;
2. Emosi dingin, afek mendatar, atau tak peduli (detachment);
3. Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau
kemarahan terhadap orang lain;
4. Tampak nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian maupun kecaman;
5. Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang
lain;
6. Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri;
7. Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan;

23
8. Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab
(kalau ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin
hubungan seperti itu;
9. Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang
berlaku.
untuk diagnosisnya membutuhkan paling sedikit 4 dari poin-poin di atas.
Pada kasus ditemukan a, b, f.

C. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya adalah depresi pasca skizofrenia. Hal in disebabkan
karena pasien telah menderita selama 12 bulan terakhir, beberapa gejala
skizofrenia masih ada, ada depresif, seperti lebih suka menyendiri, berwajah
datar seperti murung-murung. Tetapi pasien masih memiliki minat untuk
bekerja dan melakukan sesuatu, meskipun harus diperintah terlebih dahulu.

D. Rencana Terapi
a. Psikofarmaka
Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia. Antipsikotik
termasuk tiga kelas obat yang utama: antagonis reseptor dopamin, risperidone
(rispedal), dan clozapine (clozaril). Pemakaian medikasi antipsikotik pada
skizofrenia harus mengikuti lima prinsip utama: (1) klinisi harus secara
cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati; (2) suatu antiosikotik
yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan lagi.
Jika tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan
pada sifat efek samping. Data sekarang tersedia menyatakan bahwa
risperidon, remoxipride, dan obat-obat yang mirip dengannya yang akan
diperkenalkan di tahun-tahun mendatang mungkin menawarkan suatu sifat
efek samping yang unggul dan kemungkinan kemanjuran yang unggul; (3)
lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu
pada dosis yang adekuat. Jika percobaan tidak berhasil, suatu antipsikotik,
yang biasanya dari kelas lain, dapat dicoba; (4) pada umumnya, penggunaan
lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang

24
diindikasikan, walaupun beberapa dokter psikiatrik menggunakan
thioridazine (tegretol) mungkin diindikasikan; (5) pasien harus dipertahankan
pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai
pengendalian gejala selama episode psikotik.5
Pada kasus ini diberikan Chlorpromazine (CPZ) 100gr 0-0-1, THP
(Trihexypenidyl) 2mg 3x1 tablet / hari, Haloperidol 5gr 3x1 tablet/hari.
Chlorpromazine terutama digunakan terhadap sindrom psikosis dengan
gejala dominan : kekacauan pikiran, perasaan, perilaku, dll. Haloperidol
digunakan tehadap sindrom psikosis dengan gejala: apatis, menarik diri,
waham, halusinasi, kehilangan minat, dll. Chlorpromazine adalah obat
antipsikotik yang rendah dan efek sedasi tinggi sehingga yang diharapkan
dari obat ini adalah juga efek sampingnya yang membuat pasien dapat tertidur
pulang.6 Itulah sebebnya pasien diberikan 1x pada malam hari. Selain itu juga
diberikan Haloperidol 2x2,5mg yang merupakan golongan anti ansietas.
Haloperidol merupakan golongan potensi rendah untuk mengatasi pasien
dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. Haloperidol
berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis. Reaksi
ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol.6
Dengan menekan aksi dopamin, maka efek samping obat-obat ini seperti
kondisi kekurangan dopamin dan kelebihan aksi asetilkolin pada pasien
Parkinson. Sehingga pasien juga diberikan Trihexyphenidyl (THP) 2mg 2x1
yaitu golongan obat antiparkinson. Trihexyphenidyl digunakan untuk
mengatasi efek samping ekstrapiramidal, mengurangi kegoyahan dan gelisah
yang dapat disebabkan oleh beberapa obat antipsikotik.6

b. Psikoterapi
1. Psikoterapi
 Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga
pasien merasa lega.

25
 Konseling : memberikan penjelasan kepada pasien sehingga
dapat membantu pasien dalam memahami penyakit
dan cara mengatasinya

2. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang disekitar tentang
penyakit pasien sehingga dapat memberikan dukungan moral dan
menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu
proses penyembuhan.

XIV. WAWANCARA PSIKIATRI


Wawancara dilakukan pemeriksan di depan ruangan bangsal Cakalele RS.
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada 24 November 2014, pukul 14.00
WITA.
Keterangan:
I : Pemeriksa
P : Pasien

I : selamat siang, perkenalkan ini dengan dokter Immanuel, nama sapa


dang kalo boleh tahu ?
P : kita pe nama Sefri Imbang
I : umur berapa kang ?
P : umur 31
I : lahir kapan dang ?
P : 1983
I : tanggal dan bulan dang ?
P : 1 September
I : lahir dimana ?
P : lahir di Maumbi
I : agama apa dang ?
P : Kristen
I : ada rajin pergi ibadah ?

26
P : klo disini tiap hari rabu, kalo dirumah tiap hari minggu, sama kaum
pemuda hari kamis
I : so kawin atau belum ini ?
P : belum
I : kalo cewek dang ?
P : ya kalo cewek baru mo cari (sambil tersenyum)
I : dulu pernah ada cewek dang ? ato ?
P : iyo dulu pernah ada cewek kita suka, mar dia nda mau
I : pekerjaan apa ini ?
P : pekerjaan tukang.
I : pendidikan terakhir apa dang ?
P : SMA, jurusan IPS
I : sampe lulus nda SMA ?
P : nda sampe lulus, Cuma sampe kelas 3
I : suku apa dang ?
P : suku Minahasa Utara
I : kong waktu kecil kegiatan-kegiatan bagaimana ?
P : waktu kecil, kegiatan cuma sekolah, bermain dengan teman-teman, SD
di negeri, SMP di negeri, SMA di negeri.
I : klo boleh tahu, dulu masuk rumah sakit karena apa ?
P : waktu dulu datang ke rumah sakit, karena sakit
I : sakit bagaimana ini ?
P : sakit so terganggu dang. Pikiran so terganggu
I : terganggu bagaimana ini ?
P : terganggu no. rupa ada bisikan-bisikan begitu
I : bisikan ? bisikan ada bilang apa ?
P : da suruh pukul orang, marah-marah
I : kong bikin apa dang klo muncul tu bisikan ?
P : kita cuma tutup telinga saja, se biar akang.
I : ouw begitu, jadi nda mau iko dang tu bisikan pe mau
P : iyo, klo bisikan itu nda benar jadi cuma tutup telinga saja sampai
bisikan hilang

27
I : tu bisikan ada depe orang nda ?
P : lain kali ada lain kali nda.
I : kalo sekarang dang masih ja dengar bisikan-bisikan ?
P : ooo klo sekarang so nda, so lama nda dengan bisikan-bisikan, klo dulu
yang bisik itu marah-marah no klo qt nda iko, cuma sekarang so nda
ada.
I : pak Sefri tahu nda tentang pak Sefri pe penyakit ?
P : klo begini kan, dorang bilang sakit jiwa lah, pokoknya ya gangguan no,
mar kita nintau depe penyebab apa
I : berapa bersaudara dang pak Sefri ?
P : ohh kita 3 bersaudara
I : pak Sefri anak ke berapa dang ?
P : kalo kita anak kedua.
I : anak pertama dan anak ketiga laki-laki atau perempuan ?
P : kalo kakak laki-laki, kalo adik perempuan
I : orang tua dang dua-dua masih ada ?
P : kalo mama masih ada, tapi bapa so meninggal
I : bapa meninggal karena apa ? so dari kapan ?
P : meninggal karena darah tinggi dorang bilang, klo kapan so 5 atau 6
tahun lalu meninggal.
I : waktu meninggal sedih nda ?
P : sedih (muka datar)
I : ok. Kong pak Sefri boleh batulis dan membaca ?
P : ohh boleh no
I : coba dang tulis nama lengkap di sini (sambil memberikan kertas dan
bolpen)
P : (mulai menulis)
Nama: Sefri Youce Imbang
TTL: Maumbi, 1 September 1983
Alamat: Maumbi Kampis
I : oke, sekarang boleh nda gambar denah menuju rumah bagaimana ?

28
P : ouw menuju rumah di Maumbi ? (sambil gambar menggunakan bolpen
dan kertas yang sudah diberikan tadi)
I : oke, sekarang iko yang kita setunjuk ne. Ini botol (sambil menunjukkan
botol), ini buku (sambil menunjukkan buku), ini bolpen (sambil
menunjukkan bolpen).
P : ini botol... ini buku... ini bolpen.. (mengikuti perintah pemeriksa)
I : sekarang berhitung ne,.. 100-7 berapa ?
P : 103,, ehhh 93 (sambil ketawa)
I : kalo dikurang 7 ?
P : 86 (sambil senyum)
I : kurang 7 lagi ?
P : hmmm.. 7... (sambil berpikir) 79
I : baguss..
P : betul nda dokter ?
I : iyo betul, mantap noo
P : hahaha (sambil tertawa)
I : oke ne pak Sefri, nanti berikut dokter datang lagi ne, mau tanya” pa
Sefri ulang.
Setelah selesai diwawancara pasien kemudian menuju ke tempat tidurnya.

Wawancara di rumah pasien bersama ibu pasien saat melakukan home


visite pada 31 Desember 2014, pukul 15.00 WITA.
Keterangan:
I : Pemeriksa
R : ibu pasien

I : selamat sore ibu, maag mengganggu sebelumnya.


R : sore juga. Iya tidak papa, silahkan masuk
I : ibu perkenalkan saya dokter muda Immanuel dari malalayang. Boleh
mo tanya-tanya sedikit tentang Sefri.
R : ohh boleh. Nda ketemu dengan Sefri di RS Ratumbuysang ?

29
I : ada no ibu, makanya tahu rumah disini. Dia yang kasih alamat rumah..
ibu kalo boleh tahu Sefri berapa bersaudara kang ?
R : itu (sambil menunjuk foto dinding). Dorang ada 3 bersaudara, yang
pertama laki-laki so kerja, kalo kedua Sefri no, deng yang ketiga
perempuan, so kerja le.
I : so dari kapan dang Sefri da masuk rumah sakit ?
R : so lama kwa itu, so dari dia masih sekolah SMA. Kelas 3.
I : ohh so lama kang, kong karena kiapa ibu sampe masuk rumah sakit ?
R : waktu itu kwa dia ada bergaul dengan de pe teman-teman sekolah,
mabuk-mabuk, kong ada pukul orang no, habis itu dia so mulai
bingung-bingung bagitu, marah-marah nda jelas, berontak, jalan-jalan
tanpa tujuan bagitu.
I : ouww kenapa dang dia ba pukul orang tu lalu ? karena dia mabok atau
bagaimana ?
R : dohh torang le nintau kenapa dia pukul. Dia bilang karena minum
alkohol makanya dia pukul, ehh nintau pas diselidiki ada bisikan-
bisikan kote yang ja suruh pa dia.
I : dia pernah bilang kalo ada bisikan-bisikan ibu ?
R : nda sie, Cuma dokter ja jelaskan tu hari. Klo dia tertutup de pe orang,
jadi nda pernah cerita pa torang tu bisikan-bisikan. Dia cuma kage-kage
so marah-marah nda jelas, berontak. Begitu no makanya torang lansung
bawa ke rumah sakit.
I : ouw begitu, kong waktu kecil dang bagaiaman sefri ibu ?
R : ouw klo dia waktu kecil biasa-biasa saja, normal begitu, nda ada yang
aneh-aneh,, Cuma nintau kenapa pas so SMA kelas 3 kong bergaul
deng de pe teman-teman tu dia, ja kasih alkohol lah apalah kong dia
jadi bingung-bingung bgitu no. sempat dia sembuh tahun 2005, kong
dia pulang no kamari, dirumah.
I : ouw diperbolehkan pulang dang ? kong ba apa di rumah ?
R : iyo dokter bilang boleh pulang, mar dokter bilang pa dia musti ja
minum-minum obat. Kong pulang no. di rumah dia sempat jadi tukang
ojek no atau nda pi dengan de pe papa ba tukang bangunan begitu dang.

30
Mar dia kwa nda teratur minum obat, dia bilang kata nanti manganto
kalo minum. Jadi nanti klo so mulai muncul tu tanda-tanda sakit baru
dia minum.
I : ouw kong dang Sefri pe papa kata so meninggal ? kalo boleh tahu
karena knapa kang ?
R : kita pe suami so meninggal dari 5-6 tahun yang lalu no, karena sakit
jantung.
I : kong bagaimana dang hubungan Sefri dengan ibu deng bapa deng depe
sodara-sodara ?
R : baik-baik saja, nda ada masalah. Dia deng de papa tu dekat skali rupa
pinang di belah dua. Dorang dua kwa pe muka sama, sifat sama
makanya no mirip skali dibanding de pe kakak pertama.
I : kalo hubungan dengan tetangga atau de pe teman-teman bagaimana ibu
?
R : sama no, baik-baik saja dulu, cuma pas dia so sakit begini, orang-orang
so nda bagaimana-bagaimana le dengan dia, so itu dia lebih suka
banyak di rumah sakit dari pada pulang ke rumah sini, lantaran so nda
ada yang mw bergaul dengan dia. De pe teman-teman le mau datang ke
rumah for mau jenguk dia nimau datang ke rumah. Mungkin malu sto
dia.
I : kong dibanding sebelum ibu pe suami meninggal dan sesudah ada
perubahan nda pada Sefri dari de pe sikap dan lainnya ?
R : ada no.. dia jadi lebih pendiam, lebih suka menyendiri di kamar, deng
semenjak kita pe suami meninggal dia lebih sering ke rumah sakit.
Paling di rumah cuma 1 sampai 2 hari, makan, mandi, tidur, kong pigi
pulang ke rumah sakit ulang. Padahal sebelumnya dia kerja biasa, iko-
iko depe papa. Mar nintau kenapa sekarang lebih pendiam dia.
I : ohh kong bagaimana Sefri waktu kecil, ada sakit-sakit yang serius atau
?
R : nda ada no, Cuma sakit-sakit biasa begitu, demam, batuk, pilek, Cuma-
Cuma begitu.
I : de perkembangan dang bagaimana ibu ?

31
R : dohh dia tu paling cepat berkembang dari de pe sodara-sodara ini. Umur
1 tahun dia so bisa jalan deng dia paling nda rewel dulu kalo haus kita
kasis ASI langsung diam, beda dengan de pe kakak deng adik tetap
menangis biar le so kasih ASI dengan makan.
I : ouw Sefri pe pendidikan dang bagaimana ibu ? dari SD sampai SMA
R : biasa-biasanya no kalo dari SD sampai SMP, mar pas SMA kelas 3 pas
so dekat ujian itu no dia gabung deng de pe teman-teman minum-
minum itu kong langsung sakit begitu.
I : ohhh trus sefri pernah cerita nda tentang de pe cewek begitu atau pernah
naksir cewek pas sekolah ?
R : ohh cewekk,, dulu ada dia dekat de pe teman cwe sekolah pas SMA,
satu kompleks dengan dia disini, cuma nintau bagaimana, de pe cwe
nda suka stow dengan tahu de pe keanehan bgtu makanya nda jadi
I : ouw...kong sefri biasa ja pergi-pergi ibadah ?
R : ohh ada no,, mar semenjak so sakit begini dia mulai jarang pigi gereja
atau iko kegiatan pemuda, lantaran malu stow dia dengan de pe sakit ni
dia.
I : kong ibu lebih senang dia di rumah atau di rumah sakit ?
R : ohh klo torang sie mana-mana no dari Sefri, kalo dia suka di rumah
silahkan, kalo dia suka di rumah sakit silahkan, torang nda ja tahan de
pe mau apa sekarang. Kita kwa sering tinggal deng kita pe cucu. Tape
anak pertama dan ketiga da pigi kerja.
I : ohh begitu dang... iyo ibu tetap kasih semangat trus pa sefri, kasih
motivasi for dia supaya dia mau berubah for jadi sembuh, dengan tetap
berdoa no dan kasih dukungan pa dia.. terima kasih itu suda bacarita
banyak ini. So mengganggu ibu pe kegiatan lagi di rumah.
R : iyo sama-sama terima kasih juga ne..
I : selamat sore ne ibu, Tuhan memberkati
R : sore juga..

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Jakarta: Badan


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 170-95.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. Edisi 5. Washington, DC: American Psychiatric Publishing.
2013. h. 14-5.
3. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid I. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010. h. 722.
4. Kaplan HI, Saddock BJ, Greb JA. Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences / Clinical Psychiatry. 9th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins.
2003.
5. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid II. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010. h. 266.
6. Maslim R. Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; Jakarta. 2007

33
Lampiran 1

Gambar 1. Foto bersama sebelum melakukan wawancara dengan pasien (Tn. SI)

Gambar 2. Foto bersama setelah melakukan wawancara dengan pasien (Tn. SI)

34
Gambar 3. Rumah orang tua dan pasien di Maumbi

Gambar 4. Pemeriksa melakukan home visite ke rumah pasien

Gambar 5. Home visite dengan ibu pasien di rumah Maumbi

35
Gambar 6. Hasil Tulisan Tangan dan Gambar Denah Rumah oleh Pasien

36

Anda mungkin juga menyukai