Anda di halaman 1dari 37

FAKTOR PENCETUS ADHF

ISRA NOFITRI
N 111 19 072

Pembimbing : dr. Venice Chairiadi, Sp.JP(k).,FIHA


PENDAHULUAN

Penyebab Gagal Jantung

Cardiac Non Cardiac

• Acute Coronary Syndrome • Hipertensi


• Cardiomiopati • Chronic Kidney Disease
• Multiple Valva Disease • Sirosis Hepatis
• Diabetes Mellitus
TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL JANTUNG

Gagal Jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa


darah dalam waktu yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan jaringan.
1) Gagal jantung akut
2) Gagal kronik
Gagal jantung adalah sindrom kompleks yang melibatkan proses akut dan kronis.
Gagal jantung akut memiliki berbagai presentasi. Hal ini dapat ditandai dengan gejala
yang berkembang dengan cepat dari onset baru atau de novo, atau bisa menjadi
perburukan gagal jantung kronis yang berujung pada gagal jantung dekompensasi akut
(ADHF), kadang-kadang disebut gagal jantung 'akut pada kronis
Perburukan atau dekompensasi gagal jantung kronik (GJK), adanya riwayat
perburukan yang progresif pada penderita yang sudah diketahui dan mendapat terapi
sebelumnya sebagai penderita gagal jantung kronik dan dijumpai adanya kongesti
sistemik dan kongesti paru1
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala
hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan
relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel, yang juga didefinisikan
sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 5
Sistem klasifikasi New York Heart Association (NYHA)

Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology/American Heart Association


(ACC/AHA)

- Stage A : Memiliki risiko tinggi mengembangkan gagal jantung. Tidak ditemukan


kelainan struktural atau fungsional, tidak terdapat tanda/gejala.
- Stage B : Secara struktural terdapat kelainan jantung yang dihubungkan dengan
gagal jantung, tapi tanpa tanda/gejala gagal jantung.
- Stage C : Gagal jantung bergejala dengan kelainan struktural jantung.
-Stage D : Secara struktural jantung telah mengalami kelainan berat, gejala gagal
jantung terasa saat istirahat walau telah mendapatkan pengobatan
Faktor-faktor pencetus timbulnya perburukan/dekompensasi gagal
jantung
Tidak patuh dalam pengobatan dan
diet

Penyebab jantung

Penyebab non-jantung

NSAID

Volume overload
Kriteria FRAMINGHAM
Kriteria Mayor: Kriteria Minor:
• Dispnea nokturnal paroksismal atau •Edema ekstremitas
ortopnea •Batuk pada malam hari
• Distensi vena leher
•Dyspnea d’ effort
• Rhonki paru
•Hepatomegali
• Kardiomegali
•Efusi pleura
• Edema paru akut
•Takikardi ≥ 120x/menit
• Gallop S3
• Peningkatan tekanan vena jugular
• Hepatojugular reflux

Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan
gagal jantung

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
Gejala dan Tanda Acute Decompensated Heart Failure
Volume Overload
-          Dispneu saat melakukan kegiatan
-          Orthopnea
-          Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
-          Ronchi
-          Cepat kenyang
-          Mual dan muntah
-          Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
-          Distensi vena jugular
-          Reflex hepatojugular
-          Asites
-          Edema perifer

Hipoperfusi
-          Kelelahan
-          Perubahan status mental
-          Penyempitan tekanan nadi
-          Hipotensi
-          Ekstremitas dingin
-          Perburukan fungsi ginjal
Pemeriksaan Penunjang

• Foto thoraks
• EKG
• Echocardiografi
• Peptida Natriuretik (BNP dan NT-pro BNP)
• Kateterisasi jantung
Tatalaksana
Diuretik Transplantasi

ACEI ICD
CRT

ARB
Digoksin

Antagonis
Beta Blocker H-ISDN
Aldosteron
Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3x/hari) 50-100 (3x/hari)
Enalapril 2,5 (2x/hari) 10-20 (2x/hari)
Lisinopril 2,5-5 (1x/hari) 20-40 (1x/hari)
Ramipril 2,5 (1x/hari) 5 (2x/hari)
Perindopril 2 (1x/hari) 8 (1x/hari)
ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)

Antagonis Aldosteron
Eplerenon 25 (1x/hari) 50 (1x/hari)
Spironolakton 25 (1x/hari) 25-50 (1x/hari)

Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3,125 (2x/hari) 25-50 (2x/hari)
Metoprolol 1,25/25 (1x/hari) 200 (1x/hari)

Diuretik
Diuretik Loop
Furosemid 20-40 40-240
Bumetanide 0,5-1,0 1-5
Torasemide 5-10 10-20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12,5-100
Metolazone 2,5 2,5-10
Indapamide 2,5 2,5-5
Diuretic hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12,5-25 (+ACEI/ARB)50
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB)100-200
Hipertensi

Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan yang menunjukkan akumulasi dari


adaptasi fungsional dan struktural dari peningkatan tekanan darah. Pembesaran ventrikel
kiri,kekakuan vaskular & ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan
menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal jantung bila
tidak ditangani dengan baik.
Hipertensi diidentifikasikan sebagai precursor utama terjadinya left ventricular
hypertrophy (LVH). Prinsip adaptasi structural jantung terhadap peningkatan beban tekanan
adalah LVH, secara esensial menyebabkan peningkatan penebalan dinding ruang jantung.
Individu dengan hipertensi ringan memiliki dua sampai tiga kali resiko terjadinya LVH dan
resiko ini meningkat seiring dengan keparahan hipertensi. Berkembanganya LVH berkaitan
dengan perubahan degenerative progresif pada miosit kardia yang mengalami hipertrofi,
dan akumulasi abnormal kolagen pada ruang interstitial. Rangkaian kejadian ini yang
tersering menyebabkan disfungsi diastolic.
Hipertensi dapat disebabkan oleh stress psikologis. Dimana pada kondisi ini akan
mengaktivasi resepetor beta adrenergic. Aktivitas rseptor beta pada jantung akan
meningkatkan influx kalsium kedalam sel jantung sehingga mengakibatkan denyut
jantung meningkat, dan berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan sistolik.
Keadaan ini mengakibatkan perubahan hemodinamik, sehingga menimbulkan jejas
endotel yang merupakan awal aterosklerosis yang jika tidak ditangani dengan segera bisa
berlanjut sampai ke gagal jantung.
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan
oleh JNC 7:
1. Diuretik terutama jenis Thiazide
2.Beta blocker
3. Calcium channel blocker (CCB)
4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
5. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, Receptor antagonis/blocker (ARB)
Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah suatu tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai dengan adanya distorsi arsitektur lobular hati, pembentukan nodul regeneratif
dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen
(vena porta dan arteri hepatika) dan eferen vena hepatika. Nekrosis hepatoseluler pada
sirosis hepatis mengakibatkan jaringan retikulin kolaps disertai distorsi jaringan
vaskuler, deposit jaringan ikat dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati dapat dibedakan menjadi sirosis kompensata dan sirosis dekompensata
yang hanya dapat dibedakan oleh biopsi hati. Sirosis hati kompensata yaitu sirosis hati
yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati dekompensata yaitu sirosis hati
yang menunjukkan gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala
sehingga kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin atau karena penyakit lain
 
Hubungan Sirosis hepatis dengan gagal jantung

Disfungsi Sistolik

Disfungsi Diastolik

Abnormalitas
Elektrofisiologi
Chronic Kidney Disease

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai


dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Salah satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal
adalah uremia. Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/
menit/1,73m². Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat Penyakit

Pada penderita yang sudah mencapai PGK derajat IV (eGFR


<30mL/menit/1.73m2) juga harus dimulai terapi hemodialisa
Gagal Ginjal Kronik menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu komplikasi yang
paling ditakutkan adalah Penyakit Jantung Koroner. Penyakit Jantung Koroner adalah
penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh proses deposisi plaque ateroma dan
penyempitan progresif dari arteri yang menyuplai darah ke otot jantung, sehingga aliran
darah dalam pembuluh koroner tidak adekuat lagi, dengan demikian dinding otot jantung
mengalami iskemia di mana oksigen bagi otot jantung tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme sel-selnya. Dua faktor yang dianggap memiliki kontribusi dalam
terbentuknya atheroma pada pasien gagal ginjal kronik adalah inflamasi dan kalsifikasi
dinding pembuluh darah. Penelitian menunjukkan bahwa proses inflamasi, terutama C-
reactiveprotein (CRP) mempunyai efek langsung pada pembentukan atherosklerosis. CRP
akan mengikat sel-sel yang rusak yang kemudian akan mengaktivasi sistem komplemen,
menunjukkan ikatan kalsiumdependen, dan agregasi dari LDL dan VLDL . Sehingga CRP
merupakan indikator jumlah plak atherosklerosis dan ketebalan tunika intima-media arteri
koronaria baik pada pasien yang sudah maupun belum menjalani hemodialisa. Kalsifikasi
pembuluh darah disebabkan adanya keseimbangan positif kalsium dan fosfat yang
disebabkan baik karena naiknya konsumsi dan inadekuat ekskresi. Selain itu adanya
hiperparatiroidisme dan penggunaan vitamin D juga mempunyai kontribusi terjadinya
kalsifikasi pembuluh darah . Jadi secara tidak langsung, maka keadaan gagal ginjal kronik
meningkatkan insidensi dan prevalensi PJK.
Identitas Pasien

Nama : Tn S
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 40 tahun
Alamat : Desa Lambunu
Tgl Pemeriksaan : 15 februari 2021
Ruangan : Pav.Flamboyan
ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak Nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang laki-laki masuk IGD RSUD Undata dengan keluhan
sesak yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir dan memberat 2
hari SMRS. Sesak dirasakan memberat ketika berbaring
sehingga pasien kesulitan tidur. Pasien juga mengeluhkan kaki
dan tangan mengalami pembengkakan kemudian diikuti dengan
perut yang membesar sejak kurang lebih satu tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluh perut terasa sakit dan terasa penuh. BAK
tidak lancar dan BAB biasa. Pasien belum pernah melakukan
pengobatan sebelumnya. Demam(-), mual(-), muntah(-), batuk
(-).
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu. Pasien memiliki riwayat
mengkonsumsi alkohol sejak SD
 
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
150/100 80
GCS: 25 kali /
kali 36,5 ° C
E4M6V5 mmHg menit
/menit
Pemeriksaan Fisik
KEPALA LEHER
Wajah : moon face KGB : Tidak ada pembesaran
Deformitas : Tidak ada Tiroid : Tidak ada pembesaran
Bentuk : Normocephal JVP : peningkatan (+) 5+4
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Massa lain: Tidak ada
Sclera icterus -/-
Pupil isokor +/+
Mulut : tidak ada kelainan
Pemeriksaan Thorax
Paru-Paru Jantung

Inspeksi Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat


- Simetris bilateral Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Palpasi Perkusi :
- vocal fremitus kanan sama dengan Batas Atas : SIC II linea parasternal sinistra

kiri Batas kanan: SIC IV linea parasternal

Perkusi dextra
Batas kiri: SIC V linea midclavicula sinistra
- sonor
Auskultasi: BJ I/II regular
Auskultasi
-vesikuler +/+,
-ronkhi +/+,
-wheezing -/-
ABDOMEN EKSTREMITAS
Inspeksi Atas : Akral hangat (+/+)
Tampak Cembung Edema (+/+)

Auskultasi
Peristaltik (+) kesan normal
Bawah : Akral hangat (+/+)
Perkusi
Edema (+/+)
timphany (+)
Palpasi
Tes pekak berpindah (+)
Resume
Seorang laki-laki masuk IGD RSUD Undata dengan keluhan dispneu yang
dirasakan sejak 1 minggu terakhir dan memberat 2 hari SMRS. Dispneu
dirasakan memberat ketika berbaring sehingga pasien kesulitan tidur. Pasien
juga mengeluhkan edema pada ekstremitas superior dan inferior yang kemudian
diikuti pembesaran abdomen kurang lebih satu tahun yang lalu. Pasien juga
mengeluh perut terasa sakit dan penuh pada seluruh lapang abdomen.pasien
juga sering mengkonsumi alkohol sejak SD. BAK tidak lancar dan Pasien
belum pernah melakukan pengobatan sebelumnya.
Pemeriksaan tanda vital ditemukan Tekanan Darah : 150/100 mmHg, Nadi :
80 kali/menit, Respiration Rate : 23 kali/menit, dan Suhu Tubuh : 36,5 C.
Pemeriksaan fisik wajah tampak moon face (+) konjungtiva anemis (+/+) pada
abdomen didapatkan, perkusi timpani bagian atas perut, redup bagian sisi
lateral dextra et sinistra, pada palpasi didapatkan distensi abdomen, ekstremitas
superior edema (+/+), ekstremitas inferior edema (+/+). Akral hangat (+/+)
Diagnosis Kerja:
Acute Decompensative Heart Failure ec Hipertention Heart Disease
+ Sirosis Hepatis + Chronic Kidney Disease

Usulan Pemeriksaan Penunjang :


Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah
EKG
Foto Thorax
Echocardiography
DARAH LENGKAP NILAI RUJUKAN

WBC 10.6.103/mm3 4,0-10,0.103

RBC 2.46.106/mm3 4,5-6,5

PLT 211.103/mm3 150-500

HCT 20.1% 40-54

HGB 6.7 g/dL 13,0-17,0

MCV 81.7 µm3 80-100

MCH 27.2 pg 27,0-32,0


EKG
Diagnosis Akhir :
Acute Decompensative Heart Failure ec Hipertention Heart Disease +
Sirosis Hepatis + Chronic Kidney Disease
IVFD RL 1 kolf/24 jam
Non Medikamentosa:
ISDN 40 mg
• Tirah Baring
Furosemid 2 amp/12 jam
• Taat minum obat Ramipril 5 mg 0-0-1
Amlodipin 10 mg 1-0-0
Betaone 2,5 mg
Spironolactone 100 mg
Ranitidin 1 amp
Aspilet 80 mg
Ketocid 3x2 tab
Sucralfat syr 3x1

Medikamentosa :
DISKUSI KASUS
Kriteria Framingham yang terpenuhi :

Kriteria mayor : Kriteria minor :


-tekanan vena jugularis -edema pada ekstremitas
-paroksismal noktunal bawah yang minimal
dispneu -dispneu d’ effort
-rhonki

Tanda dan Gejala ADHF yang didapatkan:

Volume overload: Hipoperfusi:


- Dispneu saat melakukan kegiatan - Kelelahan
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) - Takikardi
- Ronchi - Akral hangat
-   Edema
Acute decompensated heart failure merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat dari gejala-gejala atau tanda-
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. ADHF dapat merupakan
serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik yang telah dialami sebelumnya.
Penurunan cardiac output salah satunya dapat menyebabkan
peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler
ke alveoli dan terjadilah edema paru. Edema paru mengganggu pertukaran
gas di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keluhan sesak pada
pasien ini dapat terjadi sebagai akibat perburukan dari gagal jantung yang
diderita akibat terjadinya edema paru kardiogenik yang disebabkan oleh
penurunan cardiac output. Keadaan ini membuat tubuh memerlukan energi
yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien lelah.
Pasien pada kasus ini di diagnosis HHD, dikarenakan sudah
mempunyai riwayat hipertensi. Hipertensi telah dihubungkan dengan
peningkatan resiko gagal jantung pada beberapa penelitian
epidemiologis. pengaruh aktivasi sistem saraf simpatik, yang dimediasi
melalui stimulasi norepinefrin dari sistem adrenergik, juga merupakan
faktor penting pada progresi kontium kardiovaskular. Peningkatan
sistem saraf simpatis akan mengakibatkan peningkatan denyut jantung,
kebutuhan oksigen miokard dan menurunkan suplai darah ke miokard
dengan menurunkan waktu perfusi diastolik koroner. Pada hipertensi,
dimana terjadi overload hemodinamik, aktivasi sistem saraf simpatis ini
akan lebih lanjut lagi mencetuskan proses remodeling miokard. Pada
hipertensi bias menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri
sehingga bisa mengurangi cadangan aliran darah koroner.
Pada kasus ini Tn.S, usia 40 tahun, didapatkan pada fungsi hati
menurun yang ditandai SGOT dan SGPT mengalami peningkatan. Pada
pemeriksaan USG abdomen didapatkan gambaran kesan sirosis hepatis.
Pasien juga diketahui mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dalam
jangka waktu yang lama. Sirosis tipe ini mempunyai karakteristik garis
parut yang tipis dan difus, sejumlah kerusakan sel hati yang seragam, dan
nodul regeneratif kecil sehingga sering disebut sebagai sirosis
mikronodular.
Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) ditandai dengan
penurunan glomerulus filtration rate(GFR) secara perlahan dalam periode
yang lama. Glomerular Filtration Rate (GFR)menandakan jumlah cairan
yang di filtrasi oleh ginjal. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian
nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain
rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai