PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gantung diri adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk membunuh diri
sendiri melalui suatu penggantungan.5 Ada beberapa definisi tentang penggantungan.
Penggantungan atau hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh
alat jerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.1
Penggantungan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana leher dijerat dengan
ikatan yang mana daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.1,6
Dengan demikian berarti alat penjerat bersifat pasif dan berat badan bersifat aktif sehingga
terjadi konstriksi pada leher.1,2Keadaan tersebut berbeda dengan penjeratan, dimana yang
aktif (kekuatan yang menyebabkan konstriksi leher), adalah terletak pada alat penjeratnya.5
Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher
oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat penjerat
sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. 8
Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang
terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali. Pada beberapa kasus konstriksi dari
leher terjadi akibat eratnya jeratan tali bukan oleh berat badan yang tergantung. Pada
beberapa kasus yang jarang, jeratan tali dipererat oleh berat tubuh yang tergantung oleh
individu dalam keadaan tegak lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk
mengeratkan tali.9
2.2. Epidemiologi
Suatu tinjauan pada tahun 2008 di 56 negara berdasarkan data mortalitas World Health
Organization (WHO) ditemukan bahwa penggantungan merupakan metode bunuh diri yang
paling utama pada sebagian besar negara-negara tersebut. 5 Di Amerika Serikat, pada tahun
2005, the National Center for Injury Prevention and Control melaporkan 13,920 kematian di
seluruh Amerika Serikat akibat sufokasi, dengan angka rata-rata 4,63 per 100.000. Angka ini
meliputi pula strangulasi dan hanging aksidental, strangulasi dan sufokasi aksidental,
hanging, strangulasi dan sufokasi serta ancaman terhadap pernafasan aksidental lainnya.7
Penggantungan bunuh diri disetujui bersama lebih banyak pada laki-laki. 7 Di Eropa
Timur (misalnya Estonia, Latvia, Polandia dan Romania), proporsi tertinggi kasus gantung
diri lebih banyak pada laki-laki, yaitu 90%, sedangkan pada wanita 80%. 8 Namun akhir-
akhir ini wanita lebih banyak memilih metode ini untuk melakukan bunuh diri dibanding
penggunaan senjata api dan racun.7Sedangkan berdasarkan usia, kelompok remaja
melakukan tindakan bunuh diri akibat depresi dimana dapat memicu gantung diri. Terdapat
pula peningkatan insidensi accidental hanging karena "the choking game", suatu strangulasi
leher yang disengaja dalam rangka menikmati perubahan status mental dan sensasi fisik.
Pada kelompok usia dewasa muda, penyebab tersering adalah penyerangan dan bunuh diri
akibat depresi. Para narapidana sering memilih gantung diri sebagai upaya bunuh diri karena
ini merupakan satu dari sedikit metode yang tersedia bagi mereka.7
Di India, dari tahun 1997-2000, didapatkan kematian akibat penggantungan sebesar
3,4%. Penggantungan yang diakibatkan oleh bunuh diri lebih sering ditemukan pada jenis
kelamin laki-laki (2:1), tetapi kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih
dominan ditemukan pada wanita.2 . Di Istanbul, Turki, 537 dari semua kasus gantung diri
adalah laki-laki (70,56%) dan 224 adalah wanita (29,44%).3 Jika dilihat dari faktor umur,
insidens penggantung lebih sering terjadi pada dewasa muda. Di India misalnya, kematian
akibat penggantungan paling sering ditemukan pada kelompok umur 21-25 tahun4,manakala
penelitian Davidson & Marshall (1986), melaporkan bahwa insidens penggantungan yang
paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.5
8. Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban penggantungan
dengan mekanisme asfiksia.
Kebanyakan kasus penggantungan bunuh diri mempunyai mekanisme kematian
seperti ini. Seperti yang diketahui, vena jugularis membawa darah dari otak ke jantung
untuk sirkulasi. Pada penggantungan sering terjadi penekanan pada vena jugularis oleh
tali yang menggantung korban. Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati
darah untuk kembali ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial
secara perlahan-lahan dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah
tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar.
Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di pembuluh darah otak. Keadaan ini
menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan
diri. Kemudian, terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Tekanan
yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak penting tetapi durasi lamanya
tekanan diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang menyebabkan
mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban mengambil waktu yang lama sebelum
terjadinya depresi pusat nafas. Secara keseluruhan, mekanisme ini tidak menyakitkan
sehingga disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan nafsu seksual mereka (autoerotic
sexual asphyxia). Pada mekanisme ini, korban akan menunjukkan gejala sianosis.
Wajahnya membiru dan sedikit membengkak. Muncul peteki di wajah dan mata akibat
dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang lama. Didapatkan lidah yang menjulur
keluar pada pemeriksan luar.9,13,14
9. Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini karena
secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh hal yang
demikian, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantungan. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya dicekik
atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada jaringan lunak
sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini. Tekanan ini menyebabkan aliran darah
ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak menyebabkan korban tidak sadar diri
dan depresi pusat nafas sehingga kematian terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan
wajah yang sianosis tetapi tidak ada peteki.2,13,14
10. Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan dengan
mekanisme asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman gantung
atau korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering terjadi fraktur atau
cedera pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih dikenali sebagai
“hangman fracture”. Fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medulla
oblongata sehingga terjadi depresi pusat nafas dan korban meninggal karena henti nafas.13
2. Partial Hanging, yaitu posisi penggantungan berupa duduk berlutut. Istilah ini digunakan
jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali. Pada
kasus tersebut berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut
penggantungan parsial.
Gambar 3. Contoh posisi pada partial hanging
3. Berbaring, posisi penggantungan seperti ini biasanya dilakukan di bawah tempat tidur.
7. Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang
tergantung atau tidak.
8. Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.
- Simpul mati
Pemeriksaan : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat
biasanya bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.
9. Jarak ujung jari kaki dengan lantai.
Pada kasus bunuh diri, posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai, berbeda
dengan pembunuhan dimana jarak antara kaki dan lantai cukup lebar.
10. Letak korban di tempat kejadian
Cara menurunkan korban:
Potong bahan penggantung di luar simpul. Awalnya buat ikatan pada 2 tempat
untuk mencegah serabut terurai lalu potong diantara kedua ikatan secara miring untuk
memudahkan rekonstruksi.
11. Bekas serabut tali pada tempat menggantung dan pada leher diamankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
12. Bahan penggantung; makin kecil/keras bahan makin jelas alur jerat yang timbul di
leher.
- Tali, kawat, selendang, ikat pinggang
- Seprei yang disambung
1. Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
2. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan
jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang
luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup
menekan pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol,
wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar tergantung
dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan
yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun
pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
b. Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada
bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid
dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju
belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
c. Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan alat
jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen,
disebut tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas
jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk cetakan sesuai bentuk
permukaan dari alat jerat.
d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah telinga,
tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
e. Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
f. Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih
bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2
kali.
3. Tanda-tanda asfiksia.
a. Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan kepala, dimana
vena-vena terhambat sedang arteri tidak.
b. Perdarahan berupa peteki tampak pada wajah dan subkonjungtiva; pecahnya vena
oleh bendungan dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah akibat asfiksia.
c. Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di kartilago tiroid lidah
akan terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak akan terjulur.
2. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan simpul tali. Keadaan
ini menunjukkan tanda pasti penggantungan ante-mortem.
3. Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung.
4. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
Anggota gerak
7. Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada bagian akral dari ekstremitas,
sangat tergantung dari lamanya korban dalam posisi tergantung.
8. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
Dubur dan kelamin
9. Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat kontraksi otot polos pada saat
stadium konvulsi pada puncak asfiksia.
Hai ini bukan merupakan tanda khas dari penggantungan dan keadaan ini tidak selalu menyertai
penggantungan.
5. 22Pemeriksaan dalam.
Kepala
Leher
2. Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada
jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
3. Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan
tindak kekerasan.
4. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
5. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan
yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid
mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur
menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
6. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini darap
terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
penggantungan.
7. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada
korban hukuman gantung
Darah
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang
asimetris / atipikal menunjukkan letak simpul disamping leher.
Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya bergantung kepada
beberapa kondisi:
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar.
Bentuk jeratannya berjalan miring (oblik) pada bagian depan leher, dimulai pada leher
bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan
garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian
belakang.
Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda
parchmentisasi.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah telinga, tampak
daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.
Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di sekitarnya.
Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas
penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali.
Deskripsi leher korban penggantungan (hanging) yang penting kita berikan antara lain:9
- Lokasi luka
Lokasi luka pada leher korban penggantungan (hanging) dapat berada di depan, samping
dan belakang leher. Luka yang berada di depan leher kita ukur dari dagu atau manubrium
sterni korban. Luka yang berada di samping leher kita ukur dari garis batas rambut korban.
Luka yang berada di belakang leher kita ukur dari daun telinga atau bahu korban.
- Jenis luka
Jenis luka korban penggantungan (hanging) terdiri atas luka lecet, luka tekan dan luka
memar. Penting juga kita mendeskripsikan mengenai warna, lebar, perabaan dan keadaan
sekitar luka. Anggota gerak korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya
lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai.
- Lokasi simpul jeratan (belakang dan samping leher).
- Jenis simpul jeratan (simpul hidup dan simpul mati).
Gambar 6. Petechie pada mata sebagai tanda asfiksia pd kasus gantung diri
Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan pada bagian leher. Lidah korban
penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak
jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya
berada diatas kartilago tiroidea.
5) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat simpultali.
Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
6) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
7) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
8) Urin dan feses bisa keluar. Pengeluaran urin pada korban penggantungan disebabkan
kontraksi otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia.
Pemeriksaan Dalam9
1) Kepala korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan tanda-tanda bendungan
pembuluh darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata.
2) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama.Pada
jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
3) Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan
tindakan kekerasan.
4) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
5) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang
korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid
mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah di sekitar fraktur
menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
6) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
7) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban
hukuman gantung
Gambar 7. Kiri: Fraktur melintang pada prosesus servikalia ke lima-enam (C5-6) (panah lurus
penuh), fraktur pada tepi depan C6 (panah melengkung) dan perluasan persendian
antara tulang C5 dan C6 (panah kosong). Kanan: patah tulang krikoid
8) Dada dan perut korban penggantungan (hanging) dapat kita temukan adanya perdarahan
(pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan / kongesti organ.
9) Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.
3. Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu,
terdapat pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan
pada bagian depan leher
4. Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
Lebam mayat tampak di atas jejas Lebam mayat terdapat pada bagian
jerat danpada tungkai bawah tubuh yang menggantung sesuai
dengan posisi mayat setelah
meninggal
8. Lidah bisa terjulur atau tidak Lidah tidak terjulur kecuali pada
sama sekali kasus kematian akibat pencekikan
9. Penis. Ereksi penis disertai Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
dengan keluarnya cairan sperma tidak ada. Pengeluaran feses juga
sering terjadi pada korban pria. tidak ada
Demikian juga sering ditemukan
keluarnya feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan menetes pada
. sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantungan
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
1. Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
dewasa.Anak-anak di bawah usia musuh atau lawan dari korban dan
10 tahun atau orang dewasa di atas tidak bergantung pada usia
usia 50 tahun jarang melakukan
gantung diri
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Gantung diri adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja
untuk membunuh diri sendiri melalui suatu penggantungan.
2. Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan,
daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala.
3. Penggantungan merupakan metode bunuh diri yang paling utama di
beberapa negara menurut WHO (World Health Organization)
4. Kematian pada kasus penggantungan antara lain disebabkan karena
adanya mekanisme, seperti terhambatnya aliran udara pernafasan, kongesti pembuluh darah
otak, iskemia serebral, terjadinya refleks vagal atau karena terjadinya dislokasi atau fraktur
vertebra servikalis.
5. Hanging dapat dikelompokkan berdasarkan posisi, yaitu complete
hanging, partial hanging dan berbaring. Selain itu dapat juga dibedakan berdasarkan letak
jeratan, yaitu typical hanging dan atypical hanging.
6. Ada 2 hal yang harus ditentukan dalam kasus penggantungan, yaitu
apakah hanging tersebut terjadi pada antemortem atau postmortem dan apakah penggantungan
tersebut akibat pembunuhan atau bunuh diri.
7. Penilaian terhadap kasus penggantungan dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada korban
3.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka tembak
sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran
tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Idries AM. Penggantungan. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: EGC. 1997.
hal.202-7.
4. Felisiani T. Laporan Wartawan Tribunnews.com.: Gantung diri jadi trend 2009 hingga
awal 2012. Rabu 7 Maret 2012 09.24 WIB. Diunduh dari:
http://m.tribunnews.com/2012/03/07/gantung-diri-jadi-trend-2009-hingga-awal-2012.
8. Gross VA, Weiss MG, Ring M, Hepp U, Bopp M, Gutzwiller F. Methods of suicide:
international suicide patterns derived from the WHO mortality database. Bulletin of the
World Health Organization. 86(9): 726-32. 2008. Diunduh dari:
http://www.scielosp.org/pdf/bwho/v86n9/a17v86n9.pdf
1. Sharma S.K. Ligature strangulation: Not very common but contested too often. Available
at: www.crimeandclues.com/ligature_strangulation.htm
2. Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Cited February 14, 2006. Available at:
http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm
3. Uzün I, Büyük Y, Gürpinar K. Suicidal hanging: fatalities in Istanbul retrospective analysis
of 761 autopsy cases. Cited March 26,2007. Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd
4. Sharma B.R, Harish D. Ligature Mark on the neck: How Informative? JIAFM 2005:27(1),
p 10-15.
5. Rajeev J, Ashok C, Hakumat R. Incidence and Medicolegal Importance of Autopsy Study
of Fracture of Neck Structure in Hanging and
Strangulation. Medico-Legal Update. October-December, 2007:7(4). P 105-130