Anda di halaman 1dari 19

Congestive Heart Failure et causa

Hipertensive Heart Disease

Oleh :
Muhamad Rifki 18174060

Pembimbing :
dr. Muhammad Muqsith, Sp.JP (K) FIHA
Pendahuluan

 Gagal jantung merupakan syndrome yang dialami oleh 3-20 per 1000 orang pada
populasi.
 100 per 1000 orang pada usia >65 tahun
 Seseorang dengan hipertensi resiko terjadinya gagal jantung dan stroke meningkat
tiga kali.
 Riwayat penyakit hipertensi pada >75% pasien dengan gagal jantung.
Kasus
 Anamnesis

 KU: Pasien Laki-laki 63 tahun datang dengan keluhan sesak nafas.

Sesak pertama kali sejak 3 bulan yang lalu dan memberat dalam 6 jam SMRS. Sesak muncul saat aktivitas
ringan dan sulit hilang dengan istirahat. Sesak <15 menit, tidur dengan 3 bantal, terbangun karena sesak
(-). Pasien mengalami Diabetes melitus Tipe II dan Hipertensi tak terkontrol sejak 3 bulan yang lalu.

 Keluhan tambahan : Demam (+) dan Batuk berdahak (+) 2 hari yang lalu

 Kebiasaan Sosial : Merokok sejak remaja dan mulai berhenti saat pertama kali sesak.

 Riwayat Keluarga : Kedua orang tua mengalami Diabetes melitus dan hipertensi
Kasus

 Pemeriksaan Fisik
 TD : 164/101 mmHg, HR: 108 x/menit, RR: 28 x/menit, Suhu: 36,70C, Saturasi Oksigen:
94%
 Ictus cordis teraba pada ruang antar iga V linea axilaris anterior sinistra, S 1S2 tunggal,
tanpa bising jantung.
 Auskultasi paru suara napas vesikuler (+/+), ronkhi dibasal paru (+/+)
 Kedua tungkai kanan dan kiri tanpa edema
Kasus
Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium : Hb 14,2 g/dl, sedikit penurunan hematokrit 37,9%, ↑ MCHC 37,5 g/dl,
↑Leukosit 15,3 103/ul, ↑ eosinofil 5,4%, ↑ glukosa ad random 261 mg/dl, ureum 28 mg/dl,
creatinin 1,2 mg/dl, natrium 139 mmol/L, penurunan kalium 3,4 mmol/L, chlorida 100 mmol/L.

 Foto thorax : Cardiomegali CTR: 60,9%, Tampak peningkatan bronchovaskular pattern,


tampak fibrosis di parahiler kiri, tampak konsolidasi homogen di lapangan bawah paru kanan

 Echocardiography : Ischemic cardiomyopathy with EF 37-43%, diastolic disfunction grade III


EKG : sinus tachicardia, HR 107 x/i Reguler, Normoaxis, gelombang S dalam di V1
15mm dan V2 28mm, gelombang R yang tinggi di V6 26mm dan terdapat ventricular
strain, elevasi segment ST di V1, V2, V3, V4
Kasus
 Diagnosis : Pneumonia + CHF ec HHD + DM tipe II
 Terapi :
 Oksigen 4 liter/menit dengan nasal kanul
 Infus Ringer lactat 500cc/24 jam
 Drip Levofloxacin 750 mg/24jam
 Furosemide IV 40 mg
 Ramipril tablet 1x 2,5mg
 V Bloc tablet 2x 6,25 mg
 KSR tablet 600mg 1x 1
 Metformin tablet 3x 500mg
Diskusi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam


jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure),
atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung
yang tinggi (backward failure), atau kedua-keduanya.
Berdasarkan kriteria framingham diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan
jika terdapat 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor + Pemeriksaan penunjang.

Kriteria Mayor :
Kriteria Minor :
• Dispneu nokturnal paroksismal
• Edema ekstremitas,
atau orthopneu
• Batuk pada malam hari,
• peningkatan tekanan vena
• Dispneu d’ effort,
jugularis
• Hepatomegali,
• Ronkhi
• Efusi pleura,
• Kardiomegali
• Kapasitas vital berkurang menjadi
• Edema paru akut
1/3 maksimum dan
• Irama derap (gallop) S3
• Takikardia (>120x/menit).
• Refluks hepatojugular
Berdasarkan klasifikasi gagal jantung berdasarkan New York Heart
Association (NYHA).
Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak menyebabkan

kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas

sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat,
tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan. Gejala
terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan akan semakin
meningkat.
klasifikasi American Collage of Cardiology dan American Heart
Association.

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)


Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai

abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat dengan

perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural jantung.

Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala gagal jantung
saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
 EKG pasien ini didapatkan sinus tachicardia, HR 107 x/i Reguler, Normoaxis, pada
gelombang S dalam di V1 15mm dan V2 28mm dan gelombang R yang tinggi di V6
26mm dan terdapat ventricular strain (depresi segment ST dan inversi gelombang T
asimetris) itu menunjukan adanya pembesaran ventrikel yaitu LVH

 elevasi segment ST di V1, V2, V3, V4 itu menunjukan adanya infark miokard
anteroseptal pada pasien ini.
 foto rontgen PA pada pasien ini didapati cardiomegali dan apex jantung
tertanam merupakan gambaran khas pada pembesaran ventrikel kiri.

 Pemeriksaan echocardiography pada pasien ini menunjukan fraksi ejeksi


ventrikel kiri 37-43% dimana terjadi penurunan yang normalnya >45-50%
menunjukan adanya disfungsi sitolik kemudian didapati disfungsi diastolik grade
III dan ischemic cardiomyopathy.
Penatalaksanaan

Terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis dan farmakologis


 Terapi non farmakologis berupa :
 modifikasi gaya hidup seperti
 Hindari konsumsi alkohol
 tidak merokok
 aktivitas fisik
 diet makanan lunak tinggi karbohidrat tinggi protein rendah garam
 serta monitor berat badan perhari.
Terapi Farmakologi
 Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen
 Menurunkan beban jantung seperti diuretic

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung :


• Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
• Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
• Sebagian besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi
keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten.
Tabel 1. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik loop
Furosemid 20 – 40 40 – 240

Bumetanide 0,5 – 1,0 1–5

Torasemide 5 – 10 10 – 20

Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12,5 – 100

Metolazone 2,5 2,5 – 10

Indapamide 2,5 2,5 – 5

Diuretik hemat kalium


Spironolakton (+ACEI/ARB) 12,5-25 (+ACEI/ARB) 50
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100-200
Tabel 2. Rekomendasi terapi hipertensi pasien gagal jantung NYHA fc II-IV dan disfungsi
sistolik.
Langkah 1

Satu atau lebih dari ACE/ARB, beta blockers, dan MRA direkomendasikan sebagai terapi lini pertama, kedua
dan ketiga. Secara berurutan, karena memiliki keuntungan yang saling berhubungan dengan gagal jantung.
Langkah 2

Diuretik tiazid (atau bila pasien dalam pengobatan diuretik tiazid, diganti dengan diuretik loop)
direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi kombinasi ACE/ARB, beta
blockers, dan MRA.
Langkah 3

-Amlodipin, direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi kombinasi
ACE/ARB, beta blocker, MRA dan diuretik

- Hidralazin, direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi kombinasi
ACE/ARB, beta blocker, MRA dan diuretik.

- Antagonis adrenoreseptor alfa TIDAK direkomendasikan, karena masalah keselamatan (retensi cairan,
aktifasi neurohormonal, perburukan gagal jantung)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai