Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

Pasien Usia 67 Tahun Dengan Congestif Heart Failure Akibat


Hypertensive Heart Disease
Desi Ratna Sari
18174030
Bagian/Smf Ilmu Kesehatan Kardiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Abulyatama
RSUD Meuraxa Banda Aceh

Abstract
CHF or Congestive Heart Failure is a heart disease that continues to increase in prevalence
every year, ranging from 5-10% per year the risk of death due to mild CHF and around 30-
40% has increased in severe CHF. The heart rehabilitation program is a coordinated,
multidisciplinary intervention program that is used for patients with cardiovascular disease
in improving physical, psychological and social function, while stabilizing, slowing, and even
stopping the atherosclerosis process. Heart failure is a clinical syndrome characterized by
abnormalities in the structure or function of heart which results in the heart not being able to
pump blood for tissue metabolic needs. Heart failure is marked by clinical manifestations in
the form of circulatory congestion, tightness, and fatigue. Congestive Heart Failure (CHF) is
a condition in which the heart is unable to pump blood normally, causing disturbed venous
return pressure to cause edema. The problem that arises is hypervolemia or intracellular
fluid resuscitation to the interstitial that causes edema so that can be arranged nursing
intervention one of them is giving diuretic and monitor fluid balance. Describes nursing care
performed in Congestive Heart Failure (CHF) patients with hypervolemi

1
PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah salah satu penyebab tingginya mortalitas dan morbiditas di
berbagai negara berkembang dan merupakan sindrom yang memang paling umum ditemukan
dalam praktek klinik. Kejadian dari gagal jantung diperkirakan akan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia harapan hidup karena semakin berkembangnya fasilitas kesehatan
serta pengobatan terhadap penderita dengan penurunan fungsi jantung.1

Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung
koroner dan hipertensi adalah penyebab tersering pada masyarakat bagian barat (>90%
kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di
Negara berkembang. Pada pasien hipertensi resiko terjadinya gagal jantung dan stroke lebih
meningkat sampai tiga kali. Pada pasien hipertensi dapat terjadi perubahan-perubahan
struktrur dan fungsi jantung yaitu seperti hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi
diastolic dan gagal jantung.2

Data cohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi pada
>75% pasien dengan gagal jantung.2Gagal jantung dialami oleh 3-20 per 1000 orang pada
populasi. Di Eropa, kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan prevalensinya meningkat
seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia >65 tahun). Hal ini disebabkan oleh
peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut.3

KASUS

Pasien wanita usia 67 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dialami sejak 1 minggu yang lalu dan memberat
sejak 2 jam sebelum masuk ke rumah sakit, Pasien merasa sesak muncul saat beraktivitas
ringan dan hilang saat istirahat namun saat ini pasien harus tidur dengan 2 bantal agar tidak
sesak, dan pasien juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, batuk dirasakan
hilang timbul, namun sering timbul di malam hari, pasien juga mengeluhkan sering lemas,
dan nafsu makan menurun, keringat malam disangkal, mual dan muntah sesekali, demam di
sangkal. Pasien baru mengetahui mengalami diabetes melitus tipe II dan hipertensi saat di
Rumah Sakit. Ibu pasien juga memiliki riwayat diabetes melitus tipe II dan kakak pasien
memiliki riwayat hipertensi. Kegiatan sehari-hari pasien mengelola usaha catring nya dan
riwayat sering minum obat-obatan herbal.

2
Pemeriksaan fisik di IGD Rumah sakit Meuraxa menunjukan kesadaran compos
mentis. Keadaan umum lemah , tekanan darah 154/99 mmHg, Nadi 133 x/menit reguler,
respiratory rate 24 x/menit, suhu 36,9 0C, saturasi oksigen 94%. Pada pemeriksaan
kepala/leher tidak didapatkan tanda-tanda anemia, sianosis, atau peningkatan tekanan vena
jugularis. Pada pemeriksaan dada didapat ictus cordis teraba pada ruang antar iga V linea
axilaris anterior sinistra dengan Bunyi jantung1> Bunyi jantung2, tanpa bising jantung. Tidak
terdengar friction rub. Pada auskultasi paru suara napas vesikuler dan terdapat rhonki dan
wheezing di basal kedua paru. Pemeriksaan abdomen soepel, hepar dan lien tidak teraba,
bising usus normal. Pemeriksaan ekstremitas kedua tungkai kanan dan kiri didapatkan akral
hangat tanpa edema.

Pemeriksaan laboratorium menunjukan Hb 12,5 g/dl, Hematokrit 35,3%, RDW-CV 16,1


%, Leukosit 10,4 103/ul, Eosinofil 0,2%, Limfosit 18,3 %, Monosit 11,8 %, glukosa ad
random 205 mg/dl, ureum 22 mg/dl, creatinin 0,6 mg/dl, natrium 136 mmol/L, kalium 4,3
mmol/L, chlorida 95 mmol/L. Foto thorax menunjukan kardiomegali dengan CTR 70%, apex
tertanam dan pada pulmo tampak peningkatan bronchovaskular pattern, tampak fibrosis di
parahiler kiri, tampak konsolidasi homogen di lapangan bawah paru kanan, tak tampak
infiltrate, sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan sinus rytme , HR 100 x/i Reguler, Normoaxis,
gelombang S di dalam V1 7 mm , gelombang R yang tinggi di V6 15, depresi segment ST di
V5,V6, Pada pemeriksaan Echocardiography didapatkan katup-katup : MR sedang TR
Ringan PR ringan, dimensi ruang-ruang jantung LV-LA-RA dilatasi, tidak tampak
trombus/vegetasi intrakardiak, fungsi sistolik LV menurun, fungsi sistolik RV menurun,
fungsi diastolik LV restrictive filling, terdapat LVH eksentrik dengan kesimpulan Ischemic
cardiomyopathy with EF 25-27%, diastolic disfunction grade III, Moderate Mitral
Insuffuciency.

3
Gambar 1. EKG pasien didapatkan sinus rytme , HR 100 x/i Reguler, Normoaxis,
gelombang S di dalam V1 7 mm , gelombang R yang tinggi di V6 15, depresi segment ST
di V5,V6.

Gambar 2. Rontgen Thorax PA pasien. Tampak cardiomegali CTR 70%, apex jantung
tertanam, peningkatan broncovascular pattern, tampak fibrosis di parahiler kiri, sinus
prhenicocostalis kanan dan kiri tajam.

Pasien didiagnosa dengan gagal jantung dengan hipertensive heart disease dan
Diabetes melitus stage II, pasien dirawat di igd terlebih dahulu sebelum di antar ke ruang
rawat. Terapi non farmakologi memposisikan semi fowler dan mengurangi asupan garam
berlebih, mengurangi asupan gula berlebih, sedangkan terapi farmakologi diberikan oksigen 3
liter/menit dengan nasal kanul, infus Ringer lactat 10 tetes/menit, Furosemide IV 40 mg,
Ramipril tablet 1x 2,5mg, Spironolacton 1x 25mg.

4
DISKUSI
Keluhan utama pada pasien ialah sesak. Dispnea atau sesak napas adalah perasaan
sulit bernapas dan merupakan salah satu gejala utama dari penyakit kardiopulmonar.
Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe. Tipe kardiak disebut gagal jantung,
penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi katup, hipertrofi ventrikel
kiri, hipertofi asimetrik septum, perikarditis, aritmia. Tipe pulmoner yaitu penyakit paru
obstruktif kronis, asma, penyakit paru restriktif, gangguan penyakit paru, herediter,
pneumothoraks. Tipe campuran kardiak dan pulmoner yaitu PPOK dengan hipertensi, emboli
paru kronik. Tipe non kardiak dan non pulmoner yaitu kondisi metabolik, nyeri, gangguan
neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi, psikogenik, gangguan asam basa, gangguan
disaluran pencernaan (reflux, spasme oesophagus, tukak peptic).1,2 Pada pasien ini keluhan
sesak napas yang dialami merupakan masalah cardio yang disebabkan oleh gagal jantung.
Akibat jantung yang tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh terjadi kongesti paru
atau penumpukan cairan pada rongga interstisial dan alveoli paru (kantung tempat
pertukaran oksigen dan karbon dioksida). Cairan tersebut akan menghambat pengembangan
paru-paru sehingga mengalami kesulitan bernafas.

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah balik
masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-keduanya.3

Berdasarkan kriteria framingham diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan jika
terdapat 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor, ditambah dengan pemeriksaan penunjang.
Yang termasuk kriteria mayor yakni : dispneu nokturnal paroksismal atau orthopneu,
peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi, kardiomegali, edema paru akut, irama derap
(gallop) S3, refluks hepatojugular. Kriteria minor yakni: edema ekstremitas, batuk pada
malam hari, dispneu d’ effort, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang menjadi
1/3 maksimum dan takikardia (>120x/menit). 2 Pada pasien ini didapat kan 3 kriteria mayor
yaitu Pasien merasa sesak muncul saat beraktivitas ringan dan hilang saat istirahat, pada
auskultasi terdengar ronkhi dibasal paru kanan dan kiri, pada foto rontgen thorax didapati
kardiomegali dan 2 kriteria minor yaitu batuk pada malam hari, sesak dipengaruhi oleh

5
aktifitas (dispneu d’ effort). menurut kriteria NYHA pasien di masukkan dalam kategori
NYHA II, sedangkan dalam kategori AHA pasien di masukkan dalam kategori kelas C.

Berdasarkan klasifikasi gagal jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).1
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas
sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan. Gejala
terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan akan semakin
meningkat.

Berdasarkan anamnesis pada pasien ini diketahui bahwa pasien sesak muncul saat
pergi kekamar mandi dimana aktivitas tersebut merupakan aktifitas ringan sehingga
berdasarkan klasifikasi NYHA pasien di klasikasikan pada kelas III dimana terdapat
pembatasan yang bermakana dalam aktivitas fisik dimana sesak muncul saat aktifitas ringan
namun berkurang dalam istirahat.

Sedangkan berdasarkan klasifikasi American Collage of Cardiology dan American Heart


Association.1
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat dengan


perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural jantung.


Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala gagal jantung
saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

6
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan bahwa pasien
memiliki gejala gagal jantung kanan dan dari pemeriksaan foto rontgen didapati adanya
kelainan struktural jantung seperti cardiomegali, apex yang tertanam menandakan adanya
pembesaran ventrikel kiri (LVH)

Penyebab gagal jantung dapat diklasifikan ke dalam enam kategori utama.

1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh


hilangnya miosit (infark miokard), konstraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch
block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)

2. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi sistemik


(peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau hipertensi pulmonal (peningkatan
tekanan darah di paru-paru akibat kongesti pulmonal)

3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup

4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardia)

5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade)

6. Kelainan congenital jantung.4

Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapati tekanan darah tekanan darah 154/99
mmHg dengan riwayat penyakit terdahulu hipertensi maka penyebab gagal jantung pasien
ini pada kelompok kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi
sistemik (peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg)

Pasien ini mengalami hipertensi stage II dan baru mengetahui saat di Rumah Sakit,
sebelumnya tidak pernah kontrol DM hipertensinya. Pada penyakit hipertensi, terjadi
peningkatan beban hemodinamik jantung, sehingga jantung akan mengalami kompensasi
berupa: aktivasi sistem neurohormonal baik sistem simpatis maupun sistem renin angiotensi
aldosteron (RAA) serta meningkatkan massa otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri/ left
ventricle hypertrophy (LVH). Pada keadaan gagal jantung dini, mekanisme ini dapat
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal dalam keadaan
istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya akan
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, mekanisme kompensasi ini
menjadi kurang efektif.5 Sesuai dengan kesimpulan hasil echocardiography pasien ini
mengalami disfusngsi diastolik grade III moderate mitral insufisiensi.

7
Fungsi diastolik akan terganggu akibat gangguan relaksasi ventrikel kiri, disusul oleh
dilatasi ventrikel kiri. Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA menyebabkan terjadinya
mekanisme Frank starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel hingga tahap
tertentu sampai akhirnya terjadi gangguan kontraksi miokard.5

LVH diawali oleh terjadinya peningkatan kontraktilitas miokard akibat aktivasi sistem saraf
simpatis sebagai respons terhadap peningkatan tekanan darah. Keadaan ini diikuti oleh
peningkatan aliran darah balik karena vasokontriksi vaskular perifer dan retensi cairan oleh
ginjal. Bertambahnya volume darah dalam vaskuler menyebabkan peningkatan beban kerja
jantung, kontraksi miokard menurun karena suplai aliran darah dari arteri koroner menurun
akibat arteriosklerosis. Keadaan tersebut terjadi secara simultan dalam perjalanan penyakit
hipertensi yang berakhir pada kondisi payah jantung.5

Peningkatan tahanan perifer dan beban sistolik ventrikel kiri menyebabkan hipertrofi akibat
aktivasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi miokard. LVH tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor hemodinamik tetapi juga faktor non hemodinamik. Faktor beban tekanan dan beban
volume yang berlebihan, denyut jantung, kontraktilitis dan tahan perifer yang bertambah.
Sedangkan faktor non hemodinamik meliputi: usia, jenis kelamin, ras, viskositas darah,
obesitas, aktivitas fisik, kadar elektrolit, dan hormonal.5

Peningkatan curah jantung oleh proses autoregulasi menyebabkan peningkatan tonus


vaskular perifer. Hipertensi dalam jangka waktu yang lama menyebabkan perubahan struktur
vaskular sehingga terjadi peningkatan tahanan perifer. Pada akhirnya menyebabkan kerja
jantung bertambah berat.5

Pada pemeriksaan laboratorium pasien didapati adanya peningkatan leukosit yang


menandakan adanya infeksi didalam tubuh dan adanya peningkatan ringan eosinofil yang
menandakan adanya infeksi parasit atau alergi. Sebelumnya 2 hari yang lalu pasien
mengalami demam dan batuk berdahak namun ketika masuk igd pemeriksaan suhu 36,7 0C
yang menunjukan sudah tidak demam. Kemudian adanya peningkatan glukosa ad random 261
mg/dl yang menunjukan pasien mengalami diabetes melitus tipe II, pada kondisi gagal
jantung dengan kehadiran diabetes melitus membuat meningkatnya perburukan dari gagal
jantung itu sendiri karena dari diabetes melitus tinggi nya kadar gula dalam darah membuat
kekakuan vaskular.

Pemeriksaan EKG pasien ini didapatkan sinus rytme , HR 100 x/i Reguler, Normoaxis,
gelombang S di dalam V1 7 mm , gelombang R yang tinggi di V6 15, itu tidak menunjukan

8
adanya pembesaran ventrikel, kemudian adanya elevasi segment ST di V5,V6 itu menunjukan
adanya infark miokard. Kemudian dari foto rontgen PA pada pasien ini didapati
cardiomegali dan apex jantung tertanam atau tertanam merupakan gambaran khas pada
pembesaran ventrikel kiri. Pemeriksaan echocardiography pada pasien ini
menunjukanmengalami disfusngsi diastolik grade III moderate mitral insufisiensi.

Penatalaksanaan terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis dan farmakologis.


Tatalaksana non farmakologis berupa modifikasi gaya hidup seperti hindari konsumsi
alkohol, tidak merokok, aktivitas fisik, diet makanan lunak tinggi karbohidrat tinggi protein
rendah garam, serta monitor berat badan perhari. Hal ini dilakukan untuk mengurangi gejala,
memperlambat progresifitas gagal jantung kongestif, dan memperbaiki kualitas hidup
penderita.6 Pada pasien ini terapi non farmakologi yang diberikan memposisikan semi fowler
mengurangi asupan cairan dalam rangka mengurangi beban jantung dan mengurangi
asupan garam untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh.

Tatalaksana farmakologis sesuai dengan prinsip tatalaksana gagal jantung, yaitu


meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen seperti pada pasien ini terjadi
penurunan saturasi oksigen yaitu 94% merupakan Hypoksia ringan sehingga diberikan
oksigen 4 liter/menit dengan nasal kanul, dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/pembatasan aktifitas, memperbaiki kontraktilitas otot jantung dengan pemberian
digitalis yang bersifat inotropik positif. Obat yang menurunkan beban jantung seperti diuretic
pada pasien ini diberikan furosemide IV 40 mg. vasodilator berguna untuk mengatasi preload
dan afterload yang berlebihan.

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung

• Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit

• Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong

• Sebagian besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya
dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten.

Tabel 1. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik loop

9
Furosemid 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0,5 – 1,0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12,5 – 100
Metolazone 2,5 2,5 – 10
Indapamide 2,5 2,5 – 5
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12,5-25 (+ACEI/ARB) 50
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100-200
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012.7

ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif. Obat ini bekerja
dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin II membentuk vasokontriktor yang
kuat. ACE Inhibitor mengurangi volume dan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan
meningkatkan curah jantung. Dasar pemakaian ACE Inhibitor sebagai vasodilator dalam
pengobatan gagal jantung adalah karena kemampuannya dalam menurunkan resistensi
vaskular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus arteriol dan venul (Peripheral vascular
filling pressure).6 Pada pasien ini ACE Inhibitor yang diberikan adalah Ramipril tablet 1x
2,5mg. Pemberian beta blocker diberikan untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup.

Tabel 2. Rekomendasi terapi hipertensi pasien gagal jantung NYHA fc II-IV dan disfungsi
sistolik.
Langkah 1
Satu atau lebih dari ACE/ARB, beta blockers, dan MRA direkomendasikan sebagai terapi
lini pertama, kedua dan ketiga. Secara berurutan, karena memiliki keuntungan yang saling
berhubungan dengan gagal jantung.

Langkah 2
Diuretik tiazid (atau bila pasien dalam pengobatan diuretik tiazid, diganti dengan diuretik
loop) direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi
kombinasi ACE/ARB, beta blockers, dan MRA.

10
Langkah 3
-Amlodipin, direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi
kombinasi ACE/ARB, beta blocker, MRA dan diuretik
- Hidralazin, direkomendasikan bila hipertensi persisten walaupun sudah mendapat terapi
kombinasi ACE/ARB, beta blocker, MRA dan diuretik.
- Antagonis adrenoreseptor alfa TIDAK direkomendasikan, karena masalah keselamatan
(retensi cairan, aktifasi neurohormonal, perburukan gagal jantung)

ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012.7

Tabel 3. Rekomendasi tatalaksana gagal jantung pada pasien diabetes

1. ACE/ARB, Beta blocker direkomendasikan pada pasien diabetes dengan gagal


jantung untuk menurunkan mortalitas, dan reshospitalisasi.

2. MRA, direkomendasikan pada pasien diabetes dan gagal jantung, yang telah
mendapat ACEI/ARB, Beta blocker yang masih dengan NYHA II-IV untuk
mengurangi risiko perburukan gagal jantung dan rehospitalisasi

3. Tiazolidindion harus dihindari pada pasien diabetes dengan gagal jantung, karena
akan menyebabkan retensi cairan

4. Metformin direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada pasien gagal jantung
dengan fungsi ginjal yang normal dan fungsi ginjal harus dievaluasi secara berkala,
tetapi harus dihindari pada pasien gagal jantung yang tidak stabil atau dirawat.

ESC Guidelines on diabetes, prediabetes, and cardiovascular disease 2013.7

Untuk mengatasi infeksi paru pasien dikonsulkan ke dokter spesialis paru dan mendapatkan
terapi Levofloxacin dan dexamethason.

RINGKASAN

Pasien wanita usia 67 tahun dengan gagal jantung kongestif (CHF) yang disebabkan
oleh hipertensive heart disease (HHD) dengan diabetes melitus tipe II dan hipertensi.
Presentasi klinis sesak napas dengan ronkhi di basal kedua paru kanan dan kiri. Pemeriksaan
Laboratorium menunjukan adanya peningkatan leukosit yang menandakan adanya infeksi
didalam tubuh dan adanya peningkatan ringan eosinofil yang menandakan adanya infeksi
parasit atau alergadanya infeksi dan tingginya kadar gula darah sewaktu. EKG tidak

11
menunjukan LVH. Foto thoraks menunjukan cardiomegali Echocardiogrphy menunjukan
adanya disfusngsi diastolik grade III moderate mitral insufisiensi. .Pasien mendapatkan terapi
farmakologi oksigen 3 liter/menit dengan nasal kanul, infus Ringer lactat 10 tetes/menit,
Furosemide IV 40 mg, Ramipril tablet 1x 2,5mg, Spironolacton 1x 25mg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Irmalita. Gagal jantung kongestif. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono
PS, editors. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010.
2. Panggabean MM. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III Edisi keempat. Jakarta : FKUI. 2012; hal.1639.
3. Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart
Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2010; p. 225-251
4. Gryglewska B. Grodzidki T. Czarnecka D. Kawecka Jaszcz K. QT dispersion and
hypertensive heart disease in the elderly. J Hypertension 2010 Apr 18. 461-468.
5. Wardy M, Hasan H. Prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung
kongestif di RSUD H. Adam Malik. E-Journal FK USU. 2013;1(1)
6. Madeline, Carleton PF. Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Price SA, Wilson LM. Editor.
Edisi keenam. Jakarta: EGC. 2010; 630-40
7. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Pedoman gagal jantung.
Jakarta: PERKI.2015

12

Anda mungkin juga menyukai