Anda di halaman 1dari 97

Terapi pada Hipertensi

DIURETIKA
Mechanism
Diuretic diuresis ↑  fluid volume ↓  stroke volume ↓  cardiac
output ↓

Consists of :
• Thiazide diuretic
• Loop diuretic,
• Potassium sparing diuretic
• Aldosterone Antagonist
Mechanism of action Diuretic
ter Maaten, J. M. et al. (2014) Diuretic response in acute heart failure—pathophysiology, evaluation, and therapy
Nat. Rev. Cardiol. doi:10.1038/nrcardio.2014.215
Thiazide diuretics
Thiazide Diuretic adalah jenis diuretika yang dipakai untuk kebanyakan
penderita hipertensi. Obat ini memobilisasi natrium dan air dari dinding arteri
sehingga menyebabkan turunnya tekanan vascular periferal dan menurunkan
tekanan darah
 
Loop diuretics
Loop diuretic lebih kuat efek diuresisnya tetapi bukan antihipertensi ideal kecuali dibutuhkan
untuk penanganan udema. Jenis diuretik ini lebih disukai dibandingkan Thiazide pada pasien
Gagal Kinjal Kronik (CKD) dimana GFR kurang dari 30mL/min/1.73m2 . 
Potassium-sparing diuretics
Potassium-sparing diuretics adalah antihipertensi lemah jika digunakan
tunggal, namun memberikan efek tambahan jika dikombinasi dengan
diuretik Thiazide atau loop diuretic. Penggunaan primernya adalah untuk
kombinasi dengan diuretik lainnya untuk mengimbangi efek hilangnya kalium
Aldosterone antagonists
Aldosterone antagonists (spironolactone dan eplerenone) adalah
merupakan potassium-sparing diuretics tetapi lebih kuat efek
antihipertensifnya dengan onset yang lebih lambat (sampai dengan 6 minggu
dengan spironolactone).
Ketika diuretik dikombinasi dengan obat antihipertensi lainnya, dapat
menyebabkan efek hipotensi tambahan, karena berbeda mekanisme kerjanya.
Lebih jauh, banyak antihipertensi non diuretik yang menginduksi retensi natrium
dan air sehingga kerjanya diimbangi oleh diuretika
Efek samping diuretik Thiazide antara lain hypokalemia, hypomagnesemia,
hypercalcemia, hyperuricemia, hyperglycemia, dyslipidemia, dan disfungsi seksual.
Loop diuretic memiliki efek yang lebih sedikit pada serum lipid dan glukosa, tapi
hypokalemia lebih sering terjadi, dan hipocalcemia dapat terjadi.
Hipokalemia dan hipomagnesia dapat menyebabkan aritmia jantung, khususnya
pada pasien yang mendapatkan terapi digoksin, pasien dengan hipertrofi LV dan
dengan penyakit jantung iskemik. Terapi dosis rendah (25 mg hydrochlorothiazide
atau 12.5 mg chlorthalidone perhari) dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit
•Potassium-sparing diuretics dapat menyebabkan hyperkalemia, terutama
pada pasien Gagal ginjal kronik atau diabetes dan pasien yang mendapatkan
terapi ACE inhibitor, ARB, direct renin inhibitor, atau potassium supplement.

•Eplerenone memiliki risiko tinggi untuk terjadinya hiperkalemia da


dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan ginjal atau diabetes tipe 2
dengan proteinuria. Spironolactone dapat menyebabkan ginecomastia pada
10 persen pasien dan efek ini jarang terjadi pada eplenerone.
Angiotensin II Receptor Blocker
Calcium Channel
Blocker
Phenylalkylamines Verapamil

CCBs Benzothiazepines
Diltiazem

1,4- Nifedipine, Nicardipine,


Dihydropyridines Amlodipine, felodipine,
isradipine
Differential effects of different CCBs on CV cells

Dihydropyridines: Selective vasodilators Non -dihydropyridines: equipotent for


cardiac tissue and vasculature

Peripheral Heart rate


vasodilation moderating

Peripheral
SN
and coronary
AV
vasodilation
Potential reflex Coronary
increase in SN VD
HR, myocardial AV
contractility Reduced
and O2 demand inotropism
Nifedipin Verapamil Diltiazem Amlodipin Nikardipin Isradipin Felodipin

Selektivitas ++ - + +++ +++ +++ ++++


vaskuler

Bioavailabili 40-60 15-30 40 60-65 10-18 15-20 12-21


tas oral (%)
Tmax (jam)
Biasa 0.5-1 1-2 1-2 6-9 0.3-1 1.5 1-2
Retard 2 5-10 3-4 - ? - 3-6
Nifedipin Verapamil Diltiazem Amlodipin Nikardipin Isradipin Felodipin
T1/2 eliminasi 2-3 3-7 3-7 35-48 7-8 9 10-14
Frekuensi
pemberian/hari
Biasa 3x 2x 3x 1x 3x 2x 2x
Retard 1-2x 1-2x 2x - 2x - 1x
Metabolisme >95 >95 >95 >90 >99 100 >99
hati (%)
Metabolit inaktif aktif aktif inaktif inaktif inaktif inaktif
Ekskresi utuh <0.1 3-4 1-4 <10 <0.3 - <0.5
lewat ginjal (%)
β -BLOKER
β -Bloker merupakan antagonis adrenoreseptor β.
Ada 2 Reseptor β
Reseptor β1: heart dan kidney
Reseptor β2: lungs, liver, pancreas, arteriolar smooth muscle.
Stimulasi Reseptor β1meningkatkan heart rate, kontraktilitas, dan melepaskan renin.
Stimulasi Reseptor β2 menyebabkan bronkodilatasi dan vasodilatasi.
Indikasi
β-Bloker digunakan sebagai obat pertama pada penderita
hipertensi ringan sampai sedang dengan PJK ( terutama setelah
infark miokard akut).

Efek terhadap sistem kardiovaskular merupakan efek B-bloker


yang terpenting, terutama akibat kerjanya pada jantung. B-bloker
mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard. Efek ini
kecil pada orang normal dalam keadaan istirahat, tetapi menjadi
nyata bila sistem simpatis dipicu, misalnya sewaktu exercise.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja β-Bloker : menghambat secara kompetitif efek obat adrenergik, baik NE dan
epinefrin endogen maupun obat adrenergik eksogen pada adrenoreseptor.

Mekanisme antihipertensi β-Bloker: masih belum jelas, namun diperkirakan ada bbrp cara:

1. Pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas miokard melalui efek kronotropik dan inotropik
negatif pada jantung menyebabkan penurunan curah jantung;.
2. Penurunan resistensi perifer. Adanya penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan
curah jantung yang berlangsung secara kronik.
3. Hambatan penglepasan NE melalui hambatan reseptor β2 prasinaps
4. Hambatan sekresi renin melalui hambatan reseptor β1 di ginjal.
Obat-obat
1. β-Bloker Kardioselektif
Asebutolol, atenolol, bisoprolol, dan metoprolol kardioselektif pada dosis rendah. Kardioselektif karena
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor β1daripada reseptor β2.
Akibatnya cenderung kurang menyebabkan bronkospasme dan vasokonstriksi sehingga lebih aman
daripada non selektif β-bloker pada pasien dengan asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), diabetes,
dan penyakit arteri perifer (PAD).
Tapi sifat kardioselektivitas ini relatif, artinya tergantung pada dosis. Pada dosis yang lebih tinggi β-bloker
kardioselektif juga memblok reseptor β2 secara efektif sebagaimana mereka memblok reseptor β1.
2. β-Bloker Nonselektif
β-Bloker Nonselektif mempunyai afinitas yang sama terhadap kedua reseptor β1 dan β2.
Obat: Propranolol, nadolol
3. β-Bloker dengan aktivitas ISA

Asebutolol, karteolol, penbutolol, pindolol, okseprenolol, alprenelol, mempunyai efek adrenergik


yang lemah tetapi jelas disebut aktivitas agonis β-reseptor parsial (partial agonist activity=PAA)
atau aktivitas simpatomimetik intrinsik (intrinsic sympathomimetic activity/ISA). Ketika nada
simpatik rendah (Sympathetic tone), seperti pada waktu istirahat, β-reseptor secara sebagian
dirangsang, sehingga denyut jantung istirahat, kardiak output, dan aliran darah perifer tidak
berkurang ketika reseptor diblokir. β-Bloker lainnya tidak mempunyai aktivitas ini.

Menghasilkan penurunan denyut jantung dan tekanan darah istirahat yang lebih kecil dibanding B-
bloker lainnya yang tidak memiliki ISA.

Mungkin lebih disukai sebagai antihipertensi untuk penderita dengan cadangan jantung yang
kurang/dengan kecendrungan terjadi bradikardia. Misal pada HF. Sayangnya, mereka tidak
mengurangi kejadian CV sebaik β-bloker lainnya dan mungkin meningkatkan risiko setelah infark
myokard atau pada orang-orang dengan risiko penyakit koroner tinggi. Dengan demikian, agen
dengan ISA jarang diperlukan.
4. β-Bloker dengan aktivitas stabilisasi membran

Propranolol, okseprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol,


dan labetalol mempunyai efek stabilisasi membran atau efek seperti
anestetik lokal atau seperti kuinidin, maka disebut sebagai aktivitas
stabilisasi membran (membrane stabilizing activity=MSA), aktivitasi
anestesi lokal atau aktivitas seperti kuinidin.

Kekuatan MSA propranolol kira-kira sama dengan lidokain, okseprenolol


kira-kira setengahnya sedangkan atenolol, bisoporolol, timolol, nadolol dan
sotalol tidak mempunyai sifat ini. Aktivitas ini baru muncul pada dosis
berlebih.
Sifat-sifat farmakodinamik B-Bloker
Farmakokinetik
Atenolol dan nadolol memiliki waktu paruh relatif panjang dan diekskresikan
melalui ginjal; dosis mungkin perlu dikurangi pada pasien dengan insufisiensi
ginjal.

Meskipun waktu paruh β-bloker lainnya lebih pendek, pemberian sehari sekali
mungkin masih efektif.
Efek Samping
Efek samping B-bloker kebanyakan merupakan kelanjutan dari efek farmakologiknya, yaitu akibat blokade
adrenoreseptor- B adrenergik :
Bradikardia, kelainan konduksi AV (blok AV), gagal jantung (jarang) dapat terjadi mendadak atau perlahan, biasanya
pada penderita dengan gangguan fungsi jantung.
Memblokir β2-reseptor di otot polos arteriol memperburuk PAD atau fenomena Raynaud karena menurunnya aliran
darah perifer.
Peningkatan lipid serum (trigliserida) dan glukosa terjadi sementara.
Efek pada saluran nafas: bronkospasme,
Efek pada saluran cerna: mual, muntah, diare ringan, konstipasi;
Efek sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi;
ROTD yang bukan kelanjutan efek farmakologiknya, yaitu:
Reaksi hipersensitivitas (alergi): rash, demam dan purpura.
Bila timbul reaksi ini obat harus dihentikan.
Kontraindikasi
1. Penyakit paru obstruktif, kecuali untuk asma ringan atau bronkitis kronik yang
asimtomatik yang sangat memerlukan B-bloker. Dalam hal ini dapat diberikan B-bloker
kardioselektif bersama B2-Agonis untuk mengatasi bronkokontriksi yang mungkin terjadi
2. DM yang mudah terserang hipoglikemia pada pengobatan dengan insulin atau
hipoglikemik oral
3. Penyakit vaskular perifer yang berat (nekrosis kulit)
4. Disfungsi jantung yang sedang sampai berat, kecuali akibat hipertensi, aritmia atau
takikardia sinus yang responsif terhadap B-bloker
5. Blok AV derajat 2-3
6. Bradikardia
Perhatian
B-bloker harus diberikan dengan hati-hati pada penderita dengan:

1. DM yang stabil ( yang tidak mudah terserang hipoglikemia): dapat diberikan B-bloker yang
kardioselektif
2. Gangguan sirkulasi perifer yang ringan, dapat diberikan B-bloker dengan ISA atau yang
kardioselektif
3. Gagal jantung yang ringan: dapat diberikan B-bloker dengan ISA
4. Gangguan konduksi jantung yang ringan (derajat 1), dapat diberikan B-bloker dengan ISA
Penghentian mendadak terapi β-bloker menyebabkan angina tidak
stabil, MI, atau bahkan kematian pada pasien dengan penyakit koroner.

Pada pasien tanpa penyakit jantung, penghentian tiba-tiba β-bloker


mungkin berhubungan dengan takikardia, berkeringat, dan malaise
umum disamping peningkatan BP.

Bila pemberian B-bloker hendak dihentikan, harus dilakukan secara


bertahap karena bila dihentikan mendadak dapat terjadi fenomena
rebound, dosis harus selalu diturunkan secara bertahap (tappering
dose) selama 1 sampai 2 minggu sebelum penghentian. Sindrom putus
obat ini tampaknya kurang terjadi pada B-bloker dengan ISA.
ACE INHIBITORS
FIRST LINE ACEIn

DIPIRO VOL.9
Struktur Kimia ACEI
dibedakan pd gugus
terminal C-nya
Mekanisme Reaksi ACEin
EVIDENCE ON EFFECTIVENESS OF ACEIs
ACEI Chemical Structure
Hence, it was shown that the minimal, obligatory requirements that enable the inhibitor to meet
the constrained active site geometry of ACE were:
1. the terminal carboxyl to satisfy the ionic interactions with the cationic site of ACE;
2. the carbonyl of amidic nature to act as a hydrogen bond acceptor; and
3. the ionisable function to coordinate with the Zn2+ ion (e.g. carboxylic acid, phosphinic
group, or sulfhydryl group)
Penggolongan ACEI berdasarkan Struktur Kimia
Sulfhydryl ontaining Carboxyalkyldipeptides Phosporus Containing
Captopril (Fornas)* Cilazapril Fosinopril
Lisinopril (Fornas)* Delapril
Enalapril Temocapril
Zofenopril Benazepril
Imidapril (Fornas)
Moexipril
Perindopril (Fornas)
Quinapril
Ramipril (Fornas)
Spirapril
Trandolapril
Imidapril

Carboxy alkyl dipeptides


Alternative Agents
α1-Blockers

Direct
Direct Renin
Arterial
Inh
Vasodilators
Alternative
Agents

Peripheral
Adrenergic Central α2-
Antagonist agonist
Direct Renin Inhibitor
Aliskiren :
• Mekanisme kerja dengan menghambat RAAS (Renin-Angiotensin-Aldosteron-
System), sehingga mengurangi aktifitas plasma renin dan menurunkan
tekanan darah. Dosis oral 150 mg – 300 mg 1 x sehari
• Penggunaannya bisa monoterapi dan atau kombinasi dengan antihipertensi
lain seperti thiazide, dan CCB
• Studi masih kurang
• Harga lebih mahal sebagai alternatif terapi
• KI: Hamil, ADR lebih meningkat kombinasi dengan ACEI dan ARB
Efek Direct Renin Inhibitor

Direct renin inhibitor neutralizes the compensatory rise in plasma renin release/activity
induced by the removal of the angiotensin II negative feedback on the juxtaglomerular
cells by ACEIs and ARBs. AngI: angiotensin; ACE: angiotensin converting enzyme; ACEI:
angiotensin converting enzyme inhibitor; ARB: angiotensin receptor blocker; AT1: type 1
angiotensin II receptor; PRA: plasma renin activity.
Gradman, A. H. dan Kad., R. 2008. Renin Inhibition in Hypertension Journal of the American College of Cardiology
Foundation Vol. 51 No. 5. Elsevier Inc: Pennsylvania
Weels, B. G. et. Al. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Edition. Mc Graw Hill Education: US
α1-Blockers
MEKANISME
Reseptor alfa 1 bloker menghambat resepsor
postsinaps alfa 1 yang berada pada otot arteriol dan
vena  vasodilatasi  resistensi perifer total
menurun  menurunkan tekanan darah

Wells; Dipiro; Schwinghammer; Dipiro, 2015. Pharmacotherapy Handbook ninth edition


Rumus Struktur
Dosing
Prazosin Terazosin Doxazosin
Initial 1 mg/dose 2-3 1 mg at bed time 0,5mg once daily
times/day
Usual dose range 3-15mg/day in 1-20 mg 1 or 2 2-4mg once daily
divided doses 2-4
times/day

Maximum daily 20 mg 20 mg 16 mg/daily


dose
Farmakokinetik
Protein
Age Binding Metabolism BA T1/2 T max Excretion
Prazosin SE ↑ 92-97% Extensively 42-82% 2-4h 1-2h Urine
hepatic
Terazosin SE ↑ 90-95% Extensively 9,2-12 h 1h Feces (60%)
hepatic Urine (40%)

Doxazosin SE ↑ 98% Extensively 54%- 15-22h Immediate Feses (63%)


hepatic to active 59% release 2- Urine (9%)
metabolites; 3h;
primarily via Extended
CYP3A4 release 8-9h
Adverse Effects
Prazosin Terazosin Doxazosin
Orthostatic 1-10% 3-4% 0,3-2,0%
hypotension
Edema 1% 3% 3-4%
Dizziness 10% >10% 5-19%
Headache 8% >10% 5-14%
Penggunaan
Mild Hypertension
Terapi kombinasi dgn antihipertensi lain (ex: diuretik)
Benign prostatic hypertrophy
Central α2 Agonis
Mekanisme Aksi
• Lower BP primarily by stimulating α2-adrenergic receptors in the brain, which
reduces sympathetic outflow from the vasomotor center and increases vagal tone.
Stimulation of presynaptic α2-receptors peripherally may contribute to reduced
sympathetic tone. Consequently, there may be decreases in heart rate, cardiac
output, total peripheral resistance, plasma renin activity, and baroreceptor reflexes.
Clonidine
2-imidazoline derivative
Hypertensive urgencies

Initial Usual dose Maximum dose


Urgency Oral 0,1-0,2 mg 0,6 mg
Oral 0,1 mg twice 0,1-0,8 mg/day 2,4 mg/day
daily in 2 divided
doses
Hypertension Trasdermal Apply one every 0,1-0,3 mg once
7 days, initial daily
therapy 0,1 mg .
Conversion from oral to transdermal
If transitioning from oral to transdermal, overlap oral for 1-2 days. Transdermal route takes 2-3
days to achieve therapeutic effects.

Day 1: Place Catapres-TTS® 1; administer 100% of oral dose.


Day 2: Administer 50% of oral dose.
Day 3: Administer 25% of oral dose.
Day 4: Patch remains, no further oral supplement necessary.
PHARMACOCINETICS ADVERSE EFFECTS
Onset : 0,5-1 h (oral); 2-3 days (transdermal) Drowsiness (35% oral, 12% transdermal)
Duration : 6-10 h Dizziness (16% oral, 2% transdermal)
Protein binding : 20-40 % Erthema (15-50% transdermal)
Metabolism: Extensively hepatic to inactive Dry mouth (40% oral, 25% transdermal)
metabolites; undergoes enterohepatic
recirculation Orthostatic hypotension (3% oral)

Bioavailability: 75% to 95%


Half-life elimination: 6-20 hours; 18-41 hours
(Renal impairment)
Excretion: Urine (65%, 32% as unchanged drug);
feces (22%)
Metildopa
L-α-methyl-3,4-dihydroxyphenylalanine  active metabolit
Dekarboksilasi menjadi α-methyldopamine  hidroksilasi menjadi α-
methylnorepinephrine

Safe in pregnancy (B)  first line


Oral: Initial: 250 mg 2-3 times/day; increase every 2 days as needed
(maximum dose: 3 g/day); usual dose range (JNC 7): 250-1000 mg/day in 2
divided doses
I.V.: 250-1000 mg every 6-8 hours; maximum: 1 g every 6 hours
Dosing: Renal Impairment
Clcr >50 mL/minute: Administer every 8 hours.
Clcr 10-50 mL/minute: Administer every 8-12 hours.
Clcr <10 mL/minute: Administer every 12-24 hours.
PHARMACOKINETICS ADVERSE EFFECTS

Onset : 3-6 h Peripheral edema ( >10%)


Duration: 12-24 h Dry mouth (1-10%)
Protein binding : < 15% Orthostatic hypotension (<1%)
Metabolism: intestinal and hepatic
T1/2: 75-80 minutes
Excretion: urine (85% as metabolites)
Alternative Hypertensive Agents
Peripheral Adrenergic Antagonist &
Direct Arterial Vasodilattor
Periferal Adrenergic Antagonist
Reserpine
Reserpine
Reserpine
Kontra Indikasi
Depresi yang terlihat nyata, penyakit Parkinson, epilepsi, terapi elektrokonvulsif.
Feokromositoma. Ulkus lambung &; ulkus duodenum akut, kolitis ulserativa. Obat-
obat penghambat mono amin oksidase (MAOI). Hamil, menyusui.

Perhatian
Gastritis erosif akut, batu empedu, sebelumnya terjadi ulserasi saluran pencernaan.
Arteriosklerosis otak atau koroner, gagal jantung, infarksi miokardial yang baru saja
terjadi, bradikardia sinus, gangguan konduksi.
Anestesi/pembiusan.

Interaksi Obat
– Penekan efek jika diberikan bersamaan dengan obat-obat MAOI
(Isocarboxazide, Selegelin, dll )
– Mempotensiasi efek depresan susunan saraf pusat.
– bradikardia sinus dengan antiaritmia dan Digitalis.
Reserpine
Brand Packaging Dosage and Administration

Ser-Ap-Es (Novartis) 20 × 10's tab/ Box Initial dose: 1 tablet orally once a day.
Contains : 5 × 10's / Box Maintenance dose: 1 to 2 tablets/day
Reserpine 0.1 mg, in 1 to 2 divided doses.
Dosage should be determined by
hydralazine HCl 25 mg,
individual titration.
hydrochlorothiazide 15 Should be taken with food: Take at
mg meal times
Serpasil (Biocheme) 200's tab / Initial dose: 0,1 – 0,25 mg / day.
Maximal 0,5 mg /day.
Contain: Pack Dosage should be determined by
Reserpine 0,1 mg / individual titration.
Reserpine 0,25 mg Should be taken with food: Take at
meal times.
Direct Arterial Vasodilator
Direct Arterial Vasodilator
Direct Arterial Vasodilator
Minoxidil
Minoxidil
Minoxidil
Brand Packaging Dosage and Administration
Aloxid (Interbat) Tube 60 ml Topical for hair growth
Contains : therapy.
Topical Solution 2 %
Topical Solution 5 %
Eminox (Pharmacore) Tube 30 ml Topical for hair growth
Topical Solution 5 % therapy.

Regrou / Regrou Tube 30 ml Topical for hair growth


Forte therapy.
(SDM Lab)
Topical Solution 2 %
Topical Solution 5 %
Hydralazine
Hydralazine
CO
MBI
NAT
ION
THE
RAP
Y
Evaluation
therapy of
hypertention
TUJUAN UTAMA
< 140/90
mmHg
(tanpa
• Tekanan compeling

darah
yang
terkontrol
< 130/80
(dengan
komplikasi
Evaluasi terapi GEJALA
KERUSAKAN
Resistensi
hipertensi
ORGAN

Tekanan
darah Monit0ring 3 - 6
sekali

ROTD/ ADR
2 – 4 minggu

Start
obat/kombinasi
EVALUASI TERAPI
EVALUASI TERAPI
Tanda dan gejala
palpitations,
dizziness, dispnea, orthopnea,
headache,
sudden change in vision,
one-sided weakness,
slurred speech, and
Loss of balance to assess for the presence of complication
Monitor perubahan funduscopic pada test penglihatan,
LV hypertrophy on ECG, proteinuria,
Dan perubahan dari fungsi ginjal secara periodik

Anda mungkin juga menyukai