Anda di halaman 1dari 51

SISTEM KARDIOVASKULER

Hipertensi esensial  Goal: menurunkan morbiditas dan mortalitas. <140/90 mmHg


Normal: <120/80 mmHG untuk kebanyakan pasien, <140/80 untuk pasien DM, <130/80
Prehipertensi: 120-123/80- mmHg untuk pasien CKD dengan albuminuria
89 mmHg  Tanpa komplikasi: Stage 1 = ACEi, ARB, CCB, Thiazid atau
Stage 1: 140-159/90-99 2 kombinasi. Stage 2 = ACEi, ARB + Thiazid, ACEi/ARB +
mmHg CCB
Stage 2: ≥160/≥100 mmHg  Komplikasi: Gagal jantung = Diuretik + ACE/ARB + α dan
β blockers (standar), Antagonis aldosteron (tambahan).
Infark miokard = β-blockers + ACE/ARB. CAD = β-
blockers + ACEi/ARB (standar) CCB, Tiazid (tambahan).
DM = ACEi/ARB (standar), CCB, Thiazid, β-blockers. CKD
= ACEi/ARB
 Lansia: Hipertensi sistol terisolasi ACEi dan ARB
 Anak dan remaja: ACEi, ARB, β-blockers, CCB, tiazid. ACE
dan ARB KI pada wanita karena teratogen
 Wanita hamil: Preeklamsia = Metildopa obat pilihan,
Labetalol IV, Hidralazin IV, CCB (Nifedipin) alternatif. KI:
ACEi, ARB, aliskiren
 Hipertensi emergensi: Nitroprusside IV, Hidralazin, NTG.
Hipertensi urgensi: kaptopril, klonidin labetalol
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors
 Lini pertama
 ≠ konversi Angiotensin 1 ke Angiotensin 2
 ≠ degradasi bradikinin→ bradikinin ↑→batuk
 Merangsang sintesis vasodilator prostglandin E2 dan
prostasiklin
 Aldosteron dapat ↑ Kalium → Hiperkalemia pada pasien
CKD
 Captopril 12,5-150 mg 2/3 sehari, Lisinopril 10-40 mg 1 x 1,
Ramipril 2,5-10 mg 1/2 x sehari, Enalapril 5-40 mg 1/2 x
sehari
 KI: selama kehamilan
 ES: Batuk, angioedema
Angiotensin II Receptor Blockers
 ≠ langsung reseptor Angiotensinogen II
T1→Angiotensinogen II tidak berikatan dengan reseptor
 + CCB atau thiazid → efektifitas↑
 Candesartan 8-32 mg 1/2 x sehari, Losartan 50-100 mg 1/2 x
sehari, Irbesartan 150-300 mg 1 x sehari, Valsartan 80-320 mg
1 x sehari, Telmisartan 20-80 mg 1 x sehari, Olmesartan 20-
40 mg 1 x sehari
 ES: insufiensi ginjal, hipotensi ortostatik, hiperkalemia
 KI: Kehamilan
Calcium Channel Blockers
 Memblok sensifitas channel kalsium→ relaksasi jantung dan
otot polos
 ↓ masuknya Kalsium ekstraseluler kedalam sel
 Verapamil ↓ detak jantung, memperlambat atrioventikular
(AV), menimbulkan efek inotropik negatif
 Diltiazem ↓ detak jantung dan konduksi AV lebih kuat dari
verapamil
 Dihidropiridin: Amlodipin 2,5-10 mg 1 x sehari, Nifedipin
30-90 mg 1 x sehari, Nikardipin SR 60-120 mg 2 x sehari,
Felodipin 5-20 mg 2 x sehari
 Nondihidropiridin: Diltiazem SR 180-360 2 x sehari,
Diltiazem ER 120-540 mg 1 x sehari (pagi/malam), Verapamil
100-400 mg 1 x sehari (malam hari).
 ES: Verapamil konstipasi, Verapamil & Diltiazem anoreksia,
mual, edema perifer dan hipotensi
 Ibu hamil: Nifedipin
Diuretics
 Diuretik thiazid lebih disukai, memobilisasi garam dan air
dari dingding arteri→↓ tekanan perifer dan TD
 Diureik kuat lebih potent, tetapi tidak ideal untuk hipertensi,
digunakan untuk edema, lebih disukai pada pasien CKD
dengan GFR < 30 mL/min/1.73 m2.
 Diuretik hemat kalium antihipertensi lemah jika diberikan
tunggal, lazim dikombinasikan dengan diuretik lain
 Antagonist aldosterone merupakan hemat kalium tetapi lebih
poten. (Spironolakton dan eprelenon)
 ES: Thiazid hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia,
hiperurisemia, hiperglikemia, dislipidemia dan disfungsi
seksual; Diuretik hemat kalium hiperkalemia khususnya
pada CKD dan DM
 ES: Spironolakton→ginekomastia, eprelenone ↑ resiko
hiperkalemia, Diuretik kuat memiliki efek sedikit pada
serum lipid dan glukosa, hipokalemia
 Tiazid: Klortalidon 12,5-25 mg 1 x sehari, Hidroklorotiazid
12,5-50 mg 1 x sehari, Indapamid 1,25-2,5 mg 1 x sehari,
Metolazon 2,5-10 mg 1 x sehari, Triamteren 50-100 mg 1/2 x
sehari.,
 Diuretik kuat: Bumetanid 0,5-4 mg 2 x 1, Furosemid 20-80
mg 2 x 1, Torsemid 5-10 mg 1 x sehari
 Hemat kalium: Amilorid 25-100 mg 1/2 x sehari
 KI: Eprelenone gangguan ginjal dan DMT2
Β-Blockers
 Lini pertama pada IM dan CAD
 ↓ output jantung melalui efek konotropik dan inotropik
jantung
 ≠ pelepasan renin dari ginjal
 Atenolol, betaxolol, bisoprolol, metoprolol merupakan β1
selektif → lebih aman pada pasien asma, COPD, DM, dan
PAD karena tidak menyebabkan bronkospasme dan
vasokontriksi
 Atenolol dan nadolol waktu paruh relatif panjang, dosis
diturunkan pada gangguan ginjal
 ES: Bradikardia, abnormalitas konduksi AV, Gagal Jantung
Akut
 Penghambatan reseptor β2 → dingin pada ektrimitas,
fenomena Raynauld akibat ↓ aliran darah perifer
 Kardioselektif : Atenolol 25-100 mg 1 x sehari, Bisoprolol
2,5-10 mg 1 x sehari, Metoprolol 100-400 mg 2 x 1,
Betaxolol 5-20 mg 1 x sehari, Metoprolol ER 50-200 1 x
sehari
 Nonselektif : Propanolol 160-480 mg 2 x 1, Timolol 10-40 mg
1 x sehari, Nadolol 40-120 mg 1 x sehari
 Simpatomimetik intrinsik : Acebutolol 200-800 mg 2 x 1,
Carteolol 2,5-10 mg 1 x sehari, Pindolol 10-60 mg 2 x 1,
Penbutolol 10-40 mg 1 x seharii
 Campuran α- dan β-bloker : Carvedilol 12,5-50 2x1, Labetalol
200-800 mg 2 x 1
α1-Receptor Blockers
 Prazosin, terazosin, dan doxazosin merupakan penghambat
reseptor α1 seletif, ≠ ambilan katekolamin pada sel otot
halus perifer → Vasodilatasi
 Doxazosin alternatif pada hiperplasia prostat benigna dan
dikombinasikan dengan antihiprtensi lini pertama
 ES: pada dosis pertama terjadi hipotensi ortostatik, pusing,
palpitasi, digunakan saat mau tidur untuk mengurangi ES,
retensi natrium dan air
Direct Renin Inhibitor
 Aliskiren ≠ aktivasi sistem RAAS, ↓ aktivitas renin dalam
plasma dan TD
 Tidak dikombinasikan dengan ACEi dan ARB. Gunakan
hanya sebagai alternatif.
 KI: kehamilan
Central α2-Agonists
 Clonidine, guanabenz, guanfacine, dan methildopa ↓ TD
melalui stimulasi reseptor adrenergik α2 di otak
 ES: Depresi, hipotensi ortostatik, retensi natrium dan air
penggunaan kronis, rebound hipertensi, pusing dan efek
antikolinergik
 ES: Metildopa hepatitis dan positif Coomb anemia hemolitik
yang jarang.
Reserpine
 Menghabiskan NE pada saraf simpatis, ≠ transport NE
kedalam granul penyimpanan→ ↓ tekanan perifer dan TD
 Waktu paruh yang panjang→ sekali sehari
 ES: Depresi, dosis tidak lebih dari 0,25 digunakan untuk
minimalisir depresi, retensi natrium dan air diberikan dengan
diuretik, peningkatan sekresi lambung, bradikardia
Direct Arterial Vasodilators
 Hidralazine dan minoxidil → relaksasi langsung pada otot
polos, aktivasi pengganti pada baroreseptor → detak jantung,
output jantung ↑
 Jika akan menggunakan obat ini dalam jangka lama, gunakan
diuretik dan β-blockers terlebih dahulu
 Minoxidil lebih poten dari hidralazine
 ES: Hidralazin sindrom lupus reversibel, dosis dibawah 200
mg untuk mencegah ES, Minoxidil hipertrikosis

Ischemic Heart GOAL: mengurangi atau mencegah gejala angina dan memperbaiki kualitas
Disease-Angina hidup (jangka pendek) mencegah MI, aritmia dan HF (jangka panjang)
β-Adrenergic Blockers
 ↓ detak jantung, kontraktilitas, TD MVO2
 B blocker tidak memperbaiki suplai oksigen
 Monoterapi β-Blockers efektif untuk angina stabil exertion kronis dan
kombinasi dengan nitrat dan CCB
 Monoterapi CCB jika β-Blockers tidak efektif dan tidak dapat
ditoleransi
 β-Blockers kardioselektif meminimalkan efek samping difungsi
seksual, bronkospasme
 ES: hipotensi, bradikardi, dekompensasi gagal jantung, kelelahan ,
malaise, depresi, merubah metabolisme glukosa
Nitrates
 Nitrat ↓ MVO2 sekunder pada venodilatasi dan dilatasi arteri
 Melewati metabolisme lintas pertama di hati, waktu paruh pendek 1-5
menit, kecuali ISMN (5 jam), Vd besar, kadar kliren tinggi
 Digunakan untuk serangan angina akut, mencegah stress induksi
serangan
 Untuk profilaksis panjang kombinasi dengan CCB dan β-Blockers,
tablet kunyah, oral dan trandermal dapat diterima untuk profilaksis
jangka panjang
 NGT SL 0,3-0,4 mg meredakan nyeri 75% dalam waktu 3 menit
 ISDN dimetabolisme menjadi ISMN
 ES: Hipotensi postural, takikadia, sakit kepala
Calcium channel blocker
 Bekerja langsung melalui vasodilatasi arteriol sistemik dan arteri
koroner, ↓ tekanan arteri
 Verapamil dan diltiazem memiliki efek vasodilatasi perifer lebih kecil
dibandingkan Nifedipin, tetapi lebih baik dalam ↓ konduksi AV
 CCB ↓ MVO2 → ↓ tekanan arteri
 Digunakan untuk pasien KI β-Blockers, angina prizmental, PAD,
hipertensi dan disfungsi ventrikel
 Amlodipin piilihan untuk disfungsi ventrikel
Ranolazine
 ↓ kelebihan Ca mikosit eskemik melalui ≠ aliran Natrium
 Dindikasikan untuk angina kronis
 QT interval yang panjang, maka dikombinasikan dengan Amlodipin,
β-Blockers dan Nitrat
 ES: Pusing, sakit kepala, konstipasi dan mual
Acute Coronary Fibrinolitik
Syndrome STE  Diindikasikan pada pasien STE MI dengan onset nyeri dada 12 jam
MI  KI: riwayat perdarahan, stroke, stroke iskemik, perdarahan internal
aktif, lesi struktur cerebrovaskuler, trauma kepala
 Alteplase, reteplase, tenecteplase agen fibrin spesifik yang lebih
disukai dibanding agen fibrin non spesifik
 Digunakan segera atau 30 menit setelah gejala dengan regimen
tunggal
 Alteplase 15 mg IV bolus diikuti 0,5 mg/kg infus, Reteplase 10 unit
IV setelah 2 menit, diikuti 30 menit kemudian 10 unit, Tenecteplase
30 mg/<60 kg setelah 5 detik, Streptokinase 1,5 jut unit
 ES: Perdarahan intrakranial dan perdarahan mayor, resiko ICH pada
streptokinase
Aspirin
 Diberikan jika tidak KI dan sebelum 24 jam sebelum masuk RS
 ↑ resiko perdarahan oleh aspirin ditambah P2Y12 inhibitor, diberikan
dosis rendah 81 mg
 Dosis maintenance 75-162 mg
 RS: dispepsia, mual, perdarahan lambung
Platelet P2Y12 inhibitor
 Clopidogrel, prasugrel, ticagrelor memblok ADP reseptor (P2Y12)
dalam platelet, mencegah ikatan ADP dengan reseptor
 Ditambahakan dengan aspirin pada pasien STE MI
 Clopidogrel loading dose 300 mg diikuti 75 mg oral, 600 mg sebelum
PCI primer, Prasugrel 60 mg diikuti 10 mg, Ticagrelor 180 mg diikuti
90 mg
 ES: Clopidogrel mual muntah, diare, trombotik trombositopenia
purpurea. Ticagrelor mual, diare, dispnea, bradiaritmia
Glikoprotein IIb/IIIA receptor inhibitor
 Memblok jalan akhir agregasi platelet yaitu tautan silang platelet
melalui jembatan antara GP IIB dan IIa reseptor pada permukaan
platelet
 Abciximab, eptifibatide, tirofiban digunakan pada pasien STE MI
yang menjalani PCI
 Tidak dianjurkan digunakan rutin apabila telah menggunakan
fibrinolitik dan bivalirudin karena resiko perdarahan
 ES: perdarahan meningkat pada CKD maka dosis epftibatide dan
tirofiban diturunkan, trombositopenia
 KI: riwayat stroke perdarahan dan stroke iskemik
Antikoagulan
 UFH dan bivalirudin disukai pada pasien yang menjalani PCI
 UFH dimulai pada PCI primer 50-70 unit/kg apabila GP Iib/IIIa
direncanakan
 Bivalirudin untuk PCI dengan STE MI 0,75 mg IV bolus
 Enoxaparin 1 mg/kg tiap 12 jam ClCr > 30 ml/min, 24 jam pada
gangguan ginjal CrCl 15-29 ml/min
 Gunakan UFH minimal 48 jam, fondaparinux selama perawatan
sampai 8 hari
β-Adrenergic Blockers
 Jika tidak KI, gunakan segera (24 jam pertama)
 ↓ detak jantung, kontraktilitas miokard dan tekenan darah, ↓
kebutuhan oksigen miokardial, ↓ resiko serangan ulang iskemik
 Metoprolol 5 mg ulangi tiap 5 menit dengan total dosis 15 mg,
Propanolol 0,5-1 mg, Atenolol 5 mg
 ES: hipotensi, gagal jantung akut, bradikardia
Statin
 Berikan dosis tinggi baik atorvastatin maupun rosuvastatin untuk
semua pasien dengan PCI untuk ↓ frekuensi dari periprosedural MI
Nitrat
 NTG → venodilatasi, ↓ preload dan kebutuhan oksigen miokardial,
vasodilatasi arteri→ ↓ TD juga meredakan vasopasme, memperbaiki
aliran darah miokard serta oksigenasi
 NTG SL 0,5 mg tiap 5 menit hingga 3 dosis untuk meredakan nyeri
dada dan iskemik miokard
 NTG IV 5-10 mcg/menit diindikasikan pada pasien ACS iskemik
persisten dan tidak KI.
 ES: takikardia, sakit kepala dan hipotensi
 KI: pasien yang menggunakan posfodiesterase 5 inhibitor atau
vardenafil dalam waktu 24 jam atau tadalafil dalam waktu 48 jam
Calsium Channel Blocker
 Setelah STE MI, CCB digunakan untuk meredakan gejala iskemik
pada pasien yang KI dengan β-blockers
 CCB yang ↓ detak jantung (diltiazem, verapamil) lebih disukai
meski mengalami bradikardia.
 Hindari pemakaian Nifedipin karena → aktivasi refleks simpatis,
takikardia, dan memperparah iskemik miokardial
 Diltiazem 120-360 mg SR 1 x sehari, Verapamil 180-480 SR 1 x
sehari, Amlodipin 5-10 mg 1 x sehari
Stroke Iskemik  Alteplase (t-PA tissue plasminogen activator) diberikan dalam 4,5
jam serangan untuk ↓ disabilitas dari stroke iskemik
 Hindari penggunaam antikoagulan dan antiplatelet dalam 24 jam
 Statin ↓ reisko stroke pada pasian CAD
 Heparin Berat Molekul Rendah atau UFH SC dosis rendah untuk
pencegahan trombosis vena dalam
Pencegahan sekunder
 Aspirin 160-325 mg/hari dimulai antara 24 dan 48 jam setelah selesai
alteplase
 Antiplatelet pada stroke nonkardiembolik, Aspirin, clopidogrel,
Dipiridamol ER + aspirin merupakan lini pertama
 Batasi kombinasi clopidogrel dengan ASA pada pasien riwayat IM.
Dan stenosis intrakranial, hanya dosis ultra kecil untuk minimalisir
perdarahan
 Antikoagulan oral rekomendasi untuk fibrilasi atrial, Warfarin
(antagonis vit k) merupakan lini pertama, tetapi antikoagulan
dabigatran direkomendasikan pada beberapa pasien
Hiperlipidemia BAR
 Kolestiramin, kolestipol, kolesevelam mengikat asam empedu di
usus halus, ≠ sirkulasi enterohepatik asam empedu, merangsang
sintesis asam empedu hepatik
 BARs untuk hiperkolestrolemia familial, hipoliprotenemia IIa
 ES: konstipasi, kembung, perut penuh, mual. Diatasi dengan
konsumsi air, gangguan absorbsi vit A,D,E,K, hipernatremia,
hiperkloremia, ↓ BA obat asam warfarin, as nikotinat, PCT, HCT
diatasi dengan interval pemberian 6 jam
Niasin
 ↓ sintesis HLDL hepatik→ ↓ LDL, ↑ HDL dengan cara melalui ↓
metabolisme
 Lini kedua hiperkolestonemia
 Lini pertama atau altenatif hipertrigliseridemia dan dislipidemia
diabetes
 Rasa gatal dikurangi dengan aspirin 325 mg, gunakan dengan
makanan
 ES: abnormalitas hasil lab tes fungsi hati, huperurisemia,
hiperglikemia, eksaserbasi gout dan diabetes
 KI: Penyakit hati
 Nilaspan harus diresepkan
 Nikotinamide tidak digunakan untuk dislipidemia karena tidak efektif
↓ TG dan kolesterol
HMG-CoA Reductase Inhibitors
 Statins (atorvastatin, fluvastatin, lovastatin, pitavastatin, pravastatin,
rosuvastatin, dan simvastatin) ≠ 3-hydroxy-3-methylglutaryl
coenzyme A (HMG-CoA) reductase
 ≠ konversi HMG CoA menjadi mevalonat, ↑ katabolisme LDL
 Monoterapi paling potent untuk TC dan LDL (30%)
 Kombinasi BAR + Statin lebih kuat dalam degradasi LDL, ≠ sintesis
kolesterol intraseluler, ≠ siklus ulang enterohepati dari asam empedu
 Kombinasi Statin + ezetimibe ≠ absorpsi kolesterol melalui sal cerna
(12-20%)
Asam Fibrat
 Monoterapi gemfibrozil, fenofibrate, clofibrate efektif ↓ VLDL,
tetapi LDL dapant ↑ dan TC relatif tidak berubah. HDL↑ 10-15%
 Gemfibrozil ↓ sintesis VLDL, Clofibrat kurang efektif dibanding
gemfibrozil dan niasin
 ES: gangguan GI, ruam, pening, ↑ transaminase dan alkalin
posfatase, mialgia, kaku, malaise, kelelahan, ↑ Creatin kinase dan
AST pada gangguan ginjal
 Mempotensiasi antikoagulan oral dan monitoring INR jika
dikombinasikan dengan antikoagulan
Ezetimibe
 Mengganggu absorbsi kolesterol di usus
 Diberikan dengan atau tanpa makanan
 Pemberian tunggal ↓ LDL 18%, Ezetimibe + Statin ↓ LDL 12-20%
 ES: gangguan GI
Suplemen Minyak Ikan
 Diet tinggi asam lemak omega 3 polyunsturated, umumnya
eicosapentaeonic acid, ↓ TG, LDL, VLDL, ↑ HDL
 ES: trombositopenia, gangguan perdarahan
 BARs, statins, niacin, atau ezetimibe untuk hiperkoletolemia
familial, hiperlipoprotenemia IIa
 Statins, niacin, atau gemfibrozil hiperlipoprotenemia IIb,
 Fibrat atau Niasin untuk Hiperlipoproteniemia III
 Niasin untuk TG yang cukup tinggi
 Fibrat dan Niasin untuk HDL rendah
INFEKSI
ISPBA Otitis Media  Nyeri otitis media menggunakan analgesik oral
H. influenzae, M. Asetaminofen atau ibuprofen
catarrhalis,  Dekongestan tidak direkomendasikan pada karena
S.pneumoniae keuntungan yang sedikit
 Menunda pengobatan antibiotik pada anak 6-12 tahun
tanpa gejala dan diagnosa pasti
 Amoxisilin, Amok-Klavu Lini pertama, jika gagal lini 1
maka diberikan Cefdinir, Cefuroxime, Cefdoxime,
Cefprozil, Ceftriaxone IM
 Azytromisin, klaritomisin jika alergi tipe 1
 Anak <6 tahun dengan OM moderat, AB digunakan 5-7
hari atau 3-5 hari tetapi tidak direkomendasikan pada
anak <2tahun
Faringitis  Asetaminofen dan NSAID direkomendasikan untuk
Streptococcus meredakan nyeri
pyogenes, Viruses  Penggunaan AM harus dibatasi apabila terdapat
(rhinovirus, epidemiologi dan GABHS
coronavirus, and  Penicilin V, Penisilin G (benzatin), Amoksisilin adalah
adenovirus) AB yang lebih disukai lama pengobatan 10 hari kecuali
group A β-hemolytic Benzatin satu dosis
Streptococcus  Cephalexin, Cefadroxil, Klindamisin, Klaritromisim
(GABHS) (10 hari pengobatan) Azytromisin (5 hari pengobatan)
digunakan jika alergi dengan golongan penisilin
Sinusitis  Fenileprin dan oksimetazolin adalah dekongestan nasal
S. pneumoniae H. mengurangi inflamasi melalui vasokontriksi
influenzae  Anak: Amoks-Klavu lini pertama, Klindamisin dan
Levofloksasin digunakan jika alergi β-Lactam
 Dewasa: Amox-klavu lini pertama, Doksisiklin lini
kedua. Jika alergi dengan β-Lactam gunakan Doksisiklin,
Levofloxacin, Moxifloxasin
ISPBB Bronkitis Akut
Haemophilus  Aspirin, Asetaminofen, Ibuprofen diberikan 4-6 jam,
influenzae, Dekstrometorfan diberikan jika terdapat batuk ringan,
Streptococcus Kodein untuk batuk sedang, Azitromisin dan
pneumoniae, Lefofloksasin jika disebabkan M. Pneumoniae
Escherichia coli,  Aspirin dihindari pada anak karena sindrom Reye
Enterobacter  Goal: memberikan kenyamanan pada pasien, mengobati
species, Klebsiella, dehidrasi
and  Ampisilin, Amoksisilin, Siprofloksasin, Levofloksasin,
Pseudomonas Doksisiklin, Tetrasiklin, dan Cotrimoksatol (lebih
aeruginos disukai) Azitromisisn, Eritomisin dan Klaritromisin
(tambahan)
Kronik
 Bronkodilator oral/aerosol (Albuterol) digunakan untuk
eksaserbasi pulmonari akut
 Inhalasi kerja panjang Ipatropium/tiotropium ↓
frekuensi batuk, volume sputum dan keparahan batuk.
Makrolida generasi ke 2, Sefalosporin gen 2 atau 3 untuk
Bronkitis kronis dengan gejala tidak menetap dan tidak
ada faktor resiko

Bronkiolitis  Aerosol β-adrenergik digunakan untuk anak dengan


respiratory syncytial bronkospasme
virus (RSV)  Ribavirin digunakan untuk bronkiolitis yang disebabkan
RSV
 AB sebaiknya tidak diberikan
Pneumonia CAP rawat jalan
S. pneumoniae (a)  Sebelumnya sehat: Makrolida atau Tetrasiklin jika
M. pneumoniae, (b) penyebab bakteri (a,b,c,d,e). Oseltamivir/Zanamivir
H. influenzae (c) jika penyebabnya virus
C. pneumoniae (d)  Diabetes, penyakit paru/hati/ginjal: Fluorokuinolon atau
M. catarrhalis(e) β-lactam + makrolida
Legionella sp (f)  Lansia: Piperasilin/tazobactam atau
S.aureus (g) sefalosporin/karbapenem
K.pneumoniae (i) CAP rawat inap
P.aeroginosa (j)  Non ICU : Fluorokuinolon atau β-lactam +
E. coli (k) makrolida/tetrasiklin jika penyebab (a,b,c,d,f)
 ICU: β-lactam + makrolida/fluorokuinolon
HCAP
 Tanpa resiko MDR: Ceftriaxone atau Fluorokuinolon
atau Ampisilin/Sulbaktam jika penyebab (a, c)
 Resiko MDR : Sefalosporin atau Karbapenem atau β-
lactam jika penyebab (i, j)
Pneumonia atipikal
 SARS: Fluorokuinolon atau makrolida
 Flu babi H1N1 dan Flu burung H5N1 : Oseltamivir
 Micoplasma pneumonia: Fluorokuinolon, doksisiklin atau
azitromisin
Pediatri (anak)
 < 1 bulan: Ampisilin/sulbaktam, sefalosporin dan
karbapenem jika penyebab (c, g, k). Ribavirin jika virus
 Anak 1-3 bulan: Makrolida, Cotrimoksazole jika
penyebab (c)
 Bayi sebelumya sehat: Amoksisilin, sefalosporin,
Makrolida
Influenza Pencegahan
 ↓ morbiditas dan mortalitas akibat influenza dengan pencegahan
melalui vaksinasi
 Vaksinasi TIV lebih baik dari LAIV bagi yang memiliki riwayat
alergi telur
 TIV adalah vaksin dari virus inaktif (mati) digunakan untuk usia > 6
bulan secara IM dan wanita hamil
 LAIV vaksin dari virus hidup yang dilemahkan diberikan secara
intranasal untuk usia 2-49 tahun, tidak diberikan pada pasien yang
menggunakan imunosupresan
 LAIV sebaiknya tidak diberikan 48 jam setelah terapi antivirus
influenza dihentikan
 ES: TIV demam, malaise, alergi, sakit pada area injeksi. LIV pilek,
sakit kepala, sakit tenggorokan
 Amantadin dan Rimantadin tidak disarankan untuk profilaksis
pengobatan karena resitensinya tinggi
 KI: wanita hamil karena dapat menembus fetus
Pengobatan
 Antivirus efektif setelah 48 jam serangan penyakit
 Asetaminofen untuk demam dan antihistamin untuk rinitis dapat
digunakan
 Neuromidase inhibitor hanya digunakan untuk profilaksis dan
pencegahan influenza yaitu Oseltamivir dan Zanamivir
 Oseltamivir digunakan untuk usia >1 tahun, Zanamivir >7 tahun
digunakan selma 5 hari
 Oseltamivir dan Zanamivir digunakan untuk ibu hamil
Tuberkulosis Regimen di Indonesia:
 2HZRE/4H3R3 : untuk penderita baru BTA (+), penderita baru BTA
(-) rontgen (+), penderita TB ekstra paru berat
 2HZRES/HZRE/5H3R3E3 untuk penderita kambuh (relaps), gagal
(failure), lalai (after default)
 2HRZ/4H3R3: untuk penderita baru BTA (-) rontgen (+) sakit ringan,
penderita TB ekstra paru ringan
 2HRZ/4HR: untuk anak
 2HRZE/4HR untuk penderita HIV
Terapi Farmakologi
 HZRE, Rifabutin,Rifampin, Rifapentin lini pertama
 Sikloserin,Streptomisin, Etionamid, Amikasin, Capreomisin,
Moksifloksasin, Ciprofloksasin, Levofloksasin, Ofloksasin, para
amino salisilat (PAS) lini kedua untuk MDR
 Rifampin 1 x 1 selama 4 bulan dapat digunakan jika resistensi
isoniazid, Rifabutin 1x1 disubstitusikan dengan Rifampin pada pasien
resiko tinggi interaksi obat
 Isoniazid memiliki ES neuritis perifer dapat ditangani dengan
pemberian Vit B6 (piridoksin)
 Streptomisisn memiliki ES ototoksik dan dapat menembus plasenta
dan menyebabkan ototoksik permanen (gangguan pendengaran)
 Streptomisin memiliki ES nefrotoksisitas. Tidak digunakan untuk
penderita gangguan ginjal
 Pirazynamid memiliki ES hepatotoksisitas. Penderita penyakit hati
kronis SGOT dan SGPT 3 lebih besar, pirazinamid tidak boleh
digunakan
 Pyrazinamid dapat ↑ asam urat dan nyeri sendi.
 Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil kb suntik
kb) ↓ efektifitas kontrasepsi hormonal sehingga penggunaan
kontrasepsi mekanik disarankan.
 Rifampisin berinteraksi dengan obat antidiabetes SU ↓ efektifitas
SU, sehingga dosis SU perlu ditingkatkan.
 Rifampisisn dapat meneyebabkan urin, air ludah, dahak dan air mata
menjadi coklat kemerahan.
 Etambutol memiliki ES gangguan penglihatan, buta warna. Hati-hati
pada penderita diabetes, karena mempunyai komplikasi dengan mata.
Infeksi jamur Candidiasis
 Pasien dengan sakit sedikit kritis: Flukonazole
 Spesifik patogen: C.albicans, C.Tropicalis, C. Parasipolis
menggunakan flukonazol IV atau Amfotericin B
 Pasien intoleran dengan terapi lain: Amfotericin B
 Profilaksis pada pasien nonneutropenia Flukonazol hanya untuk sakit
berat
Infeksi Saluran Sistitis akut tanpa komplikasi
Kemih  Infeksi dengan penyebab utama E.coli
 Terapi jangka pendek 3 hari dengan Trimetoprim-Sulfametoksazol
atau Fluorokuinolon (Ciprofloxacin, Levofloxacin) tetapi tidak
dengan moxifloxacin
 Fluorokuinolon sebaiknya diberikan pada pasien terduga atau
kemungkinan pyelonefritis
 Nitrofurantoin selama 5 hari atau satu kali dosis fosfomisin
dipertimbangkan sebagai lini pertama, keduanya dapat diberikan jika
resisten terhadap cotrimoksazol
Pyelonefritis akut
 Fluorokuinolon oral sebagai lini pertama, digunakan 7-10 hari unuk
pyelonefritis ringan -sedang
 Trime-Sulfa digunakan selama 14 hari
 Ampisilin digunakan jika penyebab Streptococcus faecalis
 Pasien rawat 6 bulan, dengan kateter urin, penyebab P. aeruginosa
diberikan dengan Ceftazidim, ticarsilin-as.klavulanat, piperasilin,
aztreonam, meropenem, imipenem dikombinasikan dengan
aminoglokosida
ISK pada laki-laki dan Prostatitis
 Trime-Sulfa atau fluorokuinolon selama 10-14 hari jika penyebab
bakteri gram negatif
 Untuk infeksi berulang, pengobatan diberikan lebih dari 6 minggu
 Prostatitis dengan penyebab E. Coli, K. Pneumoniae, Proteus spp. P.
Aeruginosa diberikan Cotri dan Kuinolon selama 4-6 minggu
ISK selama kehamilan
 Amoks-Klavu, Sefalosporin (sefalexin) dan Cotrimoksazol diberikan
selama 7 hari
 Hindari penggunaan Cotri pada trimester ketiga karena kemungkinan
terjadinya kernikterus dan hiperbilirubinemia
 Tetrasiklin tidak diberikan karena efek samping teratogenik,
fluorokuinolon tidak diberikan karena memiliki potensi inhibisi
perkembangan tulang dan kartilago pada bayi
Infeksi Diare berair
Gastrointestinal  Vibrio cholerae : Eritromisin tiap 8 jam dan azitromisin 1 x sehari
selama 3 hari (anak-anak). Doksisiklin 1 x sehari, tetrasiklin 4 x 1 dan
eritromisin selama 3 hari (dewasa)
 Escherichia coli : Azitromisin dan Ceftriaxone selama 3 hari (anak-
anak). Ciprofloxacin, rifaximin, azitromisin selama 3 hari (dewasa.)
 Difenoxilat dan loperamid antimotilitas pada diare berair
Diare disenterik
 Shigella: Azitromisin dan ceftriaxone selama 3 hari (anak-anak).
Ciprofloxacin dan levofloxacin selama 3 hari (dewasa)
 Salmonella: Cetriaxone IV selama 7-10 hari dan azitromisin selama 7
hari (anak). Ciprofloxacin 7-10 hari, azitromisin 7 hari (dewasa)
 Clostridium difficile: Metronidazol 10-14 hari tiap 8 jam,
Vankomisin 10-14 hari tiap 6 jam (anak). Untuk dewasa sama.
Difenoxilat di kontraindikasikan
Diare Traveler
 Profilaxis: Norfloxacin atau Ciprofloxacin sampai 2 minggu
 Pengobatan: Ciprofloxacin, levofloxacin, azitromisin
 Loperamid diberikan untuk meredakan gejala
Tambahan
 Eritromisin dan azitromisin dapat digunakan pada wanita hamil
HIV  Jumlah CD4 < 200 sel/mm3 atau <14% merupakan stage 3 atau AIDS
 Ritonavir merupakan ihibitor poten pada enzim P450 3A
 Penggunaan Evafiren dihindari selama kehamilan trimester pertama
karena memiliki efek teratogenik, lamivudine, tenofovir, zidovudin
sebaiknya tidak digunakan
 IV zidovudin direkomendasikan pada intrapartum dan profilaksis
pada bayi 6 minggu setelah lahir
 Candidiasis: Fluconazol atau nistatin selama 7-14 hari
 Candidiasis esofageal : flukonazol/itrakonazol selama 14-21 hari
 Cyptococcal meningitis: Amfoterisin B
 Toxoplasma: Primetamin + Sulfadiazine dan Leucovorin
Regimen
 Evafirenz + tenofofir + emricitabine
 Efavirenz + zidovudine + lamivudine
 Nevirapine + abacavir + lamivudine
 Atazanavir + (abacavir or zidovudine) + lamivudine
Penyakit Gonorea
Menular  Penyebab Neisseria gonorrhoeae bakteri gram-negatif
Seksual  Ceftriaxone satu-satunya yang direkomendasikan untuk pengobatan
gonorea dan untuk wanita hamil
 Doksisiklin atau azitromisisn digunakan untuk infeksi chlamydial
 Azitromisin/amoksisilin lebih disukai untuk infeksi Chlamydia
trachomatis pada wanita hamil
 Salep mata Eritromisin digunakan untuk pencegahan optalmia
neonatorum
Sifilis
 Penyebab bakteri Treponema pallidum
 Benzatin Penisilin G parenteral merupakan terapi pilihan untuk sifilis
 Pasien sifilis yang diobati mengalami reaksi Jarisch-Herxheimer
setelah pengobatan dengan gejala sakit kepala, demam, atralgia,
malaise, mialgia
 Doksisiklin dan Tetrasiklin digunakan jika alergi terhadap penisilin
selama 14 hari dan Ceftriaxone 8-10 hari.
Herpes
 Penyebab HSV 1 dan HSV 2
 Asiklovir, valasiklovir, famciklovir merupakan pengobatan pilihan
pada pasien herpes genital episode pertama selama 7-10 hari
 Asiklovir, valasiklovir, famciklovir tidak diberikan pada wanita hamil
meski tidak ditemukan adanya efek teratogenik
Tricomoniais
 Penyebab Trichomonas vaginalis.
 Metronidazol atau Tinidazol dosis tunggal
 Untuk wanita hamil dapat digunakan Metronidazol
 ES: anoreksia, mual muntah, diare
 Pasien yang menggunakan Metronidazol disarankan tidak meminum
alkohol selama 1-2 hari karena kemungkinan terjadinya efek mirip
disulfiram
Hepatitis HVA  Pencegahan: Vaksinasi semua anak umur 1 tahun, anak 2-18 tahun di
perkotaan. Pengunaan obat ilegal .
 Terdapat 2 jenis vaksin virus inaktif seperti Vaksin Havrix 1-18 tahun,
Vaqta 1-18 tahun dan Twirinx > 18 tahun
HBV  Dapat mengarah ke Hepatitis kronis, sirosis, karsinoma hepatoseluler
 Pencegahan melalui vaksinasi atau imunitas pasif paska terpapar
dengan HBV Ig
 Pasien HBV harus menghindari alkohol, mencegah penularan dan
imunisasi
 Agen mediasi imun sebagai lini pertama yaitu Interferon (IFN) -alfa,
dan pegylated IFN alfa.
 Antivirus lini pertama untuk HBV kronis digunakan seperti
lamivudine, telbivudine, adefovir, entecavir dan tenofovir
 Vaksin untuk bayi
HCV  Vaksin HCV belum tersedia
 Regimen terapi: Peg IFN + ribavirin + boceprevir selama 24-48
minggu. Telaprevir. Peg IFN + ribavirin selama 24 minggu
 ES: Peg IFN kelelahan, demam, sakit kepala, anoreksia, mialgia,
atralgia
SISTEM ENDOKRIN
DM T2  Goal: menghilangkan gejala, menurunkan resiko komplikasi
mikrovaskuler, menurunkan mortalitas dan memperbaiki
kualitas hidup.
 A1C: ADA <7%, ACE ≤ 6,5 %
 2PP : ADA <180 mg/dl, ACE <140 mg/dl
 Prepandial: ADA70-130 mg/dl, ACE <110 mg/dl
Glukagon like peptide 1 Antagonis (GLP1)
 Exenatide↑ sekresi insulin dan ↓ produksi glukosa hepatik.
 Mempercepat rasa kenyang, memperlambat pengosongan
lambung → penurunan berat badan
 ↓ glukosa postprandial. Byetta 5 mcg x sehari selama 1 bulan,
suntikkan 0-60 menit sebelum pagi dan malam.
 ES: mual-muntah, diare dan eritema pada bentuk ER
 Liraglutide mekanisme sama dengan exenatide, waktu paruh
lebih panjang
Amilinomimetik
 Pramlitinide menekan sekresi glukagon postprandial yang
terlalu tinggi, menurunkan glukosa prandial yang dikonsumsi,
meningkatkan rasa kenyang dan memperlambat pengosongan
lambung.
 ES:mual-muntah dan anoreksia
Sulfonilurea
 Merangsang sekresi insulin prankreas. Semua golongan SU
memiliki efektifitas sama.
 ES: hipoglikemia yang paling sering terjadi pada waktu paru
panjang, ruam kulit, kolestasis, penambahan BB, anemia
hemolitik. Hiponatremia terjadi penggunaan Clorpropamid
 Dosis awal diturunkan pada pasien lansia dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal
Biguanid
 Metformin ↑ sensifitas insulin heptik dan jaringan perifer, ↑
pengambilan glukosa pada jaringan perifer
 Metformin ↓ trigliserida dan LDL, kolesterol
 ES: rasa tidak nyaman pada perut sakit perut, diare dan
anoreksia. Efek dapat dikurangi dengan titrasi dosis dan
penggunaan bersama makanan. Asidosis laktat jarang terjadi
 Metformin ER dapat ↓ efek samping GI. Diminum dengan
makan malam atau membagi dosis.
Meglitinide (short acting insulin secretagogues)
 ↓ KGD melalui perangsangan sekresi insulin pankreas tetapi
pelepasan tergantung glukosa, tetapi pelepasan insulin
tergantung glukosa dan berkurang dengan KGD rendah.
 Meningkatkan insulin saat makan dengan KGD mendekati goal.
 Digunakan sebelum makan (30 menit sebelum makan). Jika
makan terlewatkan, pengobatan juga dilewatkan.
 Repaglinid (starlix) 0,5-2 mg max 4 mg/makanan
 Nateglinid 120 mg 3 x sehari sebelum makan
Glitazon
 ↑ sensifitas insulin pada otot, hati jaringan lemak.
 Pioglitazone ↓ trigliserida plasma 10-20% sementara
Rosiglitazone tidak ada efek
 Pioglitazon dan Rosiglitazon ↓ A1C 1,5%
 LDL meningkat 5-15% menggunakan Rosiglitazone
 Penambahan berat badan yang tidak umum, kerusakan hati, ↑
fraktur dan kanker kandung kemih
 ES: retensi cairan, edema perifer, edema meningkat 15% bila
kombinasi dengan insulin
 KI : gagal jantung kelas III dan IV dan pengunaan hati-hati pada
kelas I dan II
α-Glucosidase Inhibitors
 Mencegah pemecahan sukrosa dan kabohidrat kompleks pada
usus halus, memperpanjang absorpsi karbohidrat.
 Acarbose dan Miglitol dimulai dengan terapi sangat rendah 20
mg dan ditingkatkan
 Diminum pada suapan pertama untuk menghambat aktivitas
enzim
 ES: Perut kembung, rasa tidak nyaman pada abdomen dapat
diminimalisir dengan titrasi dosis
 Glukagon diberikan jika terjadi hipoglikemia akibat kombinasi
dengan OAD lain
Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) Inhibitors
 Menurunkan glukagon poatprandial yang tinggi dan
merangsang sekresi isulin tergantung glukosa. Menurunkan
0,7%-1%
 ES: Tidak menyebabkan efek GI. Hipoglikemia ringan, urtikaria
atau edema wajah. Sindrom Steven-Johnson jarang. Saxagliptin
menurunkan limfosit.
 Sitagliptin 100 mg 1 x sehari. 50 mg/hari jika ClCr 30-50
ml/menit. 25 mg jika ClCr < 30 ml/menit
 Saxagliptin 5 mg/hari. 2,5/hari jika ClCr < 50 ml/menit atau
sering menggunakan inhibitor CYP 3A4/5
 Linagliptin 5 mg/hari. Tidak memerlukan penyesuaian dosis
pada insufisiensi ginjal
 Atogliptin 25 mg 1 x sehari. 12,5 mg/hari jika ClCr <
60ml/menit. 6,25 jika ClCr <30 ml/menit
Bile Acid Sequestrants
 Kolesevelam mengikat asam empedu di lumen usus,
menurunkan asam empedu untuk reabsorpsi.
 Menurunkan A1C ~0,4% saat kolesevelam 3,8 g/hari +
metformin/SU/ insulin
 TG ↑ bila dikombinasikan dengan SU/insulin
 ES: konstipasi, dan dispepsia. Diminum dengan air banyak.
Insulin
 Insulin reguler memiliki aksi kerja lambat dengan SC. Di
injeksikan 30 menit sebelum makan untuk mencapai glukosa
posprandial optimal
 Insulin Lispro, Aspart dan Glulisin diabsorbsi lebih cepat,
durasi kerja lebih pendek
 Neutral Protamin Hagedorn intermediet acting. Absorbsi
bervariasi, hipoglikemia dimalam hari
 Glargin dan Detemir long acting analog insulin manusia dengan
hipoglikemia nokturnal lebih rendah
 Rapid acting: Humalog (lispro), Novolog (aspart), Apidra
(glulisin)
 Short acting /reguler : Humulin R, Novolin R
 Long acting: Lantus (glargine), Levemir (detemir)
 Premixed insulin: NPH, Humalog mix 50/50, Humalog mix
75/25

Gangguan Hipertiroid Tiourea (tionamide)


Tiroid  Tujuan terapi mengeliminasi kelebihan hormon tiroid,
meminimakan gejala
 PTU dan metimazol ≠ sintesis hormon melalui penghambatan
enzim peroksidase, mencegah conversi T4 ke T3
 Monitor terapi tiap 6-12 bulan, bila terjadi relap gunakan terapi
RAI
 ES: Minor atralgia, demam, pruritis ruam makupapular,
leukopenia transien jinak. Mayor agranulositosis, anemia
aplastik, sindrom mirip lupus, polimoliyis, hepatoksisitas,
intoleransi GI, hipotrombinemia
 Karena efek hepatoksisitas dari PTU tidak disarankan sebagai
lini pertama kecuali pada wanita hamil trimester pertama
Iodida
 ≠ pelepasan hormon tiroid, ≠ biosintesis hormon tiroid dengan
mengganggu penggunaan intratiroidal iodida, ↓ ukuran dan
vaskularitas kelenjar
 Iodida terapi tambahan pasien bedah penyakit Graves
 ES: ruam kulit, demam obat, rinitis, rasa logam, mulut berasa
terbakar, sakit perut
Adrenergik bloker
 β-Blockers memperbaiki gejala palpitasi, ansietas, tremor dan
intoleransi panas
 Propanolol dosis 20-40 mg oral 4 x sehari efektif pada pasien
dengat denyut jantung <90 kali/menit
 KI: dekompensasi gagal jantung, sinus bradikardia, monoamin
oksidase inhibitor, TCA, hipoglikemik spontan
 ES: mual, muntah, ansietas, insomnia, bradikardia, ganguan
darah
 Klonidin dan diltiazem berguna untuk mengontrol gejala jika KI
terhadap β-Blockers
 β-Blockers seperti esmolol kerja singkat digunakan untuk
pasien penyakit pulmoner dan resiko gagal jantung
Radioaktif Iodine
 Na Iodidal liquid oral yang menggangu sintesis hormon tiroid
melalui penggabungan hormon tiroid dan tiroglobulin
 RAI merupakan obat pilihan penyakit Graves, goiter
 RAI KI pada wanita hamil
 Pasien penyakit jantung dan lansia sering diobati dengan
tionamid setelah pemberia RAI
 Tujuan terapi menghancurkan sel tiroid yang overaktif dengan
dosis tunggal 4000-8000 rad
 ES: Hipotiroid terjadi beberapa bulan setelah terapi RAI.
Disfagia jangka pendek. Karsinoma, leukemia dan cacat
kongenital jangka panjang
Hipotiroid  Levotiroksine obat pilihan untuk pengembalian hormon tiroid
dan terapi supresif karena stabil secara kimia
 Levotiroksin obat pilihan untuk wanita hamil, ↓ kadar TSH ke
normal selama kehamilan
 Kolestiramin, Kalsium Karbonat, Sukralfat, Kopi
mengganggu absorbis GI levotiroksin
 Rifampin, carbamazepin dan fenitoin ↑ klirens noniodinativ
T4
 Amiodaron ≠ konversi T4 ke T3
 Liotironin (T3 sintettis) memiliki potensi seragam tetapi
memiliki efek jantug, harga lebih mahal, dan sulit dimonitoring
 Liotrix (sintetik T3:T4 4:1) stabil secara kimia
 Kelebihan hormon tiroid dapat mengarah ke gagal jantung,
angina pektoris, MI.
 Hipertiroidisme ↓ berat jenis tulang dan ↑ resiko fraktur
Osteoporosis Suplemen Kalsium
 Kalsium ↑ berat jenis mineral tulang, pencegahan fraktur
dengan penggunaan bersamaan Vit D
 Kalsium karbonat merupakan obat pilihan mengandung kalsium
konsentrasi tinggi dan paling murah. Diminum bersamaan
dengan makanan untuk ↑ absorpsi
 Absorpsi Kalsium sitrat tergantung asam dan tidak diberikan
bersamaan dengan makanan. ES: perut kembung
 Trikasium Fospat mengandung 38% kalsium, digunakan untuk
hipoposfatemia yang tidak dapat diatasi dengan asupan diet
Suplemen Vit D
 Memaksimalkan absorpsi kasium usus halus massa jenis
mineral tulang, ↓ fraktur dan kejatuhan
 Kolekalsiferol (Vitt D3) diberikan harian tanpa resep
 Ergokalsiferol (Vitt D2) diberikan mingguan atau bulanan
digunakan untuk perbaikan dan maintenance
 Waktu paru Vit D sekitar 1 bulan, periksa konsentrasi Vit D
setelah 3 bulan terapi
Bisoposponat
 ≠ resorpsi tulang dan bergabung dengan tulang, waktu paruh
biologi panjang sampai 10 tahun
 Alendronate, risendronate, dan IV asam zolendronik
diindikasikan pada wanita postmenopause, laki-laki dan
osteoporosis diinduksi glukokortikoid
 Bisopofonat diberikan secara hati-hati untuk meminimalkan ES
GI
 Tablet diminum dipagi hari dengan air minimal 6 oz 30 menit
sebelum makan. (60 menit untuk ibandronat)
 ES: mual, nyeri abdomen, dispepsia, iritasi gaster, duodenal
esofageal, dan ulser. Osteonekrosis (ONJ). IV bisofofona :
demam, gejala mirip flu dan rekasi injeksi lokal
Denosumab
 Inhibitor RANK ligan yang ≠ formasi osteoklas dan ↑
apoptosis osteoklas.
 Digunakan untuk wanita dan laki-laki resiko tinggi fraktur,
 Digunakan pada laki laki yang menggunakan terapi androgen
untuk kanker prostat
 Digunakan untuk wanita yang menggunakan terapi aromatase
inhibitor untuk kanker payudra
 ES: perut kembung, dermatitis, eksim, ruam, fraktur atipikal,
hipokalsemia
Agonis/Antagonis Estrogen campuran
 Raloxifene agonis estrogen pada tulang tetapi antagonis pada
payudara dan jaringan kemih.
 Untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis postmenopause
 ↓ fraktur vetebral dan ↑ massa jenis mineral tulang. Efek
berhenti bila terapi dihentikan
 ES: kemerahan, keram kaki, kejang otot, perdarahan
endometrial, tromboemboli
 KI: wanita dengan penyakit atau riwayat tromboemboli vena
(VTE)
Kalsitonin
 Hormon endogen yang dilepaskan kelenjar tiroid
 Dindikasikan pada osteoporosis wanita menopause lebih dari 5
tahun
Terapi estrogen
 Untuk pencegahan osteoporosis pada wanita yang signifikan
beresiko dan tidak dapat menggunakan obat osteoporosis lain
 Terapi hormon estrogen ↓ resiko fraktur
 Gunakan dosis tefektif erendah untuk pencegahan dan kontrol
gejala menopause. Hentikan sesegera mungkin
Testoterone
 Untuk laki-laki dengan konsentrasi testosteron kurang dari 200
ng/dl
Terapi anabolik
 Teriparatide produk rekombinan ↑ formasi tulang, jumlah dan
aktivitas osteoblas
 Untuk wanita postmenopause resiko tinggi fraktur, untuk laki-
laki idiopatik atau osteoporosis hipogonal, untuk pasien
intoleran dengan obat osteoporosis lain
 ES: hiperkalsemia transien
 KI: osteosarkoma
SISTEM GASTROINTESTINAL
GERD Antasida dan Antasida-As.Alginat
 Meredakan gejala GERD parah dan sering digunakan dengan terapi
penekan asam
 Antasida dan asam alginat mengapung pada permukaan as. lambung
melindungi barrier esofagaus menghalangi reflus gaster dan ↓ episode
reflux
 Antasida memiliki durasi singkat, diminum sesudah makan dapat ↑ durasi
PPI
 ≠ sekresi asam lambung melalui penghambatan hidrogen potasium
adenosin triposfatase pada sel parietal lambung
 Dua kali sehari diberikan jika tidak respon dengan sekali sehari
 ES: sakit kepala, pusing, diare, konstipasi dan mual
 PPI ↓ absorpsi ketokonazol dan itrakonazol yang membutuhkan suasana
asam agar dapat diabsorpsi
 Penghambatan CYP P450 2C19 oleh PPI khususnya Omeprazol ↓
efektifitas Klopidogrel
 PPI dirusak oleh asam dan diformulaiskan sebagai kapsul/tablet delayed
release
 Pasien dengan NGT, PPI dapat dicampur dengan larutan sodium
bikarbonat
 PPI diminum 15-30 menit di pagi hari setelah makan
 Lansoprazol, esomeprazol, pantoprazol IV digunakan untuk pasien sulit
menelan, tetapi tidak lebih efektif dan lebih mahal
H2 Antagonis Reseptor
 Simetidin, Famotidin, Ranitidin, dan Nizatidin efektif untuk GERD
parah
 ES: sakit kepala, pusing, konstipasi/diare.
 Simetidin ≠ metabolisme Teofilin, Warfarin, Fenitoin, Nifedipin dan
Propanolol
Obat motilitas
 Metoklopramid antagonis dopamin ↑ tekanan LES dan mempercepat
pengosongan lambung
 ES: takipilaksis, gugup, kelelahan, pusing, lemah, depresi, diare dan ruam
 Betanekol memiliki nilai batas karena ES retensi urin, rasa tidak nyaman
pada perut, mual
Pelindung Mukosa
 Sukralfat merupakan garam aluminium yang tidak diabsorsi, berguna
untuk radiasi esofagitis dan reflux GERD non asam
Terap maintenance
 Paien GERD banyak mengalami relaps, antagonis reseptor H2 efektif
sebagai terapi maintenance pada pasien ringan.
 PPI obat pilihan terapi maintenance pada pasien esofagitits sedang-berat
Diare  Loperamid disarankan untuk diare kronik dan akut. Diare yang
berlangsung 48 jam setelah penggunaan loperamid memerlukan perhatian
medis
 Opiat dan derivat opioid menunda transit intraluminal atau meningkatakan
kapasitas usus, memperpanjang kontak dan absorpsi
 Adsorben (kaolin-pektin, attapulgit) digunakan untuk meredakan gejala,
menyerap nutrisi, racun dan obat-obatan
 Bismut subsalisilat digunakan untuk pencegahan diare (diare traveler),
dan memimiliki efek antisekretori antiinflamasi, dan antibakteri
 Preparat Lactobaciluss mengembalikan fungsi usus dan menekan
pertumbuhan mikroorganisme patogen
 Antikolinergik atropin memperpanjang waktu transit usus
 Ocreotide analog sintetik oktapeptid dari somatostain endogen.
Digunakan untuk pengobatan tumor karsinoid dan tumor sekresi peptid
lain. ES :kolelitiasis, mual, nyeri perut
Konstipasi Emolien
 Docusate agen surfaktan ↑ sekresi air dan elketrolit pada usus kecil dan
usus besar menyebakan pelunakan tinja 1-3 hari
 Tidak efektif untuk konstipasitetapi pencegahan konstipasi
Minyak mineral
 Minyak mineral merupakan laksatif lubrikan bekerja melapisi tinja untuk
mempermudah pengeluaran. Efek terlihat setelah 2-3 hari penggunaan
Laktulosa dan sorbitol
 Laktulosa tidak disarankan sebagai lini pertama karena mahal dan
menyebabkan perut kembung, mual, rasa tidak nyaman pada perut
 Sorbitol monosakrida yang disarankan obat utama pengobatan konstipasi
pada pasien kognitif utuh
 Salin katartik sperti magnesium, sulfat, posfat memiliki absorbi buruk,
bekerja melalui efek osmotik menahan cairan pada saluran pencernaan
 Gilserin biasanya digunakan sebagai supositoria melalui aksi osmotik
pada rektum. Lama kerja kurang dari 30 menit
 PEG- Larutan elektrolit digunakan membersihkan kolon sebelum
prosedur diagnosa atau operasi kolorektal
Mual-Muntah Antasid
 Antasid tunggal atau kombinasi yang mengandung MgOH, AlOH dapat
meredakan mual atau muntah melalui netralisasi asam lambung
Antagonis Respetor H2 (H2 RA)
 H2 RA digunakan dalam dosis rendah mengatasi mual dan muntah,
khususnya berhubungan dengan perut mules dan GERD
Antihistamin-Antikolinegik
 Digunkan untuk mual-muntah khususnya mabuk perjalanan
 Dimenhidrinat tiap 4-6 jam PRN untuk lansia resiko TD meningkat,
glaukoma, asma
 Difenhidramin dan hidroksizin IM tiap 4-6 jam PRN, skopolamin patch
tiap 72 jam
 ES: kantuk, kebingungan, pandangan kabur, mulut kering, retensi urin,
takikardia
Benzodiazepin
 Anti emesis lemah digunakan untuk mencegah ansietas dan antisipatif
mual-muntah
 Alprazolam dan lorazepam terapi tambahan antiemesis untuk pasien
yang menggunakan Cisplatin
 ES: sedasi, pusing, perubahan nafsu makan, gangguan ingatan
Fenotiazin
 Paling berguna untuk mual-muntah biasa. Rute rektal alternatif bagi pasien
yang tidak respon dengan oral/parenteral
 ES: Klorpromazin konstipasi, pusing, takikardia, tardive diskinesia
 Prometazine, Porklomazin
 ES: reaksi ekstrapiramidal, hipersensitif, sedasi berlebihan, aplasia
sumsum
Kortikosteroid
 Deksametason paling umum digunakan untuk manajemen mual-muntah
induksi kemoterapi (CINV) dan mual-muntah pasca operasi
 Tunggal atau kombinasi dengan 5-hidroksitriptamine 3 antagonis reseptor
(5HT 3 RAs)
Metoklopramid
 Antiemesis pada pasien diabetik gastroparesis dan bersama dengan
deksametason untuk profilaksis penundaan mual-muntah akibat
kemoterapi
5 Hidroksitriptamin 3 Antagonis Reseptor
 Ondasentron, dolasentron, granisetron, palonosetron terapi standar
pada mual muntah induksi kemoterapi (CINV), mual muntah pasca
operasi (PONV), radiasi induksi mual-muntah
 ES: konstipasi, sakit kepala, astenia
Zat P/Neurokinin 1 antagonis reseptor
 Peptida neurotransmitter mediator primer penundaan fase CINV
 Aprepitant dan fosaprepitan diindikasikan untuk terapi profilaksis mual-
muntah
Profilaksis CINV
 Pasien kemoterapi dengan resiko tinggi emesis, kombinasi tiga obat
5HT3RA + deksametason + aprepitant
 Resiko sedang, kombinasi 5HT3RA+deksametason hari pertama,
deksametason tunggal hari 2-3
Antiemesis Selama kehamilan (NVP)
 Piridoksin 10-25 mg 1-4 x sehari sebagai lini terapi mual muntah, dengan
atau tanpa doksilamin
 Wanita hamil persisten NPV atau mengalami dehidrasi dapat diberikan
cairan IV diganti dengan tiamin
 Antiemesis anak-anak: anak dengan kemoterpi resiko tinggi kortikosteroid
+ 5HT3RA
Ulser Peptik  Lini pertama eradikasi (HP) dengan PPI + tiga regimen obat selama 10-14
Helicobacter hari
pilory (HP)  PPI 2x1 + Klaritromisin 2x1+ Amoksisilin 2x1/ Metronidazol 2x1
 PPI/H2 RA 1/2 x 1 + bismut 4 x 1+ Metronidazol 4 x 1+ Tetrasiklin 4
x1
 Pengobatan lanjutan menggunakan antibiotik lain
 Bismut terapi tambahan alternatif untuk pasien alergi penisilin
 Seluruh obat diminum bersamaan dengan makanan kecuali PPI
 Asetaminofen atau NSAID non asetil salisilat dapat digunakan untuk
meredakan nyeri
 Pasien ulser yang diinduksi NSAID dan positif HP menggunakan terapi
lini pertama, HP negatif hentikan penggunaan NSAID
SISTEM PERNAFASAN
Asma β2-Agonists
 SABA merupakan bronkodilator paling efektif. Aerosol ↑
bronkoselektifitas, respon cepat dibandingkan sistemik
 Albuterol (SABA) inhalasi obat pilihan untuk asma parah akut,
bronkospasme intermiten
 Formoterol dan Salmeterol (LABA) terapi tambahan jangka panjang
untuk pasien dengan gejala telah terjadi
 SABA harus diteruskan untuk ekserbasi akut, LABA tidak efektif untuk
asma akut parah karena memerlukan waktu 20 menit setelah serangan dan
1-4 jam untuk bronkodilatasi maksimum
 Intermiten: SABA.
 Persisten : Step 2 ICS dosis rendah / LTRA, kromolin, teofilin. Step 3 ICS
dosis sedang, ICS dosis rendah + LABA, LTRA, Teofilin
 Asma pada malam hari dapat digunakan LABA inhalasi
Kortikosteroid
 Kortikosteroid inhalasi untuk terapi jangka lama asma persisten, ↓ resiko
kematian akibat asma
 Toksisistas sistemik minimal dengan dosis kecil-sedang. ES: kandidiasis
orofaringeal dan disponia
 ICS: Budesonid, fluticasone, mometasone, beclometason, flunisolid
 Sistemik kortikosteroid: Hidrokortison, prednison, metilprednisolon,
deksametason
 Kortikosteroid inhalasi ditujukan untuk pasien asma akut parah tidak
respon dengan β2-Agonists inhalasi
Metilxantin
 → bronkodilatasi melalui inhibisi eznim posfodiesterase non selektif
 Tidak efektif sebagai aerosol dan harus diberikan secara sistemik
 Teofilin SR lebih disukai daripada oral lain dan kurang efektif
dibandingkan ICS, Aminopilin parenteral lebih disukai
 Teofilin dieliminasi melalui metabolisme oleh enzim CYP P450
 Simetidin, klaritromisin, alopurinol, propanolol, ciprofloxacin ↓
klirens teofilin. Monitor serum teofilin penting untuk keamanan dan
efektifitas
 ES: mual-muntah, takikardia, susah tidur, takikardia, kejang
 Sediaan tidak berefek dengan makanan
Antikolinergik
 Ipratropium bromida dan tiotropium bromida → bronkodilatasi, tidak
memblok alergen tetapi untuk aktivitas induksi asma
 Inhalasi ipratropium broida terapi tambahan untuk pasien asma akut parah
tidak respon dengan B agonis
 Waktu mencapai bronkodilasi aerosol iprtaropium lebih panjang dari
aerosol SABA
Penstabil sel mast
 Cromolin sodium ≠ respon terhadap alergen tanpa efek bronkodilatasi
 Hanya efektif dalam bentuk inhalasi dan tersedia sebagai larutan nebulizer
 Batuk dan mengi timbul setelah inhalasi
 Digunakan untuk profilaksis asma persisten ringan pada anak dan dewasa.
Lebih efektif dari teofilin dan antagonis leukotrient, tidak seefektif beta 2
agonis
 Perbaikan terlihat pada 1-2 minggu atau lebih, diberikan 4x sehari setelah
gejala mereda
Pemodifikasi Leukotrien
 Zafirlukast dan montelukast antagonis leukotrien oral yang menurunkan
proinflamasi, ↑ permeabilitas mikrosvaskuler dan jalan nafas edema dan
efek bronkokontriksi dari leukotrien
 Memperbaiki fungsi paru-paru pada asma persisten, ↓ bangun dimalam
hari, memperbaiki gejala
 Sedikit lebih efektif dari β2-agonist, tidak digunakan untuk eksaserbasi
akut
 ES: ↑ aminotransferase, hepatitis, Churg-Strauss sindrom ditandai dengan
eosinofilia, gagal jantung
 Zileuton merupakan 5 lipoksigenase inhibitor, digunakan terbatas karena
potensi ↑ enzim hati, khususnya 3 bulan pertama
 ≠ metabolisme teofilin dan warfarin, 600 mg 4 x sehari saat makan dan
hendak tidur
Omalizumab
 Antibodi anti IgE untuk asma alergi yang tidak dapat dikontrol dengan
ICS. Dosis berdasarkan total serum dan berat badan
 Harganya mahal menyebabkan omalizumab diindikasikan untuk tahap 5
atau 6 pada asma alergi dan persistent
PPOK Simpatomimetik
 β2-Selective simpatomimetik → relaksasi otot halus bronkial,
bronkodilatasi memperbaiki klirens mukosiliar
 Albuterol, levabuterol, bitolterol, pirbuterol dan terbutalin SABA
yang lebih disukai karena lebih baik dan durasi kerja lebih lama
dibandingkan isopreterenol, metaproterenol
 Salmeterol, formoterol dan arformoterol LABA yang diberikan tiap 12
jam dan → bronkodilatasi
 Indacaterol adalah ultra LABA diberikan 1 x sehari
Antikolinergik
 Menyebabkan bronkodilatasi melalui kompetisi inhibisi reseptor
kolinergik pada oto halus bronkial
 Ipratropium bromida antikolinergik kerja pendek untuk PPOK, lama
kerja lebih lambat dari SABA, tetapi efek lebih panjang 4-6 jam diberikan
secara metered dose inhaler (MDI)
 ES: mulut kering, mual, berasa logam
 Tiotropium bromida adalah long acting yang melawan bronkokontriksi
kolinergik lebih dari 24 jam denga mula kerja 30 menit
Metilxantin
 Teofilin dan aminofilin → bronkodilatasi melalui inhibisi posfodiesterase
 Memperbaiki fungsi paru, termasuk kapasitas vital, ↓ dispnea, ↑ toleransi
latihan
 Peranan sedikit dalam PPOK karena interaksi obat
 Teofilin SR ↑ kepatuhan
 Gagal jantung, disfungsi hati, hipoxemia ↓ klirens teofilin, sehingga dosis
perlu diturunkan
 ES: dispepsia, mual-muntah, diare, sakit kepala, pusing, takikardi
Kortikosteroid
 ↓ permeabilitas kapiler untuk ↓mukus, menghambat pelepasan enzim
proteolitik dari leukosit dan inhibisi prostaglandin
 ICS dapat digunakan pada COPD parah dengan resiko eksaserbasi tinggi
 ES: suara serak, sakit tenggorokan, kandidiasis oral, katarak dan
osteoporosis
 Kombinasi ICS dan long acting bronkodilator (fluticason + salmeterol /
budesonid + formoterol) memperbaiki FEV, status kesehatam dan
frekuensi eksaserbasi
Posfodiesterase inhibitor
 Roflumilast diindikasikan untuk ↓ resiko eksaserbasi PPOK parah pada
bronkritis kronis dan riwayat eksaserbasi
 Dosis 500 mg 1 x1 dengan atau tanpa makanan, dimetabolisme CYP3A4
 ES: ↓ berat badan, insomnia, keinginan bunuh diri, ansietas, dan depresi
Terapi eksserbasi
 Bronkodilator, kortikosteroid, antimikroba
 Eksaserbasi tanpa komplikasi dapat menggunakan
azitromisin,klaritomisin, doksisiklin untuk prnyebab Haemophilus
influenza, Moraxella catarrhalis
 Eksaserbasi komplikasi resisten obat, dapat digunakan
amoksisilin/clavulanat, levofloxcacin
 Hindari Cotrimoksazol karena dapat ↑ resistensi pneumokokus
Alergi Rinitis Antihistamin
 H1 RA mengikat reseptor H1 tanpa mengaktifkannya, mencegah
pengikatan histamin dan bekerja.
 Digunakan apabila bersin, gatal, rinorea, gejala okuler
 Antihistamin oral terbagi 2, non selektif (generasi I /sedatif) dan periferal
selektif (generasi II / nonsedatif)
 Efek sedati karena kemampuan melewati sawar otak. Antihistamin larut
dalam lemak dan melewati barrier dengan mudah.
 Antaginis antihistamin ↑ permeabilitas kapiler, gunakan dengan hati-hati
pada pasien retensi urin, tekanan introkuler, hipertiroid dan kardiovaskuler
 Prometazin sedatif kuat. Cetrizin, loperamid, deksklorpeniramin, CTM
dan siproheptadin sedatif ringan
 ES: kantuk, sedatif, antikolinergi efek seperti mulut kering, konstipasi,
nafsu makan ↓, mual-muntah, epigastrik distress
 Diminum bersama dengan makanan atau minuman mencegah ES GI
 Azelastine antihistamin intranasal secara cepat meredakan gejala alergi
rinitis musiman
 Levocabastine, olopatadine, bepotastine antihistamin optal digunakan
untuk conjungtivitis dengan alergi rinitis
Dekongestan
 Pseudoefedrin dan fenilefrin adalah simpatomimetik yang bekerja pada
reseptor adrenergik mukosa nasal → vasokontriksi, menciutkan mukosa
bengkak, memperbaiki ventilasi
 Rinitis medikamentosa dapat terjadi pengunaan topikal, dapat diatasi
dengan semprotan lebih banyak
 ES: pedas, kepanasan dan kering pada mukosa nasal
 Durasi terapi dibatasi dari 3-5 hari
Kortikosteroid nasal
 Meredakan bersin, rinorea, pruritus. Mengurangi inflamasi melalui
penghambatan pelepasan mediator, menekan kemotaksis neutrofil,
menyebabkan vasokontriksi
 Terapi pilihan untuk rinitis persisten dan musiman. Steroid nasal
disarankan sebagai terapi awal karena keefetifanya tinggi
 Budesonid, Flutikason, Mometason, Triamsinolon
Cromoly sodium
 Mencegah rinitis alergi
 ES: iritasi lokal
Montelukast
 Antagonis leukotrien reseptor untuk mengatasi rinitis alergi persisten pada
untuk anak elama 6 bulan dan rinitis alergi musiman selama 2 tahun
 Terapi lini ketiga, tidak lebih efektif dari antihistamin, dan lebih efektif
dari kortikosteroid nasal
SISTEM SYARAF
GAD  Lini pertama: Escitalopram, Paroxetine, Sertralin (SSRI). Duloxetin
dan Venlfaxine (SNRI)
 Lini kedua: Benzodiazepin, buspiron, imipramin ( TCA) , pregabalin
(antikonvulsan)
 Alternatif: hiroksizin dan quetiapin (atipical antipsikotik)
 Pregabalin → efek ansiolitik seperti lorazepam, alprazolam dan
venlafaxine
 Dosis di tapper unuk dapat dihentikan
 ES TCA: sedasi, hipotensi ortostatik, efek antikolinergik, ↓ berat badan,
aritmia. SNRI : difungsi seksual, mual, diare, keinginan bunuh diri.
Benzodiazepin (BZ)
 Paling efektif untuk ansietas akut. Diazepam dan clorazepat memiliki
lipofilik dan cepat diabsorbsi dan didistribusikan ke CNS. Efek ansietsa
cepat
 Memperbaiki ansietas melaui potensiasi aktivitas GABA
 Alprazolam, Clonazepam, Diazepam, Lorazepam untuk lansia
 Ketergantungan BZ muncul sebagai withdrawal sindrom dengan gejala
ansietas, insomnia, agitasi, mual, mimpi buruk, depresi
 Penghetian BZ menyebabkan: 1) Rebound symptom = terjadi segera tetapi
sementara dan kembali ke gejala awal dengan peningkatan intensitas. 2)
Reccurence/ Relapse = kembali ke gejala awal dengan intensitas sama
sebelum diobati. 3) Withdrawal = gejala baru yang emergensi dan
memburuk dari gejala yang ada
 Penghentian BZ dengan cara ↓ dosis 25% per minggu → 50%
 Carbamazepin/Pregabalin dapat ↓ Witdrawal symptom, BZ kerja panjang
digunakan 1x sehari hendak tidur
 ES: Kantuk, kelelahan, depresi CNS
 IO: BZ + alkohol/ CNS depressan efek fatal. Penambahan nefazodone,
ritonavir, ketokonazol ↑ kadar alprazolam dan diazepam dalam darah.
Verapamil, itrakonazol, fluvoxamin ↑ kadar buspiron dan rifampin ↓
buspiron
Skizofrenia  Antipsikotik generasi pertama (FGA) : Crolpromazin, Haloperidol,
Loxapin, Flupenazin, Perfenazin
 Antipsikotik generasi kedua (SGA) : Apipripazol, Clozapin, Olanzapin,
Quetiapin, Ziprasidon, Risperidone
 SGA pilihan pertama unruk skizofrenia kecuali clozapin
 SGA ↑ resiko ES metabolik, ↓ BB, hiperlipidemia, DM
 Olanzapin memiliki keunggulan dalam terapi maintenance persisten
dibandingkan quetiapin, risperidon, ziprasidon dan perfenazin
 Kebanyakan antipsikotik memiliki waktu paruh eliminasi kisaran 20-40 jam.
 Risperidon dan metabolit aktifnya 9-OH-resperidon dimetabolisme
CYP2D6
 Tujuan terapi selama 7 hari pertama ↓ agitasi, ansietas, normalisasi tidur dan
makan
 Lorazepam IM ditambahkan untuk terapi maintenance lebih efetif daripada
penambahan antipsikotik lain
 Lanjutkan pengobat 12 bulan setelah remisi. Dosis FGA dan Clozapin di
taper
 Mood stabilizer (Litium, As.Valproat, Carbamazepin) ditambahkan untuk
memperbaiki efek labil dan agitasi
 SSRI digunakan untuk gejala obsesif kompulsif
 Karena resiko hipotensi ortostatik, Clozapin perlu titrasi dosis
 ES: efek sampin antikolinergik (FGA, clozapin dan olanzapin) seperti
gangguan ingatan, mulut kering, konstipasi, takikardi, pandang kabur,
inhibisi ejakulasi, retensi urin
 Konstipasi dapat diatasi dengan ↑ latihan, cairan, diet asupan serat
 Pasien dengan terapi antipsikotik beresiko kejang, Clopromazin dan
Clozapin beresiko tinggi, penurunan dosis disarankan, antikonvulsan tidak
disarankan
Depresi  Pasien lansia diberi setengah dosis dewasa
 SSRI: Citalopram, Escitalopram, Fluoxeetine, Fluvoxamine, Paroxetine,
Setralin ≠ ambilan serotonin presinaptik neuron.
 SSRI antidepresan lini pertama karena keamanan dan toleransibilitasnya
 SNRI: Duloxetin, Venlafaxine, Desvenlafaxin
 NDRI: Bupoprion ≠ ambilan dopamin
 TCA: Amitriptilin, Desipiramin, Doxepin, Imipramin, Nortriptilin ≠
ambilan noreepinefrin dan 5-HT
 Mixed 5-HT: Nefazodone dan Trazodone antagonis 5HT2 reseptor dan ≠
ambilan 5-HT,
 Serotonin alfa 2 adrenergik antagonis: Mirtazapin ↑ noreadrenergik sentral
dan akivitas serotonergik melalui antagonisme presinaptik, 5-HT2 dan 5-HT3
reseptor, memblok reseptor histamin
 MAOi: Phenelzine, Selegline ↑ konsentrasi nore-epinefrin, 5-HT, dan
dopamin pada sinap melalui penghambatan monoamin oksidase. ↓
disabilitas dari stroke iskemik
 ES: Desipiramin ↑resiko kematian pada pasien riwayat kematian jantung,
disritmia jnatung. TCA = Hipotensi ortostatik, mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi, retensi urin, takikardia, gangguan memori, disfungsi
seksual. SSRI = insomnia, mual, disfungsi seksual, ansietas
 SSRI untuk lansia dan wanita hamil, fluoxetine untuk anak dibawah 18
tahun
Stroke Stroke Iskemik
 Alteplase dimulai 4,5 jam dari serangan, ↓ disabilitas dari stroke iskemik
 Aspirin mulai antara 24 dan 48 jam setelah altplase selesai, juga ↓ kematian
jangka lama dan disabilitas
Pencegahan sekunder stroke iskemik: Aspirin, klopidogrel dan
Dipiridamol ER + Aspirin lini pertama. Cilostazol juga lini pertama
 Batasi pengunaan ASA + klopidogrel pada pasien riwayat infak miokard/
stenosis intrakranial
 Antikoagulan oral disarankan untuk fibrilasi atrial. Antagonis Vit K
(Warfarin) lini pertama seperti Dabigatran
 Statin ↓resiko stroke 30% pada pasie ACS
 LMWH atau low dose SC UFH disarankan untuk pencegahan DVT
Epilepsi Kejang Parsial diagnosa baru
 Dewasa: Carbamazepin, Gabapentin, Fenobarbital, Fenitoin, Topiramat, As.
Valproat
 Anak: Oxacrabzepin
 Lansia: Gabapentin, Lamotrigin
Kejang pasial monoterapi refraktori
 Lamotrigin, Oxarbazepin, Topiramat
 Anak: Gabapentin
Kejam umum
 Lamotrigin, As. Valproat
Kejang tonik-klonik
 Fenitoin /Fenobarbital. Topiramat, As.valproat, Lamotrigin,
Carbamazepin
 Estrogen memiliki efek aktivasi kejang, progesteron mengatasi kejang.
Terapi obat antiepilepsi (AED) dapat gagal oleh kontrasepsi oral
 Sekitar 25-30% wanita mengalami peningkatan kejang selama kehamilan
 Monoterapi AED disukai pada wanita hamil. Klirens Fenitoin,
carbamazepin, fenobarbital, etosuximid, lamotrigin, topiramat
meningkat selama kehamilan
 Barbiturat dan Fenitoin → malformasi hati kongenital dan sumbing.
Carbamazepin memiliki resiko spina bifida dan hipospadias. Topiramat efek
negatif berat lahir dan ↑ resiko sumbing
 As. valproat → cacat batang syaraf,↑ resiko penurunan perkembangan
syaraf, ↓ kemampuan verbal. Teratogenik dapat terjadi pada dosis kecil,
malformasi kongenital
 Efek teratogenik dapat dicegah dengan asupan Folat, Vit As.folat untuk pre
natal. Vit K diberikan pencegahan perdarahan
 Dosis AED diturunkan pada neonatus dan bayi tetapi dinaikkan pada anak
anak lebih dari dosis dewas
Carbamazepin
 Makanan ↑ BA Carbamazepin, CR dan SR diberikan tiap 12 jam.
 Hiponatremia terjadi lebih kecil dengan oxacarbazepin. Leukopenia ES
paling umum, Carbamazepi tetap dapat dilanjutkan meski WBC kurang dari
2500/mm. Ruam, mual, hepatitis, osteomalasia, reaksi mirip lupus
Clobazam
 Penghentian mendadak → sindrom witdrawal (tremor, cemas, disforia,
insomnia, kejang, psikosis)
 Sebagai penginduksi CYP3A4, clobazam ↓ kadar kontraspesi oral.
 Terapi tambhan kejang Lennox-Gastaut Sindrom
Gabapentin
 Lini kedua pada kejan parsial jika gagal terapi awal. BA ↑ pada ↑ dosis
 Penyesuaian dosis pada gangguan ginjal
Lamotrigin
 Terapi tambahan kejang parsial sebagai monoterapi, juga untuk kejang
umum
 ES: eritema, morbili, Steven-Johnson. Ruam meningkat pada pemakaian
bersama As.valproat
Fenobarbital
 Penginduksi enzim poten. Diuretik dan alkali urin ↑ ekskresi Fenobarbital
 ES: gangguan kognitif, hiperaktif paradoksial
 Etanol ↑ metabolisme Fenobarbital, As.valproat, Simetidin dan
Kloramfenikol ≠ metabolismenya.
Fenitoin
 Lini pertama pada kejam umum dan kejang parsial
 Makanan memperlambat absorbsi. Fenitoin ↓absorbsi Asam folat
As.Valproat
 Lini pertama pada kejang umum, mioklonik, kejang atonik
 ES: gangguan GI dapat diatasi dengan salut enterik atau engan makanan,
trombositopenia dan pankreatitis
 ↑ Fenobarbital, Carbamzepin dan Lamotrigin

Parkinson Antikolinergik
 Triheyphenidil dan Benztropin memperbaiki tremor dan terkadang
distonia. Monoterapi antiparkinson
 ES: mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, lupa,
kebingungan, sedasi, depresi dan ansietas
Levodopa dan Carbidopa
 L-dopa paling efektif, merupakan prekursor dopamin dan dapat menembus
sawar otak
 Pada SSP dan perifer, L-dopa dikonversi menjadi dopamin oleh L- asam
amino dekarbiksilase (LAAD). Pada perifer, Carbidopa dapat memblok
LAAD menyebakan ↑ penetrasi L-dopa ke SSP, ↓ ES dopamin
 Waktu paru eliminasi 1 jam
Amantadin
 Diberikan untuk tremor, bradikinesia, kekakuan
 ES: Sedasi, mulut kering, halusinasi, pusing dan kebingungan
Monoamin Oksidase B inhibitor
 Selegline dan Rasagline inhibitor MAOB selektif reversibel.
 KI: meperidin dan analgesik opioid karena resiko sindrom serotonin
 Seleglin ≠ pemecahan dopamin dan dapat memperpanjang durasi kerja L-
dopa sampai 1 jam. ↑ pucak efek L-dopa dan dapat memperparah diskinesia
atau gejala pisikiatri.
 Metabolit selegline adalah l-metamphetamine dan l-amphetamine
 Rasagline diberikan 1 jam , lini pertama manajemen fluaktuasi L-dopa
Catechol-O-Metiltransferase Inhibitor (COMT)
 Tolcapon dan entacapone digunakan dengan carbidopa utnuk mencegah
konversi perifer L-dopa→ Dopamin
 Hindari pemakaian bersamaan MAOi untuk menghindari inhibisi jalur
metabolisme katekolamin
 COMT menhambat lebih efektif dibandingakan CR Carbidopa
 Tolcapon digunakan terbatas karena potensi toksisitas hati yang fatal
 Entacapon memiliki waktu paruh pendek. ES: urin coklat kekuningan
Antagonis Dopamin
 Derivat ergot Bromokriptin dan nonergot Pramipexole, Rotigotine dan
Ropinirole berguna terapi tambahan pada pasien fluaktuasi L-dopa
 Nonergot lebih aman dan efektif sebagai monoterapi. Lebih disukai pada
pasien muda.
 Bromokriptin jarang digunakan karena resiko fibrosis pulmonal dan kurang
efektif
 Pramipexole diekskresikan ginjal, Ropinirole dimetabolisme CYP
P4501A2 , Rotigotin patch pelepasan panjang 24 jam, Apomorphin SC
untuk pasien episode off intermitten
 ES: gangguan tidur, mimpi , halusinasi dan delusi
Sakit Kepala  Mencapai konsintensi, mempercepat peredaan sakit kepala dengan ES
dan minimal, meminimalkan disabilitas dan tekanan emosional
Migraine  Terapi antiemesis 15-30 (Metoklopramid, Klorpromazin, Prokloperazin)
menit sebelum terapi oral/nonoral migrain jika mual muntah
Analgesik
 NSAID merupakan lini pertama untuk migrain ringan-sedang
 Aspirin, diklofenak, ibuprofen, ketorolak, naproksen, asam, tolfenamid
dan kombinasi asetaminofen + aspirin dam kafei efektif
 NSAID mencegah inflamasi yang dimediasi secara neurologis pada
trigeminovaskuler melalui inhibisi prostaglandin
 NSAID waktu paruh panjang lebih disuskai. Ketorolak IM dan suppos
pilihan untuk mual muntah parah
 Midirin ( Asetaminofen + isometepten + diklorofenazon alternatif pada
pasien migrain ringan-sedang
Derivat ergot
 Alkaloid ergot berguna untuk migrain sedang-parah. Merupakan 5HT1
antagonis reseptor yang menciutkan pembuluh darah intracranial dan
inhibisi perkembangan inflamasi neurogenik
 Ergotamin tartrat oral/rektal mengandung kafein untuk ↑ absorpsi dan
potensi analgesik
 Dihidroergotamin intranasal dan parenteral .
 Hindari pengunaan derivat ergitamin dan triptan dalam 24 jam
 ES: mual-muntah, nyeri perut, lemah, iskemik perifer, nyeri ototr, diare dan
sesak dada
 KI: gagal ginjal dan hati
Antagonis reseptor serotonin
 Triptan lini pertama untuk migrain sedang-parah. Antagonis selektif 5HT1B
dan 5HT1D meredakan migrain sakit kepala
 Sumatriptan SC ↑ efektifitas dan onset kerja lebih cepat dibandingkan oral
 ES: parestesia, kelelahan, pusing, sensasi panas
 KI: IHD, hipertensi tak terkendali, penyakit cerebrovaskuler, hemiplegik,
migrain basilar, wanita hamil
Opioid
 Meperidin, butorphanol, oksikodon, hidromorphone untuk pasien sakit
kepala parah
Profilaksis
 Antagonis β-adrenergik: Propanolol, Timolol dan Metoprolol mengurangi
frekuensi serangan migrain sekitar 50%. Atenolo dan nadolol juga efektif.
Efek bronkokontriksi dan hiperglikemik dapat ditangani dengan β1-selectif
β-blockers. ES: ngantuk, kelelahan, gangguan tidur, bermimpi, depresi,
disfungsi seksual, bradikardia dan hipotensi.
 Gunakan hati-hati pada gagal jantung, ganggyan vaskuler perifer,asma,
depressi dan diabetes
 Antidepresi: Amitriptilin dan venlafaxin efektif untuk profilaksis migrain.
Penggunaan terbatas pada lansia, Benign prostat hiperplasia dan glaukoma
 Minum malam hari unruk menghindari sedasi. ↑ nafsu makan, penambahan
BB.
 Phenelzine digunakan untuk sakit kepala refactory
 Antikonvulsan: As.valproat, sodium divalproex, dan Topiramat dapat ↓
frekuensi, keparahan dan durasi dari sakit kepala. ES As. Valproat: mual,
tremor, penamabahan BB, rambut rontok dan hepatotoksitas
 KI: Wanita hamil dan pasien riwayat pankreatitis atau penyakit hati kronis
 ES topiramat: kelelahan, penambahan BB, anoreksia, diare, sulit mengingat,
masalah bahasa, perubahan rasa, batu ginjal dan miopi akut
 NSAID: ↓ frekuensi, keparahan dan durasi serangan migrain, memiliki
potensi GI dan toksisitas ke ginjal
 Diminum 1 atau 2 hari sbelum sakit kepala. Untuk pencegahan, naproksen
paling efektif
Obat lain
 Verapamil secara luas digunakan tetapi bukti efektifitas inadekuat.
Fruvatriptan efektif untuk profilaksis mograin menstruasi. Riboflavin,
Guanfasin, Histamin, Lisinopril, Candesartan dan klonidin efektif
Nyeri akut  Goal: Meminimalkan nyeri, memaksimalkan fungsi dan meninmbulkan
kenyamanan dan kualitas hidup dengan dosi terkecil paling efektif
 Nyeri ringan: Non opioid , NSAID
 Nyeri ringan-sedang: Asetaminofen atau NSAID + opioid (Kodein,
Hidrokodon, Oksikodon). Tambahan: TCA (Amitriptilin/Imipramin),
antikonvulsan (Gabapentin/Pregabalin), Analgesik sentral (Tramadol)
 Nyeri sedang-parah: Opioid (Oksikodon, Morfin, Hidromorfon,
Metadon, Fentanil), NSAID. Tambahan: TCA, antikonvulsan

Non opioid
 Paling efektif dengan ES paling sedikit. Lebih disukai untuk nyeri ringan-
sedang.
 Salisilat dan NSAID ↓ prostaglandin, ↓ jumlah impuls nyeri yang diterima
SSP. NSAID berguna untuk nyeri tulang kanker dan nyeri punggung bawah
 NSAID: Asam antranilik (As.mefenamat), Asam fenilasetat (Kalium
diklofenak, Natrium diklofenak), Asam indolasetat (Etodolak), Asam
propionat (Ibuprofen, Ketoprofen, Naproxen, Fenoprofen), Asam
pirrolasetat (Ketorolak oral/parenteral), Asam salisilat (Diflunisal,
Aspirin), COX-2 selektif (Celecoxib)
 Garam salisilat ES GI lebih sedikit dibanding aspirin dan tidak ≠ agregasi
platelet
 Jangan berikan obat mirip aspirin pada anak/remaja dengan penyakit virus
(influenza) karena menyebakan sindrom Reye
 Asetaminofen memiliki aktivitas analgesik dan antipiretik, tetapi sedikit
inflamasi. Hepatotoksisas apabila overdosis.
Opioid
 Mula kerja opioid oral 45 menit, efek terlihat 1-2 jam
 Kecanduan disebabkan gangguan kontrol penggunanan obat berlebihan,
penggunaan untuk kejang, melanjutkan meski bahaya.
 Agonis dan antagonis parsial (Pentazocine) bersaing dengan reseptor agonis
opioid dan menghambat aktivitas campuran agonis-antagonis.
 Pasien dengan nyeri berat perlu peningkatan dosis. Opioid berkaitan dengan
gatal, ruam akibat pelepasan histamin dan degranulasi sel mast.
 Pemberian opioid langsung ke SSP (intratekal/epidural) untuk nyeri akut,
nyeri kronis non kanker, dan nyeri kanker. Pemberian harus hati hati karena
ES sedasi, depresi pernafasan, pruritus, mual-mual, retensi urin dan
hipotensi.
 Nalokson digunakan untuk depresi pernafasan. Monitor pernafasan selama
24 jam setelah pemberian morpin intratekal.
Morfin dan sejenisnya
 Lini pertama untuk nyeri sedang-berat. Pilihan untuk nyeri Infark miokard
dengan ↓ kebutuhan oksigen.
 Depresi pernafasan dengan manifestasi penurunan pernafasan atau Refleks
batuk. Dapat diatasi dengan nalokson
 Morfin dapat → hipotensi ortstatik, hipovolemik.
 Penantren (Morfin, Kodein, Oksikodon). Fenilpiperidin (Meperidin,
Fentanil). Difenilheptan (Metadon), Agoni-Antagonis/agonis parsial (
Pentazocine, Butorphanol). Antagonis opioid (Nalokson). Analgesik
sentral (Tramadol, Tapentadol)
 Meperidin kurang poten dan durasi kerja singakat dibandingkan morfin.
Dengan dosis tinggi/ pasien gagal ginjal dapat terakumulasi menyebabkan
tremor, kejang, otot berkedut, Hindari kombinasi dengan MAOI karena
menyebabkan depresi pernafasan, eksitasi, hiperpireksia, kejang
 Fentanil terapi tambahan anestesia umum. Lebih poten dan cepat dibanding
meperidin. Bentuk transdermal untuk nyeri kronis memerlukan waktu 12-24
jam
 Metadon memiliki durasi kerja panjang dan mampu menekan Simptom
witdrawal. Digunakan untuk nyeri kanker kronis
 Nalokson antagonis opioid berikatan secara kompetitif dengan reseptor
opioid. Tidak memiliki efek analgesik, digunakan untuk mengatasi toksisitas
agonis opioid.
 Tramadol untuk nyeri ringan-berat, nyeri neuropati. Mengikat μ opiat
receptor dan ≠ ambilan noreepinefrin dan serotonin.
Tulang dan Persendian
Rheumatoid  DMARDs diberikan segera setelah serangan
astritis  DMARDs memperlambat perkembangan RA. Nonbiologi DMARDs:
Metroteksat, Hidrokloquinon, Sulfasalazin, Leflunomid. MTX
digunakan karena outcome superior dan biaya lebih murah
 Kombinasi non biologik + biologik DMARD efektif. Kombinasi
disarankan: MTX + hidroklorokuin, MTX + leflunamid, MTX +
sulfasalazin, MTX + hidroklorokuin + sulfasalazin
 DMARDs biologis: anti TNF seperti Etanersep, Infliximab,
Adaliumab, Certolizumab dan Golimumab, modulator stimulan
Abatacept, Antagonis respeto IL-6 Tocilizumab dan Rituximab
 Anti TNF digunakan pada pasien aktivitas tinggi, penyakit awal, dan
prognostik buruk.
 DMARD yang jarang diapakai Anankira (IL-1 antagonis reseptor),
Azatioprin, Penisilamin, Garam emas, Minosiklin, Siklosporin,
Siklopospamid. Efektifitas kurang toksisitas tinggi
 NSAID /Kortikosteroid digunakan untuk menredakan gejala
Osteoatritis Lutut dan Panggul
 Parasetamol lini pertama max 4 g/hari, kurang refektif dibanding
NSAID tetapi resiko GI dan kardiovskuler kecil
 Nonselektif NSAID (Aspirin, Diklofenak, Ibuprofen, Indometasin,
Etodolak, Ketoprofen, As.Mefenamat, Meloksikam, Naproxen,
Piroksikam) / COX-2 (Celekoksib) disarankan jika gagal dengan
asetaminofen
 Topikan NSAID (Capsaisin, Diclofenak 1% gel, 1,3 % patch, 1,5 %
larutan) disarankan untuk lutut jika dengan asetaminofen gagal atau
pasien > 75 tahun membutuhkan selain oral
 Intra articular kortikosteroid disarankan untuk lutut dan panggul jika
asetaminofen / NSAID tidak optimal. ES: Infeksi, osteonekrosis, ruptut
tendon, atropi kulit
 Jangan berikan injeksi lebih dari 3 bulan untuk minimalis efek GI
 Tramadol disarankan jika gagal dengan asetaminofen, NSAID topikal
dan oral, IA kortikostroid. Dapat ditambahkan dengan
Asetamiofen/NSAID. ES: mual-muntah, pusing, konstipasi, sakit
kepala, kejang, ↑serum serotonin.
 Opioid dapat diberikan pada pasien tidak respon adekuat terapi
nonfamakologi dan lini pertama farmakologi. Dapat diberikan pada
pasien bedah beresiko
 Duloxetine dapat digunakan terapi tambahan pada pasien respon
sebagian denga analgesik lini pertama. Lini kedua pada pasien
neuropati da nyerei OA muskuskeletal. ES: mual, mulut kering,
konstipasi, anoreksia, kelelahan, pusing, Sindrom steven jonson, gagal
hati, ↑serum serotonin.
 As.Hialouronat IA tidak disarankan rutin digunakan untuk nyeri OA
lutut. ES: bengkak, kaku, efusi , ruam, pruritus
 Glukosamin -Kondroitin dan Rubifacients topikal efektifitas kurang
untuk panggul dan lutut . ES: perut kembung, kram perut, mual
OA tangan
 NSAID topikal lini pertama OA ditangan
 Oral NSAID alternatif lini pertama pada pasien tidak toleransi dengan
reaksi kulit lokal/ inadekuat dengan NSAID topikal
 Capsaisin krim alternatif lini pertama pada pasien tidak dapat menelan
bentuk oral. ES: iritasi kulit dan terbakar
 Tramadol alternatif lini pertama pada pasien tidak respon dengan
topikal, oral NSAID, kardiovaskuler atau resiko ginjal
Kontrasepsi  Goal: Mencegah kehamilan
Spermisida
 Spermisida mengandung nonxynol-9, merusak dingding sel sperma dan
masuknya kerdalam seviks. Memberi perlindungan 24-30 jam
Kontrasepsi hormonal
 Mengandung sintetik estrogen dan progestin atau progestin saja
 Progestin menebalkan mukus serviksa, menunda perpindahan sperma,
merangsang atropi endometrial. Memblok LH sehingga menghambat
ovulasi.
 Estrogen menekan pelepasan FSH dan menstabilkan lapisan
endometrial
 Wanita lebih dari 35 tahun tanpa merokok mengunakan kombinasi
kontrasepsi hormonal (CHC) mengandung estrogen
 CHC tidak disarankan untuk wanita diatas 35 tahun yang migrain,
hipertensi tak terkendali, merokok, diabetes atau penyakit vaskuler
 Wanita lebih dari 35 tahun yang merokok dan menggunakan
kontrasepsi oral (OC) ↑ resiko infark miokard, CHC diberikan dengan
hati-hati.
 Wanita perokok 15 batang atau lebih/hari usia lebih dari 35 tahun KI
dengan CHC. Progestins saja dapat diberikan.
 CHC dapat ↑ tekanan darah. Pada wanita hipertensi, OC ↑ resiko
infark miokard dan stroke. Gunakan CHC dosis rendah pada wanita
dibawah 35 tahun dengan hipertensi termonitoring dan terkontrol.
 Wanita dengan hipertensi dan merokok sebaiknya tidak menggunakan
CHC
 TD sistol > 160 / TD diastol > 100 mmHG diontraindikasikan dengan
CHC
 Wanita diabetes lebih dari 20 tahun tidak menggunakan CHC
 Progestin ↓ HDL dan ↑ LDL. Estrogen ↓ LDL dan ↑ HDL & TG
 Mekanisme penyakit kardiovaskuler akibat tromboemboli bukan
aterosklerosis.
 Wanita dengan dislipidemia terkontrol dapat menggunakan CHC dosis
kecil dengan monitoring lipid. Wanita dengan dislipidemia tak
terkontrol (TG >250, HDL < 35 LDL >160 mg/dL) meggunakan
kontrasepsi alternatif.
 Wanita dengan migrain dapat mengalami ↑ atau ↓ frekuensi migrain
ketika menggunakan CHC. Wanita dengan migrain + aura + >35 tahun
sebaiknya tidak menggunakan CHC
 Wanita dengan riwayat kanker payudara sebaiknya tidak menggunakan
CHC
 Wanita dengan lupus istemik eritematosus menghindari penggunaan
CHC.
 OC memiliki efektifitas rendah pada wanita obesitas. Kontrasepsi patch
sebaiknya tidak digunakan untuk wanita >90 kg
 Pil monofasik mengandung estrogen dan progestin dalam jumlah tetap
untuk 21 hari diikuti 7 hari plasebo
 Pil bifasik dan trifasik mengandung variasi jumlah estrogen dan
progestin untuk 21 hari diikuti 7 hari plasebo
 Wanita dengan tanpa hidup berdapingan, disarankan menggunakan OC
yang mengandung 35 mg EE dan < 0,5 mg norethindrone
 Wanita remaja, Wanita BB <50 kg, wanita > 35 tahun, Wanita
perimenopause dapat mengalami ES lebih kecil dari OC yang
mengandung EE.
 Beritahukan untuk menghentikan CHC jika mengalami tanda nyeri
perut, nyeri dada, sakit kepal, masalah mata, nyeri kaki berat.
 Ripamfin ↓ efektifitas OC. Sarankan menggunakan kontrasepsei
nonhormonal
 Fenobarbital, Carbamazepine dan Fenitoin ↓ efektifitas OC dan
diketahui teratogen. IUD, injeksi medroxyprogesteron atau non
hormonal disarankan.
Kontrasepsi emergensi
 Formula yang hanya progestin mengandung levonegestrel.
Levonegestrel 1,5 mg diminum dalam 72 jam setelah hubungan tanpa
proteksi
 Mual-muntah terjadi pada progestin only
Kontrasepsi transdermal
 Patch ditempelkan pada abdomen, pantat, torso atas, lengan atas pada
permulaan siklus menstruasi dan diganti tiap minggu selama 3 minggu
Long acting Injectable dan Implantable kontrasepsi
 Depot medroxyprogesterone asetat (DMPA) diberikan melalui injeksi
intramuskular dalam 5 hari perndarahan menstruasi dan diulangi tipa 12
minggu
 Dapat diberikan pada wanita pospartus yang tidak menyusui. Untuk
menyusui ditunda sampai 6 minggu.
Gout NSAID
 NSAID memiliki aktifitas baik dan toksisitas minimal dengan
penggunaan jangka pendek
 Indometasin, naproksen dan sulindak terbukti untuk gout
 Terapi dimulai 24 jam serangan dan dilanjutkan sampai resolusi selesai
5-8 hari
 ES: gastritin, perdarahan dan perforasi, ginjal
 COX-2 selektif inhibitor (celecoxib) terapi alternatif untuk pasien tidak
dapat menerima NSAID
Kortikosteroid
 Efektifitas kortikosteroid sama dengan NSAID, sistemik dan
intrarticular
 Prednison atau prednisolon 0,5 mg/kg/ hari 5-10 hari kemudian
dihentikan tiba-tiba, 0,5 mg/kh/hari 2-50 hari kemudian di tapering 7-
10 hari
 Metilprednisolon IM (long acting kortikosteroid) untuk pasien tidak
dapat menerima bentuk oral
 Triamsinolon asetonid IA injeksi
 Hormon Adrenokorticotropik (ACTH) IM tiap 6-8 jam selama 2-3 hari
kemudian dihentikan. Batasi jika KI dengan lini pertama (gagal
jantung, gagal ginjal)
Kolkisin
 Efektifitas tinggi meredakan serangan gout akut. Gunakan hanya dalam
36 jam serangan karena kemungkinan ↓ keberhasilan jika ditunda
 ES: mual-muntah, duare, neutropenia, neuromiopati axonal yang akan
memburuk pada penguna obat miopati
 Jangan gunakan dengan P-glikoprotein/CYP 450 3A4 inhibitor kuat
(Klaritromisin) karena ↓ ekresi empedu dan mengarah ↑ kadar Kolkisin
dan toksisitas
 Gunakan secara hati-hati pada gangguan ginjal dan fungsi hati
As. Urat Xantin Oksidase Inhibitor
(Hiperurisemia)  ↓ Asam urat melalui penghambatan konversi hipoxantin→ xantin dan
xantin → asam urat
 Allopurinol ↓ kadar AS.urat. Dosis lebih 100 mg disarankan dititrasi
tiap 2-5 minggu maksimal 800m mg/ hari. Pasien gagal ginjal dosis
lebih dari 50 mg/hari
 ES: ruam kulit, sakit kepala, masalah GI, urtikaria, eritema dan
sindrom hipersensitif allopurinol seperti eosinofil, dermatitis, vaskulitis,
disfungsi ginjal dan hati
 Febuxostat ↓ As.urat 40 mg 1 x sehari. ES: mual, atralgia, hepatik
transaminase↑
Urikosurik
 Probenesid ↑ klirens ginjal melalui inhibisi reabsorpsi as.urat di
tubukus proksimal. Pasien riwayat urolithiasis sebaiknya tidak
menggunakan urikosurik
 ES: iritasi GI, ruam, hipersensitif,
 KI: gangguan ginjal ClCr <50 ml/menit dan produksi berlebihan as,urat
Pegloticase
 Rekombinan pegilat uricase yang ↓ serum as.urat melalui konversi
asam urat→ allantoin yang larut dalam air
 Dosis 8 mg IV selama 2 jam tiap 2 minggu.
 ES: reaksi alergi dapat ditangani dengan antihistamin dan
kortikosteroid
SISTEM GINJAL DAN SALURAN KEMIH
Gagal Ginjal Pencegahan
Akut  Goal: Identifikasi pasien beresiko, monitor pasien beresiko tinggi,
penerapan strategi pencegahan
 Hidrasi rutin dilakukan untuk mencegah kontras induksi nefropati
(CIN). Isotonik kristaloid diberikan pada pasien beresiko tinggi,
termasuk CKD, diabetes dan instabilitas hemodinamik
 Sodium bikarbonat atau infus normal salin disarankan
 Asam askorbat dan N-asetilsistein tiap 12 jam selama 2-3 hari
merupakan antioksisdan pencegahan CIN
 Mengontrol gula darah 110-149 dengan insulin untuk mencegah ICU
AKI (Acute Kidney Injury)
 Penggunaan terbatas diuretik loop/kuat untuk manajemen kelebihan
cairan.
 Tidak menyarankan penggunaan Dopamin, Eritropoioetin dan
Fenodolpan untuk pencegahan AKI
Pengobatan
 Goal: meminimalkan keparahan ginjal, mengurangi komplikasi ekstra
renal, mempercepat pemulihan fungsi ginjal
 Manitol 20% dimulai pada dosis 12,5-25 g IV slama 3-5 menit.
 Diuretik kuat efektif ↓ kelebihan cairan seperti Furosemid,
Bumetanide, Torsemid, Asam etakrinat. Asam etakrinat ditujukan
untuk pasien alergi sulfa
 Diurteik yang bekerja pada tubulus distal menghasilkan efek sinergis
dengan diuretik kuat seperti Amilorid, Triamteren dan Spironolakton
 Metolazon secara umum digunakan, diuresis efektif dengan GFR
kurang dari 20 ml/menit
 Managemen elektrolit: Monitor serum elektrolit (Na, Mg, Posfat).
Hiperkalemia paling sering terjadi. Hipernatremia dan retensi cairan ,
memerlukan perhitungan asupan Natrium.
Gagal Ginjal  Goal: Menunda progres CKD, meminimalkan perkembangan dan
Kronis (CKD), keparahan komplikasi
End stage renal  Batasi protein sampai 0,8 g/kg/hari jika GFR kurang dari 30 ml/min
disease (ESRD)  Berhenti merokok. Berolahraga 30 menit 4 x . minggu
Diabetes dan Hipertensi pada CKD
 Progresi CKD dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia
dan hipertensi. Rekomendasi TD dengan target 140/90 jika ekskresi
albumin kurang dari 30mg/24 jam
 Jika ekskresi albumin urin lebih dari 30 mg/24 jam, target TD 130/80
mmHg
 ACEI atau ARB lini pertama. Tambahkan diuretik tiazid kombinasi
dengan ARB jika penururunan proteinuria diperlukan.
 Nondihidropiridin CCB umum digunakan lini kedua obat
antiproteinuria ketika ACEI/ARB tidak dapat ditoleransi atau KI
 Kliren ACEI menurun pada CKD, terapi dimulai dengan dosis rendah
 Metformin KI jika GFR < 30 mg/dl
Anemia pada CKD
 Anemia jika HB < 13 g/dl untuk laki-laki dewasa dan <12 g/dl untuk
wanita dewasa
 Stimulan eritropoetik (ESA:erythropoietic stimulating agent) diberikan
pada pasien dengan HB antar 9 dan 10 g/dl
 Defisiensi zat besi penyebab primer resistensi pengobatan ESA.
Suplemen zat besin dibutuhkan untuk memenuhi simpanan besi yang
hilang
 Terapi parenteral zat besi memperbaiki respon ESA dan mengurangi
kebutuhan dosis.
 ES: reaksi alergi, hipotensi, pusing, dispnea, sakit kepala, yeri
punggung bawah, atralgia, sinkop dan atritis. Reaksi dapat
diminimalkan dengan penurunan dosis dan kecepatan infus.
 Sodium Ferric glukonate, sukrosa besi dan ferumoxitol memiliki
keaman yang lebih baik daripada dextran besi
 Epoetin alfa SC disukai karena via IV tidak diperlukan.
 Darbepoetin alfa memiliki waktu paruh panjang dibanding epoetin
alfa, memperpanjang aktivitas biologis. ES: hipertensi
Gangguan mineral dan tulang pada CKD
 Gannguan mineral dan tulang umum terjadi pada CKD dan termasuk
abnormalitas hormon paratiroid, kalsium posfat, vit D, pergantian
tulang
 Membatasi diet posfat, dialisis, pendekatan paratiroidektomi untuk
manajemen hiperposfatemia
 Kalsium, posfat, Kasium Posfat
 Pengikat posfat: ↓ absorbsiposfat dari usus dan lini pertama untuk
kontrol serum posfat dan konsentrasi kalsium
 ES: efek GI seperti konstipasi, diare, mual-muntah, nyeri perut. Resiko
hiperkalsemia
 Pengikat kalsium tidak disarankan dipakai secara teratur karena toksik
terhadap SSP dam memperburuk anemia
 Terapi Vit D, Calcitriol menekan sintesis hormon paratiroid dan
sekresi Vit D. Paricalcitol dan Doxercalciferol dengan hiperkalsemia
lebih ringan
 Calsimimetik (Cinacalcet) ↓ sekresi hormon paratiroid melalui
peningkatan sensifitas reseptor kalsium. ES: mual-muntah
Hiperlipidemia
 Prevalensi hiperlipidemia meningkat pada gangguan fungsi ginjal.
 Atorvastatin, Fluvastatin, Rosuvastatin, Simvastatin disarankan
untuk dewasa 50 tahun atau lebih CKD stage 1-5 tanpa dialisis
Hiperplasia  Goal: mengontrol gejala, mencegah progresi komplikasi dan menunda
Benigna Prostat kebutuhan intervensi pembedahan
 Terapi farmakologi merintangi efek stimulasi dari testosteron pada
pembesaran kelenjar prostat, relaksasi otot halus prostat, relaksai otot
kandung kemih
 Terapi dengan antagonis α1-adrenergik untuk meredakan gejala lebih
cepat.
 Pemilihan 5α-reduktase inhibitor (Finasterid, Dutasterid,
Bicalutamid, Flutamid, Megestrol asetat) pada pasien dengan
kelejar prostat >40 g
 Berikan monoterapi Fosfodieterase inhibitor atau kombinasi dengan
antagonis α1-adrenergik apabila disfungsi ereksi dan TD tinggi
 Lutenizing hormon-agonis pelepas hormon seperti Leuprolide dan
Goserelin ↓ libido dan dapat menyebabkan disfungsi ereksi,
ginekomastia.
 Antiandrogen Bicalutamid dan Flutamid → mual, diare dan
hepatotoksitas
Antagonis α-adrenergik
 Relaksasi otot halus pada prostat dan kandung kemih, ↑ aliran urin dari
2-3 ml/detik, ↓ volume PVR urin
 antagonis α1-adrenergik tidak menurunkan volume prostat/kadar PSA
 Prazosin, Terazoisn, Doksazoin dan Alfuzosin antagonis α1-
adrenergik generasi ke 2. Mengantagonis reseptor α1-adrenergik pada
vaskuler perifer prostat. ES: sinkop, hipotensi ortostatik dan pusing.
 Titrasi perlahan untuk meminimalkan hipotensi ortostatik saat tidur.
 Tamsulosin dan Silodosin antagonis α1-adrenergik generasi ketiga,
selektip pada reseptor α1A prostat.
 Tamsulosin pilihan baik untuk pasien tidak toleransi dengan hipotens
memiliki CAD, aritmia jantung, ortostasis berat atau gagal jantung.
 Penurunan metabolisme antagonis α1-adrenergik oleh CYP 3A4
inhibitor (Simetidin dan Diltiazem)dan peningkatan katabolisme
antagonis α1-adrenergik oleh CYP 3A4 stimulator (Karbamazepin
dan Fenitoin)
 Penurunan dosis Silodosin pada gangguan ginjal sedang atau disfungsi
hati.

5α-Reductase Inhibitors
 Memperlambat progresi penyakit dan ↓ resiko komplikasi
 Digunakan untuk pasien aritmia, angina, tidak toleran dengan ES
hipotensi dari antagonis adrenergik
 Dutasterid ≠ 5α-Reductase tipe I dan II, Finasterid ≠ tipe I.
Posfodiesterase inhibitor
 ↑ siklus GMP melalui Posfodiesterase inhibotar yang merelaksasi
kandung kemih
 Tadalafil memperbaiki gejala tapi tidak ↑ aliran air.
Antikolinergik
 Oksibutinin dan Tolterodin ditambahkan ke antagonis α-adrenergik
untuk meredakan gejala iritasi kemih. ES: mulut kering
 Darifenacin/Solifenasin jika toleransi ES dari antikolinergik buruk.
KULIT
Acne Vulgaris  Goal: Mengurangi jumlah dan keparahan lesi, memperlambat progresi
penyakit, membatasi durasi penyakit, mencegah formasi lesi baru,
mencegah hiperpigmentasi
 Proliferase P.acne : Benzoil peroksida, topikal/oral antibiotik,
isotretionin
 Kretinisasi abnormal: As. Salisilat, Benzoil peroksida, topikal retinoid,
Isotretionin
 Respon Inflamasi: Intralesi kortikosteroid, antibiotik
 Sebum abnormal:antiandrogen. Isotretionin, antibiotik topikal/oral,
kortikosteroid, estrogen
 Jerawat noninfalamasi komedo: Retinoid topikal adalah obat pilihan.
Benzoil. As. Azelaic dapat diberikan
 Jerawat inflamasi papulopustular ringan-sedang : Fix dose
Adapalen+Benzoil peroksida. Fix dose Klindamisin + Benzoil
peroksida. Alternatif retinoid topikal lain + AB topikal lain
 Jerawat papulopustular nodular sedang: Isotretionin oral monoterapi
pilihan pertama. Alternatif AB sistemik + Adapalen, Fix dose
Adapalen + Benzoil peroksida
 Jerawat nodular/conglobat: Monoterapi isotretionin. Alternati AB
sitemik + Asam azelaic
 Maintenance untuk jerawat: retinoid topikal. Alternatif asam azelaic.
Terapi selama 12 minggu.
 Menyebabkan kekeringan ringan dan pengelupasan melalui iritasi,
pengerusakan lapisan kulit superfisial, mengakibatkan inflamasi. ↓
keringat, mempertebal epidermis.
 Resorsinol keratolitik ringan dibandingkan Asam salisilat. Efektif dan
dan aman jika dikombinasikan dengan sulfur
 Asam salisilat sebagai keratolitik, memiliki aktivitas antibakteri kecil
melawan P.acne dan memberikan aktivitas antiinflamasi . Kurang
poten dari benzoil peroksida. Digunakan jika tidak toleran dengan
retinoid karena iritasi
 Sulfur keratolitik dan antibakteri. Memperbaiki pustula, papula dan
lesi, menyebabkan iritasi dan pelupasan kulit
Retinoid topikal
 Mengurangi obstruksi dan berguna untuk komedo dan inflamasi, ≠
formasi mikrokomedon, mengurangi komedo matang
 Langkah pertama pada jerawat sedang. Tunggal/kombinasi dengan
antibiotik dan benzoil peroksida
 ES: eritema, xerosis, terbakar dan terkelupas
 Dipakai malam hari, setengah jam setelah dibersihkan, dimulai tiap 1-
2 minggu. Dosis dapa ditingkatkan hanya untuk 4-6 minggu.
 Tretionin larutan, gel dan krim sebaiknya dihindari pada wanita hamil
karena resiko fetus.
 Adapalen pilihan pertama untuk pengobatan dan maintenance karena
efektif dan iritasi lebih kecil
 Tazaroten mengurangi jumlah lesi inflamasi non inflamasi. Efektif
untuk komedo dan lesi inflamasi jika dpakai 1 x sehari
Antibakteri topikal
 Benzoil peroksida bakterisidal dan menekan produksi sebum,
mengurangi asam lemak bebas yang memicu komedo dan
inflamasi.Standar terapi untuk papulopustular acne sedang. ES: kering,
dermatitis. Memutihkan rambut dan pakaian.
 Klindamisin dan Eritromisin topikal sedikit efektif untuk P.acne
resisten. Benzoil/retinoid + Makrolida lebih efektif dibandingkan
monoterapi. Klindamisin lebih disukai karena absorbi sistemik kurang
dan aksi yang poten.
 Asam azelaic memiliki antibakteri, antiinflamasi dan aktivitas
komedolitik. Digunakan untuk acne ringan-sedang. ES: pruritus,
terbakar, pedas, eritema, kering, pelupasan dan iritasi
 Dapson adalah sulfonat bersifat antiinflamasi dan antibakteri.
Digunakan jika sensitif dengan anti akne konvensional dan alergi
sulfonamid
Antibakteri oral
 Terapi standar untuk acne sedang-parah/berat. Eritromisin efektif,
batasi penggunaan karena resintensi pada wanita hanil dan anak <8
tahun.
 Ciprofloxacin dan Cotrimoksazol dapat digunakan jika AB lain tidak
efektif
 Tetrasiklin (Minosiklin dan Doksisiklin) bersifat antibakteri dan
antiinflamasi. Minosiklin → endapan pigmentasi pada kulit, membran
mukus dan gigi. ES: urtikaria, hipersensitif, hepatitis autoimun, Lupus
sitemik eritematosus. Doksisiklin fotosenstiser.

Antisebum
 Isotretionin ↓ produksi sebum, ≠ pertumbuhan P.acne, mengurangi
inflamasi. Digunakan untuk jerawat nodular membandel berat. Hanya
gunakan untuk jerawat berkepanjangan
 ES: mulut, hidung dan mata kering. ↑ kolesterol, TG, kreatin kinase,
hiperglikemia, fotosensitif, abnormalitas tulang, atralgia, kaku otot,
pseudotumor serebri,insiden teratogenitas tinggi
 Karena teratogenitas, dua bentuk kontrasepsi berbeda diberikan pada
wanita berpotensi melahirkan 1 bulan sebelum terapi, terapi
dihentikan setelah 4 bulan
 OC yang mengandung estrogen berguna untuk jerawat pada wanita.
Termasuk nergestimate + EE dan norethindrone + EE
 Spironolakton dosis tinggi merupakan antiandrogenik. Dosis 50-200
mg efektif untuk jerawat
 Asam siproteron adalah antiandrogen yang efektif pada wanita jika
dikombinasikan dengan EE
 Kortikosteroid oral dosis tinggi berguna untuk inflamasi berat
Dermatologi drug Dematitis kontak
reaction  Kompres dingin. Calamin atau Burow lotion.
 Kortikosteroid topikal. Dermatitis Kontak Alergen respon lebih baik
pada penggunaan kortikostreoid
 Mandi oatmeal/ Antihistamin generasi pertama untuk meredakan gatal
berlebihan
 Pelembab untuk mencegah kekeringang dan kulit retak-retak
Dermatitis popok
 Zink oksida bersifa astringent dan adsorben
 Candida popok diatasi dengan antijamur. Imidazol adalah pengobatan
pilihan.
 Pada infamasi berat, Hidrokortison topikal dapat dipakai 1-2 minggu.
Dermatitis atopik
 Kortikosteroid topikal pengobatan pilihan. Hidrokortison untuk wajah,
betametason valerat untuk badan
 Takrolimus dan Pimecrolimus imunomodulator topikal ≠
kalsineurin. Terbukti untuk dermatitis atopik pada deasa dan anak > 2
tahun. Takrolimus salep untuk dermatitis sedang-berat untuk anak >2
tahun, Pimecrolimus untu dermatitis ringan-sedang anak 2>tahun.
 ES: rasa terbakar
Obat penginduksi hiperpigmentasi
 Obat penginduksi hiperpigmentasi ↑ melanin (Hidantoin),
 Seperti Perak, Merkuri, Tetrasiklin, Antimalaria dan Fluorourasil
Psoriasis  Goal: minimalisir/eliminasi lesi kulit, meringankan prurutus,
mengurangi frekuensi flare, mencegah ES.
Terapi topikal
 Kortikosteroid antiinflamasi, anti proliferatif, imunosupresif dan efek
vasokontriksi
 Produk potensi kecil digunakan untuk bayi dan lesi diwajah. Produk
potensi Medium- tinggi digunakan pada badan dewas.
 ES: atropi kulit, dermatitis kontak, hipertrikosis, hipopigmentas
 Calcipotriene Vitamin D3 sintetik, analaog yang berikatan dengan
reseptor Vitamin D, ≠ proliferasi keratinosit, ↑ diferensiasi keratinosit
dan ≠ aktivitas T-limfosit
 Untuk psoriasis ringan, Calcipotriene kategori C untuk kehamilan dan
efektif dibandingkan antralin. ES: dermatitis kontak, pruritus,
pengelupasan, kekeringan dan ertitema.
 Tazatorene adalah retinoid topikal yang menormalkan diferensiasi
keratinosit, mengurangi hiperproliferasi keratinosit. ES: eritema, rasa
terbakar. Kategori X pada wanita hamil.
 Antralin memiliki efek proliferatif langsung pada keratinosit
epidermis, menormalkan diferensiasi keratinosit. Salep Zink oksida
dipakai untuk melindungi dari iritasi. Terapi kontak singkat lebih
disukai. ES: iritasi, folikulitis, dematitis kontak alergi
 Asam salisilat bersifat keratolitik digunakan mengatasi psoriasis.
Sebaiknya tidak digunakan pada anak.
Terapi sistemik
 Acitrecin adalah derivat sam retinoat dan metabolit aktif etretinat.
Umun dikombinasikan dengan Calcipotriene / fototerapi. Lebih baik
digunakan dengan makanan
 ES: hipertrigliseridemia, mata kering, hidung dan mukosa mulut
kering, seilitis, epistaxsis, xerosis
 Semua retinoid teratogenik dan kategori X pada kehamilan.
 Siklosporin inhibitor kalsineurin sitemik, efektif untuk induksi remisi
dan terapi maintenance untuk plak psoriasis sedang-berat. Efektif
untuk psoriasis kuku, eritodermis.
 Karena penghentian siklosporin → relaps dalam 4 bulan, pasien
harus diberi terapi alternatif sebelum/sesudah penghentian siklosporin.
 MTX memiliki efek anitinflamasi pada ekspresi gen Sel-T dan
memiliki efek sitostatik. Lebih efektif dari Acitretin. Dosis 7,5-15 1 x
seminggu. ES: mual-muntah, stomatitis, toksisitas hepatik dan
pulmonal dan anemia makrositik.
 Hindari penggunaan MTX pada infeksi aktif dan penyakit hati
Terapi sistemik dengan pemodifikasi respon biologi
 Biologic respon modifier (BRM) digunakan untuk psoriasis sedang-
berat jika inadekuat atau KI dengan sitemik. Biaya menjadi alasan
pengguaan lini pertama.
 Adalimumab antibodi monoklonal TNF-α mengontrol cepat psoriasis.
Digunakan untuk psoriasis atritis dan untuk pasien dewasa dengan
plak psioriasi berat kronis yang akan mendapatkan terapi fototerapi
 Etanercept protein yang mengikat TNF-α, dapat meminimalisir
resiko imunogenitas. Mengurangi tanda dan gejala dan ≠ progresi
kerusakan pada pasien tidak respon dengan MTX. ES: Infeksi GI,
nyeri abdomen, mual-muntah, sakit kepala, ruam.
 Infliximab antibodi monoklonal chimeric melawan TNF-α.
Digunakan untuk psoriasis atritits dan plak psoriasis kronik berat. ES:
sakit kepala, demam, menggigil, kelelahan, diare, faringitis, ISPBA
dan ISK, urtikaria, dispnea dan hipotensi
 Alefacept protein dimerik gabungan yang mengikat CD2 pada Sel T ≠
aktivasi dan proliferasi cutaneous sel T. ↓ sirkulasi limfosit total.
Digunakan untuk psoriasis sedang-berat dan psoriasis atritis. ES:
faringitis, gejala seperti flu, mengigigl, pusing, mual, sakit kepala,
inflamasi dan nyeri area suntikan.
 Ustekinumab antibodi monoklonal IL-12/23 digunakan untuk
psoriasis ≥ 18 tahun atau plak psoriasis sedang-berat. ES: ISPBA, sakit
kepala, kelelahan, jamur, infeksi virus, kanker.
Alternatif
 Mikofenolat mofetil ≠ sintesis DNA dan RNA dan memiliki efek
antiproliferatif limfosit. Efektif pada psoriasis sedang-berat. ES: diare,
mual-muntah, anemia, neutropenia, trombositopenia, infeksi virus dan
bakteri.
 Hidroksiurea ≠ sintesis pada fase S dalam siklus DNA. Digunakan
untuk psoriasis membandel. ES: menekan sumsum tulang, eritema
lesi, hiperpigmentasi reversibel.
Onkologi,Imunologi, Nutrisi, Gawat Darurat, Vaksin, Produk Biologi
Anemia  Goal: Meniadakan tanda dan gejala
 Obat dapat menyebabkan anemi melalui penurunan absorbsi folat
seperti fenitoin, antagonisme folat seperti MTX
Anemia defisiensi zat besi
 Zat besi oral dalam bentuk garam besi, salut enreik non coated
direkomendasikan
 Zat besi absorbsinya buruk dari sayuran, gandum, dan telur. Absorbi
baik dari daging, ikan dan daging unggas
 Berikan zat besi 1 jam sebelum makan
 Berikan parenteral Besi untuk pasien malabsorpsi, intoleran dengan
terapi besi
 Besi dekstran, Sodium ferric glukonat, ferumoksitol, sukrosa besi
preparasi besi parenteral dengan efektifitas sama.
 Sukrosa besi: pasien CKD. Sodium ferric gluconat: pasien
hemodialisis. Ferumoksitol: pasien CKD dewasa
Anemia defisiensi Vitamin B12
 Suplemen B12 oral efektif bentuk parenteral, karena absorpsi vitamin
B12 tergantung faktor intrinsik.
 Bentuk parenterlal lebih cepat dari oral dan disarankan jika disertai
gejala neurologis.Sianokobalamin 1000 mcg IM tiap hari sekama 1
minggu.
Anemia defisiensi Folat
 Folat oral, 1 mg /hari selama 4 bulan. Jika terjadi malabsorpsi, dosis 1-
5 mg / hari diperlukan
Anemia inflamasi (AI)
 Berikan terapi zat besi jika defisiensi zat besi.
 Eritropoesis stimulating agent (ESA) dapat diberikan, tetapi respon
dapat terganggu pada anemia inflamasi
 Epoetin alfa 50-100 unit/kg 3 x seminggu dan Darboetin alfa 0,45
mcg/kg sekali seminggu
 Toksisitas meningkat seprti peningkatan TD, mual, sakit kepala, nyeri
tulang dan kelelahan.
Anemia pada pediatri
 Anemia pada prematur ditangani dengan transfusi RBC.
 Bayi 9-12 bulan diberikan zat Besi sulfat 3 mg/kg 1 atau 2 kali sehari
dengan makanan selama 4 minggu
Vaksin  BCG untuk tuberkulosis diberikan pada bayi <3 bulan
 DPT untuk Difteri Pertusis Tetanus diberikan sebanyak 5 kali (2,4,6,18
bulan dan 4-6 tahun)
 Vaksin Campak untuk campak diberikan pada usia 9 bulan dan diulang
pada umur 2 tahun
 Vaksin hepatitis B untuk hepatiti B diberikan dalm 3 dosis. (baru lahir
12 jam, usia 1-2 bulan, usia 6-12 bulan)
 Vaksin HIB untuk meningitis pneumonia (Haemophilus influenza B)
diberikan 3/ atau 4 dosis.( 2,4,6 dan diulang pada 12-15 bulan)
 Vaksin influenza diberikan pada usia 6 bulan-8 tahun
 Vaksin MMR (Measles/Campak Mumps/Gondongan Rubela/Campak
jerman) diberikan pada usia 12-15 bulan dan usia 4-6 tahun
 Polio diberikan pada saat lahir, usia 2,4,6 bulan dan diulang pada usia
18 bulan dan 4-6 tahun. Disimpan pada suhu -15 oC s/d – 25oC pada
freezer
 Vaksin tiphoid untuk demam thipoid (Salmonella thipi) diebrikan pada
balita <2 tahun, wisatawan yang akan berpergian ke wilayah endemik
(2 minggu sebelum berangkat). Setiap 3 tahun sekali untuk dosis
booster
 Vaksin rabies diberikan pada saat dibutuhkan
 Vaksin selain polio disimpan pada suhu 2OC s/d 8oC pada lemari es
bukan freezer.
 Toksoid difteri tersedia untuk pediatri lebih dari 6 minggu dan dewasa
Kanker  Regimen terapi kanker: AC: Adriomisin (Doxorubicin),
Cyclosphophamid. FAC: Fluorouraci + AC. TAC: Dosetaxel + AC.
Kanker payudara Tahap awal
 Antrasiklin (Doksorubicin dan Epirubicin) menurunkan serangan ulang
dan kematian dibandingkan dengan Siklopopamid, MTX dan
Fluorourasil
 Penambahan taxan seperti Docetaxel dan Paclitaxel menurunkan resiko
serangan ulang jauh dan mortalitas
 Terapi dimulai dalam 12 minggu setelah bedah. Hindari penurunan
dosis meski toksisitas berat
 Terapi tambahan biologi: Trastuzumab kombinasi dengan kemoterapi
tambahan untuk tahap awal, HER2-postif kanker payudara.
 Terapi tambahan endokrin: Antiestrogen (Tamoxifen, Toremifene),
Aromatase Inhibitor (Anastrazol, Letrozol, Exemestan) , Lutenizing
Hormon Releasing Hormon (Goserelin, Leuprolid). terapi primer untuk
kanker payudara tahap awal
Kanker payudara Stage III
 Kemoterapi dengan antrasiklin dan taxan. Trastuzumab jika positif
tumor HER-2
Kanker payudar metastatik Stage IV
 Terapi endokrin: pilihan untuk pasien reseptor hormon positif metastase
pada jaringan lunak, pleura .
 Aromatase Inhibitor lini pertama pada wanita postmenopause,
menurunkan sirkulasi dan target organ estrogen melalui pemblokan
konversi perifer dsri prekursor androgen.
 AI gene III : Anastrazol, Letrozole dan AI steroid : Exemestane paling
lebih selektif dan poten dibandingkan aminoglutetimid
 Antiestrogen : Tamoxifen dan Toremifene. Antiestrogen: Fluvestrant.
LHRH agonis: Goserelin, Leuprolid, Tripotrelin. Progestin : Meegestrol
asetat, Medroksiprogesteron. Androgen: Fluoxymesteron. Estrogen: EE,
konjugat estrogen
Gawat Darurat Darurat Kardiovaskuler
 Digoksin memperlambat respon ventrikel pada fibralasi atau flutter
atrium Alternatif untuk terapi paroxysmal supraventrikular tachycardia
(PSVT) Chronic heart failure (CHF) Shok kardiogenik
 Dobutamin untuk gagal jantung dan kongesti paru-paru
 Dopamin pengobatan syok (misalnya, MI, operasi jantung terbuka,
gagal ginjal, dekompensasi jantung) yang bertahan setelah penggantian
volume cairan yang adekuat
 Efineprin henti jantung (untuk resusitasi jantung-paru)
 Furosemid Udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal. Terapi
tambahan pada udem pulmonari akut dan udem otak yang diharapkan
mendapat onset diuresis yang kuat dan cepat.
 Nitrogliserin untuk angina dan Natrium bikarbonat untuk asidosis
metabolik
Asma dan COPD
 β2-adrenergik (Efinefrin) β2-agonis (Terbutalin sulfat, Albuterol,
Metoproteronol Aerosol). Derivat Xantin (Teofilin injeksi).
Antikolinergik (Ipatropium bromida ineksi)
 Efineprin lini pertama asma akut Bekerja menstimulasi reseptor β2
adrenergik menyebabkan dilatasi bronkus dan mengurangi pelepasan
mediator kimiawi (histamin) sehingga juga mengurangi alergi dan
inflamsi.
 Terbutalin merelaksasikan otot polos bronkus dengan aksi pada
reseptor beta2 dengan efek yang lebih kecil pada detak jantung
 Albuterol bekerja secara langsung pada reseptor β2- adrenergik
merelaksasi otot polos bronkus menyebabkan berkurangnya resistensi
saluran pernapasan, meningkatkan kapasitas vital paru-paru dan
mengurangi spasme bronkus.
 Metoproterenol merelaksasikan otot polos bronkus dengan aksi pada
reseptor beta2 dengan sedikit efek pada detak jantung
 Ipratropium bromida untuk asma eksaserbasi melalui aksi
menghambat aksi asetilkolin di lokasi parasimpatis pada otot polos
bronkus yang menyebabkan bronkodilasi
Diabetes Mellitus
 Larutan Dektrosa 40-50% 40-50% hipoglikemi karena efek samping
penggunaan insulin/obat antidiabetik oral yang berlebihan dan juga
pada koma/kejang yang tidak diketahui penyebabnya
 Glukagon untuk hipoglikemia dan over dsois β-bloker
 Insulin reguler
SSP
 Benzodiazepin (Diazepam dan Lorazepam) Manitol, Nalokson (Morfin/
Heroin)
 Diazepam \ntuk mengontrol kejang, status epileptikus, ansietas akut,
relaksasi otot, dan pengobatan pada sindrom putus alkohol
 Manitol udem sereberal
Antidotum Penghambat absorbsi
 Menghambat absorbsi: arang aktif (norit), ipecancuanha untuk
mengeluarkan racun pada pasien sadar. Pencahar MgSO4
Zat pembentuk kelat
 Dimekaprol untuk keracunan As, Hg, Pb
 EDTA untuk keracunan logam transisi: Pb
 Penisilamin untuk keracunan Cu pada individu penyakit Wilson’s, Hg,
terapi tambahan untuk Pb dan As
 Deferoksamin untuk keracunan logam besi. Menyebabkan urin merah.
KI: gagal ginjal
 Trientin untuk keracunan Cu, terbatas untuk penyakit wilson’s
Detoksifikasi
 Etanol untuk keracunan metanol dan etilen glikol dengan kompetisi
memperebutkan enzim alkohol dehidrogenase
 Atropin dan pralidoksim untuk keracunan pestisida organosfospat,
karbamat. Mengikat enzim asetilkolinesterase. Pralidoksim
ditambahkan dengan atropin untuk pestisida sedang-berat
 Asetisistein dan metionin. Asetilsistein untuk keracunan parasetamol
 Nalokson antagois opioid untuk keracunan opioid seperti Morfin
 Flumazenil antagonis BZ untuk keracunan BZ
 Oksigen untuk keracunan CO
 Digoksin fab fragmen untuk keracunan digoksin
 Piridoksin untuk keracunan isoniazid
 Protamin untuk keracunan Heparin
 Vit K untuk keracunan Kumarin
Nutrisi  PPN pilihan untuk pasien stres ringan-sedang, resiko infeksi metabolik
lebih rendah denga komplikasi Tromboflebitis. Diberikan melaui rute
pembulah vena perifer
 TPN cairan hipertonik untuk pasien rawat inap lebih dari 7-14 hari.
Diberikan melalui pembulih darah sentral
 Makronutrien: glukosa 3,8 Kkal, lemak 1 gram menghasilkan 9 kkal
dan protein 1 g menghasilkan 4 kkal. 1 g N = 6,25 g protein, 1 g N =
25 Kkal
 Orlistat lipase inhibitor yang menginduksi penurunan BB melalui
menurunkan absorpsi. ES: perut kembung, kolik, nyeri abdomen,
urgensi BAB
 Lorcaserin agonis selektif reseptor seretonin (5-HT2C) untuk
manajemen BB. Menekan nafsu makan. ES: sakit kepala, pusing,
konstipasi dan mulut kering
 Pentermin kombinasi dengan Topiramat ER untuk managemen BB
kronis. ES: konstpasi, mulut kering, paraestesia, disgeusia dan insomnia
 Amfetamin harus dihindari karena potensi aditif dan efek stimulannya
yang kuat
Gangguan Hemofilia
Pembekuan  Kriopresipitat adalah komponen darah non selular yang mengandung
Darah faktor VIII, fibrinogen dan faktor Von Willebrand
 Konsentrat F VIII/ F IX , Fres Frozen Plasma
 Desmopressin meningkatkan aktivitas faktor VIII pasien, dapat
digunakan untuk persiapan bedah minor seperti cabut gigi
 As. traneksamat agen fibrinolitik secara kompetitif menghambat
aktivasi
 plasminogen menjadi plasmin
 EACA (asam amino kaproat epsilon) mirip dengan traneksamat dengan
waktu paruh plasma pendek dan lebih toksik
MATA, TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN
Glaukoma Hipertensi okuler dan Open angle glaukoma
 Terapi dimulai dengan β-blockers. Timolol obat pilihan jika tidak
KI.
 Analog prostaglandi alternatif lini pertama. (Lataprost,
Bimatoprost, Travoprost) Brimonidin juga dapat diberikan.
 Pilokarpin, Dipivefrin, prodrug Efineprin terapi lini ketiga karena
ES, efektifitas menurun
 Carbachol, inhibitor kilinesterase topikal dan oral CAI
(acetozolamid) pilihan terakhir jika terapi lain gagal
 Penghambat β-Adrenergik: betaxolol, carteolol, timolol,
levobunolol
 Inhibitor karbonat anhidrase (CAI) brizolamid, dorzolamide
(topikal). Acetazolamid, methazolamid (sistemik)
Closed angle glaukoma
 Terapi menggunakan osmotik dan inhibitor sekresi (β-blockers,
latanoprost)
 Terapi osmotik digunakan karena penurunan cepat dari Increase
Occular Pressure (IOP) seperti gliserin dan manitol

Anda mungkin juga menyukai