Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

DAKRIOADENITIS

Disusun Oleh :

Rheisarando Samuel H Pasaribu

01073170178

Pembimbing :

dr. Werlinson Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA SILOAM HOSPITAL


LIPPO VILLAGE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PELITA HARAPAN PERIODE 15 OKTOBER – 17 NOVEMBER
2018 KARAWACI
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN .........................................................................Error! Bookmark not defined.

1.1 Anatomi ................................................................................Error! Bookmark not defined.

BAB II............................................................................................Error! Bookmark not defined.

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 3

2.1 Dakrioadenitis ....................................................................................................................... 4

2.1.1 Definisi ........................................................................................................................... 4

2.1.2 Etiopatofisiologi ............................................................................................................. 4

2.1.3 Dakrioadenitis Akut ........................................................................................................ 6

2.1.4 Dakrioadenitis Kronik .................................................................................................... 8

2.1.5 Pengobatan.................................................................................................................... 10

2.1.6 Komplikasi.................................................................................................................... 10

2.1.7 Prognosis ...................................................................................................................... 10

2.2 Dakriosistisis ....................................................................................................................... 11

2.2.1 Definisi ......................................................................................................................... 11

2.2.2 Epidemiologi ................................................................................................................ 11

2.2.3 Klasifikasi ..................................................................................................................... 11

2.2.4 Etiopatofisiologi ........................................................................................................... 12

2.2.5 Gejala Klinis ................................................................................................................. 14

2.2.6 Komplikasi.................................................................................................................... 14

2.2.7 Prognosis ...................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16


TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal
dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus
nasolakrimal, dan meatus inferior.1

Gambar 1. Anatomi duktus lakrimal

Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai
sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan,
yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat
koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari
kelenjar air mata menuju ke cavum nasal.2
Gambar 2. Lacrimal Pathway

Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat berupa dakrioadenitis dan
dakriosistitis.

2.1 Dakrioadenitis
2.1.1 Definisi
Dakrioadenitis ialah suatu proses peradangan (inflamasi) pada pars sekretorik (kelenjar
lakrimal). Dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu dakrioadenitis kronik dan akut. Dakrioadenitis
kronik maupun akut dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun akibat dari penyakit
sistemik lainnya.3

Peradangan kelenjar lakrimal merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan dapat
bersifat unilateral atau bilateral

2.1.2 Etiopatofisiologi
Mekanisme dari dakrioadenitis masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva
yang menyebar ke ductus lakrimalis lalu menyebar ke kelenjar lakrimalis. Beberapa penyebab
utama dari proses infeksi terbagi menjadi 34,5:
1. Viral (penyebab utama)

-Mumps (Parotitis) (penyebab tersering, terutama pada anak-anak)

-Epstein-Barr virus

-Herpes zoster, Mononucleosis

-Cytomegalovirus

-Echoviruses

-Coxsackievirus A

-Pada anak dapat termanifestasi sebagai komplikasi dari infeksi kelenjar saliva,
measles (rubeola), dan influenza.

2. Bacterial

-Staphylococcus aureus and Streptococcus

-Neisseria gonorrhoeae

-Treponema pallidum

-Chlamydia trachomatis

-Mycobacterium leprae

-Mycobacterium tuberculosis

-Borrelia burgdorferi

-Trauma tembus dapat menimbulkan reaksi inflamasi pada kelenjar lakrimal

3. Fungal (jarang)

-Histoplasmosis

-Blastomycosis
-Aktinomises

-Nokardiosis

-Sporotrikosis

4. Idiopatik

Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah:

1. Sarcoidosis

2. Graves’ disease

3. Sjogren syndrome

4. Orbital inflammatory syndrome

5. Benign lymphoepithelial lesion

2.1.3 Dakrioadenitis Akut


Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata di dalam palpebra
superior, hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas dieversi, maka akan kelihatan tonjolan
dari kelenjar air mata yang mengalami proses inflamasi6,7.
Gambar 3. Dakrioadenitis akut

Diagnosis7,8,9

Anamnesis:

Pada perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut maka biasanya akan
ditemukan sakit di daerah kelenjar lakrimal yaitu di bagian depan temporall atas rongga orbita
disertai dengan kelopak mata yang bengkak, konjungtiva kemotik dengan secret mukopurulen.
Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit dengan pembesaran kelenjar
preaurikel.8

Pemeriksaan Fisik:

1. Bila kelopak mata dibalik, tampak pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah pada sisi
temporal palpebra superior.
2. Pembesaran kelenjar preaurikel

3. Bila bengkak cukup besar, bola mata terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis

Diagnosis Banding :

1. Hordeolum

Biasanya lebih kecil dan melingkar, merupakan peradangan supuratif kelenjar

kelopak mata. Dikenal bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum

merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi

kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak

dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum

atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit

kelopak

2. Abses kelopak mata


Terdapat fluktuasi
3. Selulitis orbita
Biasanya berkaitan dengan penurunan pergerakan mata, merupakan peradangan
supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan
memberikan gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata
proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan
menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis
pembuluh vena dengan edema papil

2.1.4 Dakrioadenitis Kronik


Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut. Gejala hampir
sama dengan fase akut hanya pada fase ini tidak didapatkan nyeri. Umumnya tidak ditemukan
nyeri, ada pembesaran kelenjar namun mobil, tanda-tanda ocular minimal, ptosis bisa ditemukan,
dapat ditemukan sindroma mata kering

Gambar 4. Dakrioadenitis Kronik

Diagnosis bandingnya:

1. Periostitis dari kelopak mata atas


Sangat jarang terjadi
2. Lipodermoid
Tidak ada tanda-tanda inflamasi

Penunjang:

 Biopsi kelenjar lakrimal


 CT scan orbita dengan kontras
 Sediaan apusan darah tepi dan kultur

Penegakan Diagnosis :

Dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

2.1.5 Pengobatan
Biasanya dimulai dengan kompres hangat, antibiotic sistemik dan bila terlihat abses maka
dilakukan insisi. Bila disebabkan oleh radang menahun maka diberikan pengobatan yang
sesuai8,14,15.

Terapi pada dakrioadenitis bergantung dari onset dan etiologinya.


 Virus bersifat self-limiting, terapi supportive seperti kompres air hangat, NSAID oral
 Bakteri dapat diberikan cephalosporin generasi pertama seperti Cephalexin 500 mg PO/
6jam
 Jamur dapat diberikan antiamoebic atau antifungal
 Inflammatory (non-infeksi) dapat dicari etologi sistemiknya dan diterapi berdasarkan
causanya.
Dakrioadenitis kronis diterapi berdasarkan penyakit penyebabnya, apabila pembesaran tidak
hilang dalam 2 minggu, dapat dilakukan biopsy glandula lakrimalis

Jarang diperlukan drainase infeksi secara bedah. Namun bila terlihat abses, maka diperlukan insisi.

2.1.6 Komplikasi
Dakrioadenitis akut dapat menyebabkan fistula pada kelenjar lakrimal.

2.1.7 Prognosis
Prognosis dari akut dakrioadenitis adalah baik karena pada kebanyakan kasus merupakan
self-limiting disease. Pada dakrioadenitis kronis, prognosis tergantung dari manajement terapi
yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari terjadinya dakrioadenitis
2.2 Dakriosistisis
2.2.1 Definisi
Dakriosistitis adalah inflamasi pada sakus lakrimalis disebabkan obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi pada orang dewasa biasanya akibat adanya penekanan pada
salurannya, misal adanya polip hidung sedangkan pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal,10

2.2.2 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan pada orang dewasa di atas 40 tahun,
terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis jarang
ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur.

Pada bayi yang baru lahir sangat jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran
dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.11

2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis , yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan
kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan
penyebaran infeksinya.
Gambar 5. Dakriosistisis akut
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya
infeksi dan peradangan pada konjungtiva.

Gambar 6. Dakriosistis Kronik

2.2.4 Etiopatofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya
membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya,
misal adanya polip hidung.
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris
epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk
pertumbuhan bakteri
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
 Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
hanyalah air mata yang berlebihan.
 Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulent
tergantung pada organisme penyebabnya.
 Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan
sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ductus nasolakrimalis:


 Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni
jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
 Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
 Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.
 Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada
dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif,
Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh
Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan Streptococcus -haemolyticusβ . Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis
kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae12,13
2.2.5 Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis
akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi,
orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan
hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus
lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan
terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang
disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar secret yang mukoid dengan pus di daerah
punctum lakrimal dan palpebral yang melekat satu dengan lainnya.
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah pada
satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya nanah
terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan
(epifora)13,15

2.2.6 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga
membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya
adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma
subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas14,15

2.2.7 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan
dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang
terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam16
DAFTAR PUSTAKA

1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore: American Academy of
Ophtalmology.
2. Danny, M. (Ed) 2001-2002, Basic And Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, And
Lacrimal System, Section 7, The Foundation Of American Academy Of Ophthalmology.
USA, 2001, P.248-254
3. Massaro BM, Tabbara KF. Infections of lacrimal apparatus. Infections of the Eye. Boston:
Little Brown; 1996. 551-8.
4. Nieto JC, Kim N, Lucarelli MJ. Dacryoadenitis and orbital myositis associated with lyme
disease. Arch Ophthalmol. 2008 Aug. 126(8):1165-6.
5. Rhem MN, Wilhelmus KR, Jones DB. Epstein-Barr virus dacryoadenitis. Am J
Ophthalmol. 2000 Mar. 129(3):372-5
6. Tomita M, Shimmura S, Tsubota K, Shimazaki J. Dacryoadenitis associated with
Acanthamoeba keratitis. Arch Ophthalmol. 2006 Sep. 124(9):1239-42.
7. Kubal A, Garibaldi DC. Dacryoadenitis caused by methicillin-resistant Staphylococcus
aureus. Ophthal Plast Reconstr Surg. 2008 Jan-Feb. 24(1):50-1.
8. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh Edition.
Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
9. Bahar, Ardiansyah. 2009. Dakriosistitis. [internet]. http://arbaa-
fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html.
10. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007. Comparative
Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [internet]. http://www.eye.com/.
11. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
12. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [internet]. http://www.emedicine.com/.
13. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
14. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
15. Kassir, Kari. 2007. Dacryocystitis. [internet].
http://www.doctorofusc.com/condition/document/237309.htm.

Anda mungkin juga menyukai