Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUTORIAL

BLOK :PSIKIATRI, FORENSIK, DAN MEDIKOLEGAL

MODUL : FORENSIK

Semester 5

Hari/tanggal : Selasa / 16 – Februari– 2021

Disusun Oleh :

Haditiyo Ghifari Rizki / 218210008

FASILITATOR

dr.Yan Tampak Linggom,M.K.M

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, saya dapat
menyelesaikan laporan hasil tutorial ini.
Dengan selesainya laporan tutorial ini, saya mengucapkan terimakasih kepada dr. Yan
Tampak Linggom, M.K.M selaku fasilitator yang telah membimbing sayadalam menyelesaikan
laporan tutorial ini.
Saya menyadari bahwa laporan tutorial ini tidak lepas dari berbagai kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari dokter selaku fasilitator dan berbagai
pihak yang membaca guna menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
dalam menunjang pendidikandi fakultas kedokteran Universitas Methodist Indonesia.

Medan, 16 Februari2021
Penulis

Haditiyo Ghifari Rizki

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ………………………………………………………………………... i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………….. ii
Pemicu ………………………………………………………………………………….. 1
Klarifikasi Istilah ……………………………………………………………………….. 1
Identifikasi Masalah …………………………………………………………………….. 1
Analisis Masalah ………………………………………………………………………... 1
Kerangka Konsep ……………………………………………………………………….. 2
Learning Objective ……………………………………………………………………... 2
Pembahasan …………………………………………………………………………….. 3
Kesimpulan ……………………………………………………………………………... 4
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… 5

ii
PEMICU

Diantarkan jenazah ke puskesmas oleh polisi. Menurut keterangan polisi jenazah ditemukan
terlentang di atas tempat tidur kamar hotel dan menurut penjaga hotel ketika pintu dibuka
jenazah sudah terlentang di atas tempat tidur.
Hasil pemeriksaan
1. Dijumpai lebam mayat di lutut hingga kebawah, di dada, dan di wajah yang tidak hilang
pada penekanan
2. Tidak dijumpai lagi kaku mayat
3. Keluar darah encer dari mulut
4. Dijumpai ujung-ujung jari tangan dan kaki sianosis dan kedua bibir juga sianosis
5. Dijumpai tardieu’s spot pada kedua bola mata
6. Dijumpai mulut terbuka 0,5 cm
7. Dijumpai luka lecet pada siku kanan dan kiri

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1) Tardieu’s spot : bintik perdarahan

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1) Dijumpai lebam mayat di lutut hingga kebawah, di dada, dan di wajah yang
tidak hilang pada penekanan
2) Tidak dijumpai lagi kaku mayat
3) Keluar darah encer dari mulut
4) Dijumpai ujung-ujung jari tangan dan kaki sianosis dan kedua bibir juga
sianosis
5) Dijumpai tardieu’s spot pada kedua bola mata
6) Dijumpai mulut terbuka 0,5 cm
7) Dijumpai luka lecet pada siku kanan dan kiri

1
III. ANALISIS MASALAH

1) Lebam mayat :
 Dikarenakan pengumpulan darah pada bagian tubuh mayat yang
terletak di paling bawah
 Ada kemungkinan posisi mayat diubah
2) Mayat mungkin baru meninggal 15 jam sampai 1 jam
3) Kemungkinan termasuk tanda-tanda kematian
4) Sianosis = membiru. Termasuk juga salah satu tanda kematian
5) Tardieu’s spot = bintik perdarahan. Termasuk juga salah satu tanda kematian
6) Mulut terbuka :
 Kemungkinan mayat asfiksia, mulut terbuka karena berusaha mencari
udara untuk bernafas karena kekurangan oksigen
 Mulut terbuka sebagai kekakuan mayat
7) Mungkin mayat adalah korban kekerasan

IV. KERANGKA KONSEP

Keterangan polisi dan penjaga


Jenazah diantar ke Puskesmas hotel : posisi mayat terlentang

Hasil pemeriksaan :
 Lebam mayat di lutut hingga kebawah, di dada, dan di
wajah. Tidak hilang pada penekanan
 Kaku mayat (-)
 Keluar darah encer dari mulut
 Ujung-ujung jari tangan, kaki, dan kedua bibir sianosis
 Tardieu’s spot pada kedua bola mata
 Mulut terbuka 0,5 cm
 Luka lecet pada siku kanan dan kiri

2
V. LEARNING OBJECTIVE

1. Jelaskan tanda-tanda kematian


2. Jelaskan jenis-jenis kematian
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan munculnya lebam mayat
4. Menuruthasil pemeriksaan yang sudah dilakukan, kira-kira sudah berapa lama
kematian mayat tersebut?
5. Klasifikasi mayat yang memerlukan autopsi? Dan pada kasus ini apakah
memerlukan autopsi?
6. Pengertian asfiksia
7. Jenis-jenisa asfiksia
8. Cause of death
9. Apa saja saran yang perlu diberikan ke penyidik berdasarkan scenario ini?

3
VI. PEMBAHASAN

1.Jelaskan tanda-tanda kematian

Tanda kematian tidak pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.

2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto, 1997).

Tanda kematian pasti

1. Rigor mortis (kaku mayat)

Berasal dari bahasa latin Rigor berarti “stiff” atau kaku, dan mortis yang berarti tanda kematian
(sign of death). Rigor mortis merupakan tanda kematian yang disebabkan oleh perubahan kimia
pada otot setelah terjadinya kematian, dimana tanda ini susah digerakkan dan dimanipulasi.
Awalnya ketika rigor mortis terjadi otot berkontraksi secara acak dan tidak jelas bahkan setelah
kematian somatis. Rigor mortis adalah tanda kematian yang dapat dikenali berupa kekakuan
otot yang irreversible yang terjadi pada mayat. Kelenturan otot dapat terjadi selama masih
terdapat ATP yang menyebabkan serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen
dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot
menjadi kaku.Lousie pada tahun 1752 adalah orang yang pertama kali menyatakan rigor mortis
sebagai tanda kematian. Rigor mortis bukan merupakan fenomena khas pada manusia, karena
hewan invertebrata dan vertebrata juga mengalami rigor mortis. Lebih spesifik lagi Nysten pada
tahun 1811 melengkapi penemuan pertama dari rigor mortis.

Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian. Faktor yang
mempengaruhi rigor mortis antara lain :

1. Suhu lingkungan

2. Derajat aktifitas otot sebelum mati

3. Umur

4
4. Kelembapan Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga
mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian berangsur-angsur akan menghilang
sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem)
rigor mortis menghilang. Memperkirakan waktu kematian dengan menggunakan rigor mortis
akan memberikan petunjuk yang kasar, akan tetapi lebih baik daripada lebam mayat oleh karena
progresifitasnya dapat ditentukan. Knigh mengatakan bahwa perkiraan saat kematian dengan
rigor mortis hanya mungkin digunakan sekitar dua hari, bila suhu tubuh sudah sama dengan
suhu lingkungan tetapi pembusukan belum terjadi. Selain itu penentuan kematian dengan rigor
mortis sangat berpengaruh dengan kondisi lingkungannya.

2. Livor mortis (lebam mayat)

Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna biru kemerahan akibat terkumpulnya
darah di dalam vena kapiler yang dipengaruhioleh gaya gravitasi di bagian tubuh yang lebih
rendah di sepanjang penghentian sirkulasi. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menyebabkan darah mencapai
capillary bed dimana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen salung berhubungan.
Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnansi di dalam pembuluh vena besar dan
cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ketempat-tempat
terendah yang dapat dicapai. Mula-mula darah mengumpul di vena-vena besar dan kemudian
pada cabang-cabangnya sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi merah
kebiruan. Lebam mayat berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercak-
bercak warna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana
bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu
dalam beberapa jam kemudian yang pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap.
Kadang-kadang cabang darah vena pecah sehingga terlihat bintikbintik perdarahan yang disebut
tardieu spot. Lebam mayat mulai terbentuk 30 menit sampai 1 jam setelah kematian somatis
dan intensitas maksimal setelah 8-12 jam postmortem. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih
dapat berpindah-pindah jika posisi mayat diubah. Setelah 8-12 jam postmortem lebam mayaat
tidak akan menghilang dan dalam waktu 3-4 hari lebam masih dapat berubah. Secara
medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna lebam itu sendiri dan
distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini terlalu besar variasinya untuk digunakan
sebagai indikator penentu saat kematian. sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan
apakah sudah terjadi manipulasi pada posisi mayat.

3. Algor mortis (penurunan suhu)

Manusia memiliki panas badan yang tetap sepanjang ia dalam keadaan sehat dan tidak
dipengaruhi oleh iklim sekitarnya, hal ini disebabkan oleh karena mekanisme isologi alat-alat
tubuh manusia melalui proses oksidasi memproduksi panas tubuh. Panas tersebut diatur dan
dikendalikan oleh kulit. Jika seseorang mengalami kematian, maka produksi panas serta
pengaturan panas di dalam tubuhnya tidak berhenti. Dengan demikian sejak saat kematiannya
manusia tidak lagi memiliki suhuh tubuh tetap, oleh karena suhu badannya mengalami

5
penurunan (decreasing proses). Setelah korban mati, metabolisme yang memproduksi panas
terhenti, sedangkan pengeluaran panas berlangsung terus sehingga suhu tubuh akan turun
menuju suhu udara atau medium disketiranya. Penurunan suhu pada saat-saat pertama
kematian sangat lamban karena masih adanya proses gilogenolisis, tetapi beberapa saat
kemudian suhu tubuh menurun dengan cepat. Setelah mendekati suhu lingkungan penurunan
suhu tubuh lambat lagi. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi dan
pancaran panas. Hilangnya panas melalui konduksi bukan merupakan faktor penting selama
hidup, tetapi setelah mati perlu dipertimbangkan jika tubuh berbaring pada permukaan yang
dingin. Meskipun penurunan suhu tubuh setelah kematian tergantung pada hilangnya panas
melalui radiasi dan konveksi, tetapi evaporasi dapat menjadi faktor yang signifikan jika tubuh
dan pakaian kering. Penurunan suhu mayat akan terjadi setelah kematian dan berlanjut sampai
tercapainya suatu keadaan di mana suhu mayat sama dengan suhu lingkungan. Panas yang
dilepaskan melalui permukaan tubuh, dalam hal ini kulit, adalah secara radiasi dan oleh karena
tubuh terdiri dari berbagai lapisan yang tidak homogen, maka lapisan yang berada di bawah
kulit akan menyalurkan panasnya ke arah kulit, sedangkan lapisan tersebur juga menerima
panas dari lapisan dibawahnya. Keadaan tersebut yaitu dimana terjadi pelepasan atau
penyaluran panas secara bertingkat dengan sendirinya membutuhkan waktu. Metode ini tidak
dianjurkan karena kesalahan sering terjadi apabila orang yang melakukan tidak ahli dalam
bidangnya. Pemeriksaan suhu sering tidak akurat karena banyak faktor yang mempengaruhi
seperti suhu lingkungan.

4. Pembusukan

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri.
Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang
sudah mati. Mula-mula yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada kromatin dan
sesudah itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan mengalami kehancuran dan akibatnya
jaringan akan menjadi lunak atau mencair. Banyak variasi dari laju dan onset pembusukan.
Media mayat memiliki peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Menurut Casper
mayat yang dikubur ditanah umunya membusuk 8x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di
udara terbuka. Hal ini disebabkan suhu didalam tanah yang lebih rendah terutama dikubur
ditempat yang lebih dalam, terlindung dari binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.

2.Jelaskan jenis-jenis kematian

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati
suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).

Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi
gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries, 1997). Pada
kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi

6
(EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan
dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi.

Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi
gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries, 1997).

Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan
berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan
(Budiyanto, 1997).

Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan
dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat (Budiyanto, 1997).

Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan
tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).

3.Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan munculnya lebam mayat

1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.

2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.

3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.

4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis

4.Menurut hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan, kira-kira sudah berapa lama
kematian mayat tersebut?

20-24jam disebabkan asfiksia

5.Klasifikasi mayat yang memerlukan autopsi? Dan pada kasus ini apakah
memerlukan autopsi?

a) Otopsi anatomis Syarat untuk dapat melakukan otopsi anatomis menurut P.P 18 Tahun 1981
adalah :

1. Adanya surat wasiat dari yang bersangkutan yang menghendaki supaya mayatnya diserahkan
kepada suatu Fakultas Kedokteran untuk otopsi anatomis yang sesuai

7
dengan apa yang telah diatur dalam Bugerlijk Wetboek (B.W) atau Kitab Undang-undang Hukum
Perdata pasal 935.

2. Surat persetujuan keluarga yang terdekat yang menyerahkan mayat yang bersangkutan
kepada Fakultas Kedokteran.

3. Tanpa persetujuan keluarga yang tersekat, bila dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh
empat jam) tidsk ada keluarha terdekat dari yang meninggal dunia datang ke Rumah sakit untuk
mengurus mayat.2 Prosedur di RSUD Dr. Soetomo Setelah dalam waktu 2x24 jam tidak ada
keluarga terdekat yang meninggal untuk mengurus mayat, maka mayat dapat diawetkan dengan
penyuntikan formalin 10% dan disimpan paling lama 6 bulan sebelum dilakukan otopsi. Apakah
prosedur tersebut diatas dapat dipertanggungjawabkan ? Menurut B.W 935 mayat adalah
benda yang dapat diwariskan. Bila tidak ada ahli waris yang mengajukan diri , maka setelah 3
tahun harta peninggalannya dikuasai oleh negara (B.W. 1129). Ada kalannya pada mayat waktu
dilakukan otopsi anatomis ditemukan tanda-tanda kekerasan, dalam hal demikian mayat
dikembalikan ke bagian Ilmu Kedokteran Forensik untuk selanjutnya diperiksa dengan tidak
mengurangi formalitas hukum yang harus dipenuhi.

b) Otopsi Klinik Otopsi klinik adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan
terhadap mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab
kematian dan untuk penelitian hasil usaha pemulihan kesehatan. Otopsi klinik kemudian
dilengkapi dengan pemeriksaan

- Hispatologi

- Bakteriologi/virologi

- Toksikologi

- Sero

-imunologi3

Bahwa otopsi klinik sangat bermanfaat dapat dilihat dalam contoh sebagai berikut : suami istri
mempunyai 5 orang anak, dalam seminggu 2 orang anak meninggal karena suatu penyakit yang
tidak diketahui oleh dokter. Dalam hal seperti ini otopsi klinik kemungkinan besar dapat
memberi jawaban apa sebab kematiannya sehingga dapat diambil tindakan untuk mencegah
menjalarnya penyakit dan mengusahakan obat untuk menyembuhkan penderita lain. Dengan
contoh tersebut diatas maka otopsi klinik sangat penting untuk perkembangan ilmu kedokteran.
Syarat untuk melakukan otopsi klinik (P.P 18 tahun 1981) :

1. Adanya surat wasiat dari yang bersangkutan yang menghendaki pada mayatnya dilakukan
otopsi klinik yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam B.W. 935.

2. Surat persetujuan keluarga terdekat bahwa pada mayat dapat dilakukan otopsi klinik.

8
3. Tanpa persetujuan keluarga terdekat, apabila penderita diduga menderita penyakit yang
dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.

4. Tanpa persetujuan keluarga terdekat , apabila dalam jangka waktu 2x24 jam tidak ada
keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke Rumah Sakit untuk mengurus mayat.P.P
18 tahun 1981 menghendaki : persetujuan oleh yang bersangkutan atau keluarga terdekat untuk
otopsi anatomis, otopsi klinik atau transplantasi harus dibuat diatas kertas bermaterial dengan
dua orang saksi. Dengan keluarga terdekat diartikann: istri, suami, ibu, bapak, atau saudara
seibu-sebapak (sekandung) dari penderita dan saudara ibu, saudara bapak, serta anak yang
telah dewasa dari penderita.

c) Otopsi kehakiman/forensic

Otopsi kehakiman (forensik) atau pemeriksaan mayat untuk peradilan ialah otopsi yang
dilakukan atas dasar perintah yang berwajib untuk kepentingan peradilan, karena peristiwa yang
diduga merupakan tindak pidana, cara melakukannya tidak berbeda dengan otopsi klinik. Otopsi
kehakiman/forensik selain dilakukan di Rumah Sakit bila perlu dikerjakan di tempat kejadian
perkara atau ditempat dimana mayat dikuburkan (misal di pemakaman umum), bila mayat tidak
mungkin diangkut ke Rumah Sakit. Yang berwenang minta otopsi kehakiman/forensik ialah:

1. Penyidik (KUHAP 133, 134, 135).

2. Hakim Pidana ( KUHAP 180).

Yang dimaksud dengan penyidik (KUHAP pasal 1, KUHAP pasal 6) : untuk kejahatan kriminil ialah
pejabat polisi negara Republik Indonesia dengan pangkat paling rendah Pelda (Aipda). Di daerah
terpencil penyidik pembantu diberi wewenang sebagai penyidik pangkat paling rendah adalah
Serda (Bripda) (KUHAP Pasal 11). Kata pemeriksaan mayat untuk peradilan, otopsi kehakiman,
Selain di KUHAP 133 juga dijumpai di KUHP ,Reglemen pencatatan sipil eropa 72, reglemen
pencatatan sipil tionghoa 80 dan stbl,1871/91, dan Pasal 222 KUHP “barang siapa dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengagalkan pemeriksaan mayat untuk
pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling
banyak tiga ratus rupiah”. Reglemen pencatatan sipil eropa 72. Reglemen pencatatan sipil
tionghoa 80. Kalau ada tanda petunjuk sseorang meninggal dunia karena suatu kekerasan (tidak
wajar) atau hal ikhwal lain yang memberikan persangkaan demikian, maka pemakaman tidak
boleh dilakukan sebelum jenazah diperiksa secara hukum. Stbl. 1871/91: Untuk pemeriksaan
mayat untuk peradilan tidak diperlukan persetujuan ahli waris. Pasal 122, UU nomor 36 tahun
2009

(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan. Yang berwenang melakukan pemeriksaan mayat
maupun korban luka menurut KUHAP 133 adalah:

1. Ahli kedokteran kehakiman.

9
2. Dokter/ahli Sedangkan menurut pasal 122 ayat (2) UU nomor 36 tahun 2009, bedah mayat
forensik dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli
forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan.

6.Pengertian asfiksia

Suatu keadaan terjadinya gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal yang
disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan maupun karena terhentinya
sirkulasi dimana oksigen dalam darah telah berkurang yang disertai dengan meningkatnya
karbondioksida secara bersamaan.

7. Jenis-jenis asfiksia

Secara umum, terdapat dua jenis asfiksia yaitu internal dan eksternal.

Asfiksia internal dapat terjadi dikarenakan gangguan ikatan oksigen-hemoglobin maupun


keracunan dikarenakan karbon monoksia atau sianida.

Asfiksia eksternal mengacu terutama pada terganggunya suplai oksigen dari luar, baik terjadinya
obstruksi dikarenakan tekanan dari luar pada saluran pernapasan maupun kekurangan oksigen
di dalam ruangan yang kecil. Pada mayoritas kasus, asfiksia dikaitkan dengan sensasi tidak
nyaman yaitu dispnea yang ditandai dengan kesulitan bernapas, takikardia yang berlangsung
sementara, peningkatan pelepasan katekolamin dan perasaan takut akan kekurangan napas.

8.Cause of death

- pada mati normal lebam mayat berwarna merah kebiruan

- lebam mayat lengkap setelah 8-12 jam dan menghilang bersamaan dengan proses
pembusukan.

- keracunan :

 Cyanide,co,suhu dingin ; merah terang (cherry red) oleh karena disosiasi oxy hb
terganggu
 Nitrit : coklat oleh karena hemoglobin yang tinggi
 Aniline : biru
 Asfiksia : warna merah gelap
 Perdarahan hebat
 Congestive heart failure

Urutan diagnosis penyebab kematian

 Penyebab langsung : adalah semua penyakit, kondisi morbid atau cedera serta keadaan
akibat kecelakaan yang langsung menyebabkan atau turut serta menyebabkan kematian

10
 Penyebab antara : bila lebih dari 2 sebab terekam, harus dilakukan seleksi sesuai aturan
berdasarkan konsep “sebab yang mendasari kematian” (underlying cause of death)
 Pentebab dasar : sebab yang mendasari kematian (underlying cause of death)
- penyakit atau cedera yang menimbulkan rangkaian peristiwa morbid yang secara
langsung menyebabkan kematian
- keadaan (akibat) kecelakaan atau kekerasan yang mnghasilkan cedera fatal

penyebab dasar kematian merupakan suatu penyakit/kondisi awal dimulainya rangkaian


perjalanan penyakit menuju kematian,atau keadaan kecelakaan atau kekerasan yang
menyebabkan cedera dan berakibat dengan kematian

penyebab dasar kematian merupakan kondisi , kejadian atau keadaan yang tanpa penyebab
dasar tersebut pasien tidak akan meninggal

9.Apa saja saran yang perlu diberikan ke penyidik berdasarkan scenario ini?

- dokumentasi

- surat permintaan visum

11
VII. KESIMPULAN

Dari pemicu diatas dapat disimpulkan bahwa korban meninggal dalam posisi telungkup dengan
lama kematian 20-24 jam, dan penyebab kematiannya adalah asfiksia. Maka perlu dilakukan
autopsy untuk pemeriksaan dalam pada jenazah agar diketahui penyebab pasti dari kematian.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amir, A., 2007. Korban Kematian Asfiksia. In: Amir, A., 2nd ed. Autopsi Medikolegal. Medan: Ramadhan,
43-44.

Amir, A. 2008. Sebab Kematian. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 120- 125.

Amir, A., 2008. Asfiksia Mekanik. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan:
Fakulatas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 129- 133.

Bagian Kedokteran Forensik. 1997. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. In: Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 55-64.

Knight, B., 1996. Forensic Pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press, Inc, 347-351.

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2007. h. 47- 65.

Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia.
Thanatologi. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. h.
25-35.

Janquiera L.C, Carneira J, Kelley R.O. Sistem Pernapasan. In: Basic Histology. Ed 8. Trans. Susiarto K, Alex
S (editors). Jakarta: EGC. 1997. p. 342-344.

4. Lee R, Rossman C, O’brodovich H. Assessment of post-mortem respiratory ciliary motility and


ultrastructure. Am Rev Respir Dis. 1987. 136:445–7.

Ganong’s Review of Medical


Physiology.
24th Edition. McGraw Hill
Professional

13
14

Anda mungkin juga menyukai