koordinator
Dr.tampak linggom,MKM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas berkat dan rahmat Tuhan yang Maha Esa, sehingga saya bias menyelesaikan
laporan saya ini dengan baik. Tidak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada pendukung
atas pemberian materi dan buah pikiran yang sangat bermanfaat.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada fasilitator dr. Tampak Linggom MKM yang telah
membimbing dan member arahan sehingga saya mampu menyelesaikan laporan ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan pada laporan ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
sangat membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………..……………………………………………….. i
PEMICU ………………………………………….……………………………………………... 1
PEMBAHASAN LO ………………………………………………….…………………………. 6
ii
PEMICU :
Seorang laki–laki umur 25 tahun datang ke IGD Rumah Sakit karena demam tinggi sejak 3 hari
yang lalu. Demam disertai dengan nyeri kepala, mual, myalgia, nafsu makan menurun dan badan
terasa lemas. Pada hari keempat pada lengannya terlihat bintik kemerahan / petechie, dan
perdarahan pada gusi. Pasien tidak batuk-pilek. Pasien sudah meminum obat paracetamol, tetapi
demam hanya turun sebentar kemudian naik lagi.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan tanda vital : nadi 110x/menit, suhu 39,5 C, pernapasan
30x/menit, test pembendungan atau rumple leed hasilnya positif. Pada pemeriksaan laboratorium
di dapat kan jumlah leukositnya 3500, hematokrit 42%, serta jumlah trombosit 59.000/mm.
Pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti dengue positif.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
II. IDENTIFIKASI MASALAH
- Demam disertai nyeri kepala, mual, myalgia, nafsu makan menurun, badan terasa
lemas
- Terdapat bintik kemerahan pada lengan dan perdarahan pada gusi
- RPO : parasetamol
- vital : nadi 110x/menit, suhu 39,5 C, pernapasan 30x/menit, test pembendungan
atau rumple leed hasilnya positif
- pemeriksaan laboratorium di dapatkan jumlah leukositnya 3500, hematokrit 42%,
serta jumlah trombosit 59.000/mm. pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti
dengue positif.
DD :
- DBD
- DD
- Demamtifoid
V. LEARNING OBJECTIVE
1. DD dan dx
2. Etiologi dan penularan
3. Patofisiologi dx
4. Gejala klinis dan faktor risiko
5. Derajat dalam DBD
6. Cara menegakkan dx
7. Tatalaksana
8. Pencegahan
9. Komplikasi dan prognosis
3. Patofisiologi dx
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh virus
yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
4 klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa
mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang
diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi
klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan
berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi
viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas
mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di
makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit
lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag
yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen. 5 Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator
yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan
gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori
virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory). Teori
virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus binatang
yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari
perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang
paling virulen.2,4 Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi
tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam
tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan
penyakit yang berat.6 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang
akan berikatan dengan Fc reseptor 5 Secondary heterologous dengue infection Replikasi
virus Anamnestic antibody response Kompleks Virus-Antibody Aktivasi Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Komplemen Histamin dalam urin meningkat Permeabilitas kapiler
meningkat Perembesan Plasma Hipovolemia SYOK Anoksia Asidosis MENINGGAL Ht
Meningkat Natrium Menurun Cairan dalam rongga serosa >30% pd kasus syok 24-48 jam
dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
6. Cara menegakkan dx
Klinis :
1.demam mendadak selama 2-7 hari
2.terdapat manifestasi pendarahan seperti torniquet (+) ,ptekie,echimosis,purpura,
perdarahan mukosa,epitaksis,perdarahan gusi,dan hematemesis dan atau melena
3.pembesarah hati
4.syok ditandai dengan nadi lemahdan cepat,tekanan nadi turun,kulit dingin
Laboratoris :
1.trombositopenia (100.000 nlatau kurang
2.hemokonsentrasi ,peningkatan hematoktrit 20% atau lebih
7. Tatalaksana
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke dalam 3
kelompok yaitu Grup A, B, dan C. 5 Pasien yang termasuk Grup A dapat menjalani rawat
jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah
sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi
bersifat simptomatis dan suportif.
Grup A Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal sekali
dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien
Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang
cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE
tentang warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke
rumah sakit jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.
Grup B Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan
kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus
seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial
seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit.
Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup,
terapi cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s
Lactate 13 dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans
cairan (cairan masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning signs. 5 Tatalaksana
pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut: Mulai dengan
pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kurangi
kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi
2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis. Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai
hematokrit. Jika hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan
dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam. Jika terjadi perburukan tanda vital dan
peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama
1-2 jam Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline. Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam
sampai pasien melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah
terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya
(profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
Grup C Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage)
berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas,
perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok
terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).5
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi: Mulai resusitasi dengan
larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika
terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama
2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena
dipertahankan selama 24-48 jam. 14 Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit
setelah bolus cairan pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%),
ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika
membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam dan lanjutkan pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada
poin sebelumnya. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya
perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood). Terapi cairan pada
pasien dengan syok hipotensif meliputi: Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena
20 ml/kg/jam sebagai bolus diberikan dalam 15 menit. Jika terdapat perbaikan, berikan
cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan
tetes secara gradual. Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi
nilai hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (50%), lanjutkan infus
koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan
tetes. Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau 10-20
ml/kg/jam whole blood segar. Kriteria memulangkan pasien Pasien dapat dipulangkan
apabila : - Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 15 - Nafsu makan membaik -
Secara klinis tampak perbaikan - Hematokrit stabil - Tiga hari setelah syok teratasi - Jumlah
trombosit > 50.000/µl - Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)
8. Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam
Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk)
Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh
masyarakat, dengan cara sebagai berikut 5 :
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lainlain)
sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat minum burung,
perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan lain-
lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE
ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini
setiap 2-3 bulan sekali 17 Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk
10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok
makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE
maka8 : 1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik
Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan
tetap aman bila air tersebut diminum
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India
2. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal 63-72
4. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta
5. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. New Edition 2009.
6. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.