Anda di halaman 1dari 28

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh :
Aristya Maulida Safuranti
17360292

Pembimbing
dr. Sri Alemina Br Ginting, Sp.A

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU SMF


ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSU KABANJAHE, KAB. KARO, SUMATERA UTARA
TAHUN 2018
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
TTL :
Alamat :
Agama :
Nama Ayah :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Nama Ibu :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Tanggal Masuk :
Diagnosa Masuk :
Ruang Perawatan :

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama

2. Keluhan Tambahan

3. Riwayat Penyakit Sekarang


4. Riwayat Penyakit Dahulu

5. Riwayat Penyakit Keluarga

6. Riwayat Alergi

C. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN


 Riwayat Kehamilan

 Riwayat Persalinan

D. RIWAYAT PEMEBRIAN MAKANAN

E. RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN

F. RIWAYAT IMUNISASI

G. RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN


H. ANAMNESIS SYSTEM
Cerebrospinal System : Pusing ( ), nyeri kepala ( ), demam ( )
Respiration system : Sesak ( ), batuk ( ), pilek ( )
Cardiovascular system :
Gastrointestinal system : BAB cair ( ), mual ( ), muntah ( ), nyeri perut ( )
Urogenital system : BAK ( )

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
- Keadaan Umum :
- Kesadaran :

Vital Sign
BB : kg
TB : cm
IMT :
Nadi : kali/menit
Respirasi : kali/menit
0
Suhu : C

2. STATUS GENERALIS
1. Kepala :
Bentuk :
Rambut :
Mata : Sklera ikterik ( / ), Konjungtiva anemis ( / ), pupil isokor ( / )
Telinga : Nyeri tekan auricular ( )
Hidung : Pernafasan cuping hidung ( )
Mulut : Lidah kotor ( ), sianosis ( ), pembesaran tonsil ( )

2. Leher
3. Thorax
Inspeksi : sianosis ( )
Palpasi :
Perkusi :
Aukultasi: Suara napas vesikuler ( / ), wheezing ( / ), ronkhi ( / )

4. Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi: murmur ( ), gallop ( )

5. Abdomen
Inspeksi :
Auskultasi :
Perkusi : Timpani ( )
Palpasi : Massa ( ), Nyeri tekan abdomen ( )

6. Genitalia

7. Ekstremitas
akral hangat ( ), kaku sendi ( ), sianosis ( ), edema ( )

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
K. DIAGNOSA BANDING
 Demam Dengue
 Demam Berdarah Dengue

L. DIAGNOSA KERJA
Demam Berdarah Dengue

M. PENATALAKSANAAN

N. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : ad bonam
BAB II
ANALISA KASUS

Buat alur cerita, Contoh :


Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam
dirasakan hilang timbul namun tidak sampai suhu normal. Keluhan disertai mual
dan muntah. Pasien juga mengeluh sakit kepala, sakit perut dan nafsu makannya
menurun. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami muntah,
frekuensi 5x. Buang air kecil dan air besar normal. Riwayat keluarga tidak ada
yang mengalami penyakit seperti ini.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, Pernafasan 20 x/m, Nadi 88
x/menit, Suhu 38,60C.

Pemeriksaan laboratorium

Leukosit  ul

Trombosit  ul

Dengue Fever IgG : Negatif (-)

Dengue Fever IgM : Positif (+)


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan
Ae. albopictus, ditandai dengan demam 2–7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan, penurunan jumlah trombosit <100.000/mm3, adanya kebocoran
plasma ditandai peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai normal (Kemenkes
RI, 2013). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam
family virus Flaviviridae dan terdiri dari 4 serotipe. Virus ini ditransmisikan
ke manusia melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk ini
merupakan vektor utama dari virus dengue. Setelah inkubasi virus selama 4-
10 hari, nyamuk yang terinfeksi mampu mentransmisikan virus sepanjang
hidupnya.

DBD adalah demam dengue dengan kondisi hemoragik seperti


trombositopenia, hemokonsentrasi dan dalam beberapa kasus-kasus yang
parah, protein-losing shock syndrome (dengue shock syndrome). Kondisi ini
dipercaya memiliki hubungan basis imunopatologis.

DBD merupakan penyakit infeksi yang endemis di daerah tropis


seperti Indonesia. Penyakit infeksi ini berlangsung sepanjang tahun dan
mencapai puncaknya pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena
banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan sarana
perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.

B. ETIOLOGI

Virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dan famili


Flaviridae adalah virus penyebab DBD. Virus dengue membentuk susunan
yang kompleks dalam genus Flavivirus berdasarkan pada karakteristik
biologis dan antigen. Terdapat empat serotipe virus, yaitu DENV-1, DENV-2,
DENV-3 dan DENV-4. Infeksi oleh salah satu serotipe tersebut menimbulkan
imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun keempat
serotipe tersebut secara antigen hampir sama, tetapi serotipe-serotipe tersebut
cukup berbeda untuk mendapatkan cross-protection untuk beberapa bulan
setelah terinfeksi oleh salah satu dari serotipe tersebut.
Terdapat kemungkinan variasi genetik dalam masing-masing serotipe
dalam bentuk filogenetis sub-tipe atau genotipe yang berbeda. Saat ini, tiga
sub-tipe dapat diidentifikasi untuk DENV-1, enam untuk DENV-2, empat
untuk DENV-3 dan empat untuk DENV-4. 12 virus dengue dari empat
serotipe telah diakitkan dengan epidemi demam dengue (dengan atau tanpa
DBD) dengan tingkat keparahan yang beragam.
Virus dengue adalah anggota dari genus Flavivirus dan famili
Flaviviridae. Virus kecil (50nm) ini mengandung satu untai RNA sebagai
genome. Virionnya terdiri dari nukleokapsid dengan kubik simetrisnya
tertutup didalam envelope lipoprotein. Genome virus dengue sepanjang
11.644 nekleotid dan tersusun dari tiga gen protein struktural yang mengkode
nukleokaptid atau protein inti (C), protein membrane-associated (M), protein
envelope (E), dan tujuh protein gen non struktural (NS).
Diantara protein non struktural, glikoprotein envelope, NS1,
digunakan untuk kepentingan diagnostik dan patologik. Ukurannya 45kDa
dan terkait dengan aktivitas viral hemaglutinasi dan netralisasi. Infeksi kedua
oleh serotipe yang lain atau infeksi multiple oleh serotipe yang berbeda
menyebabkan bentuk dengue yang parah (DHF/DSS).

C. PATOFISIOLOGI

DBD terjadi pada sebagian kecil dari pasien dengue. Walaupun DBD
dapat terjadi pada pasien yang baru pertama kali mengalami infeksi virus
dengue, kebanyakan kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder.
Hubungan antara kejadian DBD/DSS dan infeksi sekunder dengue
melibatkan sistem imun dalam patogenesis dari DBD. Imunitas bawaan
seperti sistem komplemen dan sel NK dan juga imunitas adaptif termasuk
imunitas humoral dan cell-mediated terlibat dalam proses ini. Peningkatan
aktivasi sistem imun, terutama selama infeksi sekunder, menyebabkan respon
sitokin yang berlebihan menghasilkan perubahan pada permeabilitas vaskuler.
Sebagai tambahan, produk-produk viral seperti NS1 dapat memainkan peran
dalam meregulasi aktivasi komplemen dan permeabilitas vaskuler.

Tanda dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskuler


menyebabkan kebocoran plasma, volume intravaskuler menyusut, dan syok
pada kasus yang berat. Kebocorannya unik, yaitu kebocoran plasmanya
selektif pada pleura dan rongga peritoneal dan periode dari kebocorannya
singkat. Ciri dari DBD adalah menghasilkan peningkatan permeabilitas
vaskuler (24-48jam). Perbaikan syok yang cepat tanpa sekuel dan tidak ada
inflamasi pada pleura dan peritoneum mengindikasikan lebih kepada
perubahan fungsional pada integritas vaskuler daripada kerusakkan struktural
endotelium sebagai mekanisme yang mendasar.

Berbagai sitokin dengan efek meningkatkan permeabilitas telah


terlibat dalam patogenesis DBD. Namun, kepentingan relatif sitokin-sitokin
ini pada DBD masih belum diketahui. Penelitian telah menunjukkan bahwa
pola respon sitokin mungkin berhubungan dengan pola cross-recognition dari
sel T dengue-spesifik. Cross-reactive T-cells tampak defisit fungsional pada
aktivitas sitolitiknya tetapi muncul peningkatan produksi sitokin termasuk
TNF-a, IFN-g, dan kemokin. TNF-a terlibat dalam beberapa manifestasi berat
termasuk perdarahan dalam beberapa hewan percobaan. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah juga dapat dimediasi oleh aktivasi sistem
komplemen. Peningkatan kadar fragmen komplemen telah dicatat dalam
DBD. Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki
efek meningkatkan permeabilitas. Pada penelitian terbaru, antigen NS1 dari
virus dengue ditunjukkan untuk meregulasi aktivasi komplemen dan
memainkan peran dalam patogenesis DBD. Tingginya level virus pada pasien
DBD dibandingkan dengan pasien demam dengue telah ditunjukkan pada
banyak penelitian. Level dari protein virus, NS1, juga tinggi pada pasien
DHF.

Derajat viral load berhubungan dengan pengukuran dari keparahan


penyakit seperti efusi pleura dan trombositopenia, menunjukkan bahwa
banyaknya virus yang menginfeksi dapat dijadikan penentu keparahan
penyakit.

D. PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit DBD menurut WHO (2012) dibagi menjadi tiga


fase, yaitu fase febril, fase kritis, dan fase penyembuhan.

 Fase Febril
Pasien biasanya mengalami demam tinggi tiba-tiba. Fase
demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai
dengan kemerahan pada wajah, eritema kulit, badan sakit-sakit,
mialgia, artralgia, nyeri retro-orbital, fotofobia, rubeliform eksantema
dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit
tenggorokan, injected faring, dan konjungtiva injeksi. Anoreksia, mual
dan muntah umum ditemukan.
Sulit untuk membedakan DBD secara klinis dari penyakit
demam non-dengue diawal fase demam. Tes tourniquet positif dalam
fase ini menunjukkan peningkatan probabilitas dengue (3, 4). Namun,
fitur klinis ini tidak memprediksi tingkat keparahan penyakit. Oleh
karena itu sangat penting untuk memantau tanda-tanda peringatan
(warning sign) dan parameter klinis lain untuk mengenali
perkembangan ke tahap kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti
petechiae dan perdarahan membran mukosa (misalnya dari hidung
dan gusi). Mudah memar dan pendarahan di area venepuncture hadir
dalam beberapa kasus. Perdarahan hebat dari vagina (pada wanita usia
subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini
meskipun hal ini tidak umum. Hati dapat membesar dan nyeri setelah
beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam hitung darah
lengkap adalah penurunan progresif pada angka leukosit, yang harus
dokter waspadai dokter sebagai probabilitas tinggi dengue. Sebagai
tambahan selain gejala somatik diatas, dengan onset demam pasien
mungkin hilangnya progresif dalam kemampuan mereka untuk
melakukan fungsi sehari-hari.
 Fase Kritis
Selama transisi dari demam ke fase afebril, pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melalui fase
kritis. Dibandingkan membaik dengan penurunan demam tinggi;
pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat bermanifestasi
dengan warning sign, sebagian besar sebagai akibat dari kebocoran
plasma. Warning sign menandai awal dari fase kritis. Pasien-pasien ini
menjadi lebih buruk sekitar waktu penurunan suhu badan sampai ke
normal, ketika suhu turun ke 37,5-38 ° C atau kurang dan tetap di
bawah tingkat ini, biasanya pada hari ke 3-8. Progresif leukopenia
diikuti dengan penurunan angka trombosit yang cepat biasanya
mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit dibanding
awal mungkin salah satu tanda-tanda tambahan yang paling awal.
Periode kebocoran plasma klinis yang signifikan biasanya
berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran plasma bervariasi.
Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah (BP)
dan volume denyut.
Tingkat hemokonsentrasi diatas hematokrit awal
mencerminkan keparahan kebocoran plasma; Namun, hal ini dapat
dikurangi dengan terapi cairan intravena awal. Oleh karena itu,
penentuan hematokrit adalah penting karena mereka merupakan sinyal
perlunya penyesuaian terapi cairan intravena. Efusi pleura dan ascites
biasanya hanya secara klinis terdeteksi setelah terapi cairan intravena,
kecuali kebocoran plasma signifikan. Rontgen dada posisi right
lateral decubitus (RLD), USG untuk deteksi cairan bebas dalam dada
atau perut, atau edem dinding kandung empedu bisa mendahului
deteksi klinis. Sebagai tambahan dari kebocoran plasma, manifestasi
perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan di area
venepuncture sering terjadi.
Jika terjadi syok ketika volume plasma hilang melalui
kebocoran, sering didahului dengan warning sign. Suhu tubuh
mungkin subnormal saat syok terjadi. Dengan syok dalam dan/atau
berkepanjangan, hipoperfusi mengakibatkan asidosis metabolik,
gangguan organ progresif, dan DIC. Hal ini pada saatnya dapat
menyebabkan perdarahan parah menyebabkan hematokrit menurun
pada shock berat. Sebagai gantinya dari leukopenia biasanya terlihat
selama fase demam, total jumlah sel putih mungkin
meningkatkan sebagai respon stres pada pasien dengan perdarahan
hebat. Selain itu, keterlibatan organ yang parah dapat berkembang
menjadi hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau perdarahan
berat, tanpa kebocoran plasma yang jelas atau syok.
Beberapa pasien masuk ke fase kritis dari kebocoran plasma
dan syok sebelum terjadi penurunan suhu badan sampai yg normal;
pada pasien ini hematokrit meningkat dan onset trombositopenia yang
cepat atau adanya warning sign, menunjukkan terjadinya kebocoran
plasma. Kasus demam berdarah dengan warning sign biasanya akan
sembuh dengan rehidrasi intravena. Beberapa kasus akan memburuk
ke dengue yang parah.
 Fase Penyembuhan
Saat pasien bertahan melewati fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi
bertahap cairan kompartemen ekstravaskuler berlangsung di 48-72
jam berikutnya. Keadaan umum meningkat, nafsu makan kembali,
gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan
kemudian diuresis terjadi. Beberapa pasien memiliki eritematosa
konfluen atau ruam petekie dengan daerah kecil kulit normal,
digambarkan sebagai "pulau putih di laut merah". Beberapa mungkin
mengalami pruritus. Perubahan bradikardia dan elektrokardiografi
adalah umum selama tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih
rendah karena efek dilusi dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah
putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan
sampai yg normal tapi pemulihan jumlah trombosit biasanya
kemudian dibandingkan dengan jumlah sel darah putih. Gangguan
pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites, edema paru atau gagal
jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase
pemulihan jika pemberian cairan intravena yang berlebihan.

E. MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS

Infeksi virus dengue mungkin asimtomatik atau dapat menyebabkan


undifferentiated febrile illness (sindrom viral), demam dengue (DD), atau
demam berdarah dengue (DBD), termasuk dengue syok sindrom (DSS).
Manifestasi klinis tergantung pada strain virusnya dan faktor host seperti,
usia, status imun, dan lain-lain.

Undifferentiated fever

Bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang telah terinfeksi oleh virus
dengue, terutama untuk yang pertama kalinya, dapat mengaalami demam
sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan infeksi virus yang lain. Ruam
makulopapular dapat mengikuti demam atau dapat muncul selama penurunan
suhu tubuh sampai normal. Gejala saluran nafas atas dan gastrointestinal
adalah umum.

Dengue fever

Dengue fever (DF) atau demam dengue sering terjadi pada anak-anak,
remaja, dan orang dewasa. Secara umum demam dengue adalah sebuah
demam akut, dan terkadang demam bifasik dengan sakit kepala hebat,
myalgia, asthralgia, ruam, leukopenia, dan trombositopenia juga dapat
ditemukan. Walaupun demam dengue mungkin ringan, tetapi dapat menjadi
sebuah penyakit yang mengganggu dengan sakit kepala hebat, nyeri otot,
sendi, dan tulang, terutama pada dewasa
Kadang-kadang perdarahan yang tidak biasa seperti perdarahan
gastrointestinal, hipermenorhea dan epistaksis yang masif bisa terjadi. Di
daerah endemik, wabah demam dengue jarang terjadi diantara orang-orang
lokal.

Dengue haemorrhagic fever

Demam Berdarah Dengue (DBD) lebih sering pada anak-anak usia


dibawah 15 tahun di daerah hiperendemik, digabungkan dengan infeksi
dengue berulang. Namun, insidensi DBD pada orang dewasa meningkat.
DBD dikarakteristikkan dengan onset akut demam tinggi dan dihubungkan
dengan tanda dan gejala yang mirip dengan demam dengue pada awal fase
febril. Ada beberapa diatesis perdarahan yang umum seperti tes torniquet(TT)
positif, petechiae, mudah memar, dan/atau perdarahan GI pada kasus yang
parah. Pada akhir fase febril, ada kecenderungan terjadi hipovolemik syok
(dengue syok sindrom) karena kebocoran plasma.

Adanya tanda-tanda bahaya (warnig signs) awal seperti muntah


persistent, nyeri abdominal, letargi atau kelelahan, atau iritabel dan oliguria
adalah penting untuk intervensi pencegahan syok. Kebocoran plasma dan
haemostasis yang abnormal adalah patofisiologi utama dari DHF.

Trombositopenia dan kenaikan hematokrit/hemokonsentrasi


merupakan penemuan yang pasti sebelum penurunan demam/onset syok.

Expanded dengue syndrome

Manifestasi yang tidak biasa dari pasien dengan keterlibatan organ


yang parah seperti liver, ginjal, otak atau jantung yang berhubungan dengan
infeksi dengue dilaporkan telah meningkat pada kasus DBD dan juga pada
pasien dengue yang tidak memiliki bukti adanya kebocoran plasma.
Manifestasi yang tidak biasa ini dapat dihubungkan dengan koinfeksi,
komorbiditi atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.
GEJALA KLINIS

Demam dengue

Setelah rata-rata masa inkubasi intrinsik 4-6 hari (range 3-14 hari),
bermacam-macam gejala non-spesifik, konstitusional dan sakit kepala, nyeri
punggung dan malaise dapat terjadi. Secara khusus, onset dari demam dengue
adalah tiba-tiba dengan kenaikan temperatur yang tajam dan seringkali
berhubungan dengan wajah memerah dan sakit kepala.

Kadang-kadang, menggigil muncul bersama dengan kenaikan suhu


yang tiba-tiba. Setelah itu, mungkin ada nyeri retro-orbital, fotofobia, nyeri
punggung, dan nyeri pada otot dan sendi-sendi/tulang. Gejala-gejala lain yang
umum termasuk anorexia dan perubahan sensai perasa, konstipasi, nyeri
kolik, dan nyeri abdomen, nyeri tenggorokan.

Gejala-gejala tersebut biasanya bertahan dari beberapa hari sampai


beberapa minggu. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala dan tanda dari
demam denguesangat bervariasi dari frekuensi dan keparahan.

Demam : suhu tubuh biasanya antara 390C dan 400C dan demam dapat
bifasik, berlangsung selama 5-7 hari pada mayoritas kasus.

Ruam : Kemerahan yang difus dapat diamati pada wajah, leher dan dada
selama dua sampai tiga hari pertama, dan ruam mencolok yang mungkin
makulopapular atau rubelliform muncul pada sekitar hari ketiga atau
keempat. Menjelang akhir periode demam atau segera setelah penurunan suhu
badan sampai yg normal, ruam di seluruh tubuh mulai memudar dan petekie
yang berkelompok mungkin muncul pada dorsum kaki, pada kaki, dan di
tangan dan lengan. Kulit gatal dapat diamati.

Manifestasi pendarahan : pendarahan pada kulit dapat muncul sebagai


torniquet test positif dan/atau petechiae. Pendarahan lain seperti epistaksis,
hipermenorhe dan pemdarahan gastrointestinal jarang terjadi pada demam
dengue, komplikasi dengan trombositopenia.
Perjalanan : keparahan dan durasi relatif dari demam dengue bervariasi antar
individu. Waktu sembuh dari sakit mungkin singkat dan lancar tapi dapat juga
berkepanjangan. Pada orang dewasa, kadang berlangsung sampai beberapa
minggu dan dapat diikuti dengan kelemahan yang jelas dan dpresi. Bradikardi
adalah umum terjadi selama penyembuhan. Komplikasi pendarahan seperti
epistaksis, pendarahan gingiva, pendarahan gastrointestinal, hematuria dan
hipermenorrhea adalah hal yang tidak biasa pada demam dengue. Walaupun
jarang, pendarahan berat adalah penyebab penting kematian pada demam
dengue.

Penemuan Laboratorium

Pada daerah endemik, torniquet tes positif dan leukopenia (Leukosit


<5000sel/mm3) membantu untuk membuat diagnosis dini dari infeksi
dengue. Penemuan hasil laboratorium selama episod akut demam dengue)
adalah sebagai berikut :

 Angka leukosit biasanya normal pada onset demam, kemudian


leukopenia muncul dengan penurunan netrofil dan bertahan periode
febril.
 Angka trombosit biasanya normal, seperti komponen-komponen lain
dari mekanisme pembekuan darah. Trombositopenia ringan (100.000
sampai 150.000 sel/mm3) adalah umum dan sekitar setengah dari
semua pasien dengan demam dengue memiliki angka trombosit
dibawah 100.000sel/mm3, tetapi trombositopenia berat (<50.000
sel/mm3) jarang.
 Peningkatan hematokrit ringan dapat ditemukan sebagai konsekuensi
dari dehidrasi yang berkaitan dengan demam tinggi, muntah, anorexia
dan intake oral yang kurang.
 Biokemistri serum biasanya normal tetapi enzim-enzim liver dan
aspartat aminotransferase dapat meningkat.
 Harus dicatat bahwa penggunaan analgesik, antipiretik, anti-emetik,
dan antibiotik dapat mengganggu fungsi liver dan pembekuan darah.
Demam Berdarah Dengue dan Dengue Syok Sindrom

Kekhasan kasus DBD dikarakteristikkan dengan demam tinggi, fenomena


pendarahan, hepatomegali, dan gangguan sirkulasi dan syok. Trombositopenia
sedang sampai berat dengan hemokonsentrasi/kenaikan hematokrit yang terjadi
bersamaan adalah penemuan laboratorium yang pasti dan khusus. Perubahan
patofisiologi yang paling terlihat yang menentukan keparahan DBD dan
membedakannya dari demam dengue dan demam berdarah yang disebabkan virus
lain adalah hemostasis abnormal dan kebocoran plasma selektif di pleura dan
rongga abdomen.

Perjalanan klinis dari DBD dimulai dengan peningkatan suhu yang


mendadak diikuti dengan wajah kemerahan dan gejala lain yang menyerupai
demam dengue, seperti anorexia, muntah, sakit kepala, dan nyeri sendi atau otot.
Beberapa pasien DBD mengeluhkan nyeri tenggorokkan dan injected faring dapat
ditemukan pada pemeriksaan. Rasa tidak nyaman pada daerah epigastrik, nyeri di
tepi sub-kosta kanan, dan nyeri seluruh abdomen adalah hal yang umum. Suhu
tubuh khususnya tinggi dan pada kebanyakan kasus berlanjut hingga 2-7 hari
sebelum turun ke suhu normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh bisa
mencapai 400C dan kejang demam mungkin akan muncul. Pola demam bifasik
dapat ditemukan.

Torniquet tes positif (>10bintik/kotak), fenomena pendarahan yang sering


terjadi, dapat dilihat pada awal fase febril. Mudah memar dan pendarahan
dibagian venipuncture terlihat dibanyak kasus. petekiae tersebar pada ekstrimitas,
axila, dan wajah dan palatum lunak mungkin terlihat pada awal fase febril. Ruam
petekie konfluen yang kecil, area melingkar terlihat pada fase penyembuhan,
seperti pada demam dengue. Ruam makulopapular atau rubelliform dapat terlihat
pada awal atau akhir penyakit.

Epistaksis dan gusi berdarah lebih jarang. Pendarahan gastrointestinal


ringan kadang terlihat, namun, hal ini dapat memberat jika sebelumnya memiliki
penyakit peptik ulcer. Hematuria jarang terjadi.
Liver biasanya terpalpasi pada awal fase febril, bervariasi dari hanya
teraba sampai 2-4 cm dibawah tepi kosta kanan. Ukuran liver tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit, tetapi hepatomegali lebih sering pada kasus syok.
Splenomegali ditemukan pada bayi umur dibawah 12 bulan dan dengan
pemeriksaan radiologi.

Rontgen thorax posisi right lateral decubitus menunjukkan efusi pleura


adalah penemuan yang pasti. Luasnya efusi pleura berhubungan dengan
keparahan penyakit. Ultrasound dapat dignakan untuk mendeteksi efusi pleura dan
asites.

Fase kritis DBD, adalah periode kebocoran plasma, dimulai sekitar


pergantian dari fase febril ke fase afebril. Bukti adanya kebocoran plasma, efusi
pleura dan asites, namun, tidak terdeteksi dengan pemeriksaan fisik pada fase
awal dari kebocoran plasma atau kasus DBD yang ringan. Peningkatan hematokrit
10% sampai 15% diatas batas adalah bukti paling awal. Kehilangan plasma yang
signifikan menyebabkan syok hipovolemik. Meskipun pada kasus syok, dengan
diawali terapi cairan intravenus, efusi pleura dan asites mungkin tidak terdeteksi
secara klinis. Kebocoran plasma akan terdeteksi selama perjalanan penyakit atau
setelah terapi cairan.

Pada kasus DBD ringan, semua tanda dan gejala berkurang setelah demam
turun. Lisis demam mungkin diikuti dengan berkeringat dan sedikit perubahan
pada denyut nadi dan tekanan darah. Perubahan tersebut menunjukkan gangguang
sirkulasi ringan dan sementara sebagai hasil dari kebocoran plasma derajat ringan.
Pasien biasanya membaik baik secara spontan atau setelah terapi cairan dan
elektrolit.

Pada kasus sedang hingga berat, kondisi pasien memburuk beberapa hari
setelah onset demam. Terdapat tanda-tanda bahaya seperti muntah persisten, nyeri
perut, menolak intake oral, letargi atau kelelahan, hipotensi postural, dan oliguria.

Mendekati akhir dari fase febril, segera setelah suhu tubuh turun atau
sekitar 3-7 hari setelah demam muncul, terdapat tanda-tanda kegagalan sirkulasi,
yaitu kulit menjadi dingin, denyut menjadi cepat dan lemah.
Walaupun beberapa pasien menunjukkan letargi, biasanya mereka menjadi
kelelahan dan secara cepat masuk menjadi tahap kritis dari syok. Nyeri abdomen
akut sering menjadi keluhan sebelum syok terjadi.

Syok dikarakteristikkan dengan denyut yang cepat dan lemah dengan


tekanan denyut yang melemah dengan peningkatan tekanan diastolik atau
hipotensi. Tanda-tanda penurnan perfusi jaringan anatara lain, kapilaari refill yang
melambat (>3detik), kulit menjadi dingin dan tampak lemah. Pasien dengan syok
berada dalam bahaya jika tidak diberikan treatment yang cepat dan tepat. Pasien
akan masuk kedalam tahap syok dalam dengan tekanan darah dan/atau denyut
menjadi tidak teraba (DBD grade 4). Syok reversibel dan durasinya pendek jika
treatment dengan penggantian volume diberikan dan tepat waktu.

Tanpa treatment, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam. Pasien
dengan syok berkepanjngan atau tidak terkoreksi dapat menimbulkan hal yang
lebih rumit dengan asidosis metabolik dan imbalans elektrolit, kegagalan
multiorgan dan pendarahan berat dari berbagai organ. Kegagalan hepatik dan
ginjal secara umum terlihat pada syok yang berkepanjangan. Ensefalopati dapat
terjadi dalam kaitannya dengan kegagalan multiorgan, gangguan metabolik dan
elektrolit. Pendarahan intrakranial jarang terjadi. Pasien dengan syok
berkepanjangan atau tidak terkoreksi memiliki prognosis yang buruk dan tingkat
kematian tinggi.

Convalescence pada DBD

Diuresis dan kembalinya nafsu makan adalah tanda dari perbaikan dan
indikasi untuk menghentikan penggantian cairan. Penemuan yang umum pada
penyembuhan termasuk sinus bradikardi atau aritmia dan karakteristik dari ruam
petekie konfluen seperti yang dideskripsikan untuk demam dengue. Penyembuhan
pada pasien dengan atau tanpa syok biaasanya cepat. Bahkan pada kasus syok
dalam, setelah syok tertangani dengan treatment yang sesuai pasien yang bertahan
membaik dalam 2-3 hari. Namun, pasien dengan syok dalam dan kegagalan
multiorgan akan membutuhkan treatment yang spesifik dan penyembuhan yang
lama.
F. KRITERIA DIAGNOSIS DBD

Kriteria diagnosis untuk DBD menurut World Health Organisation


(WHO) (2011) adalah berdasarkan manifestasi klinis dan penemuan
laboratorium sebagai berikut :

Manifestasi Klinis

 Demam : onset akut, tinggi dan terus menerus. Berlangsung 2-7 hari pada
kebanyakn kasus.
 Salah satu manifestasi pendarahan berikut termasuk tes torniquet positif,
petekie, purpura (pada lokasi venipuncture), ekimosis, epistaksis, gusi
berdarah, dan hematemesis dan/atau melena.
 Pembesaran hepar (hepatomegali) ditemukan pada beberapa tahap dari
penyakit pada 90-98% anak-anak. Frekuensinya bervariasi tergantung
waktu dan/ata pemeriksa.
 Syok, dimanifestasikan dengan takikardi, perfusi jaringan yang buruk
dengan denyut yang lemah dan tekanan denyut nadi yang kecil atau
hipotensi, kulit lembab dan dingin dan/atau kelelahan.

Penemuan laboratorium

 Trombositopenia (100 000 cells per mm3 atau kurang)


 Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit pasien >20% dari hematokrit
awal atau populasi berumur sama.

Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan


hemokonsentrasi atau hematokrit yang meningkat, cukup untuk menetapkan
diagnosis klinis DBD. Adanya pembesaran hepar di samping dua kriteria
klinis pertama adalah sugestif dari DBD sebelum timbulnya kebocoran
plasma. Adanya efusi pleura (rontgen dada atau USG) adalah bukti yang
paling obyektif adanya kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia
memberikan bukti yang mendukung. Hal ini sangat berguna untuk diagnosis
DBD pada pasien berikut:
 Anemia
 Pendarahan berat
 Ketika tidak ada batas hematokrit
 Peningkatan hematokrit sampai <20% karena terapi intravena awal.

Pada kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia yang jelas
mendukung diagnosis DSS.

G. KLASIFIKASI

World Heakth Organization (2011) membuat klasifikasi/derajat pada


DBD menjadi 4, yaitu mulai dari grade I-IV. Grade III dan IV adalah DBD yang sudah
masuk ke syok. Di bawah ini adalah pembagian derajat dan gejala klinis serta hasil
laboratorium yang ditemukan.

DF/DHF Grade Tanda dan gejala Laboratorium


Demam dengan dua gejala
dibawah ini :
 Sakit kepala  Leukopenia
 Nyeri retro orbital (AL<5000sel/mm3)
 Myalgia  Trombositopenia (AT
 Arthralgia/nyeri pada <150.000 sel/mm3)
DF
tulang  Peningkatan
 Ruam hematokrit (5%-10%)
 Manifestasi  Tidak ada tanda
Pendarahan kebocoran plasma
 Tidak ada tanda
kebocoran plasma
Demam dan manifestasi Trombositopenia
pendarahan (torniquet test <100.000sel/mm3;
DHF I
positif) dan adanya bukti peningkatan hematokrit
kebocoran plasma >20%
Trombositopenia
Seperti grade I ditambah <100.000sel/mm3;
DHF II
dengan pendarahan spontan peningkatan hematokrit
>20%
DHF III Seperti grade I atau II Trombositopenia
ditambah dengan kegagalan <100.000sel/mm3;
sirkulasi (denyut yang peningkatan hematokrit
lemah, tekanan denyut nadi
yang kecil (<20mmHg), >20%
hipotensi, kelelahan)
Seperti grade III ditambah Trombositopenia
syok dalam dengan tidak <100.000sel/mm3;
DHF IV
terdeteksinya tekanan darah peningkatan hematokrit
dan denyut >20%

H. DIAGNOSIS LABORATORIUM
Dibawah ini adalah uji laboratorium yang tersedia untuk mendiagnosis
demam dengue dan DBD menurut WHO (2011) :
 Isolasi virus
Isolasi virus dengue dari spesimen klinis adalah mungkin pastikan
sampel diambil selama enam hari pertama dan diproses tanpa
penundaan. Spesimen yang cocok untuk isolasi virus meliputi: serum
fase akut, plasma, jaringan otopsi dari kasus yang fatal (terutama hati,
limpa, kelenjar getah bening dan timus), dan nyamuk yang
dikumpulkan dari daerah endemik. Isolasi virus ini digunakan untuk
menentukan karakteristik serotipik/genotipik dari virus dengue.
 Deteksi asam nukleid virus
Genom virus dengue, yang terdiri dari asam ribonukleat (RNA), dapat
dideteksi dengan uji Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR). RNA adalah heat-labil dan, karena itu, spesimen
untuk deteksi asam nukleat harus ditangani dan disimpan sesuai
dengan prosedur yang dijelaskan untuk isolasi virus.
 Deteksi antigen virus
Produk gen NS1 adalah glikoprotein yang diproduksi oleh semua
flavivirus dan sangat penting untuk replikasi dan kelangsungan hidup
virus. Protein ini disekresikan oleh sel-sel mamalia tetapi tidak oleh sel
serangga. NS1 antigen muncul pada hari pertama setelah timbulnya
demam dan menurun ke tingkat yang tidak terdeteksi setelah 5-6 hari.
Oleh karena itu, tes berdasarkan antigen ini dapat digunakan untuk
diagnosis dini. ELISA dan tes blot dot ditujukan terhadap antigen
envelop/ membran (EM) dan nonstruktural protein 1 (NS1)
menunjukkan bahwa antigen ini hadir dalam konsentrasi tinggi dalam
serum pasien yang terinfeksi virus dengue selama fase klinis awal
penyakit dan dapat dideteksi pada pasien dengan infeksi dengue primer
dan sekunder sampai enam hari setelah onset penyakit.
 Tes berdasarkan respon imunologi
- Uji kadar antibodi IgM dan IgG
IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat cepat sampai dengan
minggu ke-2, menghilang setelah 60-90 hari. Antibodi IgG
terdeteksi dalam jumlah yang kecil pada akhir minggu pertama
selanjutnya meningkat dan bertahan dalam waktu yang lama.
Pada infeksi sekunder, titer antibodi meningkat secara cepat.
Antibodi IgG terdeteksi pada level yang tinggi, walaupun pada fase
initial dan bertahan dalam beberapa bulan hingga seumur hidup.
Antibodi IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer
dan pada hari ke-2 pada infeksi sekunder. Dibawah ini adalah
timeline infeksi primer dan sekunder virus dengue dan metode
diagnostik yang digunakan.
Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New
edition, 2009. WHO Geneva

 Analisis parameter hematologi


Standar parameter hematologis seperti trombosit dan hematokrit
penting dan merupakan bagian dari diagnosis biologis infeksi dengue.
Oleh karena itu harus dimonitor secara seksama.
Trombositopenia, penurunan jumlah trombosit di bawah 100 000 per
ml, mungkin kadang-kadang ditemukan pada demam dengue tetapi
adalah fitur konstan dalam DBD. Trombositopenia biasanya ditemukan
antara hari ketiga dan kedelapan penyakit sering sebelum atau
bersamaan dengan perubahan hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
(untuk pasien yang sama atau untuk pasien pada usia yang sama dan
jenis kelamin) dianggap menjadi bukti definitif peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi ini terjadi biasanya berkaitan dengan syok
dalam/berkepanjangan menyebabkan asidosis metabolik dan pendarahan
berat akibat DIC dan kegagalan multiorgan seperti disfungsi hati dan
ginjal. Lebih penting, penggantian cairan yang berlebihan selama periode
kebocoran plasma menyebabkan efusi masif menyebabkan gangguan
pernapasan, kongesti paru akut dan/atau gagal jantung. Terapi cairan yang
dilanjutkan setelah periode kebocoran plasma akan menyebabkan edema
paru akut atau gagal jantung, terutama ketika ada reabsorpsi cairan di
ekstravasasi. Selain itu, syok dalam/berkepanjangan dan terapi cairan yang
tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik / elektrolit. Kelainan
metabolik sering ditemukan sebagai hipoglikemia, hiponatremia,
hipokalsemia dan kadang-kadang, hiperglikemia. Gangguan-ganggan ini
dapat menyebabkan berbagai manifestasi yang tidak biasa, misalnya
encephalopathy.
J. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah
terapi suportif, pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Monitor pasien dengue/DBD selama periode kritis
(trombositopeni awkitar 100.000 sel/mm3)
Masa kritis DBD mengacu pada periode kebocoran plasma yang
dimulai sekitar waktu penurunan suhu badan sampai yg normal atau
transisi dari demam ke fase tidak demam. Trombositopenia merupakan
indikator yang sensitif dari kebocoran plasma tetapi juga dapat diamati
pada pasien dengan DF. Peningkatan hematokrit lebih dari 10% dari
normal merupakan indikator awal kebocoran plasma. Terapi cairan
intravena harus dimulai pada pasien dengan asupan oral yang buruk atau
peningkatan lebih lanjut dalam hematokrit dan mereka dengan tanda-tanda
bahaya (warning sign).
Parameter berikut harus dipantau:
 Kondisi umum, nafsu makan, muntah, pendarahan dan tanda-tanda dan
gejala lainnya
 Perfusi perifer dapat dilakukan sesering diindikasikan karena perfusi
merupakan indikator awal syok dan mudah dan cepat untuk dilakukan.
 Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan dan
tekanan darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien
non-syok dan 1-2 jam pada pasien syok.
 Hematokrit serial harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai
enam jam dalamkasus stabil dan harus lebih sering pada pasien yang
tidak stabil atau mereka yang dicurigai perdarahan. Perlu dicatat
bahwa hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal
ini tidak mungkin, maka harus dilakukan setelah bolus cairan tetapi
tidak selama infus bolus.
 Urine output (jumlah urine) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai
12 jamdalam kasus rumit dan pada setiap jam pada pasien dengan
syok dalam/ berkepanjangan atau mereka dengan kelebihan cairan.
Selama periode ini jumlah urine output harus sekitar 0,5 ml / kg / jam
(ini harus didasarkan pada berat badan ideal).

Terapi Cairan Intravena pada DBD Selama Masa Kritis

Indikasi untuk cairan IV:

 Ketika pasien tidak mendapat asupan cairan oral yang memadai atau
muntah.
 Ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.
 Syok Impending

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:

 Larutan isotonik kristaloid harus digunakan selama periode kritis


kecuali pada bayi usia <6 bulan yang mana natrium klorida 0,45%
dapat digunakan.
 Larutan koloid Hiper-onkotik (osmolaritaskoloid > 300 mOsm / l)
seperti dekstran 40 dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran
plasma berat, dan mereka yang tidak merespon volume minimum
kristaloid. Larutan koloid iso-onkotik seperti plasma dan hemaccel
mungkin tidak efektif.
 Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 sampai 48 jam
bagi mereka dengan shock. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki
shock, durasi terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi
tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini karena kedua kelompok
pasien baru saja memasuki masa kebocoran plasma sementara pasien
syok telah mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran plasma
sebelum terapi intravena dimulai.
 Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai
panduan untuk menghitung volume cairan.
 Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis.
Tingkat cairan IV berbeda pada orang dewasa dan anak-anak.
 Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada
transfusi trombosit profilaksis). Hal ini dapat dipertimbangkan pada
orang dewasa dengan hipertensi yang mendasari dan trombositopenia
sangat parah (kurang dari 10 000 sel / mm3).

Anda mungkin juga menyukai