Anda di halaman 1dari 33

RESPONSI KASUS

DEMAM DENGUE

Diajukan untuk memenuhi satu syarat guna mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik
Madya di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sakit Umum Abepura

Oleh :
Devi C. Damanik
Ratna C. S. Dewi
Roldus Andy Bunga

Pembimbing :
dr. Immaculata Purwaningsih, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM ABEPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diuji dan disetujui Responsi dengan judul:

Demam Dengeu

Oleh Penguji Responsi Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura


Sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Umum Daerah Abepura Pada:

Hari :

Tanggal : 2017

Tempat : Ruang Pertemuan SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Abepura

Mengesahkan

Pembimbing/Penguji

dr. Immaculata Purwaningsih, Sp. A

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN. ................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN ................................................................... 2
2.2. ANAMNESIS ............................................................................... 2
2.3. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................... 3
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG. 5
2.5. DIAGNOSIS KERJA .................................................................... 5
2.6. DIAGNOSIS DIFERENSIAL ...................................................... 5
2.7. PENATALAKSANAAN .............................................................. 6
2.8. FOLLOW UP PASIEN ................................................................. 5

BAB III PEMBAHASAN .....................................................................................


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome/DSS). 1

World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar


penduduk berisiko menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100
juta kasus demam dengue dan setengah juta kasus demam berdarah dengue terjadi di
seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah dengue ini adalah anak-anak
dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika dikatakan DD/DBD
adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004 di enam
2
rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa.
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami penurunan
dan saat ini berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih diatas 4%
akibat penanganan yang terlambat.1

Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua. 1

Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak
adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD
dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis
maupun laboratoris. 2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN


a. Nama : An. R. Z.
b. Umur : 3 Tahun 9 Bulan (07/03/2014)
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Kotaraja
g. Tanggal MRS : 12/09/2017

2.2. ANAMNESIS (Alloanamnesis)


1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari PKM Kotaraja. Pasien
mengeluhkan demam terjadi sejak 4 hari sebelum pasien MRS. Ibu pasien
mengatakan bahwa sehari sebelum sakit pasien ada makan makanan
ringan dan sore hari setelah bermain, pasien tiba-tiba demam langsung
tinggi dengan suhu badan 390C saat di bawa berobat ke bidan, dikatakan
memiliki radang tenggorokan sehingga diberi obat dalam bentuk puyer
dan paracetamol, demam sempat turun saat minum penurun panas tapi
setelah efek obat habis pasien kembali demam, pasien sampai menggigil
tetapi pasien tidak kejang, demam terus menerus selama 4 hari kemudian
turun sekitar 1 hari lebih dan kemudian demam lagi kemudian dibawa ke
PKM Kotaraja. Dikatakan pasien terkena Demam berdarah. Pasien juga
mengeluh badan sakit-sakit, tidak muntah, nafsu makan pasien menurun,
di tangan pasien terlihat bintik-bintik kemerahan, tidak ada perdarahan
gusi. BAB normal padat tidak keras, warna kuning (normal), Intensitas
buang air kecil seperti biasa tidak nyeri, warna merah (-), batuk (+), tidak
pilek, nyeri saat menelan ada, tidak ada nyeri telinga.

1
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pernah menderita demam berdarah disangkal
- Riwayat ada flek di paru-paru pasien saat umur 11 bulan tapi sudah
pengobatan selama 1 tahun.
- Riwayat alergi telur (sudah diobati) sekitar 1 minggu sebelumnya.
- Riwayat alergi obat disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Asma, penyakit jantung, DM, hipertensi, semua disangkal.
5. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, rumah saling
berdempetan dan tetangga pasien ada yang menderita demam berdarah.
6. Riwayat Kehamilan:
Selama hamil ibu pasien tidak pernah sakit dan tidak pernah
minum obat-obatan maupun jamu. Riwayat sakit malaria (-), hipertensi (-)
disangkal.
7. Riwayat Kelahiran
Umur kehamilan cukup bulan, SC atas indikasi ketuban pecah tapi
tidak ada kontraksi uterus. Lahir langsung menangis, BBL 3800 gr, PB 51
cm.
8. Riwayat Imunisasi:
Imunisasi lengkap tapi ibu pasien tidak ingat tanggal semua imunisasinya.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum: Tampak lemas
Kesadaran: Compos mentis
Berat badan: 11 kg
Panjang Badan: 94 cm
1) Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 117x/menit
Respirasi : 30x/menit
Suhu : 38C
2) Status Gizi:
BB : 11 kg, PB :94
Gizi Kurang (BB/U) = 72,3%

3) Status Generalis
a. Kepala
Bentuk : normocepal, Simetris
Rambut : Hitam, Distribusi Merata
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-); Sklera Ikterik (-); Sekret
(-/-), Pupil Isokor D=S, mata merah (-)
Telinga : Deformitas (-), Sekret (-)
Hidung : Deviasi (-)
Mulut : mukosa lembab, Oral Candidiasis (-); Tonsil (T1-
T1); Lidah Kotor (-), tenggorokan hiperemis (+)
b. Leher : Trakea Letak Normal
Pembesaran KGB (-/-)
JVP Tidak Meningkat
c. Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, Ikut Gerak Nafas, Retraksi Interkosal (-),
Jejas (-)
Palpasi : Vokal Fremitus (Dextra=Sinistra)
Perkusi : Sonor di Kedua Lapang Paru
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler (+/+)
Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Pleural Friction Rub (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus Cordis Tidak Terlihat; Thrill (-)
Palpasi : Iktus Cordis Teraba Pada ICS V Midline Clavicula
Sinistra
Perkusi : Pekak (Batas Jantung Dalam Batas Normal)
Auskultasi : BJ I-II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Tampak Datar, Jejas (-), distens (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien : Tidak Teraba
Membesar
Perkusi : Timpani
e. Ektremitas : Akral Hangat, Capillary Refill Time <2 detik
Edema (-), Ulkus (-), Clubbing Finger (-), uji
Rumple leed (+)
f. Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 12-09-2017
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
1 WBC 4,2 4,8-10,8
2 RBC 4,9 4,2-6,1
3 HGB 12,8 12-18
4 HCT 39,0 37-52
5 MCV 79,4 79-99
6 MCH 26,1 27-31
7 MCHC 32,8 33-37
8 PLT 68,0 150-450
9 DDR (-)
10 GDS 94
11 Anti Dengue IgM (+)

2.5. DIAGNOSIS KERJA


- Demam Dengue
- Faringitis Akut

2.6. DIAGNOSIS DIFERENSIAL


a. Morbili
b. Tonsilo faringits akut
c. Malaria

2.7. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 16 tpm makro
- Inj. Cefotaxime 3 x 350 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 11 mg
- Inj. Paracetamol 3 x 100 mg
- Observasi febris
- Evaluasi tanda-tanda syok
2.7 FOLLOW UP RUANGAN
Hari Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Diagnosa Terapi
/Tgl Penunjang

Rabu/ S : demam (+) hari ke 5, Tgl 12/09 - Demam - IVFD RL 16


13-09- perdarahan pada spontan (-) - Hb : 12, 8 Dengue tpm makro
2017 O: ku : tampak gelisah, kes : cm g/L - Faringitis - Inj cefotaxime
TTV : N :111, SB : 37,1, R : - HCT : 39,0 akut 2 x 350 mg
40x/m, SpO2 : 98% - WBC : 4,2 - Gizi kurang - Inj Ranitidin
k/l : - PLT : 68 2 x 11 mg
Normocepal, UUB : - DDR : - - Inj
menutup, CA (-/-), SI (-/-), (negatif) paracetamol 3
P > KGB (-), mukosa mulut - GDS : 94 x 50 mg
lembab, perdarahan di gusi mg/dL - Minum air
(-), tenggorokan hiperemis. - IgG dan IgM banyak
Thorax : ( reagen
Simetri, ikut gerak nafas, habis)
+ + -
sonor, sn ves + + , rho -
+
/-, whz -/-
BJ I II regular, gallop (-),
mur-mur (-)
Abdomen :
Datar, BU (+) normal,

supel , NT , H/L

: tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat,
edema (-), CRT <
2
Kamis S : demam (+) hari ke 6, Tgl 13-09-2017 - Demam - IVFD RL
/14- perdarahan pada spontan (-), - Hb : 12,4 g/L Dengue 500 cc 16
09- muntah (-), BAK lancar - HCT : 38,5 - Faringitis tpm makro
2017 - WBC : 3,31 akut - Cefotaxime
O: ku : tampak lemas, kes : cm
- PLT :64 - Gizi kurang 3 x250 mg
TTV :
mg/dL (IV)
N :117x/m, SB : 36,40C, R :
- DDR : - - Ranitidin
30x/m, SpO2 : 98%
(negatif) 2x11(IV)
k/l :
Normocepal, UUB :
menutup, CA (-/-), SI (-/-),
P> KGB (-), mukosa mulut
lembab, perdarahan di gusi
(-), tenggorokan hiperemis.
Thorax :
Simetri, ikut gerak nafas,
+ +
sonor, sn ves + + , rho -
+
/-, whz -/-
BJ I II regular, gallop (-),
mur-mur (-)
Abdomen :
Datar, BU (+) normal,

supel , NT , H/L

: tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat,
edema (-), CRT < 2
Jumat/ S : demam (+) hari ke 7, - Cefixime 2x
15-09- perdarahan pada spontan (-), - Demam cth
2017 BAK lancar Dengue - Cek DL
O: ku : tampak lemas, kes : cm ulang
TTV : - BPL jika
N :100x, SB : 360C, R : trombosit >
32x/m, SpO2 : 98% 50.000
k/l :
Normocepal, UUB :
menutup, CA (-/-), SI (-/-),
P> KGB (-), mukosa mulut
lembab, perdarahan di gusi
(-), tenggorokan hiperemis.
Thorax :
Simetri, ikut gerak nafas,
+ +
sonor, sn ves + +,
+
rho -/-, whz -/-
BJ I II regular, gallop (-),
mur-mur (-)
Abdomen :
Datar, BU (+) normal,

supel , NT , H/L

: tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat,
edema (-), CRT <
2
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus didapatkan pasien anak usia 10 tahun 9 bulan datang dengan
keluhan demam yang mendadak meninggi mencapai 390C, demam sudah di
rasakan 4 hari. Pasien sudah berobat ke bidan tapi demamnya akan ada lagi
setelah efek obat habis ini menjadi alasan orang tua membawa anak ke Rumah
Sakit. Pasien juga mengeluh badan sakit-sakit, tidak muntah, nafsu makan pasien
menurun, di tangan pasien terlihat bintik-bintik kemerahan, tidak ada perdarahan
gusi. BAB normal padat tidak keras, warna kuning (normal), Intensitas buang air
kecil seperti biasa tidak nyeri, warna merah (-), batuk (+), tidak pilek, nyeri saat
menelan ada, tidak ada nyeri telinga.
Pada Demam dengue ditemukan demam yang timbul akut selama 2-7 hari
dengan dua atau lebih manifestasi seperti nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,
ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.2 Awal penyakit biasanya
mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan
ruam. 3,4
-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.5
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode
demam dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam
skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4.5 Ruam timbul pada 6-12
jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-
4 hari.4
-
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi
berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal
dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis
sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat
menyertai.3,4
Sedangkan demam berdarah dengue akan ditemukan demam tinggi
mendadak yang berlangsung 2-7 hari dengan peningkatan suhu >380C pada
sebagian penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda
sehingga disebut saddle fever. Setelah hari ketiga demam, biasanya demam akan
turun dan penderita mungkin merasa sudah sembuh tetapi setelah itu demam dapat
menyerang kembali. Pada masa ini sebaiknya berwaspada agar tidak menganggap
sudah sembuh dan tidak menjaga kesehatannya. Karena memang sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas
pada saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan, sedangkan pada
DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Dan pada anak ini tidak
terdapat manifestasi syok, seperti kulit pucat, gelisah, nadi menjadi cepat dan
lambat, oliguria.1 Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue
dan demam berdarah dengue.6 Pada pasien ini saat diperiksa, masih didapatkan
adanya demam. Interprestasi demam yang terjadi menjadi indikasi pasien harus
diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi. Infeksi virus dengue
merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (mosquito borne disease)
yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated
febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD),
mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock
syndrome/DSS).1
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe
virus yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu
serotipe akan memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak
terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak
yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama
memperberat infeksi serotipe kedua. 1
Penyakit ini merupakan penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas pada
anak-anak di beberapa negara Asia dan Amerika latin, deteksi dini dan terapi
segera dapat menurunkan angka kematian hingga 1%. Data WHO Asia
menempatkan urutan pertama setiap tahunnya. Diperkirakan terdapat 390 juta
dengan 96 juta yang bermanifestasi secara klinis2. Pada tahun 2014 tercatat
penderita DBD di 34 profinsi di indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 orang
diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang
dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.7

Gambar 3. Angka kesakitan per 100.000 penduduk tahun 2008-20158

Gambar. Angka kesakitan per 100.000 penduduk menurut provinsi tahun 20158

Pada demam berdarah dengue perlu observasi dengan cermat manifestasi


klinis pada pasien, selain itu, terdapat juga warning sign berupa nyeri epigastrium,
perdarahan mukosa dan peningkatan hematokrit dengan penurunan jumlah
trombosit.9 Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin
(mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme yang masuk kedalam
tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen
eksogen. Tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan
memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag,
dan limfosit untuk memakannya (fagositosit) dan akan mengeluarkan zat kimia
yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai
anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel
endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat.
Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran
prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan
titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan
ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang
dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya
proses mengigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas
tubuh yang lebih banyak dan timbul demam.
Dalam kasus Demam Dengue, virus Dengue merupakan pirogen mikrobial
yang mencetuskan terjadinya demam.6,10

Gambar 6. Spectrum klinis DD dan DBD


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.2 Kasus DBD
ditandai 4 manifestasi klinis yaitu :
- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).3,10,11,4

Gambar. Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda keadaan
klinis pasien memburuk (syok)

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di
anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran
pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak
dapat diatasi.12

.
Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah
Dengue
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tornikuet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Gambar . Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD14
Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia


sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama
menentukan tingkat keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah
gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan
limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Pada pasien didapatkan pada pemeriksaan penunjang trombositopenia
tanpa adanya peningkatan hematokrit. Trombositopenia merupakan salah satu
kriteria sederhana yang diajukan WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD.
Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia
nampak pada beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase
syok.
Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Mekanisme
yang menyebabkan peningkatan destruksi dan gangguan fungsi trombosit belum
diketahui dengan jelas. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit
diduga sebagai akibat agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh
RES khususnya dalam limfa dan hati.
Dari literatur lain dikatakan bahwa, trombositopenia merupakan kelainan
hematologis yang ditemukan pada sebagian besar kasus DD maupun DBD. Nilai
trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada
masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan
nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia
yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum
tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya
destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi
megakariosit.
Penilaian angka trombosit tidak cukup hanya dengan satu kali
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap hari atau 2 hari
sekali dan dilihat serta dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya ada
tidaknya penurunan. Apabila mendadak terjadi penurunan tajam, merupakan tanda
bahaya dan sebaiknya pasien di rawat inap di rumah sakit untuk mencegah
terjadinya sindrom syok dengue.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang
pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.3
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan
pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
Uji Bendung (tourniquet test)
Uji Bendung sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai
sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam.
Pada penelitian didapatkan bahwa terdapat uji bendung positif pada 25% kasus
DD dan 50% pada kasus DBD. Dan pada kasus ini didapatkan hasil uji bendung
positif.
Sesuai dengan ketentuan WHO, pemeriksaan dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara
sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku;
tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan
selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekiae di bagian volar lengan bawah. Uji
dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi didapat lebih dari 20 petekiae.

Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menetukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia
dan diathesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan
menggunakan 131 Iodine lablled human albumin sebagai indikator membuktikan
bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa
demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Meningginya nilai hematokrit
pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat
kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa)
melalui kapiler yang rusak.
Nilai hematokrit biasanya meningkat pada hari ke-3 pada perjalanan
penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit DBD.
Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit merupakan
manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang
ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat
kebocoran ini plasma jadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik dan kegagalan sirkulasi.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit
menurun, tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan
hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat
ditemukan pada DBD.
Penilaian angka hematokrit tidak cukup hanya dengan satu kali
pemeriksaan darah rutin, harus dilihat melalui pemeriksaan hematokrit serial
dimana pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap hari atau 2 hari sekali dan dilihat
serta dibandingkan dengan hasil pemeriksaan sebelumnya ada tidaknya
penurunan.
Penggantian cairan harus terus kita monitor, selain untuk memantau
kebocoran plasma yang terjadi (yang dapat kita nilai dari peningkatan hematokrit,
tanda vital dan urin tampung), dan juga biasanya kebocoran plasma terjadi secara
cepat dalam 6-12 jam pertama.

Pemeriksaan Serologi
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
- Uji hambatan hemaglitinasi
- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot.10
Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory
Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan
dasar imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi
heterotrpik selama perjalanan infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan
jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus dengue. Berdasarkan data
epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai antibody
dependent enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis
DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi
sekunder dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi
mengalami DBD dan DSS. 1
Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus
DEN akan masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :
- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui
reseptor Fc dan masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan
sumsum tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan
berbagai sistem humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi
(sistem komplemen), sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi
permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi.14

Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:


- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)
- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing
antibody). 14
Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus.
Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan
akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks
antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup
dan berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit
terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat.14
Pemeriksaan rapid sero diagnostic test
Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15
kemudian Uji serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan
dapat pula menimbulkan keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan
negatif palsu pada hari demam ke 2-3. Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M
dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4 akan dijumpai peningkatan
Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali dan
menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah
seumur hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G
sehingga kadarnya naik dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian.
Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke 2-3 pada klinis mencurigakan maka
pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.
Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi
- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca
infeksi primer singkat
Antibodi Ig G :
- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala
- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M
anti dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus
didiagnosis peningkatan Ig G anti dengue. 15

Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan
memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi
Intravaskuler Diseminata (KID).
Penatalaksanaan Demam Dengue
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C,
sebaiknya diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah

- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah. 8

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue


- Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih
berat sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya
kebocoran plasma. Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak
jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ketiga
yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan
8
tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau
penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2
- Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam
ketiga hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD
ialah dari saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda
vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal
12 jam sekali) perlu dilakukan.
- Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil
diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid
dan 15% memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang
direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi
hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD
stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2
-
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi.
Jenis dan jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan
cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2
-
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis
;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat
molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan dalam rongga
vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki
kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2
Tabel 1. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid


(20ml/kgBB/30menit) dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada
perbaikan maka diperlukan pemberian transfusi darah minimal 100 ml dapat
segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian
cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2

Tabel 2. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali


dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya oedem paru.
Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar
hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang
awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak
perlu diberikan transfusi.2
Gambar 5. Alogaritma tatalaksana dengue dengan tanda bahaya
Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan
Kriteria memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau
asidosis).10

Pencegahan
- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan
tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap
keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3
bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan
selang waktu 1 minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB
dalam jangka waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue


Haemorrhagic Fever. Dalam: Garna H, Nataprawira HMD, Alam A,
penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of Child Health.
KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329
2. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
3. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press
2008
4. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
5. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.2009
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada
Penderita Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-
13 September 2008.h.
7. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders.2009.h.1092-4
8.
9. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody
dependent enhancement, a brief history and personal memoir. Rev Cubana
Med Trop 2010; 54(3):h.171-79
10. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2006. Surabaya : Airlangga University Press 2009.h.1-9
11. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.2009
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras.
Cermin Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib
Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV.
Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31
Juli 2008. h. 41-55
15. Suzanne. Dengue. Didapatkan dari :
URL:http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview.
16. Center for Disease Control and Prevention (CDC). Dengue clinician guide.
Diunduh dari http://www.cdc.gov/dengue/resources/DENGUE
clinicianguide_508.pdf
17. Buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit-World Health Organization.
2008. Demam-Infeksi Virus Dengue. Jakarta. Departemen Keshatan RI.
18. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua-Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2010. Infeksi Virus Dengue. Jakarta. Badan penerbit IDAI.

Anda mungkin juga menyukai