Oleh :
20014101079
Supervisor Pembimbing:
MANADO
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Residen Pembimbing
Mengetahui
Supervisor Pembimbing
Mengetahui
Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRAT
Demam Dengue (DD) dan Demam Derdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus
dengue. Dengue merupakan virus yang ditularkan dari nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sebagai vektor primer, serta Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Ae
berdasarkan antigenic dan karakteristik biologis. Ada empat serotipe virus ini, yang
ditetapkan sebagai DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Infeksi dengue simtomatik
menyebabkan berbagai manifestasi klinis, dari demam berdarah ringan (DD), hingga yang
berpotensi fatal, seperti Demam Derdarah Dengue (DBD) atau Sindrom Syok Dengue (DSS).
Infeksi dengan salah satu serotipe memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
tersebut. Infeksi sekunder dengan serotipe lain atau infeksi multipel dengan yang berbeda
Dengue merupakan salah satu infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk dengan
penyebaran tercepat dan penyakit yang penting namun sering diabaikan. Sekitar 50 juta
infeksi dengue terjadi setiap tahunnya pada daerah endemik-dengue. Lebih dari 70% dari
total infeksi dengue dilaporkan berasal dari Asia sementara wilayah Pasifik Barat dan
beberapa negara di Amerika Latin adalah wilayah geografis lain yang terkena dampak utama.
Di seluruh dunia, tingkat kematian kasus demam berdarah adalah 1%. Namun, tingkat
karena perubahan iklim dan meningkatnya perjalana internasional, infeksi dapat menyebar ke
negara-negara di Eropa dan AS yang saat ini tidak terkena dampak dari dengue secara
signifikan.6
Di Indonesia, data kasus dengue pada tahun 2021 mencapai 71.856 kasus dengan
angka kematian 696 kasus, proporsi kasus DBD pada golongan umur 5-14 tahun mencapai
37,21%. Kasus Dengue/DBD tahun 2022 sampai dengan minggu ke-9 secara kumulatif
terlaporkan 15.970 kasus dengan 172 kematian DBD, IR 5,8/100.000 penduduk, dan Case
Demam dengue (DD) lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, atau dewasa. Di
daerah endemik, KLB jarang terjadi di kalangan masyarakat lokal. Sedangkan Demam
berdarah dengue (DBD) lebih sering pada anak kurang dari 15 tahun pada area hiperendemik,
berhubungan dengan infeksi dengue berulang. DBD paling sering terjadi pada anak dengan
infeksi dengue sekunder. Hal tersebut juga berhubungan dengan infeksi primer DENV-1 dan
DENV-3.2
Berikut disampaikan laporan kasus pada seorang anak perempuan umur 3 tahun
dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue derajat III dengan Efusi Pleura Dekstra yang di
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : KP
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Alamat : Malalayang Satu, Kecamatan Malalayang, Manado
Masuk RS : 6/10/2022
b. Ibu
Nama : SS
Usia : 32 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
3. Family Tree
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis diambil dari keluarga, dokter dan catatan medis di Ruang Perawatan Anak
E Atas.
Pasien datang diantar orangtua dengan keluhan kaki dan tangan dingin sejak 5 jam SMRS.
Pasien merasakan demam tinggi sejak 4 hari SMRS (Minggu siang). dikatakan demam tinggi
dengan suhu selalu berkisar 38-38'5 C, namun turun dengan pemberian obat penurun panas.
Selain itu, pasien juga merasakan nyeri perut yang hilang timbul, sejak 3 hari SMRS. Pasien
merasakan mual, juga mengalami muntah sebanyak tiga kali tadi pagi dengan volume kurang
lebih 10cc. Muntah berisi makanan dan cairan, muntah berdarah disangkal. Keluhan gusi
berdarah disangkal, mimisan disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien 3 hari
lalu sempat ke praktek dokter spesialis anak dan diberikan terapi Cefixime syrup dan
Isoprinosine syrup.
3. Anamnesis Antenatal
Selama hamil, ibu pasien ANC teratur sebanyak 9 kali dan suntik TT 1 kali. Selama masa
kehamilan ibu pasien sehat.
5. Imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi BCG pada usia 1 bulan. Pasien mendapatkan imunisasi Polio
pada usia 1,2,3 dan 4 bulan. Pasien mendapatkan imunisasi DPT pada usia 1,2,3, dan 4 bulan.
Pasien mendapatkan imunisasi campak pada usia 9 bulan. Pasien mendapatkan imunisasi
Hepatitis pada usia 0,1,2,3, dan 4 bulan.
Status Antropometri
Berat Badan : 16 kg
Tanda Vital
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 37,8 ºC
SpO2 : 98%
Status Gizi
Kulit
Tonus : Eutonia
Bentuk : Normocephali
Mata
Lensa : Jernih
Tenggorokan
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Trakea : Letak ditengah
Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
Kaku kuduk : Tidak ada
Lain – lain : Tidak ada
Thoraks
Bentuk : Simetris
Paru-paru
Jantung
Refleks-refleks : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, Klonis (-), Spastis
(-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Foto Thoraks
Pada foto Thorax AP/RLD yang dilakukan tanggal 6 September 2022, didapatkan
Pasien anak perempuan, usia 3 tahun 11 bulan, BB: 16 Kg, TB: 107 cm masuk rumah
sakit 06 September 2022 pukul 21.50 WITA. Pasien datang ke RSUP Prof. dr. R. D. Kandou
Manado dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue Derajat III. Pasien datang diantar
orangtua dengan keluhan kaki dan tangan dingin sejak beberapa jam SMRS. Pasien
merasakan demam tinggi sejak 4 hari SMRS (Minggu siang). dikatakan demam tinggi dengan
suhu selalu berkisar 38-38'5 C, namun turun dengan pemberian obat penurun panas. Selain
itu, pasien juga merasakan nyeri perut yang hilang timbul, sejak 3 hari SMRS. Pasien
merasakan mual (+), muntah (+) sebanyak tiga kali tadi pagi dengan volume kurang lebih
10cc. Keluhan gusi berdarah disangkal, mimisan disangkal. BAB dan BAK dalam batas
normal, intake makan dan minum menurun. Pasien 3 hari lalu sempat ke praktek dokter
spesialis anak dan diberikan terapi Cefixime syrup dan Isoprinosine syrup.
F. DIAGNOSIS
Demam Berdarah Dengue derajat III dan Efusi Pleura Dekstra
G. TERAPI
• O2 nasal
• IVFD Ringer’s Lactate 10 cc/kgbb = 160 ml (mulai jam 21.30 - 01.30 wita)
• IVFD Ringer’s Lactate 7 cc/kgbb = 112 ml (mulai jam 01.30 – 5.30 wita)
• BD/24 jam
H. FOLLOW UP
S Pasien datang diantar orangtua dengan keluhan kaki dan tangan dingin
sejak beberapa jam SMRS, demam tinggi sejak 4 hari SMRS (Minggu
siang). dikatakan demam tinggi dengan suhu selalu berkisar 38-38'5 C,
namun turun dengan pemberian obat penurun panas. Nyeri perut hilang
timbul, sejak 3 hari SMRS. mual (+), muntah (+) 3x tadi siang dengan
volume kurang lebih 10cc. Menurut ibu pasien tidak terlalu aktif mulai tadi
siang. gusi berdarah disangkal, mimisan disangkal. BAB dan BAK dalam
batas normal, intake makan dan minum menurun. Pasien 3 hari lalu sempat
ke praktek dokter spesialis anak dan diberikan terapi Cefixime syr 2x1 cth
dan isoprinosisn syrup.
O KU tampak sakit, kesadaran CM
TD: 80/60 mmhg N: 140x/mnt SB: 36'8 C, Sp03 98%
BB: 16 kg TB: 107 cm
Status gizi baik
kepala conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/- PCH
- thorax simetris, retraksi -/-
cor bising jantung -, sp bronchovesikuler rhonki -/-
wheezing -/-
abdomen cembung lemas BU +, hepar dan lien ttb
ekstremitas akral dingin, CRT > 2 detik,
PCV 55%
A DHF grade III
P O2 nasal
IVFD RL 20 cc/kgbb = 360 ml guyur secepatnya 2x di IRDA turun bertahap
sesuai protokol
IVFD RL 10 cc/kgbb = 160 ml (mulai jam 21.30 - 01.30 wita)
IVFD RL 10 cc/kgbb = 160 ml (mulai jam 21.30 - 01.30 wita)
IVFD RL 7 cc/kgbb = 112 ml (mulai jam 01.30 – 5.30 wita)
IVFD RL 5 cc/kgbb = 80 ml (mulai jam 5.30 – 9.30 wita)
IVFD RL 3 cc/kgbb = 48 ml (mulai jam 9.30 – 13.30 wita)
Inj Ranitidine 2x20 mg
Parasetamol syr 4x10 ml PO bila demam oralit ad libitum
TTV/jam
BD/24 jam
pro DL, DC, CRP, OT/PT, PT/APTT/INR, Ur/cr, elektrolit, cross, swab antigen
pro foto thorax Ap, RLD
pro rawat PICU
7 Oktober 2022 (Pengamatan kedua di PICU, pukul 01.30 WITA)
A DHF gr. III dalam terapi 35 jam (08.00) F-6 (Minggu siang) + Efusi pleura
dextra
P IVFD Asering 24ml/jam
IVFD Dobutamine 240mg in NS 0.9% 50ml -> 5mcg/kg/m -> 1ml/jam ¼
PRO STOP
Inj. Ranitidine 2x20mg IV
Paracetamol 4x200mg PO k/p
Pro Ondan/Dompe k/p muntah2 berulang
Oralit naik bertahap
BD/TTV/jam
PCV/4 jam
Pro DL, D-dimmer, Fibrinogen, PT APTT INR
9 Oktober 2022 (Pengamatan hari ke empat di PICU, pukul 08.00 WITA)
A DHF gr. III dalam terapi 59 jam (08.00) F-6 (Minggu siang) + Efusi pleura
dextra + Obs Hematuri ec ISK + Obs. Melena
P O2 nasal 2 lpm
IVFD Asering 24ml/jam
Inj Ceftriaxone 2 x 800mg (2)
Inj Lansoprazole 2 x 10mg
Paracetamol 4x200mg PO k/p
Pro Ondan/Dompe k/p muntah2 berulang
BD/TTV/jam
PCV/4 jam
NPO
Pro Kultur Urine
10 Oktober 2022 (Pengamatan hari ke lima di Ruangan, pukul 13.00 WITA)
A Post DHF gr. III F-7 (Minggu siang) + Efusi pleura dextra
P O2 nasal
IVFD Asering 24ml/jam
Inj Ceftriaxone 2 x 800mg (3)
Inj Lansoprazole 2 x 10mg
Pro Ondan/Dompe k/p muntah2 berulang PCV /4 jam
Oralit -> susu
11 Oktober 2022 (Pengamatan hari ke enam di Ruangan, pukul 6.00 WITA)
A Post DHF gr. III F-9 (Minggu siang) + Efusi pleura dextra + Obs Hematuri ec ISK
A Post DHF gr. III F-10 (Minggu siang) + Efusi pleura dextra
A Post DHF gr. III F-11 (Minggu siang) + Efusi pleura dextra
A Post DHF gr. III F-11 (Minggu siang) + Efusi pleura dextra
menyebabkan kasus yang berat pada infeksi pertama di asia tenggara, dengan DENV-2 dan
DNV-4 paling sering di hubungkan dengan DSS, sedangkan DENV-3 dan DENV-4 sangat
berhubungan dengan DBD. merupakan serotipe yang paling banyak menjadi penyebab
infeksi virus dengue. Di Indonesia, serotipe DENV-3 yang paling sering menginfeksi,
walaupun dalam beberapa tahun ini ada kecenderungan didominasi oleh virus DENV-2.8,9
Infeksi virus dengue bisa asimtomatik atau bisa menyebabkan undifferentiated febrile illness
(viral syndrome), demam dengue (DD), atau demam berdarah dengue (DBD) termasuk
Perbedaan klinis antara DD dan DBD disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang
berbeda. Adanya renjatan pada DBD disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage)
yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada DD. Patofisiologi utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan antara DD dan DBD ialah peningkatan
trombositopenia serta diathesis hemoragik. Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh akan
beredar ke dalam sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh makrofag (Antigen Presenting
Cell). Viremia terjadi selama 24 hingga 48 jam sebelum timbulnya gejala demam. Antigen
yang menempel pada makrofag akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag
lainnya untuk menangkap lebih banyak virus. Sedangkan sel T-Helper akan mengaktifasi sel
T-Sitotoksik yang akan melisis makrofag. Telah dikenali tiga jenis antibodi yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses ini akan diikuti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejala lainnya. Juga bisa terjadi agregasi trombosit yang
dengue yang berat dihubungkan dengan fenomena yang dikenal sebagai badai sitokin, yang
merupakan perubahan kadar sitokin dan kemokin, yang menyebbakan sel-sel endote; tidak
berfungsi dan akhirnya menyebabkan permeabilitas vascular sel endotel dan kebocoran
DBD memiliki 3 fase yang berbeda, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase
pemulihan. Pada fase demam, dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada
anggota badan, dan timbulnya ruam. Demam pada umumnya timbul mendadak, tinggi (39°C-
40°C), terus-menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, dengan nyeri retro-orbita dan
sakit kepala berkisar 5-7 hari. 50-80% pasien menunjukan ruam atau petekie, ruam terdapat
di dada, serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan wajah pada hari kedua dan ketiga
demam, dan ruam mencolok berbentuk maculopapular atau rubelliform muncul sekitar hari
Fase kritis ditandai dengan kebocoran plasma dengan atau tanpa perdarahan, yang
dimulai tiba-tiba setelah demam. Selama fase ini, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
ditandai dengan naiknya hematokrit sekitar 10-15% dari baseline adalah gejala awal dari
kebocoran plasma. Selain itu, dapat terjadi akumulasi cairan di rongga perut dan toraks, syok
intravaskular diseminata (DIC), dan perdarahan hebat. Diuresis dan kembalinya nafsu makan
adalah tanda pemulihan dan indikasi untuk menghentikan volume penggantian. Pemulihan
dalam pasien dengan atau tanpa syok biasanya pendek dan lancar. Bahkan dalam kasus
dengan syok berat, setelah syok diatasi dengan perawatan yang tepat, pasien akan pulih
dalam 2 – 3 hari. Fase pemulihan yang berlangsung dengan kelebihan cairan yang tidak
Demam tinggi merupakan manifestasi klinik yang utama pada penderita infeksi virus
dengue sebagai respon fisiologis terhadap mediator yang muncul. Sel penjamu yang muncul
dan beredar dalam sirkulasi merangsang terjadinya panas. Faktor panas yang dimunculkan
yaitu jenis-jenis sitokin yang memicu panas seperti TNF-α, IL-1, IL-6, dan sebaliknya sitokin
yang meredam panas adalah TGF-β, dan IL-10. Banyaknya partikel virus yang merupakan
kompleks imun yang terkait dengan sel ini menyebabkan viremia pada infeksi virus Dengue
sukar dibersihkan. Antibodi yang dihasilkan pada infeksi virus dengue merupakan non
netralisasi antibodi yang dipelajari dari hasil studi menggunakan stok kulit virus C6/C36, viro
Pada kasus ini, pasien datang ke RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou Manado dengan
riwayat demam 4 hari yang sebelum masuk rumah sakit (Hari Jumat). Pasien dirujuk karena
pasien mengalami akral dingin. Sesuai dengan fase dari demam dengue, pasien masuk dalam
fase kritis. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan foto thorax, didapatkan hasil efusi pleura
dextra, yang merupakan salah satu tanda dari peningkatan permeabilitas kapiler.
Untuk mendiagnosis dengue, hanya dengan gejala klinis saja tidak selalu akurat
karena spektrumnya yang luas dan beberapa memiliki gejala non-spesifik. Alat diagnostik
khusus dan sensitif dapat digunakan sesuai fase dan interpretasinya. Selama infeksi awal atau
demam <5 hari, diagnosis digunakan dengan isolasi virus atau deteksi antigen virus seperti
NS1. Setelah demam lebih dari 5 hari, antigen virus tidak bisa terdeteksi, karena viremia
telah mereda dan respon antibody telah meningkat. Sehingga dapat digunakan pemeriksaan
antibodi spesifik menggunakan serologis (IgM atau IgG).10 Respon innate immune terhadap
infeksi virus dengue meliputi dua komponen yang berperan penting di periode sebelum gejala
infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet. Antigen Dengue dapat dideteksi di lebih dari 50%
“Complex Circulating Imun”. Kompleks imun IgM tersebut selalu ditemukan didalam
dinding darah di bawah kulit penderita dengue. Oleh karenanya dalam penentuan virus
dengue level IgM merupakan hal yang spesifik.14 Pada pasien ini diperiksakan IgM dan IgG
dengan hasil IgM anti dengue positif, dan IgG anti dengue negatif.
Ciri khas dari DBD adalah peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan kebocoran plasma, volume intravaskular berkontraksi, dan syok pada kasus
yang parah. Kebocoran selektif yaitu plasma hanya pada rongga pleura dan peritoneal, dan
periode kebocoran singkat (24 - 48 jam). Kebocoran plasma dapat dilihat menggunakan
radiografi dan USG, yang menunjukan foto rontgen decubitus lateral kanan meningkat
sensitivitas untuk mendeteksi efusi pleura. Edema dinding kandung empedu berhubungan
dengan kebocoran plasma, dan dapat menjadi deteksi awal klinis. 2 Pada pasien ini, hari
pertama pasien masuk rumah sakit, pada pemeriksaan fisik dan radiologis ditemukan tanda
efusi pleura.
Kriteria klinis:
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, anoreksia, lemah, nyeri pada punggung,
tulang, persendian dan kepala yang berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,
3. Hepatomegali
4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai
Kriteria laboratoris:
1.Trombositopenia (≤ 100.000/uL)
Tingkat keparahan dari DBD diklasifikasikan menjadi 4 derajat (Tabel 1). Adanya
trombositopenia dan hemokonsentrasi bersamaan merupakan pembeda DBD derajat I dan II,
dari demam dengue. DBD derajat I dan II merupakan kasus yang relatif ringan tanpa syok,
sedangkan derajat III dan IV lebih berat. 5-10% penderita memburuk ke arah DBD derajat III
Komplikasi pada DBD biasanya terjadi sehubungan dengan syok yang dalam atau
syok berkepanjangan yang menyebabkan asidosis metabolik dan perdarahan hebat akibat
hati dan ginjal. Lebih penting lagi, penggantian cairan yang berlebihan selama periode
sistem vaskular (penurunan tekanan darah) dan bukti klinis syok hipovolemik. Grafik
pemantauan (secara grafis menunjukkan parameter utama seperti hematokrit dan jumlah
trombosit) harus dipelihara secara akurat. Tinjauan rutin (setidaknya 4 jam) oleh dokter dan
perawat sangat penting selama fase kritis. Pasien yang harus dirawat inap di rumah sakit
untuk observasi ketat saat mendekati fase kritis. Indikasi pemberian cairan intravena pada
DBD adalah saat pasien tidak mendapatkan asupan cairan oral yang memadai atau muntah,
hematokrit terus meningkat 10-20% meskipun telah dilakukan rehidrasi oral, dan terdapat
ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta trombosit setiap 6
jam. Selanjutnya evaluasi 12 sampai 24 jam. Apabila selama observasi keadaan umum baik
yaitu anak nampak tenang tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar
hematokrit cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24 - 48 jam.
15
Tatalaksana awal DBD dengan syok yaitu pemakaian oksigen via nasal kanul dan
segera melakukan penggantian volume plasma dengan larutan kristaloid 10-20 ml/kgBB/ jam
dalam 1 jam, lalu observasi kembali kondisi pasien (tanda vital, CRT, hematokrit, dan
diuresis). Jika kondisi membaik, kecepatan tetesan diturunkan perlahan menjadi 5-7
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam, setelah itu 3-5 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam, lalu 3-1,5
Pada pasien ini, rehidrasi awal dilakukan di IRDA RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou
dengan kecepatan tetasan 10 ml/kgBB/jam selama 1 jam, lalu diturunkan perlahan saat
pindah ke PICU. Pada pasien juga dilakukan pemantauan hematokrit setiap 4 jam dan
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam karena pasien mendapat
pengobatan sesuai protokol yang ada. Bagi prognosis ad functionam dan santionam adalah
dubia ad bonam karena bila pasien sembuh tidak akan mengganggu fungsi kehidupan
selanjutnya.
Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan penyemprotan massal pada daerah endemis
Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus
perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim
penghujan. Program PSN yaitu: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering
dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es dan lain-lain; 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat
tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya, termasuk
menutup barang bekas atau sampah yang dapat menampung air sehingga berpotensi menjadi
sarang nyamuk; 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah; dan 4)
Memantau wadah penampungan air dan bak sampah, yang sebaiknya dilakukan oleh seorang
juru pemantau jentik (jumantik). Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk
kegiatan pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan
kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman
pengusir nyamuk; 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus Demam Berdarah Dengue derajat III dengan efusi
pleura dekstra pada seorang anak perempuan berusia 3 tahun. Diagnosis ditegakkan dengan
anamnesis keluhan kaki dan tangan dingin sejak beberapa jam sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengalami demam tinggi sejak 4 hari SMRS (Hari Minggu siang). Demam dirasakan
tinggi mendadak. Demam turun dengan obat penurun panas namun tidak sampai normal.
Pasien juga mengalami nyeri perut, mual dan muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, sehingga nafsu makan pasien menurun. Mimisan disangkal. Gusi berdarah disangkal.
Buang air besar kehitaman disangkal. Buang air kecil kuning jernih volume normal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit, kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 124 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu badan
37,8oC. Pada pemeriksaan auskultasi thoraks ditemukan suara pernafasan menurun di paru
kanan, tidak didapatkan adanya ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
abdomen cembung, lemas, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+). Pada
hemoglobin 19 g/dL, hematokrit 53,8%, Albumin 3,45 g/dL, SGOT 365 U/L, SGPT 65 U/L,
Natrium 134. Pada pemeriksaan imunoserologis didapatkan NS1 positif, IgM negatif dan IgG
negatif. Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan kesan efusi pleura dekstra. Dari hasil
berupa pemberian cairan adekuat, pemantauan status hemodinamik berkala dan tanda-tanda
vital selama fase kritis. Prognosis ad vitam dubia ad bonam, ad fungsionam dubia ad bonam,
3. Wang W-H, Urbina AN, Chang MR, Assavalapsakul W, Lu P-L, Chen Y-H, et al.
Dengue hemorrhagic fever – A systemic literature review of current perspectives on
pathogenesis, prevention and control. J Microbiol Immunol Infect [Internet].
2020;53(6):963–78. Available from: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S1684118220300670
5. Roy SK, Bhattacharjee S. Dengue virus: Epidemiology, biology, and disease aetiology.
Can J Microbiol. 2021;67(10):687–702.
7. Kemenkes RI. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan
Zoonotik (DIT.P2PTVZ) - Kementerian Kesehatan RI [Internet]. 2021. Available
from: https://ptvz.kemkes.go.id/berita/situasi-dbd-di-indonesia-minggu-ke-51-tahun-
2021
8. Begum F, Das S, Mukherjee D, Mal S, Ray U. Insight into the tropism of dengue virus
in humans. Viruses. 2019;11(12).
9. Nagaram PP, Piduru P, Munagala VK, Matli VV. Clinical and laboratory profile and
outcome of dengue cases among children attending a tertiary care hospital of South
India. Int J Contemp Pediatr. 2017;4(3):1074.
11. Uno N, Ross TM. Dengue virus and the host innate immune response. Emerg
Microbes Infect [Internet]. 2018;7(1). Available from: http://dx.doi.org/10.1038/
s41426-018-0168-0
12. Puc I, Ho TC, Yen KL, Vats A, Tsai JJ, Chen PL, et al. Cytokine signature of dengue
patients at different severity of the disease. Int J Mol Sci. 2021;22(6):1–15.
13. Behrman RE, Kliegman R AA. Nelson Ilmu kesehatan Anak. 15th ed. Jakarta: EGC;
2012. 1907–10 p.
14. Soedarmo SSP, Garna H, Hdinegoro STS SH. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropik.
2nd ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2015. 155-81.p.
15. Trihono PP, Djer MM, Hendarto A, Titis P. Pitfalls in Pediatric Practices. Ikatan
Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta. 2012.
16. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva: World
Health Organization; 2009.
18. Kemenkes RI. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue Di
Indonesia. Jakarta; 2017.