Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Kompleks dd Suspek Ensefalitis + Gizi Kurang

Oleh:
Ilham Maulana Zakaria

210141010243

Masa KKM: 31 Oktober – 8 januari 2023

Supervisor Pembimbing:
dr. Praevilia M. Salendu, Sp.A(K)

Residen Stase Pembimbing:

dr. Angelina Fransisca Wulur

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Panjang dengan judul


“Kejang Demam Kompleks”
telah dikoreksi, dibacakan, dan disetujui pada tanggal Januari 2023

Mengetahui,

Residen Pembimbing

dr. Angelina Fransica Wulur

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Praevilia M. Salendu, Sp.A(K)

Mengetahui,

Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRAT

Dr. dr. Rocky Wilar, Sp.A(K)

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : SS

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir / Usia : 6 September 2021/ 1 tahun 1 bulan

Berat Badan : 6.5 kg

Panjang Badan : 69 cm

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Suku Bangsa : Banggai

Anak ke :3

Masuk Rumah Sakit : 5 September 2022

Alamat : Malalayang,Manado,Sulawesi Utara

B. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ibu : MY

Usia : 33 tahun

Perkawinan : Pertama

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wirausaha

Nama Ayah : RW

Usia : 32 tahun

Perkawinan : Pertama

3
Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Buruh

C. FAMILY TREE

Pasien 1,1 Tahun

D. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

Keluhan utama : Kejang

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke instalasi rawat darurat anak RSUP Kandou Manado dengan
Keluhan Utama kejang. Kejang di alami 30 menit Sebelum Masuk Rumah Sakit. Sekuruh
tubuh dengan kedua kaki tangan menghentak-hentak, mata mendesik ke atas. Sebelum
kejang pasien sadar, Saat kejang Pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien tidak sadar.
Pasien telah kejang 3 hari dirumah dan saat di resusitasi IGD pasien masih kejang 1 kali

4
dan diazepam IV sudah di berikan.Kejang juga di dahului demam sejak 1 hari SMRS
suhu di rumah tidak di ukur dan hanya di obati secara tradisional(dedaunan), di IGD suhu
40,22. BAB cair 1 hari SMRS dengan frekuensi ½ - ¼ gelas air kemasan warna kuning,
darah tidak ada BAK terakhir ada

2) Anamnesis Antenatal

Selama masa kehamilan, ibu pasien antenatal care (ANC) secara teratur sebanyak
9 kali di Bidan dan imunisasi tetanus toksoid (TT) sebanyak 2 kali. Selama masa
kehamilan, ibu pasien sehat.

3) Penyakit Yang Sudah Pernah Dialami

Morbili : Tidak pernah

Varisela : Tidak pernah

Pertusis : Tidak pernah

Diare : Tidak pernah

Cacing : Tidak pernah

Batuk/pilek : Pernah

Lain-lain : Tidak pernah

4) Kepandaian dan Kemajuan Bayi

Pertama kali membalik : 3 bulan

Pertama kali tengkurap : 5 bulan

Pertama kali duduk : 7 bulan

Pertama kali merangkak : 8 bulan

Pertama kali berdiri : 10 bulan

Pertama kali berjalan : 11 bulan

5
Pertama kali tertawa : 3 bulan

Pertama kali berceloteh : 2 bulan

Pertama kali memanggil mama : 10 bulan

Pertama kali memanggil papa : 10 bulan

5) Riwayat Makanan Sejak Bayi Sampai Sekarang

ASI : 0 - sekarang

PASI : 1 bulan- sekarang

Bubur susu :-

Bubur saring : 2 bulan - 9 bulan

Bubur halus : 2 - 9 bulan

Nasi lembek :-

6) Imunisasi

DASAR ULANGAN
I II III I II III
BCG +
Polio + + +
DPT + + +
Hepatitis B + +
Campak

7) Riwayat Keluarga

Hanya pasien yang sakit seperti ini di keluarga.

8) Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan

Pasien tinggal di rumah permanen, beratap genteng, berdinding beton, dan berlantai
Keramik. Jumlah kamar tidur 3 kamar yang dihuni oleh 5 orang, terdiri dari 2 orang
dewasa dan 3 orang anak-anak. Kamar mandi/WC terletak di luar rumah. Sumber air

6
minum dari kemasan. Sumber penerangan listrik dari PLN. Penanganan sampah di
buang

E. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak Sakit

Kesadaran : E3M5V4

Tanda vital

Tekanan darah awal masuk : 90/50 mmHg

Nadi : 152 kali/menit

Respirasi : 27 kali/menit

Suhu : 38,5 C

SpO2 : 99 %

Antropometri

Berat badan : 6,5 kg

Tinggi badan : 69 cm

Status Gizi

BB/U : -2 s/d -3 (berat badan kurang)

TB/U : 0 s/d -2 (perawakan normal)

BB/TB : -2 s/d -3 (gizi kurang)

Kulit

Warna : Sawo matang

7
Efloresensi : Tidak ada

Pigmentasi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada

Lapisan lemak : Cukup

Turgor : Kembali cepat

Tonus : Eutonia

Edema : Tidak ada

Kepala

Bentuk : Normocephali

Ubun-ubun besar : Tidak menonjol

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

Exophtalmus/enophtalmus : Tidak ada

Tekanan bola mata : Normal pada perabaan

Palpebra : Normal

Konjungtiva : Tidak Anemis

Sklera : Tidak Ikterik

Refleks kornea : Normal

Pupil : Bulat, Isokor, Ø 3 mm – 3 mm, refleks cahaya positif

Lensa : Jernih

Fundus & visus : Tidak dievaluasi

Gerakan : Normal ke segala arah

8
Telinga : Tidak ada sekret

Hidung : Tidak ada sekret

Mulut

Bibir : Tidak ada sianosis

Selaput mulut : Mukosa basah

Lidah : Tidak ada beslag

Gusi : Tidak ada perdarahan

Gigi : Tidak ada karies

Bau pernapasan : Tidak ada foetor

Tenggorokan

Tonsil : T1-T1, hiperemis tidak ada

Faring : Tidak hiperemis

Leher

Trakea : Letak tengah

Kelenjar : Tidak ada pembesaran KGB

Kaku kuduk : Tidak ditemukan

Lain – lain : Tidak ditemukan

Thoraks

Bentuk : Simetris

Ruang intercostal : Normal

Pernapasan paradoxal : Tidak ditemukan

9
Precordial bulging : Tidak ditemukan

Paru-paru

Inspeksi : Simetris, retraksi tidak ada

Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada


wheezing

Jantung

Detak jantung : 110 kali/menit

Iktus kordis : Tidak tampak

Batas kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra

Batas kanan : ICS III-IV linea parasternalis dextra

Batas atas : ICS II-III linea parasternalis sinistra

Bunyi jantung apeks : M1>M2

Bunyi jantung aorta : A1>A2

Bunyi jantung pulmo : P1< P2

Bising : Tidak ada

Abdomen

Bentuk : Cembung, Supel, bising usus normal

Hepar : Tidak teraba membesar

Lien : Tidak teraba membesar

10
Genitalia : Perempuan, Labia Mayor menutupi Labia Minor

Kelenjar : Tidak ada pembesaran KGB

Anggota gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada edema, tidak ada sianosis

Tulang belulang : Tidak ada deformitas

Otot-otot : Tidak ada atrofi otot

Status Neurologis

Motorik : kekuatan otot sulit dievaluasi (pasien mengalami penurunan


kesadaran)

Sensorik : Sensibilitas normal sulit dievaluasi (pasien mengalami penurunan


kesadaran)

Reflek Fisiologis : ada (meningkat)

Reflek Patologis : ada (babinsky dan chaddock)

Meningeal Sign

Kaku kuduk : tidak ada

Brudzinsky I : tidak ada

Brudzinsky II : tidak ada

Kernig sign : tidak ada

Laseque : tidak ada

11
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (5 November 2022)

Nama Tindakan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 9.0 10^3/uL 6.0-16.0

Eritrosit 3.43 10^6/uL 3.90-5.10

Hemoglobin 11 g/dL 11.-14

Hematokrit 27.7 % 30.0-38.0

Trombosit 297 10^3/uL 200-550

MCHC 33.9 g/dL 32.0-36.0

MCV 80.8 fL 72.0-84.0

MCH 27.4 pg 27.0-35.0

SGOT 66 U/L <33

SGPT 26 U/L <43

Ur/Cr 27/0.4 mg/dL 10-40/0.5-1.5

Na/K/Cl 132/4.0/98 mmol/L 135-153/3.5-5.1/91-111

12
RESUME MASUK
Pasien datang ke instalasi rawat darurat anak RSUP Kandou Manado dengan Keluhan Utama
kejang. Kejang di alami 30 menit Sebelum Masuk Rumah Sakit. Seluruh tubuh dengan kedua
kaki tangan menghentak-hentak, mata mendesik ke atas. Sebelum kejang pasien sadar, Saat
kejang Pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien tidak sadar. Pasien telah kejang 3 hari
dirumah dan saat di resusitasi IGD pasien masih kejang 1 kali

Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan kesadaran
E3M5V4. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nadi 152 kali/menit, respirasi 27
kali/menit, suhu badan 38,5 C dengan saturasi oksigen 98% on room air. Pada pemeriksaan
kepala normal. Pada pemeriksaan Tenggorokan ditemukan tosil T1-T1 tidak hiperemis dan
faring tidak tampak hiperemis. Pada pemeriksaan thoraks bentuk simetris, tidak ditemukan
adnaya retraksi, pada pemeriksaan palpasi ditemukan stem fremitus kiri sama dengan kanan,
pemeriksaan perkusi didapatkan sonor di kedua lapang paru, dan suara napas bronkovesikuler
dan tidak ditemukan rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung tidak didapati bising
jantung. Pada pemeriksaan abdomen didapati perut cembung dan lemas, bising usus ada
dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba membesar. Pemeriksaan ekstremitas, akral
hangat, CRT < 2 detik. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan sensoris sensibilitas
normal, refleks fisiologis ada meningkat dan refleks patologis ada (babinsky dan chaddock).
Tanda rangsangan meningeal tidak ada. Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang saat pasien
masuk didapatkan hasil lab abnormal peningkatan SGOT 66 U/L dan kreatinin 0,4 mg/dL.

G. DIAGNOSIS

Kejang Demam Kompleks dd Susp Ensefalitis

H. TERAPI

 O2 nasal 2 lpm
 IVFD D5 1/2 NS (HS)42 ml/jam
 Injeksi Ceftriaxone 1x650 mg IV
 Injeksi Gentamisin 1x50 mg IV
 Injeksi Paracetamol 4x100 mg IV

13
 Injeksi Fenitoin 200 mg dalam 20 menit bolus perlahan dilanjutkan injeksi
Fenitoin 2x25 mg IV

I. FOLLOW UP

14
5 November 2022 (perawatan hari pertama)

S 06
NGTnovember 2022ada,BAB
Hijau tidak (perawatan
cairhari kedua)
(-),kejang(-),demam(+)

O 07
S NGTNovember
Keadaan umum:
Hijau 2022 (perawatan
tampak
tidak sakitcairhari
ada,BAB ketiga)
(-),kejang(-),demam(-)
kesadaran E3M5V4
S 8 September
O Kejang(-),Demam(-),NGT
Keadaan umum: 2022tampak(perawatan
sakithijau hari keempat)
tidak ada,BAB Cair(-)
Nadi: 103 kali/menit
Kesadaran: E4M6V5
O 9S:
S Keadaan
Respirasi: November
kejangumum: 2022
-, demam
23 (perawatan
tampak
kali/menit sakitHijau
-, NGT haritidakkelima)
ada, BAB Cair (-) sejak kemarin
Nadi: 100 kali/menit
kesadaran
10
Suhu: November E4M6V5
36.8'C 2022 (perawatan hari keenam)
O kejang
-KU tampak
-, demamsakit -, NGT Hijau tidak ada, BAB Cair (-) baru BAB 1x kemarin
S Respirasi: 30 kali/menit
Nadi:
Saturasi 105 kali/menit
Oksigen: 97%
-Kes E4M6V5
minum
kejang -,susu8x120
demam -,ml,
NGT muntah
Hijau (-) tidak ada, BAB Cair (-) baru BAB 1x kemarin
S Suhu
Respirasi:
badan:
28
36.5,2’C
kali/menit
O minum
-HR:
-KU - tampak
Kepala:
100x/menit sakitconjungtiva
susu8x120 ml, muntah anemis(-) tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil bulat
SpO2: 98%
Suhu badan: isokor 37,4’C
3mm/3mm, refleks cahaya ada.
--RR
O Keadaan Kes- 24x/m
E4M6V5
umum:
Kepala: tampak sakit,
conjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil bulat
SpO2: - 98%
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada
-S: 36,3
-HR:
Kesadaran: 110x/menit
isokor E4M6V5
3mm/3mm, refleks cahaya ada.
- Kepala: conjungtiva
- S: Cor: Bising anemistidak
jantung tidakada
ada, sklera ikterik tidak ada, pupil bulat
--Spo2
Tekanan RR- 24x/m
97% darah:
Thoraks: 36,3
100/60
simetris, mmHgretraksi tidak ada
isokor- 3mm/3mm,
Pulmo:anemis suara refleks cahayabronkovesikuler
pernapasan ada.
-Kepala:
-Spo2
Nadi: 94 97% konjungtiva
kali/menit, -/-,
- Cor: Bising jantung tidak ada klera ikterik-/-, RC +/+, ,pupil
ronkibulat
tidakisokor
ada, 3mm-
- Thoraks: simetris,tidak
wheezing retraksi tidak ada
adasklera
3mm
-Kepala:
Respirasi: konjungtiva
- Pulmo:anemis
26x/menit -/-,
suara pernapasan ikterik-/-, RC +/+,, pupil
bronkovesikuler ronki bulat
tidak isokor
ada, 3mm-
- 36,5'C -
Abdomen: Cor: Bising
datar, lemas, jantung tidak ada
bising usus ada, hepar dan lien tidak teraba
-Thorax:
3mm
Suhu: simetris, retraksi-/-,
wheezing tidakVBS ada +/+, Rh-/-, Wh-/- Abdomen: datar, supel, BU +
- Pulmo:
- Ekstremitas: suara pernapasan bronkovesikuler , ronki tidak ada,refleks
normal,
-Thorax:
Saturasi NTsimetris,
-, H/L98%
Oksigen:
- Abdomen: ttbakral
retraksi-/-,
datar,
hangat,
Ekstremitas:
lemas, VBS CRT
bising+/+,
akral <2 detik,
Rh-/-,
hangat,
usus
spastik
Wh-/-
ada, CRT<2
hepar
ada,
Abdomen:
dandetik
klonus
datar,ada,
lien tidak supel, BU +
teraba
wheezing tidak ada
normal, -- fisiologis
NT -, H/L
Kepala:
Ekstremitas:
ada meningkat,
ttbakral
Ekstremitas:
conjungtiva anemis
hangat,
refleks
akral
CRT tidakpatologis
<2hangat,
ada, babinski
CRT
sklera
detik, < 2ada,
ikterik
spastik
ada,
detik chadock
tidak
klonusada, ada,bulat
pupil
ada,
kaku
refleks
- Abdomen: tidakdatar, lemas, bising usus ada, hepar dan lien tidak teraba
A Riwayatkuduk Penurunan
isokor 2mm/2mm, ada.
kesadaran
fisiologis ada meningkat, ec refleks
refleks KDK
cahayadd Ensefalitis
ada.
patologis ++Diare
babinski akut
giziada,
kurang tanpa dehidrasi
chadock ada, kaku
A +Riwayat - Ekstremitas:
Penurunan akral hangat,
Kesadaran ec+ CRTKDK <2dddetik, spastik +
Ensefalitis ada, klonus
Gizi Kurang ada, refleks
gizi kurang
- Thoraks:
kuduk2tidak simetris,
ada.(D0 retraksi tidak ada
P -Inj, Fenitoin fisiologisx ada 20mg meningkat,6 mg/kg/hari)
refleks patologis babinski ada, chadock ada, kaku
P
A -
Riwaya O2 nasal 2- lpm
Penurunan Cor: Bising
kesadaran+ecjantung tidak ada
P - Inj IVFD D5 ½NS
Ceftriaxone
kuduk 1(HS)
tidak xada. 27 cc/jam KDK dd Ensefalitis +Gizi kurang
650mg
- IVFD - Pulmo:+suara
D51/2NS(HS pernapasan
27 ml/jam bronkovesikuler , ronki tidak ada,
2 C) (7)
P -:- Riwayat
A Inj
O2 Ceftriaxone
Gentamicin
2 lpm 1 x 50mg
nasalPenurunan 650mg
kesadaran ec KDK dd Ensefalitis + Gizi kurang
-- Inj. Ceftriaxone wheezing
1 x 650 tidak
mg IVada
- Inj IVFD Gentamicin
Paracetamol
D51/2NS(HS 14xx50mg + 2 C)(7)52 ml/jam
100m
P -- O2 - kanul nasal
Abdomen: 2 lpm
datar, lemas,
IV bising usus ada, hepar dan lien tidak teraba
-- Inj. Inj Gentamisin
Inj.Paracetamol
Susu 8x30 ml naik
Ceftriaxone
14 xxbertahap
50 mg
1 x 100mg
650 mg IV
-- IVFD D5 ½NS (HS)
Inj.- Bloodsmear
Ekstremitas:
Paracetamol 27 cc/jam
4 xakral
100 hangat,
mg IV CRT <2 detik, spastik ada, klonus ada, refleks
--Pro Susu 8x30 ml
- Inj. Gentamisin 1 x 50 mg naik
tunggubertahap
ambilIV darah
-- Inj Fenitoin
fisiologis22x20
x ada
20mg (D0
IV 6 mg/kg/hari)
meningkat, refleks patologis babinski ada, chadock ada, kaku
-- Inj.
Pro Fenitoin
Bloodsmear
Inj. Paracetamol
mg
tunggu
4 X100ambil mg IVdarah lain
-- Inj Ceftriaxone
kuduk tidak 1 xada.650mgsusu 8 x 20 ml naik bertahap
-- ClearWater
Post Fenitoin10
Inj. Fenitoin 5 ml-
2x25harimg Lanjut
IV
A --Kejang Inj
ProGentamicin
Demam
Blood Smear 1 x 50mg s ec suspek ensefalitis + gizi kurang
Kompleks
- Clearwater 10 ml – Lanjut susu 8X20ml naik bertahap
- Inj Paracetamol 4 x 100mg
P -- O2 Pro nasal 2 lpm tunggu ambil darah
Bloodsmear
- Anak Susu 8x30 ml naik bertahap
- IVFD D51/2NS(HS) 42 ml/jam
- Pro Bloodsmear tunggu ambil darah lain
- Inj. Ceftriaxone 1 x 650gr IV (7)
- Inj. Gentamisin 1 x 75 mg IV (7)
15
- Balans Diuresis/GDS/24 jam
- Tunggu hasil CT Scan kepala dengan kontras (22/9)
Pemeriksaan Laboratorium (6 november 2022)

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


Leukosit 5,.2 103 5.0-15.0
Eritrosit 4.15 106/ul 4.00-5.20
Hemoglobin 11.7 g/dl 11.0-14.0
Hematokrit 31.6 % 34 – 40
Trombosit 153 103/ul 200-490
MCHC 33.9 g/dl 31.0-37.0
MCH 34,1.8 pg 27.0 – 35.0

J. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonam

16
PEMBAHASAN

Menurut National Institute of Health (NIH), kejang demam adalah suatu kejadian
pada bayi atau anak, yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai dengan 5 tahun,
berhubungan dengan demam, namun tanpa bukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu dari kejang. Definisi ini mengeksklusi kejang dengan demam pada
anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam.1

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam adalah


bangkitan kejang yang berhubungan dengan demam, tanpa adanya infeksi susunan saraf
pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut, pada anak berusia lebih dari 1 bulan, yang
tidak pernah mengalami kejang tanpa demam sebelumnya.2

1. Anamnesis

Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam.

Perlu ditanyakan kepada orang tua/ pengasuh yang menyaksikan anak

kejang mengenai kejang: jenis kejang, lama kejang, frekuensi dalam 24 jam,

serta kondisi sebelum, diantara, dan setelah kejang (termasuk kesadaran). Hal

yang menyertai kejang seperti muntah, kelemahan anggota gerak, kemunduran,

dan lainnya juga perlu ditanyakan. Penting juga ditanyakan suhu sebelum atau

saat kejang.

Untuk demam, perlu ditanyakan pola demam (apakah mendadak tinggi atau

perlahan-lahan meningkat, apakah demam menetap atau hilang timbul, apakah

membaik dengan pemberian obat, dan lainnya). Selain itu, keluhan lain yang

menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas, mual, muntah, diare,

manifestasi perdarahan dan lainnya perlu ditanyakan. Hal ini bertujuan

mengidentifikasi sumber infeksi.

17
Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah

mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam. Ditanyakan pula apakah

anak mengalami gangguan neurologi sebelum demam. Penting juga ditanyakan

apakah anak mengkonsumsi obat-obatan anti kejang, atau obat-obatan lainnya.

Selain itu, riwayat trauma kepala juga penting ditanyakan.

Pada riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi

dalam keluarga. Pada riwayat kehamilan dan persalinan, perlu ditanyakan riwayat

kehamilan ibu, apakah pernah mengalami sakit selama kehamilan, apakah ibu

merokok selama kehamilan.

Pada riwayat tumbuh kembang, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak

apakah sesuai dengan usianya. Pada riwayat vaksinasi, ditanyakan apakah anak

baru saja menerima vaksinasi MMR atau DTwP.

2. Pemeriksaan Fisik 9

Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak. Setelah itu

dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,

dan pernafasan) dan status tumbuh kembang anak. Pasien kejang seringkali

mengalami hipertensi dan takikardi, yang akan pulih menjadi normal kembali

jika kejang sudah berhenti.

Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan

neurologis seperti tanda rangsang meningeal, pemeriksaan nervus kranialis,

pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik dan tanda peningkatan tekanan

intracranial. Tanda infeksi di luar sistem saraf pusat juga perlu dicari, seperti

18
infeksi saluran nafas akut, otitis media akut, infeksi saluran kemih, enteritis, dan

lainnya.

3. Pemeriksaan Penunjang 13, 14

Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang

demam, diantaranya sebagai berikut.

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan

misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

b. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan

untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0.6 - 6.7%. Pada anak

usia <18 bulan seringkali sulit untuk menegakan atau menyingkirkan

diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena

itu, pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak usia <18 bulan dianjurkan.

Namun, apabila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan

pungsi lumbal.

c. Elektroensefalografi (EEG)

19
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang

tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari

6 tahun, atau kejang demam fokal.

d. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan

(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan atas

indikasi apabila anak mengalami kejang fokal, peningkatan tekanan

intrakranial dan adanya defisit neurologis yang menetap.

4.Patofisiologi

kejang demam hingga saat ini belum sepenuhnya diketahui. Kejang merupakan

kondisi akibat aktivitas neuronal yang berlebih pada otak. Beberapa penelitian

mengemukakan terdapat berbagai interaksi faktor sebagai penyebab kejang

demam, yaitu demam, imaturitas otak dan termoregulator, serta predisposisi

genetik. 3

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh

karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran

sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari K+ maupun Na+

mengakibatkan terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadi kejang. 8

20
5, Klasifikasi

Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI 5, kejang demam diklasifikasikan

menjadi:

1. Kejang demam sederhana ( simple febrile seizure)

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari

15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan

atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

a. Kejang lama. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang

anak tidak sadar.

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial.

c. Kejang berulang, Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1

hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar.

21
6.Manifestasi Klinis

Anak dengan kejang demam memiliki perkembangan yang baik dan sehat secara

neurologis sebelum dan setelah kejang demam.9 Serangan kejang pada kejang demam

biasanya berkaitan dengan peningkatan suhu pusat (core temperature) yang tinggi
10
(39°C atau lebih) dan cepat. Umumnya serangan kejang terjadi dalam 24 jam

pertama timbulnya demam.11

Sebagian besar serangan kejang demam berlangsung singkat (kurang dari

15 menit) dengan sifat bangkitan kejang berbentuk umum. Umumnya kejang tidak

berulang dalam 24 jam.11 Bangkitan kejang dapat berupa postur tonik

(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot

yang kuat dan berirama), ataupun kejang fokal. Saat kejang anak tidak sadar. Selain itu,

mata dapat berputar-putar (sehingga hanya sklera yang terlihat), mulut berbusa, lidah atau

pipinya dapat tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan

air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apnea atau henti nafas,

dan kulitnya menjadi kebiruan.11

Pada fase setelah kejang (fase post-iktal), anak sadar kembali,

namun biasanya tampak kelelahan atau tertidur. Hal ini dapat terjadi hingga 15 menit

atau lebih. 9

7.Diagnosis Banding

Diagnosis diferensial dari kejang demam diantaranya:

1. Infeksi intrakranial: meningitis dan ensefalitis

2. Keracunan: alkohol, teofilin, kokain, dan lainnya

22
3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipernatremia, hipoksemia,

hipokalsemia, hipomagnesemia, gangguan asam-basa, defisiensi piridoksin, gagal

ginjal, gagal hati

4. Gangguan metabolik bawaan

5. Trauma kepala

6. Penghentian obat antiepilepsi mendadak

7. Lain-lain: ensefalopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intracranial

A. Tatalaksana

Evaluasi tanda vital serta penilaian airway, breathing, circulation (ABC) harus
dilakukan seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan. Pemilihan jenis obat serta dosis
anti-konvulsan pada tatalaksana SE sangat bervariasi antar institusi. Berikut ini adalah
algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

a. Benzodiazepin
1. Diazepam

Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan
2 mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
Diazepam merupakan obat pilihan pertama (level evidence A pada banyak
penelitian). Obat memasuki otak secara cepat, setelah 15-20 menit akan
terdistribusi ke tubuh. Walaupun terdistribusi cepat, eliminasi waktu paruh
mendekati 24 jam. Sangat berpotensi sedatif jika terakumulasi dalam tubuh pada
pemberian berulang. Diazepam dapat diberikan secara intramuskuler atau rektal.
Efek samping termasuk depresi pernapasan, hipotensi, sedasi, iritasi jaringan

23
lokal. Sangat berpotensi hipotensi dan depresi napas jika diberikan bersamaan
obat antiepilepsi lain, khususnya barbiturat. Walaupun demikian, diazepam masih
merupakan obat penting dalam manajeman SE karena efeknya yang cepat dan
berspektrum luas.1

2. Lorazepam

Lorazepam merupakan pilihan golongan benzodiazepin untuk manajemen SE.


Lorazepam berbeda dengan diazepam dalam beberapa hal. Obat ini kurang larut
dalam lemak dibandingkan diazepam dengan waktu paruh dua hingga tiga jam
dibandingkan diazepam yang 15 menit, sehingga mempunyai durasi lebih lama.
Lorazepam juga mengikat reseptor GABAergic lebih kuat daripada diazepam,
sehingga durasi aksinya lebih lama. Efek antikonvulsan lorazepam berlangsung 6-
12 jam pada rentang dosis 4-8 mg. Agen ini berspektrum luas dan berhasil
menghentikan kejang pada 75-80% kasus. Efek sampingnya sangat identik
dengan diazepam. Oleh karena itu, lorazepam juga merupakan pilihan untuk
manjemen SE.1

3. AntiPiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali deberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

4. Midazolam

Midazolam merupakan golongan benzodiazepin yang bereaksi cepat, penetrasi


cepat melewati sawar darah otak, dan durasi yang singkat. Midazolam dapat
digunakan sebagai agen alternatif untuk SE refrakter. Walaupun midazolam
jarang merupakan pilihan pertama untuk kejang akut di Amerika Serikat, obat ini
sangat umum digunakan di Eropa.1,8

b. Agen Antikonvulsan
1. Fenitoin

24
Fenitoin merupakan salah satu obat yang efektif mengobati kejang akut dan
SE. Disamping itu, obat ini sangat efektif pada manajemen epilepsi kronik,
khususnya pada kejang umum sekunder dan kejang parsial. Keuntungan utama
fenitoin adalah efek sedasinya yang minim. Namun, sejumlah efek samping serius
dapat muncul seperti aritmia dan hipotensi, khususnya pada pasien di atas usia 40
tahun. Efek tersebut sangat dihubungkan dengan pemberian obat yang terlalu
cepat. Di samping itu, iritasi lokal, flebitis, dan pusing dapat muncul pada
pemberian intravena. Fenitoin sebaiknya tidak dicampur dengan dekstrosa 5%,
melainkan salin normal untuk menghindari pembentukan kristal.1,8

2. Fosfenitoin

Fosfenitoin adalah pro-drug dari fenitoin yang larut dalam air yang akan
dikonversi menjadi fenitoin setelah diberikan secara intravena. Seperti fenitoin,
fosfenitoin digunakan dalam tatalaksana kejang akut tonik-klonik umum atau
parsial. Fosfenitoin dikonversi menjadi fenitoin dalam waktu 8 sampai 15 menit.
Dimetabolisme oleh hati dan mempunyai waktu paruh 14 jam. Karena 1,5 mg
fosfenitoin ekuivalen dengan 1 mg fenitoin, maka dosis, konsentrasi, dan
kecepatan infus intravena digambarkan sebagai phenytoin equivalent (PE). Dosis
awal 15 sampai 20 mg PE per kgBB, dan diberikan dengan kecepatan 150 mg PE
per menit, kecepatan pemberian infus tiga kali lebih cepat dari fenitoin
intravena.1,8

25
KESIMPULAN

Pasien datang ke instalasi rawat darurat anak RSUP Kandou Manado dengan Keluhan Utama
kejang. Kejang di alami 30 menit Sebelum Masuk Rumah Sakit. Sekuruh tubuh dengan kedua
kaki tangan menghentak-hentak, mata mendesik ke atas. Sebelum kejang pasien sadar, Saat
kejang Pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien tidak sadar. Pasien telah kejang 3 hari
dirumah dan saat di resusitasi IGD pasien masih kejang 1 kali

Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan kesadaran
E3M5V4. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nadi 152 kali/menit, respirasi 27
kali/menit, suhu badan 38,5 C dengan saturasi oksigen 98% on room air. Pada pemeriksaan
kepala normal. Pada pemeriksaan Tenggorokan ditemukan tosil T1-T1 tidak hiperemis dan
faring tidak tampak hiperemis. Pada pemeriksaan thoraks bentuk simetris, tidak ditemukan
adnaya retraksi, pada pemeriksaan palpasi ditemukan stem fremitus kiri sama dengan kanan,
pemeriksaan perkusi didapatkan sonor di kedua lapang paru, dan suara napas bronkovesikuler
dan tidak ditemukan rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung tidak didapati bising
jantung. Pada pemeriksaan abdomen didapati perut cembung dan lemas, bising usus ada
dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba membesar. Pemeriksaan ekstremitas, akral
hangat, CRT < 2 detik. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan sensoris sensibilitas
normal, refleks fisiologis ada meningkat dan refleks patologis ada (babinsky dan chaddock).
Tanda rangsangan meningeal tidak ada. Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang saat pasien
masuk didapatkan hasil lab abnormal peningkatan SGOT 66 U/L dan kreatinin 0,4 mg/dL.

Berdasarkan anamnensis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat


pasien didiagnosis dengan Kejang Demam Kompleks et causa Ensefalitis Pasien diberikan
injeksi fenitoin untuk mengatasi kejang serta pemberian diazepam jika kejang terjadi lagi.
Selama perawatan fenobarbital selama 7 hari. Selain itu pasien dibarikan antobiotik berupa
seftriakson dan gentamisin sebagai terapi infeksi karena suspek ensefalitis. Edukasi yang
diberikan pada keluarga adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat seseorang
mengalami kejang adalah memindahkan penderita ke posisi yang aman, melindungi kepalanya
dari benturan, melonggarkan pakaian yang bisa mengganggu pernapasan, seperti ikat pinggang
dan kancing kerah, melepaskan benda-benda yang menempel, seperti jam tangan atau kacamata,

26
guna mencegah cedera. Jika kejang masih berlangsung setelah 5 menit, segera hubungi ambulans
agar penderita mendapatkan perawatan medis darurat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sirven J, Waterhouse E. Treatment of refractory status epilepticus. Am Fam Physician;


2003. 469–72 p.

2. Arif H, Hisrch L. Treatment of status epilepticus. Vol. 2008. Semin Neurol; 342–54 p.

3. IDAI. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus. Ikat Dr Anak Indones. 2016;1–


14.

4. Rilianto B. Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus. Cermin Dunia Kedokt.


2015;42(10):750–4.

5. Rod C, Robert, Brian. Status Epilepticus: Pathophysiology, epidemiology, outcomes. Arch


Dis Child; 1998.

6. Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S (Ikatan DAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam. Ikat Dr Anak Indones [Internet]. 2019;1–23. Available from:
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Konsensus-
Penatalaksanaan-Kejang-Demam.pdf

7. Suryawan A, Irwanto, Puspitasari D, Wangunhardjo G, Ugrasena I, Fransiskus T, et al.


Tatalaksana Praktis Pelayanan Kesehatan Anak di Area dengan Tantangan Sumber Daya.
Tatalaksana Praktis Pelayanan Kesehatan Anak di Area dengan Tantangan Sumber Daya.
2017. p. 199–216.

8. Status Epilepticus: Practice Essentials, Background, Pathophysiology [Internet]. [cited


2022 Oct 8]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1164462-overview

9. Venkatesan A, Tunkel AR, Bloch KC, Lauring AS, Sejvar J, Bitnun A, et al. Case
definitions, diagnostic algorithms, and priorities in encephalitis: Consensus statement of
the international encephalitis consortium. Clin Infect Dis. 2013;57(8):1114–28.

10. Lumbantobing S. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.

11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK Unhas Makassar


28
12. . Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Indonesia 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI); 2006

13. .Erdina Y Vivit, Afdal, Syarif Iskandar. Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan

Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Anak RS. Dr.

Djamil Padang periode Januari 2010 – Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. Padang. 2016.

14. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusomo. Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily
Practice. .Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006

29

Anda mungkin juga menyukai