Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Mikrosefali merupakan lingkar kepala yang kurang dari 2 SD dibawah


rata-rata usia dan jenis kelamin. Mikrosefali sebagai kepala kecil menyiratkan
otak kecil, yang mencerminkan pertumbuhan otak kurang. Lingkar kepala yang
kecil biasanya menunjukkan keterbelakangan mental dan mengalami kesulitan
belajar.1

Mikrosepali terjadi pada 0,56% anak. Pada anak yang memiliki lingkar
kepala jauh dibawah -2 standar deviasi cenderung tergolong mikrosefali primer.
Mikrosefali pada anak tidak hanya berupa kelainan bentuk kepala namun juga
disertai dengan retardasi mental, cerebral palsy, gangguan pada mata, gangguan
motorik, epilepsi. Pada anak dengan mikrosepali pemeriksaan yang dapat
dilakukan berupa CT scan dan MRI untuk mengetahui kelainan otak. Saat ini
belum ditemukan terapi khusus untuk mikrosepali, terapi yang diberikan hanya
terapi penyakit penyerta.2

Cerebral palsy adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan


kelompok penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan
manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan
secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya3.

Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama


William Little pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang ada pada saat itu
membingungkan yang menyerang anak-anak pada usia tahun pertama yang
kesulitan memegang obyek, merangkak dan berjalan. Penderita tersebut tidak
bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah
memburuk. Kondisi ini disebut Little’s disease selama beberapa tahun, yang saat
ini dikenal sebagai spastic diplegiaa. Penyakit ini merupakan salah satu dari
penyakit yang mengenai pengendalian fungsi pergerakan dan digolongkan dalam
terminology cerebral palsy atau umumnya disingkat CP4.
Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami
komplikasi saat persalinan dan Little menyatakan kondisi tersebut merupakan
hasil dari kekurangan oksigen selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut
merusak jaringan otak yang sensitive yang mengendalikan fungsi pergerakan.
Tetapi pada tahun 1897, psikiatri terkenal, Sigmund Freud tidak sependapat.
Dalam penelitiannya, banyak dijumpai anak-anak CP mempunyai masalah lain
misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang. Freud menyatakan bahwa
penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama
perkembangan otak janin. Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan
yang menimbulkan efek yang lebih buruk dimana sangat mempengaruhi
perkembangan fetus4.
BAB II
KASUS
IDENTITAS
Identitas penderita
Nama penderita : An. G
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir / Umur : 30 Juni 2015 / 1 tahun 8 bulan
Agama : Kristen
Alamat : BTN Korpri Kawatuna
Tanggal/jam masuk : 3 April 2017
Tempat Pemeriksaan : Poli Anak RS Undata, Palu
Identitas Orang Tua :
Nama Ibu : Ny. V
Pekerjaan : URT
Alamat : BTN Korpri Kawatuna

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kepala kecil
Riwayat penyakit sekarang:
Kepala kecil sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Kepala pasien
semakin lama semakin terlihat kecil. Sejak lahir, ibu pasien sudah mengeluhkan
kepala pasien yang ukurannya berbeda dengan kepala anak normal, dan semakin
hari kepalanya terlihat mengecil.
Belum bisa berdiri dialami pasien hingga saat ini. Ibu pasien mengeluhkan
anaknya belum bisa berdiri sendiri seperti anak-anak seusianya. Pasien hanya
dapat berdiri jika dipegang, dan terjatuh kembali jika pegangan dilepaskan. Ibu
pasien juga mengatakan bahwa anaknya belum dapat berbicara seperti anak-anak
seusianya. Selain itu ibunya juga mengeluh bahwa kedua tangan dan kaki anaknya
seperti kaku dan sulit untuk digerakkan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah dirawat di Rumah sakit sebelumnya. Pasien pernah
mengalami kejang 1 kali pada usia 6 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit yang sama dengan pasien tidak ada, Hipertensi tidak ada,
asma tidak ada, Diabetes Mellitus tidak ada.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Riwayat Antenatal : Ibu pasien tidak rutin melakukan pemeriksaan ANC
(hanya kontrol 2 kali di bidan, ibu pasien lupa di usia kandungan berapa bulan).
Saat hamil ibunya terkena infeksi malaria.

Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : Spontan, Langsung menangis, Ketuban Jernih
Cukup bulan/tidak : Cukup Bulan
Berat badan lahir : 2300 gram
Penolong : Bidan
Tempat : RS. Biak

Kemampuan dan Kepandaian Anak:


Pertama kali tengkurap : 3 bulan
Pertama kali duduk : 7 bulan
Pertama kali berdiri dengan pegangan : Belum bisa
Pertama kali berdiri tanpa pegangan : Belum bisa
Pertama kali merangkak : Belum bisa
Pertama kali berjalan : Belum bisa
Pertama kali tertawa : 6 bulan
Pertama kali berceloteh : Belum bisa
Pertama kali memanggil mama : Belum bisa
Pertama kali memanggil papa : Belum bisa
Pertama kali berbicara kata perkata : belum bisa
Pertama kali berbicara kalimat : belum bisa

Anamnesis Makanan:
Pasien mengkonsumsi ASI eksklusif saat berusia 0-6 bulan. Pasien diberi MP-
ASI sejak usia 6 bulan hingga usia 12 bulan. Pasien mengkonsumsi ASI sejak usia
0 bulan sampai sekarang. Pasien juga sudah makan makanan dewasa sejak umur 1
tahun.

Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B : Usia 0 bulan, 1 bulan, 6 bulan.
- Vaksin Polio : Usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG : Usia 1 bulan
- Vaksin DPT : Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin Hib : Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak : Usia 9 bulan

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :


Lingkungan sekitar rumah pasien adalah lingkungan padat penduduk, rumah
pasien terletak di depan jalan. Rumah pribadi permanen, terdiri dari 3 kamar yang
dihuni oleh 2 orang dewasa dan 1 orang anak. Dinding batu bata, lantai semen,
atap seng. Kamar mandi dan WC di dalam rumah, sumber air minum dari air
minum isi ulang , penerangan listrik, sampah dibuang di tempat penampungan
sampah.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : Nadi : 96 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36.7° C
Respirasi : 28 kali/menit
Berat badan : 7,7 kg
Tinggi badan : 70 cm
Status gizi : Z-Score (0) (1) Gizi Baik
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Lapisan lemak : Cukup
Kepala: Bentuk : Brakhisefal (+) lingkar kepala : 38 cm
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, alopesia
(-)
Mata :
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Air liur berlebih (+)
Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis
Gigi : Tidak ada karies
Gusi : tidak hiperemis
Lidah : Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1 hiperemis (-), Eksudatif (-)

4. Leher :
 Pembesaran kelenjar getah bening: (+)
 Pembesaran kelenjar tiroid : -/-

5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : Simetris bilateral
Dispnea : Tidak ada
Retraksi : Tidak ada
Palpasi : Vokal Fremitus : simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler +/+
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Datar
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : tidak ada
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
7. Ekstremitas : Akral hangat, edem tidak ada, spastik (+)
8. Otot : Hipotonia (+)
9. Genitalia : Tidak ada kelainan
10. Neurologi : Refleks Moro (+)
Refleks Rooting – sucking (+)
Refleks Babinski (+)
Refleks Palmar Grasp (+)
Refleks Tonic Neck (-)
Refleks plantar grasp (-)

KURVA NELLHAUS
DENVER TEST II

Interpretasi :
Suspek keterlambatan perkembangan: Didapatkan 4 delayed pada uji coba yang
terletak di sebelah kiri garis umur
RESUME
Pasien perempuan usia 1 tahun 8 bulan datang ke poliklinik Anak RSUD
Undata dengan keluhan kepala kecil (+) sejak lahir. Belum bisa berdiri hingga
saat ini (+) dapat berdiri jika dipegang (+) Belum dapat mengucapkan kata (+).
Kedua tangan dan kaki kaku dan sulit digerakkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak
sakit sedang, gizi baik (Z-Score (0)(1)). Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi
96x/menit, respirasi 28x/menit, suhu 36.6o C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
Kepala : Bentuk : Brachiocephal (+) Lingkar Kepala : 38 cm, Mulut : air liur
berlebih (+) Ekstremitas : spastik (+) Refleks Rooting-sucking (+) Refleks Moro
(+) Refleks Babinski (+) Refleks Palmar Grasp (+) Kurva Nellhaus -2 SD, Denver
Test II : Suspek keterlambatan perkembangan

DIAGNOSA
Mikrocephali + Cerebral Palsy

TERAPI
Fisioterapi
BAB III
DISKUSI KASUS

Cerebral palsy adalah terminology yang digunakan untuk mendeskripsikan


kelompok penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan
manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan
secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Istilah
cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisphere dan palsy
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot
atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat3.
Angka kejadian cerebral palsy diberbagai Negara bervariasi antara 2-2,5
per 1000 kelahiran hidup. Asosiasi CP dunia memperkirakan >500.000 penderita
CP di Amerika. Peningkatan dalam prevalensi dan terapi penyakit penyebab CP,
jumlah anak-anak dan dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak
berubah atau mungkin lebih meningkat sedikit selama 30 tahun terakhir4.
Penyebabnya dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu prenatal, perinatal, dan
pascanatal yaitu :
1. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya oleh toxoplasma, rubella, dan penyakit inkuli sitomegalik. Anoksia
dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan juga
dapat menimbulkan Cerebral palsy4.
2. Perinatal
a. Anoksia/hipoksia
Hal ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disporposi
sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrument tertentu dan lahir dengan bedah sesar.4
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi diruang subarachnoid akan
menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus.
Perdarahan diruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga
timbul spastik.4
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak
lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,
enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.4
d. Icterus
Icterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal misaalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.4
e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya dapat mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.4
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis,
ensefalitis dan luka parut pada otak pasca bedah.4
Pada pasien ini, penyebab terjadinya cerebral palsy diperkirakan
diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan otak, yang disebabkan oleh adanya
infeksi yang terjadi dalam masa kandungan.
Spastisitas pada anak-anak dapat disebabkan oleh proses penyakit yang
mempengaruhi upper motor neuron dalam system saraf pusat. Cedera pada upper
motor neuron menurunkan input kortikal.
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Hingga saat ini cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi dan dibagi dalam kategori yaitu:5
1. Cerebral palsy spastik
Merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak
bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa
ritme berjalan yang dikenal dengan gaya gunting (scissors gait). Hal ini
disebabkan oleh kerusakan dibagian otak yang berbentuk pyramid,
didalamnya terdapat saraf yang paling bertautan dengan otak bagian luar yang
berperan sebagai pengatur inisiatif gerakan cepat. Cerebral palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena yaitu:
a. Monoplegia. Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan

b. Diplegia. Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
c. Triplegia. Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan 1 kaki

d. Quadriplegia. Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama

e. Hemiplegia. Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena

2. Cerebral palsy atetoid/diskinetik


Bentuk cerebral palsy ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang
tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,
lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot, muka dan lidah,
menyebabkan anak tampak menyeringai dan sesalu mengeluarkan air liur.
Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada
saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara
(disartria). Cerebral palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita cerebral
palsy.
3. Cerebral palsy ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang
terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil
dengan gaya berjalan terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi
yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat,
misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami
tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku,
menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
digunakan dan tampak memburuk sama dengan penderita saat akan menuju
objek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita
cerebral palsy.
4. Cerebral palsy campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk
cerebral palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai.
Pada pasien ini, cerebral palsy yang terjadi yaitu tipe spastik
(quadriplegia), dimana tampak gejala berupa otot mengalami kekakuan dan secara
permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas,
pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.
Manifestasi klinis penyakit ini beracam-macam; tergantung pada lokasi
yang terkena, yaitu apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan batang otak
atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Pemeriksaan perkembangan motoric,
sensorik dan mental perlu dilakukan secermat mungkin. Walaupun, pada cerebral
palsy, kelainan dan gerakan motoric dan postur merupakan ciri utama, tidak boleh
dilupakan bahwa penyakit ini sering juga disertai oleh gangguan bukan motoric,
seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologik dan lainnya6.
Manifetasi gangguan motoric atau postur tubuh dapat berupa spastisitas,
rigiditas, ataksia, tremor, atonik/hipotonik, serta dyskinesia (sulit melakukan
gerakan volunter). Gejala-gejala tersebut dapat timbul sendiri atau merupakan
kombinasi dari gejala-gejala diatas7.
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia< 3 tahun, dan orangtua sering
mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan
CP sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk,
merangkak, tersenyum atau berjalan.Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot.
Penurunan tonus otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy.
Peningkatan tonus otot/hypertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi
pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi
hipertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak CP mungkin menunjukkan
postur abnormal pada satu sisi tubuh.5,6
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan
kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat
kehamilan, persalinan, dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan
refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak. Refleks adalah gerakan
dimana tubuh secara otomatisasi bereaksi sebagai respon terhadap stimulus
spesifik. sebagai contoh, jika bayi baru lahir mendengar suara keras secara
mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak, maka
keempat ekstremitas & akan abduksi disertai pengembangan jari-jari, yang
dikenal dengan refleks moro. Secara normal, refleks tersebut akan menghilang
pada usia 6 bulan, tetapi pada penderita CP , refleks tersebut akan bertahan lebih
lama. Hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa refleks yang harus
diperiksa..4,5,6
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit
lain yang menyebabkan masalah pergerakan yang terpenting, harus ditentukan
bahwa kondisi anak tidak bertambah buruk. Walaupun gejala dapat berubah
seiring waktu, CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika
anak secara progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat
masalah yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit
muskuler, kalinan metabolik, tumor SSP.
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan CT scan kepala yang
merupakan pemeriksaan pencitraan untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT
scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal atau
kelainan lainnya. Dengan informasi CT scan, dokter dapat menentukan prognosis
penderita CP8.
MRI kepala, merupakan teknik pencitraan yang canggih, menghasilkan
gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat
dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.9
Pemeriksaan lain yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan
otak adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala
mengeras dan ubun-ubun menutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding
CT scan dan MRI, teknik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih
murah dan tidak membutuhkan periode lama pemeriksaannya9.
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental dan visus atau
masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan. Jika menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan. EEG
akan membantu untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan menunjukkan
penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan
sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi, atau bicara sehingga anak CP
mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik. Jika diduga ada masalah visus,
harus dirujuk ke optalmologis untuk dilakukan pemeriksaan; jika terdapat
gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke otologist3.
Pengobatan yang diberikan pada pasien cerebral palsy hanya berupa
simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu
tim terdiri dari dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikolog, fisioterapi, pekerja social, guru sekolah luar biasa dan orang
tua pasien6. Tindakan fisioterapi segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istrahat atau tidur. Fisioterapi ini dilakukan
sepanjang pasien hidup. Terhadap orang tua perlu diberi informasi akan kelainan
yang diderita pasien dan aspek-aspek lain yang ikut terkena. Terhadap saudara
pasien, perlu ditekankan rasa menerima keadaan pasien, keadaan pasien,
gambaran klinis pasien dan kemungkinan memakai alat bantu6.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera
setelah diagnostic ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik
mempunyai 2 tujuan yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot
yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan
yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang
pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal.6
Cerebral palsy sering pula disertai oleh adanya kelainan bukan motoric,
seperti retardasi mental, strabismus dan gangguan pendengaran serta kelainan
tingkah laku, Misalnya hiperiritabilitas atau gangguan pemusatan perhatian.
Komplikasi atau penyakit penyerta tersebut perlu mendapat perhatian khusus,
karena komplikasi dapat mengakibatkan perburukan kondisi anak. Komplikasi
tersebut juga perlu penanganan khusus.9
Beberapa penyebab cerebral palsy dapat dicegah atau diterapi, sehingga
kejadiannya pun bisa dicegah. Adapun penyebab yang dapat dicegah antara lain :
1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman
pada saat duduk dikendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda dan
eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal
selama mandi dan bermain.
2. Penaganan icterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir
dengan fototerapi atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfuse tukar.
Inkompatibilitas factor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan
darah rutin ibu dan bapak inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan
masalah pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil
tersebut belum memproduksi antibody yang tidak diinginkan hingga saat
persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang diberikan
setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibody yang tidak dicegah,
maka perlu pengamatan secara cermat perkembangan bayi dan jika perlu
dilakukan transfuse ke bayi selama dalam kandungan atau melakukan
transfuse tukar setelah lahir.
3. Rubella atau campak jerman dapat dicegah dengan memberikan imunisasi
sebelum hamil. 9
Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya tidak pernah
terjadi pada cerebral palsy. Namun akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat
maturitas otak yang sehat sebagai kompensasinya. Pada pengamatan jangka
panjang, terdapat tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motoric
mengikuti bertambahnya usia anak yang mendapat stimulasi dengan baik.
Prognosis anak dengan cerebral palsy juga dapat dinilai berdasarkan keberhasilan
terapi. Pada pasien ini, prognosisnya dubia ad malam, karena disertai penyakit
lainnya yaitu hydrocephalus. Dimana kerusakan otak lebih lanjut dapat terjadi
sebagai akibat dari dilakukannya terapi pembedahan. 9
Mikrosefal merupakan kelainan ukuran dan bentuk kepala lebih kecil dari
ukuran normal berdasarkan jenis kelamin dan umur. Mikrosefali dapat terjadi
karena perkembangan otak yang tidak normal (lissencephalus) atau penutupan
sutura yang terlalu cepat (craniosyantosis). Mikrosefali terbagi atas 2 kelompok
yaitu, mikrosefali primer dan dan mikrosefali sekunder. Mikrosefali primer
disebabkan karena kelainan genetik sedangkan mikrosefali sekunder karena
keadaan ibu saat hamil.10
Mikrosefali primer merujuk pada kelompok keadaan yang biasanya tidak
memiliki malformasi lain dan mengikuti pola pewarisan. Mendelian atau terkait
dengan sindrom genetic tertentu. Bayi-bayi ini biasanya dikenali saat lahir karena
kecilnya lingkar kepala. Tipe yang paling lazim adalah mikrosefali dominan
autosom dan familial dan serangkaian sindrom kromosom. Mikrosefali sekunder
akibat dari sejumlah besar agen berbahaya yang dapat mengenai janin dalam
uterus atau bayi selama masa pertumbuhan otak cepat, terutama pada usia 2 tahun
pertama.10
Mikrosefali primer disebabkan antara lain:10
- Penurunan familial autosomal resesif
- Penurunan familial autosomal dominan
- Sindrom down (trisomy 21), sindrom Edward (trisomy 18), sindrom
chi-du-dhat, Cornelia de Lange, Sindrom Rubenstein Taybi, sindrom
smith-lemli-opitz.
Mikrosefali sekunder disebabkan antara lain:10
- Infeksi TORCH
- Konsumsi obat-obatan, alcohol
- Radiasi, meningitis, encephalitis, malnutrisi, metabolik, hipertermi,
hypoxic-ischemic encephalopaty, hipertensi
Insidensi mikrosefali saat lahir adalah 150 per 100.000 kelahiran hidup.
Tingkat kejadian penyakit tergantung pada jumlah populasi dan ambang batas
yang menjadi definisi mikrosefali. Rata-rata prevalensi mikrosefali diantar anak-
anak yang sedang dievaluasi perkembangan saraf adalah sebesar 25%. Meskipun
sebagian besar anak dengan mikrosefali beresiko memiliki IQ yang rendah,
kehadiran mikrosefali sendiri tidak berarti indikasi cacat intelektual.11
Mikrosefali dapat dibedakan menjadi mikrosefali primer dan mikrosefali
sekunder. Mikrosefali primer juga disebut sebagai mikrosefali bawaan
(kongenital), dianggap sebagai suatu anomali atau kelainan perkembangan yang
statis, terjadi pada saat lahir atau paling dini diusia 32 minggu kehamilan.
Mikrosefali sekunder atau mikrosefali yang didapat, adalah kondisi
neurodegenerative progresif dengan lingkar kepala bayi saat lahir berada dalam
kisaran normal tetapi kemudian tidak mengalami perkembangan lagi. Ada
beberapa penyebab genetic dan non genetik yang menyebabkan mikrosefali
primer dengan keterbelakangan mental, seperti toxoplasmosis kongenital. Ibu
yang mengalami intoksikasi alcohol pada saat hamil dan sindroma rubbinstein-
taybi.12
Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran sirkumferensia
fronto oksipital dengan menggunakan pita pengukur dan melingkari tulang
cranium dengan melewati bagian telebar dari dahi dan bagian yang menonjol pada
area occipital. Mikrosefali merupakan temuan klinis, didefinisikan sebagai lingkar
kepala di bawah -2 standar deviasi lingkar kepala berdasarkan usia dan jenis
kelamin, yang dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan otak awal.13
Pada pasien didapatkan lingkar kepala adalah 38 cm, dan berdasarkan
kurva nellhaus, lingkar kepala pasien tersebut berada dibawah -2 standar deviasi
yang dapat digolongkan dalam mikrosefali.
Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang efektif dan spesifik untuk
menangani pasien mikrosefali. Pemantauan perkembangan saraf merupakan
penanganan yang paling baik untuk saat ini. Perlu ditekankan kepada orang tua
penderita mikrosefali, bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak
menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan
yang ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit
bantuan saja.1
Bila penyebab mikrosefali telah ditegakkan, dokter harus memberikan
nasehat keluarga yang tepat dan pendukung genetic. Karena banyak anak dengan
mikrosefali juga akan mengalami retardasi mental, dokter juga harus membantu
dengan penempatan pada program yang tepat yang akan memberikan
perkembangan anak secara maksimum.2
Gizi dan nutrisi yang baik pasien anak dengan mikrosefali sangat penting
untuk diberikan, karena walaupun kemampuan otaknya sudah tidak dapat normal,
namundengan bantuan nutrisi yang adekuat dapat membantu perkembangan otak
semaksimal mungkin.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Piro, E dkk. 2013. Microcephaly A Clinical Genetic and Neurologic


Approach. Acta Medica Mediterranea, vol 29.
2. Ashwal, S. Dkk. 2009. Practice parameter: evaluation of the child with
microcephaly, USA, American Academy of Neurology
3. Soetomenggolo, T & Ismel, S. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia
4. Shamsoddini, A.et al. 2014. Management of spasticity in Children with
cerebral palsy. Iran Journal Pediatric, 24(4):345-347.
5. Adbel-hamid, H.Z. & Kao, A. 2013. Cerebral palsy. Medscape
6. Levitt, S. 2010. Treatment of Cerebral Palsy and motor Delay. USA : Wiley-
Blackwell.
7. Alinda Rubiati, 2012, Prevalens dan profil klinis pada anak cerebral palsy
spastik dengan epilepssi, Sari pediatric vol 14. No 1 Juni 2012. Department
ilmu kesehatan anak RSUP Fatmawati : Jakarta
8. Soetjiningsih, 2013, Tumbuh Kembang Anak, Ed.2, EGC: Jakarta
9. Tim Penyusun. 2002. Modul 1: Tumbuh Kembang Anak Normal Sebagai
Tolak Ukur Kemampuan Gerak Anak CP. Pemda Provinsi Sul-Sel Dinas
Kesehatan.
10. Kleigman, R, dkk. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition,
international editional, USA, Elsevier
11. Kaindl. AM, Passemard S, Kumar P. Kraemer N, Issa L, Zwirner A, et al.
2010. Many Roads Lead to Primary Autosomal Recessive Microcephaly.
Prog Neurobiol. 90(3): 363-83.
12. Abuelo, D. 2007, Microcephaly Syndrome. Sem Pediatr Neurol. 14(3): 118-
27
13. Lindeke L. 2007. Microcephalus. Minnesota Department Of Health Fact
Sheet. 1-2.

Anda mungkin juga menyukai