Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Keterlambatan bicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan


yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin hari tampak
semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian
gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah. Penyebab
gangguan bicara dan bahasa sangat luas dan banyak, terdapat beberapa resiko
yang harus diwaspadai untuk lebih mudah terjadi gangguan ini. Semakin dini kita
mendeteksi kelainan atau gangguan tersebut maka semakin baik pemulihan
gangguan tersebut. Semakin cepat diketahui penyebab gangguan bicara dan
bahasa maka semakin cepat stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak
tersebut. Deteksi dini gangguan bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh semua
individu yang terlibat dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga,
dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat
anak tersebut. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu
dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir bahkan bisa juga
dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan.1
Secara umum seorang anak dikatakan keterlambatan bicara atau gangguan
bicara, bila perkembangan bicara anak tersebut secara signifikan dibawah nilai
normal untuk anak seusianya.2
Dibawah perkembangan normal, otak memiliki kemampuan luas untuk
memperoleh bahasa oral reseptif dan ekspresif yang diikuti dengan bahasa tulisan.
Dimanapun lingkungan bahasa seorang anak dilahirkan, otak anak-anak menerima
fonem spesifik dan pola silabus tersebut dimana mereka mengkombinasikannya
untuk membentuk kata-kata. Fonem-fonem dan pola silabus ini lebih lanjut
sebagai dasar untuk memperoleh morfologi, tatabahasa, kalimat, dan arti kata
yang kemudian kata-kata membentuk struktur dari bahasa. Dibawah
perkembangan normal, kemahiran sederhana terjadi dengan membiarkan otak
terbenam dalam input auditori dari bahasa tersebut.3

1
Tahapan bicara dan berbahasa yang normal pada anak bisa dilihat
berdasarkan usia anak. Terdapat beberapa definisi untuk menggambarkan
keterlambatan perkembangan berbahasa pada anak, menggambarkan metode
penyaringan dan diagnostik yang digunakan oleh institusi yang berbeda.
Keterlambatan dalam perkembangan bicara dan/atau berbahasa dibandingkan
dengan kontrol yang sesuai untuk usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, dan
inteligensia dan ketidaksesuaian antara kemampuan potensial anak untuk
berbicara dan perbuatan yang teramati.4,5
Jumlah pasti yang dapat mendokumentasi prevalensi dari keterlambatan
bicara pada anakanak sulit untuk diperoleh disebabkan oleh terminologi yang
membingungkan, perbedaan dalam kriteria diagnostik, observasi orang tua yang
tidak dapat dipercaya, kekurangan prosedur diagnostik yang dapat dipercaya dan
masalah metodologi dalam sampling dan pencarian data. Akan tetapi,
keterlambatan bicara adalah masalah umum yang dapat mempengaruhi 3 sampai
10 persen anak-anak. Gangguan ini tiga sampai empat kali lebih sering pada anak
laki-laki daripada perempuan.6 Prevalensi dari keterlambatan bicara dan
berbahasa telah dilaporkan dalam rentang yang luas. Sebuah tinjauan terkini dari
Cochrane menyimpulkan data prevalensi pada keterlambatan bicara,keterlambatan
berbahasa, dan keterlambatan kombinasi pada anak-anak usia prasekolah dan
sekolah. Untuk anak-anak usia prasekolah, 2 sampai 4,5 tahun, studi yang menilai
kombinasi keterlambatan bicara dan berbahasa melaporkan angka prevalensi
berkisar antara 5% sampai 8%, dan studi dari keterlambatan berbahasa dari 2,3%
sampai 19%. Keterlambatan bicara dan berbahasa pada anakanak prasekolah telah
menunjukan berbagai tingkat, dari 0% sampai 100%, dengan kebanyakan antara
40% sampai 60%.7

2
BAB II
KASUS

1. IDENTITAS PENDERITA
 Nama : An. KR
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 2 Tahun 2 Bulan
 Agama : Islam
 Tanggal berkunjung : 2 Oktober 2017

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Belum bisa bicara
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang diantar oleh orangtuanya datang ke Poliklinik RSUD
UNDATA datang dengan keluhan anak belum bisa berbicara, keluhan
disadari sejak anak berumur 1 tahun 5 bulan, sekarang anak baru bisa
mengucapkan kata “ ba ba ba “ dan tidak bisa mengucapkan kata-kata
lainnya, anak dapat menuruti perintah dari orangtuanya dan tidak mampu
mengutarakan apa yang dia ingini anak hanya bisa menunjuk apa yang dia
mau tanpa bisa mengutarakan dengan bahasa.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Tidak ada penyakit yang anak derita
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit atau keluhan yang sama
dengan pasien.

e. Riwayat Sosial – Ekonomi


Pasien tinggal serumah dengan orang tuanya,pasien mempunyai kakak
yang berumur 6 tahun dan adik yang berumur 8 bulan.

3
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Anak lahir normal di RS Budi Agung Palu dengan berat lahir 3500
gram, panjang badan lahir 48 cm langsung menangis. Pasien merupakan
anak ke-2 dari 3 bersaudara.
g. Kemampuan dan Kepandaian Bayi
Tengkurap dan telentang : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 1 tahun
Bicara : Belum bisa bicara
h. Anamnesis makanan :
a. ASI : Usia 0 – 9 Bulan
b. Susu Formula : Usia 9 Bulan – Sekarang
c. Bubur Saring : Usia 6 bulan
d. Nasi : Mulai dari Usia 1 Tahun
i. Riwayat Imunisasi
Lengkap
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Berat Badan : 13 Kg
Tinggi Badan : 87 Cm
Status Gizi : Z-Score (0)(1) Gizi baik
Tanda Vital
- Denyut nadi : 110 Kali/menit
- Suhu : 36,8 o C
- Respirasi : 25 kali/menit
Kulit : Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali (< 2 detik)

4
Kepala : Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : Edema (-/-)
Konjungtiva : Hiperemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorhea : (+)
Mulut : Bibir : Mukosa bibir basah, tidak hiperemis
Gusi : Tidak berdarah
Telinga : Otorrhea : (-/-)
Lidah : Tidak kotor

Leher :
 Pembesaran kelenjar leher : Getah bening -/-,
 Pembesaran kelenjar di ketiak : Getah bening -/-,
 Faring : Hiperemis (+)
 Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis

Toraks :
a. Dinding dada/ paru :
Inspeksi : Bentuk simetris bilateral (+), retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama (+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Bronchovesikuler +/+, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

5
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Cardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),
Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Ekstremitas
 Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
 Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)

Genitalia : Dalam batas normal


Otot-otot : Hipotrofi (-), kesan normal
Refleks : Fisiologis +/+, patologis -/-
Pemeriksaan Lab : Tidak Dilakukan

6
7
RESUME

Pasien anak berumur 2 tahun 2 bulan diantar orangtua, datang ke Poliklinik


RSUD UNDATA dengan keluhan anak belum bisa berbicara, keluhan disadari
sejak anak berumur 1 tahun 5 bulan, sekarang anak baru bisa mengucapkan kata “
ba ba ba “ dan tidak bisa mengucapkan kata-kata lainnya, anak mampu menuruti
perintah dari orangtuanya dan tidak mampu mengutarakan apa yang dia ingini
anak hanya bisa menunjuk apa yang dia mau tanpa bisa mengutarakan dengan
bahasa. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Nadi : 110x/m, Suhu : 36,80C,
Respirasi : 25 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik semuanya dalam batas normal.

Diagnosis kerja : Keterlambatan Bicara ( Speech Delay ) pada anak

Anjuran Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan THT (pendengaran)

Terapi :

- Dipoliklinik pasien tidak diberikan terapi

- Konsul : Psikiatri dan Rehabilitas Medik ( Fisioterapi )

8
INTERPRETASI DENVER TEST

9
BAB III
DISKUSI

Keterlambatan bicara apabila tingkat perkembangan bicara berada di


bawah tingkat kualitas perkembanganbicara anak yang umurnya sama yang dapat
diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Apabila pada saat teman sebaya mereka
berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus menggunakan
isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian dianggap orang lain terlalu
muda untuk diajak bermain. Menurut Papalia menjelaskan bahwa anak yang
terlambat bicara adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah
dalam menyebutkan kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk
pada usia 3 tahun, atau juga memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5
tahun. Dan anak yang seperti itu, nantinya mempunyai kecenderungan tidak
mampu dalam hal membaca. “children who show an unusual tendency to
mispronounce words at age 2, who have poor vocabulary at age 3, or who have
trouble naming objects at 5 are apt to have reading disabilities later on”.4
Secara umum, seorang anak dianggap memiliki keterlambatan bicara jika
perkembangan bicara anak secara signifikan dibawah normal untuk anak-anak pada
usia yang sama. Seorang anak dengan keterlambatan bicara memiliki perkembangan
bicara yang khas yaitu kemampun bicaranya berkembang sama dengan anak yang
memiliki usia kronologis yang lebih muda. Kemampuan bicara anak tetap mengikuti
pola atau urutan yang normal tetapi terjadi lebih lambat dibandingkan anak
seusianya.2
Pada kasus di dapatkan anak belum bisa bicara sedangkan saat ini umur
anak 2 tahun 2 bulan, dan pada anak-anak seusianyan sudah dapat menyebutkan
beberapa kata, pada kasus anak hanya mampu menuruti perintah dari orangtuanya
dan tidak mampu mengutarakan apa yang dia ingin anak hanya bisa menunjuk apa
yang dia mau tanpa bisa mengutarakan dengan bahasa.
Penyebab dari anak ini sehingga mengalami keterlambatan bicara diduga
karena anak kurang stimulasi dari keluarga karena menerima contoh berbahasa
yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki komunikasi yang cukup

10
dan bahwa bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan
bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua
dan didapatkan dari riwayat keluarga anak ini mempunyai adik yang berukur 8
bulan sehingga orangtua dari anak tersebut kurang memberikan stimulasi bicara
pada anak.
Perkembangan bicara membutuhkan aspek reseptif (penerimaan) dan
ekspresif ( produktif) yang sama baiknya. Hal ini tergantung sekali dalam
kemampuan seorang anak dalam melakukan pencandraan suara (mendengar dan
menyimak suara) serta kemampuan untuk melakukan pengontrolan terhadap otot-
otot lidah, bibir, langit-langit, dan pernapasan, agar mampu memproduksi suara /
ucapan yang baik. Dalam hal ini, jelas sekali faktor saraf dan perkembangan
motorik memiliki peranan yang sangat penting.1,2

Tahap Perkembangan Bicara


Umur Bahasa reseptif Bahasa ekspresif

(bulan) (bahasa pasif) (bahasa aktif)

1 Kegiatan anak terhenti Vokalisasi yang masih


akibat suara sembarang, terutama huruf
hidup

2 Tampak mendengarkan Tanda-tanda vokal yang


ucapan pembicara, dapat menunjukkan perasaan
tersenyum pada senang, senyum sosial
pembicaraan

3 Melihat kearah pembicara Tersenyum sebagai


jawaban terhadap
pembicara

4 Memberi tanggapan yang Jawaban vokal terhadap


berbeda terhadap suara rangsang sosial

11
bernada marah/senang

5 Bereaksi terhadap Mulai meniru suara


panggilan namanya

6 Mulai mengenal kata-kata Protes vokal, berteriak


”da da, papa, mama” kerana kegirangan

7 Bereaksi terhadap kata- Mulai menggunakan suara


kata naik, kemari, dada mirip kata-kata kacau

8 Menghentikan aktifitas Menirukan rangkaian


bila namanya dipanggil suara

9 Menghentikan kegiatan Menirukan rangkaian


bila dilarang suara

10 Secra tepat menirukan Kata-kata pertama mulai


variasi suara tinggi muncul

11 Reaksi terhadap Kata-kata kacau mulai


pertanyaan sederhana dapat dimengerti dengan
dengan melihat atau baik
menoleh

12 Reaksi dengan Mengungkapkan


melakukan gerakan kesadaran tentang obyek
terhadap berbagai yang telah akrab dan
pertanyaan verbal menyebu namanya

15 Mengetahui dan Kata-kata yang benar


mengenali nama-nama terdengar diantara kata-
bagian tubuh kata yang kacau, sering
dengan disertai gerakan

12
tubuhnya

18 Dapat mengetahui dan Lebih banyak


mengenali gambar- menggunakan kata-kata
gambar obyek yang sudah daripada gerakan untuk
akrab denganya jika mengungkapkan
obyek tersebut disebut keingingannya.
namanya

21 Akan mengikuti petunjuk Mulai mengkombinasikan


yang berurutan (ambil kata-kata (mobil papa,
topimu dan letakkan di mama berdiri)
atas meja)

24 Mengetahui lebih banyak Menyebut nama sendiri


kalimat yang lebih rumit

Ada sebagian anak yang terbukti tidak mengalami gangguan pendengaran


atau autisme, keterlambatan bicaranya termasuk dalam klasifikasi Gangguan
Perkembangan Bicara Dan Bahasa Ekspresif (GPBBE). GPBBE dalam istilah
sehari-hari sering disebut speech delay atau keterlambatan bicara.5
Anak GPBBE mengalami kesulitan di sekolah bahkan mempunyai resiko
mengalami gangguan belajar pada awal-awal sekolah dasar. Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan yang menuntut anak-anak sedari dini untuk
menguasai berbagai macam keterampilan, terutama dalam menulis, membaca, dan
berhitung, anakanak dengan diagnosis ini semakin terbebani terutama materi
pembelajaran dengan metode essai. Anak GPBBE bukan anak yang mempunyai
IQ yang rendah malah sebagian besar justru memiliki kemampuan inteligensi
yang superior. Masalahnya, hambatan bicara dan bahasa itu membuat mereka sulit
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan.5,6
Anak yang mengalami ketertinggalan perkembangan bicara dan bahasa
akan mengalami ketertinggalan berbagai proses yang dibutuhkan dalam rangka

13
pengembangan potensi inteligensinya. Dengan sendirinya, Sekolah dasar banyak
dibutuhkan pemahaman bahasa dan ia akan mengalami kesulitan seperti bila ia
sering salah menginterpretasikan instruksi, salah memberikan jawaban atau
jenisjenis kesulitan lainnya. Perkembangan bicara dan bahasa mempengaruhi
perkembangan anak secara global selanjutnya seperti perkembangan inteligensi,
social-emosional, keterampilan bersosialisasi, konsep diri, perilaku dan prestasi
akademik. Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan
perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Penyebab keterlambatan
bicara sangat luas dan banyak, Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang
berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik.
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh
sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya
merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama
setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan
karena proses fungsional maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena
bukan sesuatu yang ringan.3,5
Penyebab dari gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas,
semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak,
otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau
keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara,
retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif,
keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi
lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran
salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena
kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak,
pendengaran dan fungsi motorik lainnya.8
Beberapa penyebab gangguan bicara pada anak :

1. Keterlambatan bicara fungsional


Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering
dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga

14
diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterambatan maturitas ( maturity
delay ) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi
kemampuan bicara pada anak. Biasanya hal ini merupakan keterambatan
bicara yang ringan dan prognosis baik.4
2. Retardasi mental
Berbeda dengan anak gangguan bicara atau emosional, anak dengan
retadasi mental terbelakang secara menyeluruh. Mereka tertinggal dalam
perkembangan sosio-emosional, intelektual dan persepsi motorik,
demikian juga dalam bicara. Semakin berat derajat retardasi, makin berat
juga keterlambatan bicara. Anak dengan retardasi berat mungkin tidak
dapat berbicara sama sekali.3
Patogenesis terjadinya hambatan bicara pada anak dengan retardasi mental
dihubungkan dengan adanya disfungsi otak. Disfungsi otak terjadi akibat
adanya ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmiter atau
mielinisasi.4
3. Gangguan Pendengaran
Pendengaran normal pada tahun pertama kehidupan, memegang peranan
penting dalam perkembangan bicara dan bahasa. Gangguan pendengaran
pada awal perkembangan dapat menyebabkan keterlambatan bicara yang
berat. Oleh karenanya, pemeriksaan fungsi pendengaran pada
keterlambatan bicara, memegang peranan sangat penting.8
Gangguan pendengaran dapat berupa tipe konduktif dan sensorineural.
Gangguan pendengaran tipe konduktif dapat disebabkan oleh otitis media
dengan efusi. Adapun gangguan pendengaran sensorineural dapat
disebabkan oleh infeksi intra uterin, kern icterus, meningitis bakterial, atau
hipoksia. Gangguan pendengaran sebagai penyebab keterlambatan bicara
makin bertambah, tersering penyebab gangguan pendengaran adalah
kongenital.8
4. Faktor Emosional
Faktor emosional memegang peranan penting dalam perkembangan bicara
anak. Anak yang memiliki ibu yang tertekan dan gangguan serius dalam

15
keluarga berefek serius terhadap gangguan bicara pada anak, misalnya
gagap. Gagap merupakan suatu gangguan dalam arus ritme bicara atau
artikuasi kata – kata dimana terdapat pengulangan suara, suku kata atau
kata, atau suatu bloking yang spasmodik. Sering disertai kontraksi otot –
otot muka, tics, dan bunyi tambahan sebagai usaha anak untuk
memperbaiki bicaranya atau akibat tekanan emosi. Walaupun demikian
maka sering dapat bernyanyi atau mengucapkan sajak tanpa kesukaran.4,8

5. Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan sikap badan yang tidak
progresif, oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel – sel
motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai
pertumbuhannya. Pada cerebral palsy gangguan bicara disebabkan karena
kerusakan yang tidak hanya terjadi pada korteks cerebelaris, tetapi dapat
juga mengenai ganglia basalis, pontina dan pada pusat – pusat subkortikal
midbrain atau serebellum hal ini bisa menyebabkan gangguan bicara
berupa disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan bentuk campuran.4
Ada beberapa faktor yang menyebabkan yang menyebabkan anak mengalami
keterlambatan bicara antara lain :
A. Faktor Internal
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi,
kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan
bicara pada anak.
1. Persepsi
Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi.
Persepsi berkembang dalam 4 aspek : pertumbuhan, termasuk
perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa
masukan dari lingkungan meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang
merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi,
menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan

16
dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara
bertahap anak akan mempelajari stimulasi36 stimulasi baru mulai dari
raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran .
Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk
pada usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan
kerumitan pembentukan pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori
auditori berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi
menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan
mengganggu perkembangan bahasa.
2. Kognisi
Anak di usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam
kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar
mewakilkan, melambangkan ide dan konsep. Sesuai dengan teori-teori
tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada pemerolehan bahasa dan
pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata.Kemampuan ini
merupakan kemampuan kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak.
Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan
bahasa. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive
determinism) Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic
determinism) Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya
pikiran dipengaruhi oleh bahasa. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas
tapi kemampuan yang berkaitan.
3. Prematuritas
Adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan prematuritas yang
mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, lama
perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah
sakit.

B. Faktor Eksternal ( Faktor Lingkungan )

1. Riwayat keluarga

17
Demikian pula dengan anak dalam keluarga yang mempunyai riwayat
keterlambatan atau gangguan bahasa beresiko mengalami keterlambatan
bahasa pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota
keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan
bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar.

2. Pola asuh
Bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari
keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga
yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki
kemampuan bahasa yang rendah.
3. Lingkungan verbal
Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di
lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih
banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam
keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.
4. Pendidikan Studi lainnya melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan
rendah merupakan faktor resiko keterlambatan bahasa pada anaknya.
5. Jumlah anak
Bahwa bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan
bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara
orang tua dan anak

Patofisiologi Gangguan Bicara dan Keterlambatan Bicara


Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi: pertama, aspek sensorik
(input bahasa), yang melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik
(output bahasa), yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.8
Urutan proses komunikasi-input bahasa dan output bahasa adalah sebagai
berikut:

18
a) sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang nantinya
akan menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
b) kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
c) penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di
dalam area Wernicke
d) penjalaran sinyal-sinyal dari area Wernicke ke area Broca melalui
fasikulus arkuatus
e) aktivitas program keterampilan motorik yang terdapat di area Broca untuk
mengatur pembentukan kata
f) penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot
bicara.

Apabila terjadi kelainan pada salah satu jalannya impuls ini, maka akan terjadi
kelainan bicara.

a. Apek sensorik pada komunikasi


Bila ada kerusakan pada bagian area asosiasi auditorik dan area
asosiasi visual pada korteks, maka dapat menimbulkan
ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan kata-
kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-berturut disebut sebagai

19
afasia reseptif auditorik dan afasia reseptif visual atau lebih umum , tuli
kata-kata dan buta kata-kata (disebut juga disleksia).5
b. Afasia Wernicke dan Afasia Global
Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan atau
pun kata-kata yang dituliskan namun tak mampu menginterpretasikan
pikiran yang diekspresikan. Keadaan ini sering terjadi bila area
Wernicke yang terdapat di bagian posterior hemisfer dominan girus
temporalis superior mengalami kerusakan atau kehancuran. Oleh karena
itu, tipe afasia ini disebut afasia Wernicke.5
Bila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke
belakang ke regio girus angular, (2) ke inferior ke area bawah lobus
temporalis, dan (3) ke superior ke tepi superior fisura sylvian, maka
penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara total (totally
demented) untuk mengerti bahasa atau berkomunikasi, dan karena itu
dikatakan menderita afasia global.6,7
c. Aspek motorik komunikasi
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1)
membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata
yang akan digunakan, kemudian (2) mengatur motorik vokalisasi dan
kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran
dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi
sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada bagian posterior girus
temporalis superior merupakan hal yang paling penting untuk
kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalamai afasia
Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan pikirannya
untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak begitu parah, maka
penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak
mampu menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-
sama untuk mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih
berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkan tidak beraturan.5
d. Afasia motorik akibat hilangnya Area Broca

20
Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin
dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur
sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek
ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara
Broca, yang terletak di regio prefontal dan fasial premotorik korteks—
kira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer kiri. Oleh karena itu, pola
keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut,
sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara
dimulai dari daerah ini.5
e. Artikulasi
Kerja artikulasi berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita
suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu,
dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Regio fasial dan
laringela korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum,
ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur
urutan dan intensitas dari kontraksi otot, dengan mekanisme umpan
balik sereberal dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan setiap regio ini
dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atau total untuk berbicara
dengan jelas.5

Deteksi Dini Keterlambatan Bicara

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan agar


melakukan surveilans perkembangan (developmental surveillance) pada setiap
kontrol anak sehat dan melakukan skrining perkembangan (developmental
screening) pada anak yang kontrol pada usia 9,18, dan 30 bulan atau pada anak-
anak yang dicurigai memiliki keterlambatan atau kelainan perkembangan (yang
ditemui saat surveilans perkembangan).6
Apabila didapatkan adanya gangguan perkembangan, maka harus
dilakukan evaluasi medis dan perkembangan (developmental assessment) agar
dapat segera dilakukan intervensi dini (early intervention) pada anak.3

21
Tiga tahun pertama kehidupan merupakan periode kritis kehidupan anak.
Plastisitas otak maksimal pada beberapa tahun pertama kehidupan dan berlanjut
19 dengan kecepatan yang lebih lambat. Pengalaman sensorik, stimulasi dan
pajanan bahasa selama periode ini dapat menentukan sinaptogenesis, mielinisasi,
dan hubungan sinaptik . Prinsip “gunakanlah atau kehilangan” dan “gunakan serta
kembangkanlah” didasarkan pada prinsip plastisitas otak.4,5
Bila gangguan bicara dan bahasa tidak diterapi dengan tepat akan terjadi
gangguan kemampuan membaca, kemampuan verbal, perilaku, penyesuaian
psikososial, dan kemampuan akademis yang buruk.2 Identifikasi dan intervensi
secara dini diperlukan untuk mencegahterjadinya gangguan dan hambatan
tersebut.2,6,7 Oleh karena itu, periode yang tepat untuk melakukan deteksi dini
ialah usia 1-3 tahun. Capute scales adalah salah satu alat skrining yang dapat
menilai secara akurat aspek-aspek perkembangan utama termasuk komponen
bahasa dan visual-motor pada anak usia 1-36 bulan. Capute scales telah
digunakan secara luas untuk clinical assessment oleh neurodevelopmental
pediatricians dan dengan latihan yang singkat alat ini dapat dikerjakan dengan
baik ditingkat pelayanan primer.8
Keberhasilannya dalam pengukuran secara cepat dan mudah dari aspek-
aspek perkembangan akan membantu menegakkan diagnosis banding dari
sebagian besar kategori utama gangguan perkembangan (delayed, deviasi, dan
disosiasi) pada masa bayi dan kanak-kanak dini, sehingga dapat segera dilakukan
intervensi dini untuk memberikan hasil yang terbaik.4,8
Capute scales terdiri dari 2 jenis pemeriksaan yaitu Cognitive Adaptive Test
(CAT) dan Clinical Linguistic and Auditory Milestone Scale (CLAMS).8 Beberapa
definisi dan istilah dalam Capute scales.

Diagnosis Keterlambatan Bicara ( Speech Delay )

a. Anamnesis
Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai perkembangan
bahasa anak. Autisme setelah berumur 18 bulan dan bicara yang sulit
dimengerti setelah berumur 3 tahun, paling sering ditemukan. Dokter anak

22
harus curiga bila orang tua melaporkan bahwa anaknya tidak dapat
menggunakan kata-kata yang berarti pada umur 18 bulan atau belum
mengucapkan frase pada umur 2 tahun. Atau anak memakai bahasa yang
singkat untuk menyampaikan maksudnya.
Kecurigaan adanya gangguan tingkah laku perlu dipertimbangkan kalau
dijumpai gangguan bicara dan tingkah laku yang bersamaan. Kesulitan tidur
dan makan sering dikeluhkan orang tua pada awal gangguan autisme.
Pertanyaan bagaimana anak bermain dengan temannya dapat membantu
mengungkap tabir tingkah laku. Anak dengan autisme lebih senang bermain
dengan huruf balok atau magnetik dalam waktu yang lama. Mereka dapat saja
bermain dengan anak sebaya, tetapi dalam waktu singkat menarik diri.
b. Instrumen penyaring
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring
untuk menilai gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early Language
Milestone Scale (Copelan dan Gleason), atau DDST (pada Denver II
penilaian pada sektor bahasa lebih banyak dari pada DDST yang lama) atau
Receptive-Expressive Emergent Language Scale. Early Language Milestone
Scale cukup sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara
pada anak kurang dari 3 tahun.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain
dari gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis
media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek,
kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain.
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan
gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA,
PA-TA, PA-TA-KA. Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal
apraksia.
d. Pengamatan saat bermain
Mengamati anak saat bermain dengan alat permainan yang sesuai dengan
umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku.

23
Idealnya pemeriksa juga bermain dengan anak tersebut dan kemudian
mengamati orang tuanya saat bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak
praktis dilakukan pada ruangan yang ramai. Pengamatan anak saat bermain
sendiri, selama pengambilan anamnesis dengan orang tuanya, lebih mudah
dilaksanakan. Anak yang memperlakukan mainannya sebagai objek saja atau
hanya sebagai titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya
kelainan tingkah laku.

e. Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran.
Jika anak tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan,
maka perlu dilakukan pemeriksaan ”auditory brainstem responses”.
Pemeriksaaan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat
diagnosis banding. Bila terdapat gangguan pertumbuhan, mikrosefali,
makrosefali, terdapat gejala-gejala dari suatu sindrom perlu dilakukan CT-
scan atau MRI, untuk mengetahui adanya malformasi. Pada anak laki-laki
dengan autisme dan perkembangan yang lambat, skrining kromosom untuk
fragil-X mungkin diperlukan. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik
baru dilakukan kalau terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan ini
sangat mahal.
f. Konsultasi
Pemeriksaan dari psikolog atau/neuropsikiater anak diperlukan jika ada
gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes
bahasa, keampuan kognitif dan tingkah laku. Tes intelegensia dapat dipakai
sebagai perbandingan fungsi kognitif anak tersebut. Masalah tingkah laku
dapat diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan instrumen seperti Vineland
Social Adaptive Scale Revised. Child Behaviour Checklist, atau Childhood
Autism Rating Scale. Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila ada
gangguan tingkah laku yang berat.9

Terapi Keterlambatan Bicara Pada Anak

24
Anak yang menderita GPBBE membutuhkan strategi penanganan dan intervensi
yang tepat sesuai kekuatan dan kelemahan anak yang melibatkan orang tua dan
guru terutama dalam menyusun Individual Education Plan bagi anak yang
meliputi:
1. Latihan konsentrasi
2. Latihan kemampuan mengolah kemampuan auditori
3. Latihan oral motor
4. Latihan kemampuan bicara
5. Kelancaran bicara
6. Ketidaklancaran bicara

Strategi penanganan gangguan bicara pada anak GPBBE:


1. Perkembangan kemampuan fonologis
2. Perkembangan kemampuan morfologib bahasa
3. Perkembangan kemampuan pemahaman bahasa (aspek semantik)
4. Perkembangan secara kuantitatif
5. Perkembangan secara kualitatif
6. Pengelompokan kata-kata baru
7. Neologisme
8. Perkembangan kemampuan membangun gramatika (aspek sintaksis)
9. Perkembangan kemampuan pragmatika bahasa (aspek pragmatik)

Beberapa macam terapi misalnya:


1. Terapi Sensory Integration
Sering dilakukan untuk anak dengan autisme dan gangguan bicara
reseptif-ekspresif. Modelnya seperti bermain, bergerak dan berinteraksi.
2. Terapi ABA atau Lovas
Anak masuk ruangan. Sering orang tuanya tidak boleh ikut. Tidak begitu
menyenangkan. ABA biasanya dilakukan setelah anak membaik Terapi

25
yang masuk ke kelas dan dijepit ini sering dilakukan untuk anak dengan
autisme dengan SI (Sensory Integration).
3. Terapi Wicara
Dahulu dilakukan untuk anak dengan gangguan pendengaran, namun
sekarang bergeser menjadi terapi autisme.
4. Terapi-Terapi lain termasuk bermain, sosialisasi dengan memasukkan
anak ke sekolah dan sebagainya.
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya.
Dengan perbaikan masalah medis seperti tuli konduksi dapat menghasilkan
perkembangan bahasa yang normal pada anak yang tidak retardasi mental.
Sedangkan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak dengan ganguan
pendengaran sensoris bervariasi. Dikatakan bahwa anak dengan gangguan
fonologi biasanya prognosisnya lebih baik. Sedangkan gangguan bicara pada anak
yang intelegensinya normal perkembangan bahasanya lebih baik dari pada anak
yang retardasi mental. Tetapi anak dengan gangguan yang multipel, terutama
dengan gangguan pemahaman, gangguan bicara ekspresif, atau kemampuan
naratif yang tidak berkembang pada usia 4 tahun, mempunyai gangguan bahasa
yang menetap pada umur 5,5 tahun.2

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Judarwanto, W. Keterlambatan Bicara Berbahaya Atau Tidak Berbahaya.


2009 Diakses dari www.keterlambatanbicara. blogspot.com/
2. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Dalam : Tumbuh
kembang anak. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 2010, 237-4
3. Lindamood Patricia, Lindamood Phyllis. Speech-language development:
oral and written. Chapter 23. Diunduh dari
www.icdl.com/graduate/documents/Chapt er23.pdf
4. Feldman Heidi M. Evaluation and management of language and speech
disorders in preschool children. American academy of pediatrics. 2005.
Diakses dari http://pedsinreview.aappublications.org/cg
i/content/full/26/4/131
5. Busari OJ, Weggelaar NM. How to investigate and manage the child who
is slow to speak. BMJ volume 38 2004.
6. Leung AK, Kao CP. Evaluation and Management of the child with speech
delay. American Family Physician. Available from http://
www.aafp.org/afp/990600ap/3121.html
7. Nelson DH, Nygren P, Walker M, Panoscha Screening for speech and
language delay in preschool children. U.S. Department of Health and
Human Services, Agency for Healthcare Research and Quality, 2006.

27
8. Judarwanto, W. 2009. Epidemiologi : gangguan bicara pada anak. Diakses
dari http://speechclinic.wordpress.com/2009/0 6/28/epidemiologi-
gangguan-bicara-pada

28

Anda mungkin juga menyukai