Anda di halaman 1dari 16

askep sindrom gawat napas neonatus

ASKEP PASIEN PADA KLIEN


SINDROM GAWAT NAPAS NEONATUS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK II

1. ADRIANTO HERMAN
2. FIRDILA
3. BABA
4. RISDA
5. MUH.EKA FIBRIANTO
6. MEGAWATI

AKPER SAWERIGADING PEMDA LUWU


TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca .

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman


yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Palopo ,10 februari 2015

kelompok II
DAFTAR ISI

KataPengantar……………………………………………………………………i

Daftar Isi…………………………………………………………………...……….ii

BAB I PENDAHULUAN

1 Latar Belakang………………………………………………………………….

2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………

3 Tujuan ………………………...………………………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian …………………………………………………………………….

B.Etiologi …………………………………………………………………………..

C.Patofisiologi …………………………………………………………………..

D.Manifestasi Klinis ………………………………………………………....

E.komplikasi ……………………………………………………………………..

BAB III ASUHAN KEPERWATAN MENINGITIS

1 Penkajian sindrom gawat napas neonates……………….. …….

2 Diagnosa Keperawatan sindrom gawat napas neonates……

3 Intervensi Keperawatan sindrom gawat napas neonatus…..

BAB IV Penutup

1 Kesimpulan ……………………………………………………………………

2 Saran……………………………………………………………………...……

Daftar pustaka…………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi
dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005).

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae
(Suryadi dan Yuliani, 2001).

2 .Rumusan Masalah

1. Apa yang di sebut dengan sindrom gawat nafas neonatus ?

2. Apa peyebab terjadinya sindrom gawat nafas neonatus ?

3. Menjelaskan patofisiologi sindrom gawat nafas neonatus?

4. Menjelaskan manifestasi klinis sindrom gawat nafas neonatus ?

5. Menjelaskan komplikasi sindrom gawat nafas neonatus?

3 Tujuan

1. Agar mengetahui apa yang di maksud dengan sindrom gawat napas neonatus

2. Agar mengerti apa yang menyebabkan sindrom gawat napas neonatus

3. Mengetahui proses dari sindrom gawat napas neonatus

4. Mengetahui pemeriksaan yang harus di lakukan pada penyakit sindrom gawat napas neonatus
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Insiden Penyakit

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).

Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi
dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005).

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae
(Suryadi dan Yuliani, 2001).

B. Etiologi

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar
pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera
setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada
kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH), pneumonia,aspirasi.
C. Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga
daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara
makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.

Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan
oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi
alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis
sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

D. Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas
paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir,
yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,
dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak,
menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan
sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2

Frekuensi nadi < 60x/menit 6 0-80 x/menit >80x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap walaupun diberi
O2

Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar tanpa alat bantu
stetoskop
E. Komplikasi Penyakit

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi
kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ),
pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan
leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi,
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan mendengkur,
retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan
tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian
dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.

Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian
fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:

1) Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain
berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik
seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal
kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2) Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang
sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih,
stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

3) Warna kulit/membran mukosa

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan
kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

1) Frekuensi jantung dan tekanan darah


Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

2) Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer
nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau
tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:

(1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung
kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

3) Perfusi pada otak dan respirasi

Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak
mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau berkurangnya
jumlah cairan surfaktan.

2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas dan
obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.

3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak
berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa. 1

1) Gangguan pertukaran gas b.d dengan imatur paru dan dinding dada atau berkurangnya jumlah cairan
surfaktan.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.

KH: - Jalan nafas bersih

- Frekuensi jantung 100-140 x/i

- Pernapasan 40-60 x/i

- Takipneu atau apneu tidak ada

- Sianosis tidak ada

Intervensi

a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit
ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’

Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.

b. Hindari hiperekstensi leher

Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.

c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali tanda-tanda distres misalnya:
mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.

Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres pernafasan

d. Lakukan penghisapan

Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.

e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan Rasional: memastikan bahwa jalan napas
bersih
f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan Rasional: meningkatkan absorpsi ke
dalam alvelolar

g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.

Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.

h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen

Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.

2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas dan
obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.

Tujuan :

- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)

- Pasien bebas dari dispneu

- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Tindakan :

Independen

- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya

Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas

- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus

Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat
meningkatkan fremitus

- Catat karakteristik dari suara nafas


Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena
adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas

- Catat karakteristik dari batuk

Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas.
Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent

- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten

- Peningkatan oral intake jika memungkinkan

Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum

Kolaboratif

- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi

Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen

- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi

Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret

- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi

Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan

- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik

Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan


ventilasi

3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak
berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.

Tindakan :

Independen
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas

Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas

- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing

Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan
cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli –
kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas

- Kaji adanya cyanosis

Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda
cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer
seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.

- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium

- Berikan istirahat yang cukup dan nyaman

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen

Kolaboratif

- Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi

Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai

- Review X-ray dada

Memperlihatkan kongesti paru yang progresif

- Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant

Untuk mencegah ARDS


BAB IV
PENUTUP

A.Kesimpulan

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir
dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002). Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis
alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas
pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.

B.saran
Apabila didalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan ,kami selaku yang membuat
makalah ini mengaharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2005). Buku kuliah 3: Ilmu kesehatan anak. Jakarta: FK UI.

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai