Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, oleh karena kuasa-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR
UTERI. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kemajuan dalam pembuatan
makalah kami.
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan
pengetahuan, khususnya dalam mata kuliah MATERNITAS. Sekian dan terima kasih.

Palu, Maret 2015


Penulis

Daftar isi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
Daftar isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar belekang .............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................... 3
A. Pengertian .............................................................................................. 3
B. Etiologi ................................................................................................... 3
C. Klasifikasi .............................................................................................. 1
D. Manifestasi klinik ................................................................................... 5
E. Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 6
F. Penatalaksanaan ..................................................................................... 6
G. Managemen ............................................................................................ 7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................ 8
A. Pengkajian .............................................................................................. 8
B. Diagnosa keperawatan ........................................................................... 9
C. Intervensi keperawatan .......................................................................... 9
D. Evaluasi .................................................................................................. 9
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 13

A. Kesimpulan ........................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 13
Daftar pustaka ................................................................................................... 14

Latar belakang
Perlukaan pada jalan lahir dapat terjadi pada wanita yang telah melahirkan
bayi setelah masa persalinan berlangsung. Persalinan adalah proses
keluarnya seorang bayi dan plasenta dari rahim ibu. Jika seseorang ibu
setelah melahirkan bayinya mengalami perdarahan.
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri.Ruptura uteri atau robekan
rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu
maupun untuk janin.Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana
robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan
dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam
keadaan mati ; ruptura inkomplet,robekan rahim secara parsial dan
peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0.5%.
Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat
terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim
(pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi pada ibu
yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir
kehamilan).Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim
adalah sekitar 40% ;ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen
caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1% dan pada
classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira4% 7%.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya
kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka
kematian yang tertinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat diperkecil
bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan
partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah
perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang
penting.

B. Tujuan Penulisan
1) Tujuan umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit konjungtivitis.
2) Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa keperawatan mampu :
a.

Menjelaskan pengertian Ruptur Uteri.

b.

Menjelaskan klasifikasi Ruptur uteri

c.

Menyebutkan penyebab Ruptur Uteri.

d.

Menyebutkan gambaran klinis dari Ruptur Uteri.

e.

Menjelaskan patofisiologi Ruptur Uteri.

f.

menyebutkan Komplikasi Ruptur Uteri.

g.

Menjelaskan pemeriksaan penunjang Ruptur Uteri.

h.

Menjelaskan penatalaksanaan ruptur uteri .

i.

Menjelaskan konsep asuhan keperawatan

C. Rumusan masalah
1.

Apakah pengertian Ruptur Uteri ?

2.

Apakah klasifikasi Ruptur Uteri ?

3.

Apakah penyebab Ruptur uteri ?

4.

Bagaimana gambaran klinis dari Ruptur Uteri ?

5.

Bagaimana patofisiologi Ruptur Uteri ?

6.

Apakah Komplikasi dari Ruptur Uteri ?

7.

Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Ruptur Uteri ?

8.

Bagaimana penatalaksanaan ruptur uteri ?.

9.

Bagaimana konsep asuhan keperawatan ruptur uteri

D. Manfaat Penulisan
a.

Bagi Akademi

Bermanfaat untuk menambah referensi pustaka dan literatur dalam


pendokumentasian materi kuliah.
b.

Bagi Mahasiswa

1. Berguna dalam menambah pengetahuan mahasiswa tentang asuhan


keperawatan pada klien Ruptur Uteri.
2. Melatih mahasiswa dalam mencari bahan referensi untuk melengkapi
makalah yang pada akhirnya terbiasa dalam penyusunan tugas akhir

A.Definisi
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibatdi
lampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal,2011).
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneumvisceral ( Obstetri
dan Ginekologi,2012).
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. (Sarwono Prawirohardjo).
B.

Etiologi.
1.Ruptur uteri yang terjadi secara spontan, disebabkan oleh.
a) Panggul yang terlalu sempit.
b) Tumor pada jalan lahir.
c) Malposisi kepala.
d) Faktorpredisposisi (multiparita, tekanan keras pada fundus uteri,
stimulus oksitosin).
e) Janin letak lintang.
f) Hidrosefalus.
2.Ruptur uteri traumatic, disebabkan oleh.
a) Kecelakan (jatuh, tabrakan).
b) Manual plasenta.
c) Embriotomi.

d) Trauma tumpul atau trauma tajam dari luar.


e) Stimulus oksitosin.
f) Dorongan pada fundus uterus yang terlalu keras (biasanya dilakukan
oleh dukun dalam
menyelesaikan persalinan).
g) Dystosia.
h) Usaha vaginal untuk melahirkan janin.
i) Penyakit rahim misalnya udenomiosis.
3.Ruptur uteri pada bekas luka parut.
Ruptur uteri ini terdapat paling serimg pada parut bekas seksio sesarea,
peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk
mengangakat mioma (miomektomi). Penyebabnya sama dengan ruptur uteri
yang terjadi secara spontan.

C. Patofisiologi.
1. Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh
(tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat
berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang
sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen
bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat
regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri
adalah multiparitas, stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah
miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan
kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih
mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya
melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus,
hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang
sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian
oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa
menyebabkab ruptur uteri.\
2. Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena
jatuh, kecelakaan. Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam
kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan
terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri
yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah ada
regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan
janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang
yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang

lain adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan


pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui terjadinya
ruptur uteri.
3. Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi
sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri
dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan
karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah
uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut
sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum
persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio
sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri
pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah
diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak
menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan
secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka
menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur
uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat
ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri
besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di
ligametum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam
uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita
merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka.
Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok,
janin dalam uterus meningggal pula.
D.

Manifestasi Klinis.
1. Gejala ruptur uteri mengancam (RUM).
a) Pasien nampak gelisah, ketakutan disertai dengan perasaan nyeri di
perut.
b) Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan.
c) Pernapasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
d) Ada tanda dehidrasi pada partus yang lama yaitu mulut kering, lidah
kering dan haus, badan panas (demam).
e) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
f) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
g) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih
sehingga pada kateterisasi ada hematuria.
h) Pada auskultasi terdengar bunyi jantung janin tidak teratur (asfiksia).

i) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi


seperti edema porsio, vagina, vulva.
2.Gejala ruptur uteri sebenarnya .
a) Inspeksi.
- Pada his yang kuat sekali pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
merasa perutnya seperti akan dirobek.
- Gelisah, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
- Pernapasan jadi dangkal dan cepat dan kelihatan haus.
- Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
- Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur.
- Keluar perdarahan pervagina yang biasanya tak begitu banyak.
- Kadang-kadang ada perasan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan
bahu.
- Kontraksi uterus biasanya hilang.
b) Palpasi.
- Teraba krepitasi pada kulit perut yang menansdakan adanya emfisema
subkutan.
- Bila kepala janin sudah keluar dari kavum uiteri, jadi berada di rongga
perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung ikulit perut.
- Nyeri tekan pada perut, terutama pada bagian yang robek.
c) Auskultasi.
- Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa mnit setelah ruptur.
d) Pemerisaan dalam.
- Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan
mudah dapat terdorong ke atas dan disertai dengan perdarahan
pervagina yang akan banyak.
- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada
dinding rahim.
e) Kateterisasi.
- Ada hematuria yang menandakan adanya robekan pada kandung
kemih.

E. Tes Diagnostik.
1 Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk
panggul / pelvis.
2.Pemeriksaan laboratorium.
- hapusan darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB
dan nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB
< 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.

- SDM : untuk mengidentifikasikan tipe anemia.


- Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.
3. Tes prenatal : untuk memastikan polihidramnion dan janin besar.

F. Upaya pencegahan (profilaksis).


Untuk mencegah terjadinya ruptur uteri yaitu dengan prenatal care /
antenatal care antara lain :
1. Panggul sempit atau kelainan panggul.
-

Dianjurkan bersalin dirumah sakit.


Pemeriksaan yang teliti, misalnya apabila kepala belum turun lakuka
pemeriksaan dalam (PD).
Jika panggul sempit yaitu conjungata vera (CV) < 8cm, lakukan seksio
sesarea primer in- partu.
2.Malposisi kepala.

Reposisi.
Apabila tidak berhasil yaitu dengan melakuka seksio sesarea primer pada
saat persalinan.

3. Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri dianjurkan untuk


bersalin di rumah sakit dengan pengawasan teliti.
G. Penanganan.
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah,
kardiotonika, antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1.

Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan


khususnya bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih
menguntungkan dari penjahitan laserasi.
Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang
cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar
lain:

Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis).

Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta.

Jenis luka robekan.

Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.

Perdarahn dari luka sedikit atau banyak.

Umur dan jumlah anak yang hidup.

Kemampuan dan keterampilan penolong.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian.

a.

Anamnesis.

b.

Gejala saat ini.


Nyeri abdomen dengan tiba-tiba, tajam seperti disayat pisau, kontraksi
uterus yang intermiten, kuat dan berhenti dengan tiba-tiba dan pasien
mengeluh nyeri yang menetap.
Perdarahan pervagina.
Syok dengan nadi kecil dan cepat.
Nyeri bahu.
Pada saat his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan.
Gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin, kolaps dan tak sadarkan
diri.
Pernapasan dangkal dan cepat.
Kadang-kadang ada perasaan nyeri menjalar ke tungkai.
Riwayat penyakit dahulu.
- Riwayat paritas tinggi.
- Pembedahan uterus sebelumnya.
- Seksio sesarea.
- Miomektomi atau reseksi kornu.

Data obyektif.

Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan umum : TTV : suhu panas, nadi kecil dan cepat, TD
menurun dan ireguler dan pernapasan dangkal dan cepat.
Inspeksi.
Kelihatan haus, muntah-muntah, perdarahan pervagina dan kontraksi
uterus biasanya hilang.
Palpasi.
Teraba suatu krepitasi pada kulit perut menandakan adanya emfisema
subkutan, jika kepala janin belum turun mudah dilepaskan dari pintu
atas panggul / inlet, apabila janin sudah keluar dari kavum uteri berada
di rongga perut maka akan teraba bagian-bagian janin langsung
dibawah kulit perut dan disampingnya biasa teraba uterus sebagai
suatu yang keras seperti bola dan nyeri tekan pada perut terutama
pada tempat yang robek.
Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin (DJJ) sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa manit setelah ruptur.
Pemeriksaan abdomen
Fundus uteri dapat berkontraksi dan bagian-bagian janin yang
terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi.
Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung
janin tiba-tiba hilang.
Pemeriksaan pelvis
Menjelang kelahiran bagian presentasi mengalami regresi dan tidak
lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi
kedalam rongga peritoneum, dan perdarahan pervagina mungkin
hebat. Apabila terjadi robekan lengkap jari-jari pemeriksa dapat
melalui tempat ruptur langsung kedalam rongga peritoneum, melalui
permukaan serosa uterus yang halus dan licin.
Kateterisasi.
Hematuria yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung
kemih.

2.

Diagnosa Keperawatan.

1.

Nyeri akut b. d kontraksi yang dirancang secara kimia, masalah psikologi.

2.

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : dehidrasi b. d


hipovolemik.

3.

Resiko tinggi cedera terhadap maternal b. d perubahan tanus otot atau


pola kontraksi, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.

4.

Resiko tinggi cedera terhadap janin b. d persalinan yang lama,


mempresentasi janin hipoksia jaringan.

3.

Perencanaan.
Diagnosa I.
Goal

Nyeri berkurang selam dalam perawatan

Obyektif :
Dalam waktu 1 jam paasien mengatakan nyeri berkurang dan
terkontrol, pasien tampak rileks dan tidak menunjukkan wajah yang meringis
kesakitan.
Intervensi dan rasional :
-

Kaji keluhan nyeri, lokasi dan observasi petunjuk nyeri non verbal
misalnya posisi tubuh, ekspresi wajah dan enggan bergerak.
R.Nyeri yang terjadi unik bagi setiap orang dapat menunjukan persepsi
individual. Petunjuk non verbal yang dapat membnatu mengevaluasi nyeri
dan keefektifan terapi.
Tinjau ulang / berikan instruksi dalam teknik pernapasan sederhana.
R. Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan
mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase, gosok punggung,
sandaran bantal, pemberian kompres sejuk).
R.Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan dan ansietas dan
meningkatkan koping dan kontrol klien.
Kolaborasi untuk pemberian obat analgesik narkotik (morphin, neperidin)
atau non narkotik seperti asetaminofen atau sedatif (hidroksin).
R.Obat analgesik menekan sarag pusat untulk mengurangi rasa nyeri.

Diagnosa II.
Goal
: Klien akan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Subyektif : Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisisan kapiler
baik dan membran mukosa lembab.
Intervensi dan rasional
-

Awasi masukan dan pengeluaran.


R. Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan pengganti. Pada irigasi
kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan dara dan secara
akurat mengkaji urin.
Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai