Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

TUMBUH KEMBANG
GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY

Pembimbing:
dr. Alinda Rubiati Wibowo , SpA(K)

Oleh:
Hafiz Muhammad Ikhsan
1113103000024

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Bayi lahir dalam tahap perkembangannya akan mempelajari beberapa


kemampuan penting (misalnya berbicara, bergaul dengan lingkungannya, serta
berjalan) menurut tahap berkelanjutan yang dapat diperkirakan dengan peranan
motivasi, pengajaran dan dukungan selama pertumbuhannya. Kemampuan-
kemampuan tersebut dikenal sebagai tahapan perkembangan. Proses perkembangan
mencerminkan maturasi organ tubuh terutama sistem saraf pusat. Perkembangan anak
dinilai melalui beberapa sektor perkembangan yaitu motorik kasar, motorik halus,
kognitif, personal sosial dan bahasa, serta aktivitas sehari-hari.
Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah ketertinggalan
secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi, atau
perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya.
Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam mencapai satu atau
lebih perkembangan kemampuannya. Seorang anak dengan Global Developmental
Delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG) adalah anak yang
tertunda dalam mencapai sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan pada
usianya. Keterlambatan perkembangan global merupakan keadaan yang terjadi pada
masa perkembangan dalam kehidupan anak. Ciri khas KPG biasanya adalah fungsi
intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam
berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri,
keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan
dirinya.
Dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai keterlambatan
perkembangan pada anak-anak yang akan disebut dengan terminologi baik GDD
ataupun KPG yang akan mempermudah identifikasi dini apabila dalam sehari-hari
ditemukan adanya tanda-tanda seorang anak mengalami keterlambatan
perkembangan. Diharapkan juga tulisan ini akan memberikan pengetahuan dan
memberikan peran khusus untuk membantu perkembangan ilmu kedokteran anak.

2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1. IDENTIFIKASI

Identitas Pasien

Nama : An. R

Jenis Kelamin : Laki

Agama : Islam

Alamat : Sawangan, Depok.

TTL : 16 Juli 2014

Umur : 4 tahun 11 bulan

Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2018

Orang Tua
Nama Ayah : Tn. A Nama Ibu : Ny. R
Usia : 30 tahun Usia : 28 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Sawangan Alamat : Sawangan
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

2.2. ANAMNESIS

Dilakukan alloanamnesis dengan orang tua pasien di poli tanggal 29 Juni 2018

3
KELUHAN UTAMA
Tidak bisa bicara dan berjalan sejak lahir.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan tidak bisa berbicara dan berjalan sejak lahir.
Pasien sejak lahir sampai sekarang hanya bisa mengeluarkan suara yang tidak jelas
dan tidak dimengerti oleh orang tuanya. Selain itu pasien juga tidak bisa berjalan
hingga saat ini pasien hanya bisa menyeret kakinya. Pasien sebelumnya hanya bisa
terlentang dan menggerakan kaki dan tangannya dan saat berumur 3 tahun mulai bisa
menyeret kakinya. tangan dan kaki kanan pasien kaku dan sangat sulit digerakkan.
Orang tua pasien tidak pernah membawa anaknya ke dokter untuk diperiksa.

Selain itu, pasien sulit memusatkan perhatiannya pada orang tuanya. Pasien
tidak melihat apabila dipanggil orang tuanya. Pasien juga sulit diberikan makanan.
Pasien sering memuntahkan makanan yang diberikan sehingga pasien hanya makan
sedikit. Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada, BAK dan BAB normal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien riwayat kejang dari usia 1 bulan kejang terkadang didahului demam
tinggi mendadak <12 jam. Pasien kejang > 4x dalam 1 tahun. Kejang biasanya
berlangsung selama 5-10 menit. Saat kejang pasien mata mendelik keatas serta kaki
dan tangan kelojotan. Pasien terakhir kejang 1 bulan yang lalu. Pasien kejang selama
>15 menit dan dirawat di ICU.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Sepupu pasien mempunyai riwayat terlambat bicara dan berjalan. Ayah pasien
mempunyai riwayat epilepsy hingga umur 6 tahun.

RIWAYAT KELAHIRAN DAN KEHAMILAN


Kehamilan
Pasien lahir usia kandungan 7 bulan akibat ibu mengalami ketuban pecah dini. Saat
hamil ibu riwayat perdarahan dan diberikan obat. Ibu rutin control ke puskesmas.
Berat badan lahir 2700gram.

4
Kelahiran
Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : SC
Masa gestasi : 7 bulan
Berat badan lahir : 2700 gr
Panjang badan lahir : -
Langsung menangis : -
Kelainan bawaan : Tidak ada

RIWAYAT IMUNISASI

 BCG 1x
 Hepatitis B 3x
 Polio 4x
 DPT 3x
 Hib 3x
 Campak 1x

RIWAYAT NUTRISI
 Pasien mendapat ASI dari ibu pasien hingga usia 1 tahun.

 Diberi MPASI sejak usia 6 bulan. Namun pasien terlihat sulit untuk
mengunyah maupun menelan, sehingga intake makanan menjadi sedikit.

 Saat ini pasien makan 3x sehari dengan nasi, lauk-pauk (ayam, ikan, tempe,
sayur) tapi sedikit-sedikit

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


Saat ini pasien belum dapat duduk dan berdiri, pasien hanya bisa menyeret
kakinya untuk berpindah tempat

RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI


Pasien tinggal bersama kedua orang tua di rumah, dilingkungan rumah yang
cukup padat. Rumah pasien berdinding tembok, beratap genteng dan berlantai
keramik. Ventilasi udara baik dan sinar matahari masih dapat masuk ke dalam rumah.

5
Rumah pasien dibersihkan setiap hari dan kebersihan lingkungan sekitar cukup
terjaga.

RIWAYAT KEBIASAAN

Dalam sehari-hari, aktifitas pasien lebih banyak dilakukan di dalam rumah


seperti menonton televisi. Pasien jarang bermain dengan teman seusianya..

2.3. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 29 Juni 2018 di poliklinik RSUP Fatmawati
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
 Frekuensi nadi : 94 x/menit isi cukup, regular,
 Frekuensi nafas: 22 x/menit, reguler, kedalaman cukup
 Suhu tubuh : 36,5 o Celsius
Data antropometri : - Berat badan : 14,5Kg
- Tinggi badan : 96 cm
- Lingkar kepala : 46 cm

Kepala : mikrocephali,deformitas (-),dahi lebar (-), wajah dismorfik


Rambut : Rambut lurus hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Mata sipit (-), kelopak mata (+), konjungtiva pucat -/-, sklera tidak
ikterik. Reflek cahaya langsung +/+, tak langsung +/+, pupil bulat
isokor +/+. Ortoposisi (+).
Telinga : Normotia
Kanan : a. liang telinga : lapang, sekret (-)
b. membran timpani : intak
Kiri : a. liang telinga : lapang, sekret (-)
b. membran timpani : intak
Hidung : Napas cuping hidung (-), cavum nasi lapang, konka tidak oedem,
mukosa tidak hiperemis , sekret (-), septum deviasi (-)
Bibir : Tidak pucat, tidak sianosis,

6
Mulut : Mulut terbuka, mukosa lembab ,langit-langit mulut dalam batas
normal. Hipersalivasi (+),
Lidah : lidah terjulur (-), ukuran normal, tidak pendek, papil tersebar merata,
simetris, coaty tongue (-)
Tonsil : T1-T1 tenang,
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis , uvula di tengah.
Leher : KGB tidak teraba membesar
Toraks: Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis di sela iga V medial midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung sela iga IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung sela iga V, 1 cm medial
midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung sela iga III, linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I,II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : bentuk dada normal, pernafasan simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, retraksi iga (-)
Palpasi : vokal fremitus simetris di kedua lapang paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikular +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : supel, buncit
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-)
Palpasi : turgor kulit baik, tidak teraba pembesaran hati dan lien,
nyeri tekan (-)
Genital : tidak tampak kelainan.
Ekstremitas : spastisitas (+), akral hangat di keempat ekstremitas, sianosis (-),CRT
<2”, edema (-).

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Rangsangan Meningeal

7

Kaku kuduk : (-)

Laseque : >70o/>70o

Kernig : >135o/>135o

Brudzinski I : -/-

Brudzinski II : -/-

SARAF – SARAF KRANIAL


 N.I
TVD
 N.II
Acies Visus : TVD
Visus Campus : TVD
Lihat warna : TVD
Funduskopi : Tidak dilakukan
 N. III,IV dan VI
Pupil
 Isokor, bulat,
 RCL +/+
 RCTL +/+
 Kedudukan bola mata : Ortoposisi/ortoposisi
 Pergerakan bola mata : TVD
 Nistagmus -/-
 N. V
- Cab. Motorik : TVD
- Cab. Sensorik
o Opthalmicus : TVD/
o Maksilaris : TVD
o Mandibularis : TVD
 N. VII
- Motorik orbitofrontal : +/+
- Motorik orbikularis oris: +/+
- Pengecap lidah : TVD
 N.VIII

8
- Vestibular : TVD
- Kokhlear : TVD
 N. IX, X
– Motorik : arkus faring simetris, uvula ditengah
– Sensorik : Tidak dilakukan
 N. XI
- Mengangkat bahu : TVD
- Menoleh : TVD
 N. XII
– Pergerakkan lidah : tidak ada deviasi
- Atrofi : (-)

- Fasikulasi : (-)

- Tremor : (-)

SISTEM MOTORIK
spastik Normal

spastik Normal

GERAKAN INVOLUNTER
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Tics : (-)

TONUS
Ekstremitas atas : hipertonus/ normotonus
Ekstremitas bawah : hipertonus/ normotonus

SISTEM SENSORIK
 Propioseptif : TVD

9
 Eksteroseptif : TVD

FUNGSI SEREBELAR DAN KOORDINASI


 Ataxia : TVD
 Disdiadokokinesis : TVD
 Jari-hidung : TVD
 Rebound : TVD
phenomenon
 Tes Romberg : TVD
 Tandem gait : TVD
FUNGSI LUHUR
 Astereognosia : (+)
 Apraksia : (+)
 Afasia : (+)
REFLEKS FISIOLOGIS
 Biceps : +2/+2
 Triceps : +2/+2
 Radius : +2/+2
 Patella : +2/+2
 Achilles : +2/+2

REFLEKS PATOLOGIS
 Babinski : -/-

FUNGSI OTONOM
 TVD

2.5 DIAGNOSIS
 Cerebral Palsy

10
 Global Delay Development

2.6 TATALAKSANA
 Medika mentosa
Asam Valproat 2 x 600 mg PO
 Konsultasi Rehabmedik
- Terapi fisik
- Terapi perilaku
- Terapi bicara
- Terapi Okupasi

 Edukasi kepada orang tua:


- Penyebab ketelambatan motorik dan bicara karena pasien menderita CP.
- Memberitahu jika pasien CP tidak dapat disembuhkan, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup anak
- Dukungan dari orang tua selama proses terapi

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuh Kembang


2.1.1 Definisi
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai akhir masa remaja. Hal ini membedakan anak dengan dewasa. Anak
bukan anak kecil. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sesuai
dengan usianya. 1
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan stuktur tubuh sebagian atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. 1
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dari tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bahasa, sosialisasi, dan
kemandirian. 1
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak
terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi
susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Walaupun demikian, kedua
peristiwa itu terjadi secara bersamaan pada setiap individu. 1
Seorang individu menjadi dewasa harus mencapai tahapan dari tumbuh
kembang. Tahapan yang harus dilalui antara lain, sesuai tahapan dibawah ini:

Perinatal : konsepsi – 4 minggu setelah lahir

Bayi : 0 – 1 tahun

Toddler : 1 – 2 tahun

Pra sekolah : 2 – 5 (6) tahun

Usia Sekolah : 6 – 11(12) tahun

Remaja : 11 (12) – 18(21) tahun1

12
Gambar 1. Tahapan Tumbuh Kembang Anak Sesuai Usia

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak, yaitu :
1. Faktor internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang seorang
anak antara lain : faktor genetik, ras/etnik, keluarga, umur, jenis kelamin,
kelainan genetik, kelainan kromosom. 1
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di
dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat
sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat
berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir
yang optimal. 1
Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh
faktor genetik, sedangkan di negara berkembang gangguan pertumbuhan
selain diakibatkan oleh faktor genetik, juga faktor lingkungan yang kurang
memadai untuk tumbuh kembang anak. Disamping itu, banyak penyakit
keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti sindrom Down,
sindrom Turner, dll. 1
2. Faktor eksternal

13
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dipengaruhi
oleh 3 hal, yaitu:
a. Pada masa prenatal, masa ketika masih di dalam kandungan.
 Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang buruk sebelum terjadi kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR atau
lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu
dapat pula menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin,
anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi,
abortus, dan sebagainya. 1
 Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan
posisi janin pada uterus dapat mengakibatkan talipes, tortikolis
congenital, palsi fasialis dan lain-lain. 1
 Toksin/zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap
zat-zat teratogen. Misalnya obat-obatan seperti thalidomide,
phenitoin, methadion, obat antikanker dapat menyebabkan kelainan
bawaan. Demikian pula dengan ibu hamil yang perokok
berat/peminum alkohol kronis sering melahirkan bayi BBLR, lahir
mati, cacat, retardasi mental. Keracunan logam berat pada ibu
hamil, misalnya karena makan ikan yang terkontaminasi merkuri
dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis. 1
 Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan
janin, adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin
dan lain-lain. 1
 Radiasi
Radiasi pada janin sebelum usia kehamilan 18 minggu dapat
menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau
cacat bawaan lainnya. 1
 Infeksi
Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan
adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes
Simpleks). Sedangkan infeksi lainnya yang juga menyebabkan
penyakit pada janin adalah varisela, Coxsackie, Echovirus, malaria,
HIV, polio, campak, listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus

14
influenza, dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu
hamil dapat merusak janin. 1
 Stres
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan
kejiwaan, dan lain-lain. 1
 Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus,
hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati. 1
 Anoksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta
atau tali pusat menyebabkan berat badan lahir rendah. 1
b. Pada saat persalinan

Masa perinatal yaitu masa antara 28 minggu dalam kandungan sampai


7 hari setelah dilahirkan, merupakan masa rawan dalam proses tumbuh
kembang anak, khususnya tumbuh kembang otak. Trauma kepala akibat
persalinan akan berpengaruh besar dan dapat meninggalkan cacat
permanen. Risiko palsi serebralis lebih besar pada BBLR yang disertai
asfiksia berat, hiperbilirubinemia yang disertai kern ikterus, IRDS, asidosis
metabolik, dan meningitis/ensefalitis. 1
c. Pada masa postnatal (setelah lahir)
 Lingkungan biologis

Gizi

Perawatan kesehatan

Kepekaan terhadap penyakit

Penyakit kronis

Hormon1
 Faktor fisik

Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah

Sanitasi

Keadaan rumah : strruktur bangunan, ventilasi, cahaya, dan
kepadatan hunian

Radiasi1
 Faktor psikososial

Stimulasi

Motivasi belajar

Hukuman yang wajar

Kelompok sebaya

Stres

Sekolah

Cinta dan kasih sayang

15

Kualitas interaksi anak-orang tua1
 Faktor keluarga dan adat istiadat

Pekerjaan/pendapatan keluarga

Pendidikan ayah/ibu

Jumlah saudara

Jenis kelamin dalam keluarga

Stabilitas rumah tangga

Kepribadian ayah/ibu

Adat istiadat, norma-norma

Agama

Urbanisasi

Kehidupan politik dalam masyarakat1

2.1.3 Kebutuhan Dasar Anak


Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Meliputi :

Pangan/gizi merupakan kebutuhan penting

Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi/anak secara teratur, pengobatan jika sakit, dll.

Papan/pemukiman yang layak

Hygiene seseorang, sanitasi lingkungan

Sandang

Kesegaran jasmani, rekreasi. 2
Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan
selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun
psikososial. Berperannya dan kehadiran ibu sedini dan selanggeng mungkin,
akan menjalin rasa aman bagi bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisik
(kulit/mata) dan psikis sedini mungkin, misalnya dengan menyusui bayi
secepat mungkin segera setelah lahir. Kekurangan kasih saying ibu pada
tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh
kembang anak baik fisik, mental, maupun social emosi, yang disebut
“Sindrom Deprivasi Maternal”. 2
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar pada
anak. Stimulasi mental (ASAH) ini mengembangkan perkembangan mental
psikososial : kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian, moral-etika, dan sebagainya. 2

16
2.1.4 Pertumbuhan Fisik
1. Pertumbuhan janin intrauterin
Pertumbuhan pada masa janin merupakan pertumbuhan yang paling
pesat yang dialami seseorang dalam hidupnya. Pada masa embrio yaitu 8
minggu pertama kehamilan, sel telur yang telah dibuahi berdiferensiasi secara
cepat menjadi organisme yang mempunyai bentuk anatomis seperti manusia.
Pada sistem-sistem tertentu organogenesis diteruskan sampai lebih dari 8
minggu, oleh karena itu ada beberapa sarjana yang mengatakan bahwa 12
minggu pertama kehamilan sebagai masa embrio. 2
Mortalitas pada masa embrio ini tinggi, yang disebabkan oleh
abnormalitas dari gen/kromosom dan gangguan kesehatan ibu. Makin tua
umur ibu merupakan predisposisi kelainan kromosom. Sedangkan infeksi pada
ibu terutama yang disebabkan oleh TORCH yang terjadi pada trimester I
kehamilan sering menyebabkan kelainan bawaan. 2
Pada masa janin yaitu pada kehamilan 9-40 minggu pertumbuhan
berjalan cepat dan mulai berfungsinya organ-organ. Mortalitas pada masa
janin terjadi akibat gangguan oksigenasi, infeksi, trauma, radiasi, bahan kimia,
gizi ibu, dan imunitas. Pada janin umur 8 minggu beratnya hanya 1 gram
dengan panjangnya 2,5 cm. Pada 12 minggu beratnya 14 gram dan panjangnya
7,5 cm. Jenis kelamin bisa dikenali pada akhir trimester I. Pada kehamilan 16
minggu berat janin 100 gram dan panjangnya 17 cm. Pada umur kehamilan 20
minggu berat janin 500 gram, 28 minggu 1000 gram dan panjangnya 35 cm, 8
bulan 1500 gram, dan 9 bulan/pada waktu dilahirkan rata-rata berat bayi 3200
gram, panjang badan 50 cm, dan lingkar kepala 34 cm. Pertumbuhan janin
yang pesat pada trimester III kehamilan ini adalah sebagai akibat dari
bertambahnya jaringan lemak subkutan dan masa otot. 2
2. Pertumbuhan setelah lahir
a. Berat badan
b. Tinggi badan
c. Lingkar kepala
Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata 34 cm dan besarnya lingkar
kepala ini lebih besar dari lingkar dada. Pada anak umur 6 bulan lingkar
kepala rata-ratanya adalah 44 cm, umur 1 tahun 47 cm, 2 tahun 49 cm, dan
dewasa 54 cm. Jadi pertambahan lingkar kepala pada 6 bulan pertama ini
adalah 10 cm, atau sekitar 50% dari pertambahan lingkar kepala dari lahir
sampai dewasa terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan. 2

17
Pertumbuhan tulang kepala mengikuti pertumbuhan otak, demikian
pula sebaliknya. Pertumbuhan otak yang tercepat terjadi pada trimester
ketiga kehamilan sampai 5-6 bulan pertama setelah lahir. Pada masa ini
terjadi pembelahan sel-sel otak yang pesat, setelah itu pembelahan
melambat dan terjadi pembesaran sel-sel otak saja. 2
Masa pesat pertumbuhan jaringan otak adalah rawan, setiap gangguan
pada masa itu akan mengakibatkan gangguan pada jumlah sel otak dan
mielinisasi yang tidak bias dikejar pada masa pertumbuhan berikutnya. 2
Lingkar kepala mencerminkan volume intrakranial. Dipakai untuk
menaksir pertumbuhan otak. Apabila otak tidak tumbuh normal maka
kepala akan kecil. Sehingga pada lingkar kepala (LK) yang lebih kecil dari
normal (mikrosefali), maka menunjukkan adanya retardasi mental.
Sebaliknya jika ada penyumbatan pada aliran cairan serebrospinal pada
hidrosefalus akan meningkatkan volume kepala, sehingga LK lebih besar
dari normal. Sampai saat ini yang dipakai sebagai acuan untuk LK adalah
kurve LK dari Nellhaus. Manfaat pengukuran LK terbatas pada 6 bulan
pertama sampai umur 2 tahun karena pertumbuhan otak yang pesat,
kecuali diperlukan pada kasus hidrosefalus. LK kepala yang kecil pada
umumnya sebagai : 2

Variasi normal

Bayi kecil

Keturunan

Retardasi mental

Kraniostenosis2
d. Gigi
e. Jaringan lemak

Status gizi

18
2.1.5 Perkembangan Anak
Tes skrining perkembangan menurut Denver

Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver


Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening
Test (DDST-R). Denver II merupakan salah satu dari metode skrining terhadap
kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang
dibutuhkan 15-20 menit. Terdapat 4 aspek perkembangan yang dinilai : 2

1. Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi


dan berinteraksi dengan lingkungannya. 2

2. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati


sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. 2

3. Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti


perintah dan berbicara spontan2

4. Gross motor (gerakan motorik kasar)

19
Aspek yang bkjerhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. 2

2.2 Global Developmental Delay


2.2.1 Definisi
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global
(KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes
IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang dipergunakan
adalah retardasi mental. Anak dengan KPG tidak selalu menderita retardasi mental
sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak mengalami KPG seperti
penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial meskipun aspek kognitif
berfungsi baik. 3

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5
tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta

20
mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat bervariasi, sekitar
80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal,
disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum diketahui.
Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat dicegah seperti
paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal.3
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12
bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak
adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada
14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien. Didapatkan 20% BBLR
dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik
klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29% mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom.
Evaluasi perkembangan menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor
perkembangan. Etiologi ditemukan pada 61% dengan penyebab terbanyak adalah
kelainan majemuk, hipotiroid, serebral disgenesis, palsi serebral.

2.2.3 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular.
Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :

Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV, 2010)
6
Kategori Komentar
Genetik atau Sindromik  Sindrom yang mudah diidentifikasi, misalnya
Teridentifikasi dalam 20% dari mereka Sindrom Down
yang tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan  Penyebab genetik yang tidak terlalu jelas pada
dismorfik, atau riwayat keluarga awal masa kanak-kanak, misalnya Sindrom
Fragile X, Sindrom Velo-cardio-facial (delesi
22q11),Sindrom Angelman, Sindrom Soto,
Sindrom Rett, fenilketonuria maternal,
mukopolisakaridosis, distrofi muskularis tipe
Duchenne, tuberus sklerosis, neurofibromatosis
tipe 1, dan delesi subtelomerik.
Metabolik  Skrining universal secara nasional neonatus
Teridentifikasi dalam 1% dari mereka yang untuk fenilketonuria (PKU) dan defisiensi acyl-
tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan Co A Dehidrogenase rantai sedang.
dismorfik, atau riwayat keluarga  Misalnya, kelainan siklus/daur urea

21
Endokrin  Terdapat skrining universal neonatus untuk
hipotiroidisme kongenital
Traumatik  Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan  Anak-anak memerlukan kebutuhan dasarnya
seperti makanan, pakaian, kehangatan, cinta,
dan stimulasi untuk dapat berkembang secara
normal
 Anak-anak tanpa perhatian, diasuh dengan
kekerasan, penuh ketakutan, dibawah stimulasi
lingkungan mungkin tidak menunjukkan
perkembangan yang normal
 Ini mungkin merupakan faktor yang
berkontribusi dan ada bersamaan dengan
patologi lain dan merupakan kondisi yaitu
ketika kebutuhan anak diluar kapasitas
orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral  Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan  Kelainan motorik dapat mengganggu
Perkembangan Koordinasi (Dispraksia) perkembangan secara umum
Infeksi  Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV
 Meningitis neonatal
Toksin  Fetus: Alkohol maternal atau obat-obatan saat
masa kehamilan
 Anak: Keracunan timbal

2.2.4 Deteksi Dini


Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap tahap
perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan normal jika
ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan
perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua perlu mengenal tanda
bahaya (red flag) perkembangan anak. Untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan atau keluhan
orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan pada anak.6
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara komprehensif
untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal
faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan
tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi,
penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa
proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal
pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan.6
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat
dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang
tercantum di bawah 6

22
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian
kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia
6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol 7
Tanda bahaya gangguan motor halus
1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat
dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten7
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap
suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan7
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, misalnya
saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan
dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan7
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti

23
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /
interaksi7
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata7
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan
skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test
– II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan motorik kasar dan
motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s Evaluations of
Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining yang lebih Spesifik
dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical
Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan bahasa
ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.7

2.2.5 Gejala Klinis


Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian dalam
beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila di
perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli dalam
melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining prosedur yang
dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan berbeda jika skrining
dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan beberapa kali kunjungan
karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan berat
badan. Mengacu pada pengertian KPG yang berpatokan pada kegagalan
perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar, motorik halus, bicara, bahasa,
kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari dimana belum diketahui penyebab
dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal spesifik yang dapat mengarahkan
kepada diagnosa klinik KPG terkait ketidakmampuan anak dalam perkembangan
milestones yang seharusnya, yaitu7:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan

24
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

2.2.6 Diagnosis
Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah
perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko
biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat
salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat
infant. 7
Tabel 1. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global 7

25
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah seringkali
beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau meningitis,
gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung memengaruhi
perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk didalamnya ibu yang
masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak sehat secara individu atau
kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga bermasalah akibat obat-obatan
terlarang, minuman keras dan kekerasan sering menyebabkan hasil buruk. Anak
dengan faktor resiko kondisi medis seperti myelomeningocele, sensorineural deafness,
atau trisomy 21 diketahui memiliki hubungan dengan keterlambatan perkembangan
anak. Perhatian saat ini sering pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik
milestones, peubahan perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum
dalam tahun pertama sering dihubungkan dengan HIV.7
Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.7 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara
terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya lampu.
Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih mendalam
diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan adanya
strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brain-
stem evoked potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan, kemampuan
pendengaran dapat dites dengan menggunakan peralatan audiometri. Pada usia 3-4
tahun, pendengaran dapat diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan
telinga untuk mencari tanda dari infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk
dilakukan karena bila terjadi secara kontinyu akan menyebabkan gangguan
pendengaran ringan. Pemeriksaan kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyakit ektodermal seperti tuberous sklerosis atau
neurofibromatosis yang dihubungkan dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus
meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengan perkembangan seperti
adanya primitive reflek, yaitu moro reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya
gangguan tonus.7

26
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan pada
anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa
pemeriksaan penunjangnya antara lain7:

a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik rutin
untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai
evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila
didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah
pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-anak dicurigai
memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan
asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot
harus diskrining dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk
melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy. 7
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak ditemukan
dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom
yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga
dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-
laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining
pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas.
Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi
mental sedang hingga berat yang tidak dapat dijelaskan. 7
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu
dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya dilakukan bila
terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid. 7
d. EEG

27
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki riwayat
epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat
data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan
sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG tanpa riwayat epilepsi. 7
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih
dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis
sebelumnya. 7

2.2.7 Diagnosis Banding


Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini, terdapat
beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun memiliki
beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).8
Retardasi Mental
Suatu keadaan jyang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-IV,
retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat gangguan
fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui adanya gangguan
fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi
hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20 8
Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)
Membedakan antara CP dengan KPG, pada CP, ada tiga faktor resiko awal yaitu
bayi lahir prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir
dengan ensefalopati sedang hingga berat (semakin berat keluhan semakin berat
risiko), dan bayi yang lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor risiko awal
tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak. Bila terdapat
gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal tersebut

28
adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat dilakukan
berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari Soetjiningsih, 19957), yaitu pola gerak dan
postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot; evolusi reaksi postural dan
kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon, primitif dan plantar. 8

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran bayi,
yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda ADHD yaitu
development delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan sosial.
Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis ADHD. 8

Autism Spectrum Disorder (ASD)


Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan KPG. Beberapa kata kunci
adalah gangguan bersosial. Pada tahun pertama akan sulit membedakan antara ASD
dengan KPG, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek kurang,
berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun kedua dan
ketiga, bahasa tubuh yamg tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku lain yakni
motorik, sensorik dan beberapa domain lain. 8

2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan.
Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan
berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan
masing-masing. Sehingga penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal
disertai penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi
yang dilakukan, antara lain9:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.
Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut.
Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat
membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan
tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan

29
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat anak-
anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut. 9
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara
bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai
pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran
pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan
kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya. 9
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan
motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti
berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik
halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil
barang. Dalam terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari
fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya.
Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang
berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. 9
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk
seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain.
Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi
masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat
dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini
bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang
lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu,
sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi
sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua
terapi tersebut, yang disebut cognitive-behavioural therapy. 9

2.2.9 Komplikasi

30
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni kemunduran
perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak tertangani dengan
baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya aspek psikologi dari
anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi akibat ketidakmampuan
dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga anak itu dapat bersikap negatif
atau agresif. 9

2.2.10 Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan
penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan
pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang baik
terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi hingga
dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam menanggapi
terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif (faktor-faktor yang
dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan menunjukkan
perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami kemunduran.
Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan dari anak tersebut
untuk menjalani kesehariannya.9

2.3 CEREBRAL PALSY

2.3.1 Definisi
Cerebral palsy adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok
penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi
klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak
akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Pada penyakit ini terjadi kerusakan
pada sel-sel motorik yang sedang tumbuh atau belum selesai tumbuh dan akan
mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara
adekuat.10

2.3.2 Etiologi
a. Pranatal :
1) Infeksi intrauterine : TORCH dan sifilis
2) Radiasi

31
3) Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,
kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dll.)
4) Toksemia gravidarum.
5) DIC karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar10
b. Natal :
1) Anoksial hipoksia
2) Perdarahan otak/ intra cranial
3) Trauma lahir.
4) Prematuritas.
5) Postmaturitas
6) Hiperbilirubinemia
7) Bayi kembar10
c. Postnatal :
1) Trauma kapitis.
2) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan
3) Racun : logam berat, CO
4) Kern icterus. 10

2.3.3 Faktor resiko



10 kali lebih sering ditemukan pada bayi premature

Very low birth weight < 1500g

Kehamilan letak sungsang

Kehamilan kembar

Kepala kecil(mikrosefali)

Hipertensi dalam kehamilan

Kejang segera setelah lahir10

2.3.4 Klasifikasi
Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis yang nampak yaitu
berdasarkan pergerakan:
 Tipe Spastik (65%)

32
Pada tipe ini gambaran khas yang dapat ditemukan adalah paralisis spastik atau
dengan paralisis pada pergerakan volunter dan peningkatan tonus otot (hipertoni,
spastisitas, peningkatan refleks tendo dan klonus). Gangguan pergerakan volunter
disebabkan kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan otot. Bila anak menggapai atau
mengangkat sesuatu, terjadi kontraksi otot secara bersamaan sehingga pada
pergerakan terjadi retriksi dan membutuhkan tenaga yang banyak. 10
Paralisis akan mengenai sejumlah otot-otot, tetapi derajat paralisis berbeda-beda,
sehingga didapat ketidakseimbangan dalam tarikan otot dan akan menghasilkan suatu
deformitas tertentu, sehingga pada spastik Cerebral Palsy deformitas akan berupa:
fleksi, aduksi, dan internal rotasi. Gambaran khas spastic gait berupa kekakuan dan
kejang-kejang yang mengenai anggota gerak yang terjadi di luar kontrol karena
adanya deformitas posisi dan tampak nyata pada saat penderita berjalan ataupun
berlari. Paralisis spastik yang mengenai otot bicara menyebabkan kesulitan
pengucapan kata secara jelas. Paralisis spastik pada otot menelan menyebabkan
hipersekresi saliva yang berlebihan sehingga air liur tampak menetes. 10
Tergantung dari luasnya lesi pada korteks serebral dapat terjadi spastik paralisis, yang
dapat di bagi menjadi :
 Monoplegia :
Mengenai salah satu anggota gerak.
 Hemiplegia
Mengenai anggota gerak atas dan bawah pada salah satu sisi.
 Diplegia
Mengenai anggota gerak bawah.
 Quadriplegia/tetraplegia
Mengenai seluruh anggota gerak.
Pasien dengan tipe spastik biasanya mengalami kerusakan pada korteks motorik
ataupun traktus piramidalis. 10
 Tipe Atetoid (20%)
Gambaran khas atetosis adalah gerakan involunter yang tidak terkontrol pada otot
muka dan seluruh anggota gerak. Gerakan otot atetotik menyebabkan perputaran,
gerakan menggeliat pada anggota gerak dan muka sehingga penderita tampak
menyeringai dan bila mengenai otot yang digunakan untuk berbicara maka akan

33
timbul kesulitan berkomunikasi untuk menyampaikan keinginan ataupun
kebutuhannya. 10
Tipe atetosis pada pergerakan tangan dan lengan nampak sebagai getaran yang
bersifat regular atau spasme yang tiba-tiba. Terkadang pergerakan tidak mempunyai
tujuan, ataupun ketika ingin melalukan sesuatu maka anggota badannya akan bergerak
terlalu cepat dan terlalu jauh. Keseimbangannya juga sangat buruk sehingga ia juga
akan mudah terjatuh. Pada tipe ini kerusakan terjadi pada sistem motorik
ekstrapiramidal atau hingga ke ganglia basalis. 10

 Tipe Ataksia (5 %)
Gambaran khas berupa ataksia serebral karena adanya gangguan koordinasi otot dan
hilangnya keseimbangan. Cara berjalan pada anak bersifat tidak stabil dan sering
terjatuh walaupun telah menggunakan tangan untuk mempertahankan keseimbangan.
Pada lesi sereberal primer terjadi spastisitas dan atetosis tanpa disertai gangguan
intelegensi. Anak yang menderita tipe ataksia mengalami kesulitan ketika mulai
duduk atau berdiri. Lesi biasanya mengenai serebelum, sehingga intelegensia tidak
terganggu. 10

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.


1) Ringan:

34
Penderita masih bisa melakukan pekerjaanlaktifitas sehari- hari sehingga sama sekali
tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. 10
2) Sedang:
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus
atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau
berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus
diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah
masyarakat dengan baik. 10
3) Berat:
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat
hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang
diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam
rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan
retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik
bagi keluarganya maupun lingkungannya. 10

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien an. R, laki-laki 4th didiagnosis dengan Cerebral Palsy (CP) dengan Global
Delayed Development (GDD)
Etiologi pasien mengalami CP yaitu saat periode prenatal, ibu pasien memiliki
riwayat ketuban pecah dini, sehingga keadaan ini menyebabkan pasien harus
dilahirkan pada usia kehamilan 7 bulan.. Pada periode postnatal, pasien sering
mengalami kejang selama 5-10 menit dengan frekuensi >4x dalam 1 tahun. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Selain itu terdapat faktor risiko lain pada
pasien yaitu ukuran kepala kecil (mikrosefali).

35
Pasien mulai terlihat gejala CP saat berusia 1 tahun. Saat itu kaki dan tangan
kanan pasien kaku dan sulit digerakkan. Pasien merupakan CP tipe spastik. CP tipe ini
terbanyak dibanding yang lainnya. Pada tipe ini terjadi kerusakan di traktur
kortikospinalis. Anak mengalami peningkatan tonus otot dengan paralisis pada
pergerakan volunteer dan otot bicara. Sehingga anak akan mengalami gangguan pada
motoric halus, motoric kasar, dan bahasa. Pada pasien ini spastik mengenai seluruh
anggota gerak (tetraplegia). Hal ini menggambarkan lesi yang luas pada korteks
serebral.
Keadaan cerebral pasly ini menyebabkan pasien mengalami Global
Developmental Delay (GDD). GDD adalah keterlambatan yang signifikan pada dua
atau lebih domain perkembangan anak, diantaranya motoric kasar, motoric halus,
bahasa, dan personal social. Pada pasien ini ditemukan keterlambatan pada keempat
aspek tersebut. Pada pasien saat ini (usia 1 tahun 4 bulan), pasien belum bisa duduk,
dan belum bisa mengucapkan satu/dua kata. Istilah GDD sendiri hanya digunakan saat
anak berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan anak yang berumur lebih dari 5 tahun
digunakan istilah retardasi mental karena tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil
yang akurat.
CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk
memperbaiki kapabilitas anak, mengusahakan penderita dapat hidup mendekati
kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal
mungkin. Terapi yang diberikan berupa terapi fisik dan perilaku. Terapi fisik
ditujukan untuk mencegah kelemahan, menghindari kontraktur dan meningkatkan
perkembangan motoric pasien. Selain itu diperlukan juga terapi okupasi dan bicara.
Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan makan, berpakaian,
atau menggunakan kamar mandi.

36
BAB V
KESIMPULAN

Global Developmental Delay (GDD) merupakan suatu keterlambatan tumbuh


kembang dalam aspek motoric kasar, motoric halus, bahasa, dan social. GDD sendiri
bisa diakibatkan oleh beberapa hal, salah satunya CP. CP sendiri bisa diakibatkan
terdapat gangguan pada periode prenatal, natal, dan postnatal. Setelah lahir, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan , terjadi pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak
yang pesat, serta terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya.
Jika terjadi gangguan pada periode ini, seperti asfiksia neonatorum, kejang, dan tidak
terdapat pemberian ASI, dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Diperlukan bagi setiap orang tua untuk mencegah dan mendeteksi setiap

37
keterlambatan pada anak. Agar seorang anak bisa menjadi pribadi yang berkualitas di
masa depan. Sedangkan untuk epilepsi, pengobatan dan kontrol yang rutin dapat
menurunkan angka kekambuhan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Delong G, R dan Adams R, D; Development And Congenital Abnormalitas of The


Nervous System Dalam Isselbacher, K. J; et al (eds) : Harrison’s Principle of
Internal Medicine II. USA, 2010
2. Lissauer Tom, Clayden Graham : Emotions and behaviour, in Paediatrics,
llustrated Textbook, 2 nd edition, Mosby,.B. Saunders., 2011, pp. 313.
3. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice
parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of the American
Academy of Neurology and the practice committee of the child neurology society.
Neurology 2009;60:67-80.

38
4. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi pasien
keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
5. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis Keterlambatan
Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali
6. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available from]: URL: http
//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-keterlambatan-
perkembangan-umum-pada-anak.html.
7. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. Tumbuh
kembang anak. Jakarta: EGC; 2010. h. 1-32.
8. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2);32-4.
9. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan RI. 2005.
10. Bambang Hermani. Panduan Praktik Klinis Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM. Serebral Palsi. Jakarta. 2015

39

Anda mungkin juga menyukai