Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikrosefali merupakan temuan klinis, didefinisikan sebagai
lingkar kepala di bawah -2 standar deviasi lingkar kepala
berdasarkan usia dan jenis kelamin, yang dapat disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan otak awal. Hal ini dapat dihubungkan
dengan sindrom genetik dan etiologi lingkungan. Oleh karena
itu,kondisi ini memerlukan evaluasi klinis dan instrumental serta
pendekatan multidisiplin. Microcephali biasanya diklasifikasikan
menurut onset (misalnya, bawaan atau post-natal) dan hubungannya
dengan anomali lainnya (primer atau sekunder).1
Mikrosepali terjadi pada 0,56% anak. Pada anak yang memiliki
lingkar kepala jauh dibawah -2 standar deviasi cenderung tergolong
mikrosefali primer. Mikrosefali pada anak tidak hanya berupa
kelainan bentuk kepala namun juga disertai dengan retardasi mental,
cerebral palsy, gangguan pada mata, gangguan motorik, epilepsi.
Pada anak dengan mikrosepali pemeriksaan yang dapat dilakukan
berupa CT scan dan MRI untuk mengetahui kelainan otak. Saat ini
belum ditemukan terapi khusus untuk mikrosepali, terapi yang
diberikan hanya terapi penyakit penyerta.2
Pada mikrosefalus terdapat gangguan pertumbuhan otak,
sehingga ukuran kepala menjadi lebih kecil dari normal. Bayi- bayi
dengan mikrosefalus biasanya mengalami kemunduran intelektual

1
dan gangguan pertumbuhan. Diagnosis mikrosefalus tidak selalu
mudah. Keadaan ini harus dibedakan dari janin yang mengalami
gangguan pertumbuhan (IUGR). Pada mikrosefalus ukuran kepala
lebih kecil dari normal, sedangkan ukuran biometri lainnya masih
sesuai dengan usia kehamilan. Beberapa penulis mendiagnosis
mikrosefalus bila ukuran lingkar kepala berada di bawah -2 deviasi
standar dari ukuran rata-rata.3
Mikrosefali adalah kasus malformasi kongenital otak yang
paling sering dijumpai. Ukuran otak pada kasus ini relatif amat
kecil, dan arena pertumbuhannya terhenti maka ukuran tengkorak
sebagai wadahnya pun juga kecil (sebenarnya nama yang lebih tepat
adalah mikrosefalus). Perbandingan berat otak terhadap badan yang
normal adalah 1:30, seangkan pada kasus mikrosefalus,
perbandingannya menjadi 1:100. Bila kasus bisa hidup sampai usia
dewasa, biasanya berat otaknya hanya kurang dari 900 gram
(bahkan ada yang hanya 300gram).1
Otak mikrosefali selalu lebih ringan, dapat serendah 25% otak
normal. Jumlah dan kompleksitas girus korteks mungkin kurang.
Lobus frontalis adalah yang paling parah, serebelum seringkali
membesar tak seimbang. Pada mikrosefali akibat penyakit perinatal
atau postnatal dapat terjadi kehilangan neuron dan gliosis korteks
serebri.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mikrosefal merupakan kelainan ukuran dan bentuk kepala lebih
kecil dari ukuran normal berdasarkan jenis kelamin dan umur.
Mikrosefali dapat terjadi karena perkembangan otak yang tidak
normal (lissencephalus) atau penutupan sutura yang terlalu cepat
(craniosyantosis). Mikrosefali terbagi atas 2 kelompok yaitu,
mikrosefali primer dan dan mikrosefali sekunder. Mikrosefali
primer disebabkan karena kelainan genetik sedangkan mikrosefali
sekunder karena keadaan ibu saat hamil.4

Gambar 1 : Mikrosefali

2.2 Etiologi
Mikrosefali primer merujuk pada kelompok keadaan yang
biasanya tidak memiliki malformasi lain dan mengikuti pola
pewarisan. Mendelian atau terkait dengan sindrom genetic tertentu.
Bayi-bayi ini biasanya dikenali saat lahir karena kecilnya lingkar

3
kepala. Tipe yang paling lazim adalah mikrosefali dominan autosom
dan familial dan serangkaian sindrom kromosom. Mikrosefali
sekunder akibat dari sejumlah besar agen berbahaya yang dapat
mengenai janin dalam uterus atau bayi selama masa pertumbuhan
otak cepat, terutama pada usia 2 tahun pertama.4
Mikrosefali primer disebabkan antara lain:4
- Penurunan familial autosomal resesif
- Penurunan familial autosomal dominan
- Sindrom down (trisomy 21), sindrom Edward (trisomy 18),
sindrom chi-du-dhat, Cornelia de Lange, Sindrom Rubenstein
Taybi, sindrom smith-lemli-opitz.
Mikrosefali sekunder disebabkan antara lain:4
- Infeksi TORCH
- Konsumsi obat-obatan, alcohol
- Radiasi, meningitis, encephalitis, malnutrisi, metabolik,
hipertermi, hypoxic-ischemic encephalopaty, hipertensi
2.3 Epidemiologi
Insidensi mikrosefali saat lahir adalah 150 per 100.000
kelahiran hidup. Tingkat kejadian penyakit tergantung pada jumlah
populasi dan ambang batas yang menjadi definisi mikrosefali. Rata-
rata prevalensi mikrosefali diantar anak-anak yang sedang
dievaluasi perkembangan saraf adalah sebesar 25%. Meskipun
sebagian besar anak dengan mikrosefali beresiko memiliki IQ yang
rendah, kehadiran mikrosefali sendiri tidak berarti indikasi cacat

4
intelektual. Pada penelitian menyatakan bahwa sebanyak 2 neonatus
yang dapat lahir hidup dengan menderita mikrosefali, sebanyak satu
kasus dengan diagnosis prenatal mikrosefali yang mengalami
abortus dan tidak ada yang lahir mati dengan menderita
mikrosefali.6

2.4 Klasifikasi
Mikrosefali dapat dibedakan menjadi mikrosefali primer dan
mikrosefali sekunder. Mikrosefali primer juga disebut sebagai
mikrosefali bawaan (kongenital), dianggap sebagai suatu anomali
atau kelainan perkembangan yang statis, terjadi pada saat lahir atau
paling dini diusia 32 minggu kehamilan. Mikrosefali sekunder atau
mikrosefali yang didapat, adalah kondisi neurodegenerative
progresif dengan lingkar kepala bayi saat lahir berada dalam kisaran
normal tetapi kemudian tidak mengalami perkembangan lagi. Ada
beberapa penyebab genetic dan non genetik yang menyebabkan
mikrosefali primer dengan keterbelakangan mental, seperti
toxoplasmosis kongenital. Ibu yang mengalami intoksikasi alcohol
pada saat hamil dan sindroma rubbinstein-taybi.7
2.5 Patogenesis
Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik.
Mikrosefali genetic ini termasuk mikrosefali familial dan
mikrosefali akibat aberasi kromosom. Mikrosefali akibat penutupan

5
sutura premature (kraniositosis). Jenis mikrosefali ini berakibat
bentuk kepala abnormal, namun pada kebanyakan kasus tak ada
yang anomaly serebral yang jelas.7
Bakal serebrum mulai terlihat sebagai struktur yang dapat
dikenali pada embrio kehamilan 28 hari, saat ujung anterior tuba
neuralis mengalami suatu ekspansi globular, prosensefalon. Dalam
beberapa hari berikutknya, prosensefalon membelah menjadi 2
perluasan lateral yang merupakan asal hemisferium serebri dan
ventrikel lateralis. Dinding ventrikel pada stadium ini dibentuk
menjadi oleh lapisan benih neuroblast yang aktif membelah.
Neuroblast yang baru terbentuk bermigrasi dari dinding ventrikel
kepermukaan hemisferium primitive, berakumulasi dan membentuk
korteks serebri. Pendatang pertama membentuk lapisan bawah
korteks, dan pendatang selanjutnya melewati lapisan ini,
membentuk lapisan-lapisan atas. Diferensiasi neuroblast membentuk
neuron eksensi sel yang bertambah panjang dan akhirnya
membentuk akson dengan lumen ventrikel melalui ekstensi sel yang
bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson substansi alba
subkortikal. Akson yang menyebrang dari satu hemisferium
kehemisferium lainnya untuk membentuk korpus kalosum, pertama
kali terlihat pada kehamilan bulan ketiga, korpus kalosum terbentuk
lengkappada bulan ke-5. Pada saat inilah permukaan akorteks mulai
memperlihatkan identasi yang terbentuk proresif selama trimester

6
terakhir, sehingga pada aterm, sulkus dan girus utama telah berbatas
tegas.1
Otak bayi aterm memiliki seluruh komplemen neuron dewasa,
tetapi hanya sekitar sepertiga otak dewasa. Peningkatan berat
postnatal adalah akibat mielinisasi substasia alba subkortikal.
Perkembangan penuh prosesus saraf, baik dendrit maupun akson
serta peningkatan sel glia.1
Secara umum pengaruh abnormal sebelum kehamilan bulan ke-
6 cenderung mempengaruhi pertumbuhan struktur makroskopik otak
dan mengurangi jumlah neuron total. Pengaruh perubahan patologik
pada periode perinatal cenderung lebih ringan, seperti keterlambatan
mielinisasi dan berkurangnya pembentukan dendrit. Hilangnya
substansi otak akibat lesi destruktif dapat terjadi pada akhir masa
janin dan awal masa bayi, baik secara terpisah ataupun bersama
cacat perkembangan lain.6
Primary autosomal recessive microcephaly (MCPH) arau
mikrosefali autosomal resesif primer merupakan salah satu
gangguan kongenital, ditandai dengan retardasi mental dan ukuran
otak yang kecil tanpa tambahan malformasi otak yang parah.
Beberapa gen yang mendasari terjadinya mikrosefali primer telah
teridentifikasi. Meskipun protein yang dikodekan memiliki fungsi
yang beragam, penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat
gangguan proses pembelahan mitosis dari struktur kortikal selama
masa perkembangan embrionik. Selama tahap awal perkembangan

7
kortikal, sel progenitor yang memiliki kemampuan pembelahan
secara simetris sangat penting untuk menghasilkan sel dengan
jumlah yang cukup dan secara bersama-sama berfungsi sebagai inti
proses neurogenesis berkelanjutan. Proses proliferasi dan
diferensiasi ini terutama terjadi pada ventrikel dan zona
subventrikuler yang melapisi rongga otak. Sel progenitor bagian
asimetris saraf menghasilkan induk dan anak dengan hasil yang
berbeda. Gangguan dari divisi simetris dapat menyebabkan
menipisnya inti progenitor sel saraf. Penurunan selanjutnya
ditingkat proliferasi sel. Hasil akhirnya adalah otak yang lebih kecil
dari biasanya atau mikrosefalus. Malformasi otak yang parah
biasanya tidak terdapat pada MCPH.5
Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali
sekunder dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine seperti pada
penyakit inklusi sitomegalovirus, rubella, sifilis, toxoplasmosis, dan
herpes simpleks, radiasi, hipotensi sistemik maternal, insufisiensi
plasental, anoksia, penyakit sistemik maternal seperti diabetes
melitus, penyakit renal kronis, fenilketonuria, dan kelainan perinatal
serta pascanatal seperti asfiksia, infeksi, trauma, kelainan jantung
kronik, serta kelainan paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali ini
berhubungan dengan retardasi mental dalam berbagai tingkat.4
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya
neural tube yaitu induksi daerah dorsal yang terjadi pada minggu ke
3 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini mengakibatkan

8
kelainan congenital seperti kranioskisis, totalis. Fase selanjutnya
terjadi proliferasi neuron yang terjadi pada masa gestasi. Gangguan
pada masa ini dapat menyebabkan mikrosefali.4
2.6 Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering terlihat pada kasus mikrosefali
adalah ukuran lingkar kepala yang lebih kecil dari pada normal dan
biasanya sekunder akibat jaringan otak yang tidak tumbuh. Kadang-
kadang ubun-ubun besar terbuka dan kecil. Didapatkan retardasi
mental. Mungkin didapatkan pula gejala motoric berupa diplegia
spastik, hemiplegia dan sebagainya. Terlambat bicara dan kadang-
kadang didapatkan kejang. Tampilan kasus mikrosefali yang khas
adalah tulang frontal dan fossa anterior yang kecil.8
Retardasi mental merupakan gejala yang paling sering
menyertai mikrosefali. Retardasi mental disebut juga sebagai
oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna
mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecenderungan
umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku
adaptif. Retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik
didalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap
intelektualitas dan fungsi adaptif. Intelligence Quotient (IQ)
bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk
menentukan berat ringannya retardasi mental, melainkan harus
dinilai berdasarkan jumlah keterampilan spesifik yang berbeda.8

9
Seseorang dikatakan mengalami retardasi mental bila
memenuhi kriteria sebagai berikut:8
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptife social
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu dibawah
usia 18 tahun.
Gangguan perkembangan neurologis sering terjadi pada
penderita mikrosefalus, gangguan perkembangan neurologis
merupakan kegagalan untuk memiliki kemampuan fungsi neurologis
yang seharusnya dimiliki, yang disebabkan oleh adanya lesi (defek)
dari otak yang terjadi pada periode awal pertumbuhan otak.8
Gejala klinis yang timbul juga terkadang dapat mengarahkan
penjyebab timbulnya mikrosefali. Contohnya, mikrosefali yang
disebabkan oleh virus rubella biasanya juga disertai oleh kurangnya
kemampuan intelektual. Gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, dan kurangnya kemampuan kognitif. Gagal dalam
perkembangan pada masa bayi dan balita umumnya mempengaruhi
pertumbuhan kepala. Pertumbuhan kepala biasanya terjadi pada tiga
tahun pertama kehidupan. Maka dari itu, gangguan kesehatan yang
terjadi pada masa-masa tersebut dapat mempengaruhi ukuran dari
kepala penderita.9
2.7 Diagnosis
Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan
gambaran radiologis. Riwayat keluarga menyeluruh harus

10
diperhatikan, mencari kasus mikrosefali tambahan atau gangguan
yang mengenai system saraf. Adalah paling penting untuk
mengukur lingkar kepala penderita saat lahir. Lingkar kepala yang
sangat kecil menunjukkan suatu proses yang dimulai pada awal
perkembangan embrional atau perkembangan janin. Gangguan pada
otak yang terjadi pada kehidupan akhir. Terutama sesudah usia 2
tahun, kurang mungkin dapat mengakibatkan mikrosefali berat.
Pengukuran lingkar kepala berkali-kali adalah lebih berarti daripada
pengukuran satu kali, terutama saat kelainan minimal. Selain itu,
lingkar kepala orang tua dan saudara kandung masing-masing
dicatat.7
Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran
sirkumferensia fronto oksipital dengan menggunakan pita pengukur
dan melingkari tulang cranium dengan melewati bagian telebar dari
dahi dan bagian yang menonjol pada area occipital. Defenisi lingkar
kepala normal yang diterima secara luas pada pengukuran
sirkumferensia fronto-oksipital ini bila tidak melebihi dari 2 standar
deviasi.7

11
j

Gambar 2 : Pengukuran Lingkar Kepala ( Nellhaus)

12
Pemeriksaan laboratorium anak mikrosefali ditentukan melalui
riwayat dan pemeriksaan fisik. Jika penyebab mikrosefali tidak
diketahui, kadar fenilalanin serum ibu harus diukur. Kadar
fenilalanin serum ibu yang tinggi pada ibu yang tidak bergejala
dapat mengakibatkan cedera otak yang nyata pada bayi pada bayi
non fenilketonuria yang lainnya normal. Karotipe diperiksa jika
sindrom kromosom dicurigai atau jika anak memiliki wajah
abnormal, perawakan pendek dan anomaly kongenital tambahan,
CT scan atau MRI dapat beguna dalam mengenali kelainan
structural otak atau klasifikasi intraserebrum. Penelitian tambahan
meliputi analisis asam amino plasma dan urin puasa: ammonium
serum : titer toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus dan herpes
simpleks (TORCH) ibu dan anak serta sampel urin untuk biakan
cytomegalovirus.8
2.8 Diagnosis Banding
Mikrosefali harus dibedakan dari ukuran kepala yag kecil
sekunder dari sinostosis sutura sagitalis dan koronarius. Sinostosis
biasanya terjadi prenatal dan diketahui setelah dilahirkan. Perubahan
bentuk tengkorak disebabkan ekspansi jaringan otak yang tumbuh
terhalang oleh penutupan sutura. Pada stadium permulaan
perubahan bentuk tengkorak merupakan kompensasi untuk
mencegah tekanan intracranial yang meninggi.7
Pada brakisefali dan skafosefali keadaan kompensasi ini bisa
berlangsung lama sampai berbulan-bulan, namun pada oksisefali

13
tekanan intracranial sudah meninggi dalam minggu pertama sesudah
lahir. Akibat tekanan intracranial yang meniggi akan terlihat
iritabilitas, muntah, eksoftalmus akibat tekanan pada orbita,
retardasi mental dan motoric, kejang. Gangguan visus dapat terjadi
akibat tertariknya N II atau sebagai akibat papil N II karena tekanan
intracranial yang meninggi.7
2.9 Komplikasi
Pada sebagian besar kasus, batasan antara komplikasi
mikrosefali dengan gejala klinis menjadi tidak jelas. Komplikasi
yang dapat terjadi sebagai akibat dari mikrosefali berat sangat
bervariasi. Namun demikian, satu hal yang pasti adalah bahwa
kepala anak akan selalu lebih kecil dari pada rata-rata. Bayi dengan
kasus mikrosefali yang parah mungkin memiliki keterlambatan
dalam perkembangan baik berbicara dan gerakan. Bayi juga bisa
mengalami masalah dalam keseimbangan serta dalam hal
koordinasi. Beberapa anak yang terkena dampak mikrosefali dakan
menjadi bertubuh pedek dan ada kemungkinan timbul dwarfisme.
Hiperaktif serta distorsi wajah, gangguan mental dan kejang juga
merupakan komplikasi dari kelainan ini.7
2.10 Penatalaksanaan
Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang efektif dan
spesifik untuk menangani pasien mikrosefali. Pemantauan
perkembangan saraf merupakan penanganan yang paling baik untuk
saat ini. Perlu ditekankan kepada orang tua penderita mikrosefali,

14
bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti
anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang
ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan
anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau hanya
membutuhkan sedikit bantuan saja.1
Bila penyebab mikrosefali telah ditegakkan, dokter harus
memberikan nasehat keluarga yang tepat dan pendukung genetic.
Karena banyak anak dengan mikrosefali juga akan mengalami
retardasi mental, dokter juga harus membantu dengan penempatan
pada program yang tepat yang akan memberikan perkembangan
anak secara maksimum.2
Gizi dan nutrisi yang baik pasien anak dengan mikrosefali
sangat penting untuk diberikan, karena walaupun kemampuan
otaknya sudah tidak dapat normal, namundengan bantuan nutrisi
yang adekuat dapat membantu perkembangan otak semaksimal
mungkin.2
2.11 Pencegahan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada terapi
kuratif dalam penanganan mikrosefali. Oleh karena itu, pencegahan
sangat penting. Pencegahan meliputi bimbingan dan penyuluhan
genetic, pencegahan bahaya infeksi terutama selama kehamilan,
penggunaan obat-obatan tertentu atau zat kimia tertentu.9
Diamerika serikat, konsumsi alcohol pada ibu hamil
menyebabkan kelainan pada bayinya. Kelainan yang terjadi

15
terutama berkaitan dengan retardasi mental dan terjadi pada sekitar
9/1000 anak. Oleh karena itu, diperlukan edukasi untuk ibu hamil
agar tidak mengkonsumsi alcohol pada saat hamil.9
2.12 Prognosis
Bayi yang dilahirkan dengan mikrosefali biasanya tidak bisa
hidup lama dan beberapa langsung meninggal setelah lahir,
kebanyakan dari mereka yang masih bisa hidup mengalami retardasi
mental dan kelainan motoric seperti hemiplegia, diplegia spastik.
Mikrosefal biasanya disertai dengan kelainan-kelainan lain sebagai
suatu sindrom.6

16
BAB III
KESIMPULAN
a. Mikrosefali didefinisikan sebagai lingkar kepala yang berukuran
lebih dari -2 standar deviasi dibawah mean menurut usia dan jenis
kelamin.
b. Mikrosefali dapat dibedakan menjadi mikrosefali primer dan
mikrosefali sekunder. Mikrosefali primer, juga disebut sebagai
mikrosefali bawaan (kongenital), dianggap sebagai suatu anomali
atau kelainan perkembangan yang statis, terjadi pada saat lahir atau
paling dini diusia 32 minggu kehamilan. Mikrosefaali sekunder atau
mikrosefali yang didapat, adalah kondisi neurodegenerative
progresif dengan lingkar kepala bayi saat lahir berada dalam kisaran
normal tetapi kemudian dapat mengalami perkembangan lagi.
c. Gambaran klinis yang sering terlihat pada kasus mikrosefali adalah
ukuran lingkar kepala yang lebih kecil daripada normal dan
biasanya sekunder akibat jaringan otak yang tidak tumbuh.
d. Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan
gambaran radiologis. Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang
efektif dan spesifik untuk menangani pasien mikrosefali.
Pemantauan perkembangan saraf merupakan penanganan yang
paling baik untuk saat ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Piro, E dkk. 2013. Microcephaly A Clinical Genetic and Neurologic


Approach. Acta Medica Mediterranea, vol 29.
2. Ashwal, S. Dkk. 2009. Practice parameter: evaluation of the child
with microcephaly, USA, American Academy of Neurology
3. Verloes Alain, 2004. Microcephalia vera and microcephaly with
simpliefied gyral pettern. Paris
4. Kleigman, R, dkk. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition,
international editional, USA, Elsevier
5. Wollnik, Bernd. 2010. A Common Mechanism for Microcephaly.
Nature Genetics; 42(11): 923-4
6. Kaindl. AM, Passemard S, Kumar P. Kraemer N, Issa L, Zwirner A,
et al. 2010. Many Roads Lead to Primary Autosomal Recessive
Microcephaly. Prog Neurobiol. 90(3): 363-83.
7. Abuelo, D. 2007, Microcephaly Syndrome. Sem Pediatr Neurol.
14(3): 118-27
8. Armatas, V. (2009). Mental Retardation : Defenitions, etiology,
epidemiology and Diagnosis. Journal of Sport And Health
Research. 1(2): 112-122.
9. Lindeke L. 2007. Microcephalus. Minnesota Department Of Health
Fact Sheet. 1-2.

18

Anda mungkin juga menyukai