PENDAHULUAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. 3
1
Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama
sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang
mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah umur
5-8 tahun.Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.
Banyak pasien kejang demam yang orangtua atau saudara kandungnya menderita
penyakit yang sama. Faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang
demam.4
Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam sederhana
pada pasien anak yang dirawat di Ruangan Intermediet Atas RS Umum Anutapura
Palu.
BAB 2
2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. TR
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Usia : 01 April 2018 / 6 bulan
Alamat : Jl. Mangga
Agama : Islam
Waktu Masuk : 24 februari 2019/02.00
Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan Intermediet Atas RS Umum
Anutapura Palu
Identitas Orang Tua :
o Nama Ayah :Tn. R
o Nama Ibu : Ny.F
o Umur ayah : 37 tahun
o Umur ibu : 31 tahun
o Pekerjaan : Swasta/IRT
o Alamat : Jl. Mangga
o
Family Tree :
3
Keluhan Utama : Kejang
Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang
dialami dirumah ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 kali selama ± 3
menit. Saat kejang kedua tangan mengepal, mata mengarah keatas. Setelah kejang
pasien langsung menangis. Sebelum kejang orang tua pasien mengaku anaknya
sempat demam sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan naik turun. Batuk (+)
sejak 3 hari yang lalu. Lendir (+) berwarna kuning, flu (+), sesak (-). Mual (-),
Muntah (-). BAB kesan biasa dan BAK lancar.
4
2900 gram, panjang badan lahir 50 cm, bayi lahir langsung menangis. Pasien
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Kepandaian/Kemampuan Bayi:
Tengkurap : usia 3 bulan
Duduk : usia 6 bulan
Merangkak : usia 7 bulan
Berdiri : usia 12 bulan
Berjalan : usia 14 bulan
Tertawa : usia 3 bulan
Berceloteh : usia 7 bulan
Memanggil papa mama : usia 10 bulan
Berbicara beberapa kata : usia 15 bulan
Anamnesis Makanan:
Usia Riwayat makanan
0-6 bulan ASI
6 bulan – 9 bulan Bubur Sun & pisang + ASI + susu
formula
9 bulan sampai – 12 bulan Bubur saring dicampur dengan wortel,
tomat dan tempe
1 tahun – sekarang Anak sudah bisa makan nasi + sayur +
lauk pauknya (makan sendiri)
5
Riwayat Imunisasi Dasar :
6
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 8 kg
Tinggi Badan : 70 cm
Status Gizi : WHO 112% (Gizi Baik)
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 120 x / menit
- Suhu Axilla : 38,6 ‘C
- Respirasi : 32 x / menit
1) Kulit :
Warna : Sawo matang, sianosis (-)
Efloresensi : Petechiae tidak tampak
Turgor : Segera kembali
Kelembaban : Cukup
2) Kepala:
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopecia (-)
3) Mata:
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Refleks cahaya : RCL (+/+) / RCTL (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)
7
Cekung : (-/-)
4) Hidung:
Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Rhinorrhea : tidak ada
5) Mulut:
Bibir : Kering (-), sianosis (-), stomatitis (-)
Gigi : Tidak ditemukan karies
Gusi : Tidak ditemukan adanya perdarahan
6) Telinga:
Sekret : Tidak ditemukan
Serumen : Minimal
7) Leher:
Kelenjar getah bening : Pembesaran (- /-), nyeri tekan (-)
Kelenjar Tiroid : Pembesaran (+), nyeri tekan (-)
Trakea : Posisi central
Kaku Kuduk : (-)
8) Toraks:
a. Dinding Dada/Paru:
Inspeks : Ekspansi paru simetris bilateral kanan =
kiri, tampak retraksi (-), jejas (-), bentuk normochest, pola
pernapasan kesan normal.
Palpasi :Ekspansi dada simetris, vocal fremitus
simetris kanan = kiri, nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi :Bronkovesicular (+/+)Suara napas
tambahan: Ronkhi (-/-), Whezzing (-/-)
b. Jantung :
8
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah
medial linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis
dextra et parasternalis sinistra
o Batas kiri : SIC V linea midclavicularis sinistra
o Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
9) Abdomen:
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), distensi (-), meteorismus
(-).
o Hati : Tidak teraba
o Lien : Tidak teraba
o Ginjal : Tidak teraba
¿ ¿ , kesan normal
12) Otot-Otot: Eutrofi +¿+ +¿+ ¿¿
+¿
13) Refleks: Fisiologis (++¿+ ++¿++ ¿ −¿− ¿ ¿
¿ ¿ ), patologis ( −¿−¿ ¿ )
Rangsangan meningial:
Brudzinki (-), kaku kuduk (-).
9
Pemeriksaan Laboratorium
Hitung Jenis
Leukosit:
Basofil 0,1 0-1 %
Eosinofil 1,2 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 76 50-70 %
Limfosit 31 30-45 %
Monosit 7,3 2-8 %
RESUME
10
Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan kejang.
Kejang dialami dirumah ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 kali
selama ± 3 menit. Saat kejang kedua tangan mengepal, mata mengarah keatas.
Setelah kejang pasien langsung menangis. Febris (+) sejak 2 hari yang lalu. Batuk
(+) sejak 3 hari yang lalu. Lendir (+) berwarna kuning, flu (+), sesak (-). Mual (-),
Muntah (-). BAB kesan biasa dan BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak
sakitsedang, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 120x/menit,
respirasi 32 kali/menit, suhu 38,6 oC. Genitalia dbn.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan : WBC: 6,4x103/uL
( N ) , RBC: 5,0 x 106uL (N), HGB: 12,2 g/dl ( N ), PLT: 311 x103/uL (N), HCT:
45% (N).
DIAGNOSA
-kds
-Bronchopeumoni
TERAPI
Medikamentosa
IVFD Ringer laktat 16 tetes per menit
Paracetamol syrup 3 x 1½ cth
Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
Puyer batuk
Non medikamentosa
Melanjutkan pemberian makan dan minum
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
ANJURAN
1. Pemeriksaan Pungsi lumbal
2. Pemeriksaan Elektrolit
3. Urinalisis
11
FOLLOW UP
Hari/Tanggal: 25 Maret 2019 perawatan hari ke 2
S Demam(+) hari ke-3, kejang (-)
sakit menelan (-), batuk (+), flu (+),
muntah (-),BAB (+) baik BAK (+) lancer
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 138 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 30 x/menit
Suhu Tubuh : 37,8 C
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : gizi baik
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-,
Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, Cardiomegali (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
12
- Palpasi : Nyeri tekan suprapubik (-) ,
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
Genitalia
- DBN
13
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : Gizi baik
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-,
Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (-), kesan normal
- Perkusi : Timpani (-) diseluruh abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan epigatsrium (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
- Genitalia : DBN
A -Kejang demam sederhana
-Bronchopneumonia
P Non-Medikamentosa
Melanjutkan pemberian makan dan minum
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
Medikamentosa
14
IVFD Ringer laktat 16 tetes per menit
Paracetamol syrup 4 x 1½ cth
Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
Puyer batuk 3x1
15
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen.
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor :-
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
- Genitalia : DBN
A -Kejang demam sederhana
-Bronchopneumonia
P Non-Medikamentosa
Melanjutkan pemberian makan dan minum
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
Medikamentosa
Aff infus
Paracetamol syrup 3 x 1½ cth
Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
Puyer batuk
Pasien Boleh Pulang
BAB III
16
DISKUSI
17
Bangkitan kejang tonik, tonik- atau kejang umum didahului
klonik tanpa gerakan fokal dengan kejang parsial
Tidak berulang dalam waktu 24 Kejang berulang 2 kali atau lebih
jam dalam 24 jam, anak sadar kembali
di antara bangkitan kejang
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksis yang dihasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh
tubuh melalui hematogen maupun limfogen.Penyebaran toksis ke seluruh tubuh
akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di
hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh
yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.Naiknya
suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai
pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion
Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang
diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
18
kejang. Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan
atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di
neuron otak. 1,3
Pada kasus ini infeksi yang menyebabkan timbulnya kejang adalah
kemungkinan berasal dari infeksi saluran pernapasan dikarenakan pasien
mengeluhkan adanya batuk dan flu sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya kejang demam.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik
yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel
neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron
untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi
olehneurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya
eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi
yang berulang. 3,4,5 Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang
berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak
sempurna.6
Usia pertama kali kejang pada kelompok kasus diketahui sebagian besar
adalah kurang dari dua tahun. Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk
asamglutamat baik ionotropik maupun metabotropik sebagai reseptor eksitator
padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif,
sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di
hipokampus tinggi, berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh
demam. Mekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan
berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan umur, oleh karena
pada otak belum matang neural Na+/K+ATP ase masih kurang. Pada otak yang
belum matang regulasi ion Na+, K+, dan Ca++ belum sempurna, sehingga
mengakibatkan gangguan repolarisasi pasca depolarisasi dan meningkatkan
19
eksitabilitas neuron. Oleh karena itu, pada masa otak belum matang mempunyai
eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa
ini disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang.
Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan
antara eksitator daninhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang demam
pada umur awal masa developmental window mempunyai waktu lebih lama fase
eksitabilitas neural dibanding anak yang mendapat serangan kejang demam pada
umur akhir masa developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi
berupa demam pada otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang.
Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi
yaitu pada waktu anak berumur kurang dari dua tahun Sehingga anak yang
mengalami serangan kejang demam pada umur di bawah dua tahun mempunyai
risiko terjadi bangkitan kejang demam berulang.
Riwayat keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko
yang dilaporkan untuk terjadi bangkitan kejang demam. Keluarga dengan riwayat
pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam
pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative).
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang
demam, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetrasi autosomal
dominan diperkirakan sekitar 60%-80%.28,29 Bila kedua orangnya tidak
mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang
demam hanya 9%.Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyai risiko untukterjadi bangkitan kejang demam
20%-22%. Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
meningkat menjadi 59%-64%.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada proses tata laksana kejang demam,
yaitu:2
1. Pengobatan Fase Akut
Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat
harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan
20
lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali
sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB
IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan
utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki
masa kerja yang singkat.1,2
2. Profilaksis Intermitten
Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38 ℃ . Terapi
intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif
mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten
hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent
dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg
untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien
dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis
0,3 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien
menunjukkan suhu 38,5℃ atau lebih.1,2
21
1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap
4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi
pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. 1,2
22
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih. 7
Prognosis pada pasien terhadap kemungkinan mengalami kecacatan atau
kelainan neurologis ad bonam, karena kecatatan atau kelainan neurologis setelah
kejang demam sederhana tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologisumumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.Penelitian
lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanyaterjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulangbaik umum atau fokal. Prognosis pasien terhadap kemungkinan
kesembuhan juga ad bonam dimana umumnya kejang demam dapat sembuh jika
penyebabnya diatasi. Sedangkan prognosis terhadap kemungkinan mengalami
kematian juga ad bonam karena kematian akibat kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam pada sebagian kasus yaitu
jika terdapat faktor resiko :1
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
DAFTAR PUSTAKA
23
2. Soetomenggolo T.S. dan Ismael S., 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IDAI
3. Hasan R. dkk., 2005. Buku Kuliah, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2016.
5. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Cetakan ke-11. Jakarta:
FKUI; 2009
6. Meadow. R., Newell. S. Lecture Notes Pediatrika.Edisi ke-7. Jakarta: EMS;
2010.
7. Kliegman. R. M., Behrman. R. E., Jenson. H. B., Stanton. B.F. Nelson
Textbook of Pediatrics. Ed 18 th. America: Elsevier; 2017.
8. Chan.P.D.,Gennrich. J.L. Pediatrics. California: Current Clinical Strategies
Publishing; 2015.
9. Partikian. A., dkk. Pediatric Neuorologi a case based review. California:
Lippincott Williams & Wilkins; 2016.
24