Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure, kejang demam adalah


suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.1,2

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. 3

Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana


dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam
yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, kejang bersifat umum tonik
klonik, dan tidak berulang dalam 24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks
adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, kejang fokal atau fokal
menjadi umum dan berulang dalam 24 jam.4

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronkitis,
furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umunya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.4

1
Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama
sebelum berumur 4 tahun, terbanyak di antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang
mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah umur
5-8 tahun.Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.
Banyak pasien kejang demam yang orangtua atau saudara kandungnya menderita
penyakit yang sama. Faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang
demam.4

Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan


kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan
memori pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi
meningkat 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum.4

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam sederhana
pada pasien anak yang dirawat di Ruangan Intermediet Atas RS Umum Anutapura
Palu.

BAB 2

2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. TR
 Jenis kelamin : Perempuan
 Tanggal lahir/Usia : 01 April 2018 / 6 bulan
 Alamat : Jl. Mangga
 Agama : Islam
 Waktu Masuk : 24 februari 2019/02.00
 Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan Intermediet Atas RS Umum
Anutapura Palu
 Identitas Orang Tua :
o Nama Ayah :Tn. R
o Nama Ibu : Ny.F
o Umur ayah : 37 tahun
o Umur ibu : 31 tahun
o Pekerjaan : Swasta/IRT
o Alamat : Jl. Mangga
o
Family Tree :

3
Keluhan Utama : Kejang

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang
dialami dirumah ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 kali selama ± 3
menit. Saat kejang kedua tangan mengepal, mata mengarah keatas. Setelah kejang
pasien langsung menangis. Sebelum kejang orang tua pasien mengaku anaknya
sempat demam sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan naik turun. Batuk (+)
sejak 3 hari yang lalu. Lendir (+) berwarna kuning, flu (+), sesak (-). Mual (-),
Muntah (-). BAB kesan biasa dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien sudah pernah mengalami kejang sebelumnya pada saat berusia 2 tahun
yang didahului oleh demam 1 kali.

Riwayat penyakit dalam keluarga:


Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga. Ibu dan saudara-saudara tidak
memiliki riwayat penyakit.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, pasien lahir secara normal


di Puskesmas, cukup bulan, dan dibantu oleh bidan. Berat badan lahir 2900 gram,
panjang badan 45 cm. Warna ketuban putih jernih. Selama kehamilan, ibu pasien
tidak menderita sakit ataupun masalah lainnya. Ibu pasien rajin melakukan kontrol
ke dokter hampir tiap bulan.

Anamnesis antenatal dan riwayat persalinan:


ANC rutin, saat hamil ibu tidak pernah sakit, bayi lahir cukup bulan di RSUD
Anutapura, lahir spontan. Bayi lahir ditolong oleh dokter dengan berat badan lahir

4
2900 gram, panjang badan lahir 50 cm, bayi lahir langsung menangis. Pasien
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penyakit yang Sudah Pernah dialami:


• Morbili :-
• Varicella :-
• Pertusis :-
• Diare : Sudah Pernah
• Cacing :-
• Batuk/Pilek : Sudah Pernah

Kepandaian/Kemampuan Bayi:
 Tengkurap : usia 3 bulan
 Duduk : usia 6 bulan
 Merangkak : usia 7 bulan
 Berdiri : usia 12 bulan
 Berjalan : usia 14 bulan
 Tertawa : usia 3 bulan
 Berceloteh : usia 7 bulan
 Memanggil papa mama : usia 10 bulan
 Berbicara beberapa kata : usia 15 bulan

Anamnesis Makanan:
Usia Riwayat makanan
0-6 bulan ASI
6 bulan – 9 bulan Bubur Sun & pisang + ASI + susu
formula
9 bulan sampai – 12 bulan Bubur saring dicampur dengan wortel,
tomat dan tempe
1 tahun – sekarang Anak sudah bisa makan nasi + sayur +
lauk pauknya (makan sendiri)

5
Riwayat Imunisasi Dasar :

Riwayat penyakit dalam keluarga:


Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga. Ibu dan saudara-saudara tidak
memiliki riwayat penyakit.

Anamnesis kebiasaan, lingkungan dan sosial:


• Pasien tinggal serumah dengan kedua orang tua kandung
• Lingkungan rumah merupakan lingkungan padat penduduk.
• Pasien memiliki 1 kamar mandi di rumahnya dan sumber air di rumah
pasien yaitu suntik yang kadang-kadang bercampur dengan pasir
• Pasien merupakan anak yang aktif bermain di lingkungan rumahnya.
Menurut ibu pasien, pasien sering menahan-nahan kencing.

6
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Berat Badan : 8 kg
 Tinggi Badan : 70 cm
 Status Gizi : WHO 112% (Gizi Baik)
 Tanda Vital
- Denyut Nadi : 120 x / menit
- Suhu Axilla : 38,6 ‘C
- Respirasi : 32 x / menit

1) Kulit :
 Warna : Sawo matang, sianosis (-)
 Efloresensi : Petechiae tidak tampak
 Turgor : Segera kembali
 Kelembaban : Cukup

2) Kepala:
 Bentuk : Normocephal
 Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopecia (-)

3) Mata:
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Sklera : Ikterik (-/-)
 Refleks cahaya : RCL (+/+) / RCTL (+/+)
 Refleks kornea : (+/+)
 Pupil : Bulat, isokor
 Exophthalmus : (-/-)

7
 Cekung : (-/-)

4) Hidung:
 Pernafasan cuping hidung : tidak ada
 Epistaksis : tidak ada
 Rhinorrhea : tidak ada

5) Mulut:
 Bibir : Kering (-), sianosis (-), stomatitis (-)
 Gigi : Tidak ditemukan karies
 Gusi : Tidak ditemukan adanya perdarahan
6) Telinga:
 Sekret : Tidak ditemukan
 Serumen : Minimal

7) Leher:
 Kelenjar getah bening : Pembesaran (- /-), nyeri tekan (-)
 Kelenjar Tiroid : Pembesaran (+), nyeri tekan (-)
 Trakea : Posisi central
 Kaku Kuduk : (-)

8) Toraks:
a. Dinding Dada/Paru:
 Inspeks : Ekspansi paru simetris bilateral kanan =
kiri, tampak retraksi (-), jejas (-), bentuk normochest, pola
pernapasan kesan normal.
 Palpasi :Ekspansi dada simetris, vocal fremitus
simetris kanan = kiri, nyeri tekan (-).
 Perkusi : Sonor di semua lapang paru
 Auskultasi :Bronkovesicular (+/+)Suara napas
tambahan: Ronkhi (-/-), Whezzing (-/-)

b. Jantung :

8
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah
medial linea midclavicula sinistra
 Perkusi : Batas atas: SIC II linea midclavicularis
dextra et parasternalis sinistra
o Batas kiri : SIC V linea midclavicularis sinistra
o Batas kanan: SIC V linea parasternalis dextra
 Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).

9) Abdomen:
 Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
 Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, dullness (+)
 Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), distensi (-), meteorismus
(-).
o Hati : Tidak teraba
o Lien : Tidak teraba
o Ginjal : Tidak teraba

10) Anggota Gerak:


a) Ekstremitas superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
b) Ekstremitas inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

11) Genitalia: DBN

¿ ¿ , kesan normal
12) Otot-Otot: Eutrofi +¿+ +¿+ ¿¿

+¿
13) Refleks: Fisiologis (++¿+ ++¿++ ¿ −¿− ¿ ¿
¿ ¿ ), patologis ( −¿−¿ ¿ )
Rangsangan meningial:
Brudzinki (-), kaku kuduk (-).

9
Pemeriksaan Laboratorium

Hasil Rujukan Satuan


Hematologi Rutin
Hemoglobin 12,2 11,7 – 15,5 g/dl
Leukosit 6,4 3,8 – 10,5 103/uL
Eritrosit 5,0 3,8 – 5,2 106/uL
Trombosit 311 150 – 440 103/uL
Hematokrit 45 40 – 52 %

Hitung Jenis
Leukosit:
Basofil 0,1 0-1 %
Eosinofil 1,2 2-4 %
Neutrofil Batang 0 3-5 %
Neutrofil Segmen 76 50-70 %
Limfosit 31 30-45 %
Monosit 7,3 2-8 %

MCV 80,2 80-94 Fl


MCH 28,6 27-31 Pg
MCHC 36,8 35-45 %

RESUME

10
Pasien anak perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan kejang.
Kejang dialami dirumah ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit sebanyak 1 kali
selama ± 3 menit. Saat kejang kedua tangan mengepal, mata mengarah keatas.
Setelah kejang pasien langsung menangis. Febris (+) sejak 2 hari yang lalu. Batuk
(+) sejak 3 hari yang lalu. Lendir (+) berwarna kuning, flu (+), sesak (-). Mual (-),
Muntah (-). BAB kesan biasa dan BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak
sakitsedang, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 120x/menit,
respirasi 32 kali/menit, suhu 38,6 oC. Genitalia dbn.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan : WBC: 6,4x103/uL
( N ) , RBC: 5,0 x 106uL (N), HGB: 12,2 g/dl ( N ), PLT: 311 x103/uL (N), HCT:
45% (N).

DIAGNOSA
-kds
-Bronchopeumoni

TERAPI
 Medikamentosa
 IVFD Ringer laktat 16 tetes per menit
 Paracetamol syrup 3 x 1½ cth
 Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
 Puyer batuk

 Non medikamentosa
 Melanjutkan pemberian makan dan minum
 Lakukan kompres air hangat bila anak demam

ANJURAN
1. Pemeriksaan Pungsi lumbal
2. Pemeriksaan Elektrolit
3. Urinalisis

11
FOLLOW UP
Hari/Tanggal: 25 Maret 2019 perawatan hari ke 2
S Demam(+) hari ke-3, kejang (-)
sakit menelan (-), batuk (+), flu (+),
muntah (-),BAB (+) baik BAK (+) lancer
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 138 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 30 x/menit
Suhu Tubuh : 37,8 C
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : gizi baik

Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-,
Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, Cardiomegali (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen

12
- Palpasi : Nyeri tekan suprapubik (-) ,
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
Genitalia
- DBN

A -Kejang demam sederhana


-Bronchopneumonia
P Non medikamentosa

- Melanjutkan pemberian makan dan minum


- Lakukan kompres air hangat bila anak demam
Medikamentosa
 IVFD Ringer laktat 16 tetes per menit
 Paracetamol syrup 4 x 1½ cth
 Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
 Puyer batuk 3x1

Hari/Tanggal: 26 Maret 2019 perawatan hari ke 3


S Demam (-) bebas demam H-1, kejang (-)
Batuk (+), flu (+)
Muntah (-)
BAB (+) 1 kali , biasa
BAK (+) lancar
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 124 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 28 x/menit
Suhu Tubuh : 37 C

13
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : Gizi baik
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-,
Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (-), kesan normal
- Perkusi : Timpani (-) diseluruh abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan epigatsrium (-)
Pemeriksaan Lain
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
- Genitalia : DBN
A -Kejang demam sederhana
-Bronchopneumonia
P Non-Medikamentosa
 Melanjutkan pemberian makan dan minum
 Lakukan kompres air hangat bila anak demam

Medikamentosa

14
 IVFD Ringer laktat 16 tetes per menit
 Paracetamol syrup 4 x 1½ cth
 Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
 Puyer batuk 3x1

Hari/Tanggal: 27 Maret 2019 perawatan hari ke 4


S Demam (-), bebas demam hari ke-2
batuk (+), flu (+), sesak (-)
mual (-),muntah (-)
BAB biasa
BAK lancar
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 124 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 28 x/menit
Suhu Tubuh : 37,4 C
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 95 cm
Status Gizi : gizi baik
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Bronchovesicular +/+, Ronkhi -/-,
Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,

15
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).

Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen.
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor :-
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
- Genitalia : DBN
A -Kejang demam sederhana
-Bronchopneumonia
P Non-Medikamentosa
 Melanjutkan pemberian makan dan minum
 Lakukan kompres air hangat bila anak demam

Medikamentosa
 Aff infus
 Paracetamol syrup 3 x 1½ cth
 Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
 Puyer batuk
 Pasien Boleh Pulang

BAB III

16
DISKUSI

Diagnosis Kds susp Bronchopneumonia pada kasus ini ditegakkan


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium dan dan juga pemeriksaan penunjang.
Dalam kasus ini, pasien masuk ke dalam kejang demam sederhana karena
memenuhi beberapa modifikasi kriteria Livingston, seperti kejang berlangsung
kurang dari 15 menit, frekuensi kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali,
kejang yang terjadi didahului oleh demam dan apabila menurut Consensus
Statement on Febrile Seizures, biasanya kejang demam terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun, sedangkan pada kasus ini pasien berumur 4 tahun. Oleh karena
itu, hal ini sesuai dengan teori.
Pasien anak perempuan usia 6 bulan masuk RSU Anutapura datang
dibawa oleh ke 2 orang tuanya dengan keluhan kejang, yang dialami
dirumah sebanyak 1 x kejang selama kurang dari 3 menit. Orang tua pasien
mengeluh anaknya sempat demam sejak 2 hari yang lalu dan disertai batuk.
Saat kejang ke dua tangan mengepal, mata menoleh ke atas, demam naik
turun. Riwayat kejang (+), batuk (+), sesak (+), muntah BAB BAK Lancar.
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.1,2

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah


bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain.1

Perbedaan antara kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks


adalah sebagai berikut:(1,5)
Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks
 Berlangsung singkat  Kejang berlangsung lama, lebih
 Umumnya serangan berhenti dari 15 menit
sendiri dalam waktu < 15 menit  Kejang fokal atau parsial satu sisi,

17
 Bangkitan kejang tonik, tonik- atau kejang umum didahului
klonik tanpa gerakan fokal dengan kejang parsial
 Tidak berulang dalam waktu 24  Kejang berulang 2 kali atau lebih
jam dalam 24 jam, anak sadar kembali
di antara bangkitan kejang

Menurut Livingstone (1954) Kejang demam sederhana adalah kejang


demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang demam sederhana
adalah:

c. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun


d. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
e. Kejang bersifat umum.
f. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
g. Pemeriksaan neurologis sebelum dan sesudah kejang normal
h. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
i. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.2

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksis yang dihasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh
tubuh melalui hematogen maupun limfogen.Penyebaran toksis ke seluruh tubuh
akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di
hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh
yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.Naiknya
suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai
pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion
Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang
diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul

18
kejang. Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan
atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di
neuron otak. 1,3
Pada kasus ini infeksi yang menyebabkan timbulnya kejang adalah
kemungkinan berasal dari infeksi saluran pernapasan dikarenakan pasien
mengeluhkan adanya batuk dan flu sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya kejang demam.
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik
yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel
neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron
untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi
olehneurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya
eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi
yang berulang. 3,4,5 Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang
berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak
sempurna.6
Usia pertama kali kejang pada kelompok kasus diketahui sebagian besar
adalah kurang dari dua tahun. Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk
asamglutamat baik ionotropik maupun metabotropik sebagai reseptor eksitator
padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif,
sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di
hipokampus tinggi, berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh
demam. Mekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan
berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan umur, oleh karena
pada otak belum matang neural Na+/K+ATP ase masih kurang. Pada otak yang
belum matang regulasi ion Na+, K+, dan Ca++ belum sempurna, sehingga
mengakibatkan gangguan repolarisasi pasca depolarisasi dan meningkatkan

19
eksitabilitas neuron. Oleh karena itu, pada masa otak belum matang mempunyai
eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa
ini disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang.
Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan
antara eksitator daninhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang demam
pada umur awal masa developmental window mempunyai waktu lebih lama fase
eksitabilitas neural dibanding anak yang mendapat serangan kejang demam pada
umur akhir masa developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi
berupa demam pada otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang.
Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi
yaitu pada waktu anak berumur kurang dari dua tahun Sehingga anak yang
mengalami serangan kejang demam pada umur di bawah dua tahun mempunyai
risiko terjadi bangkitan kejang demam berulang.
Riwayat keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko
yang dilaporkan untuk terjadi bangkitan kejang demam. Keluarga dengan riwayat
pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam
pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative).
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang
demam, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetrasi autosomal
dominan diperkirakan sekitar 60%-80%.28,29 Bila kedua orangnya tidak
mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang
demam hanya 9%.Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyai risiko untukterjadi bangkitan kejang demam
20%-22%. Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
meningkat menjadi 59%-64%.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada proses tata laksana kejang demam,
yaitu:2
1. Pengobatan Fase Akut
Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat
harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

20
lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali
sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB
IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan
utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki
masa kerja yang singkat.1,2

2. Profilaksis Intermitten
Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38 ℃ . Terapi
intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif
mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten
hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent
dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg
untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien
dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis
0,3 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien
menunjukkan suhu 38,5℃ atau lebih.1,2

3. Profilaksis Terus Menerus


Pemberian fenobarital 3-4 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat
digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang
memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital,
meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah
15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan
kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi.

Indikasi profilaksis terus menerus adalah:

21
1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap
4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi
pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. 1,2

4. Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus


diingat adanya efek samping.7

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.


Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

22
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih. 7
Prognosis pada pasien terhadap kemungkinan mengalami kecacatan atau
kelainan neurologis ad bonam, karena kecatatan atau kelainan neurologis setelah
kejang demam sederhana tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologisumumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.Penelitian
lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanyaterjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulangbaik umum atau fokal. Prognosis pasien terhadap kemungkinan
kesembuhan juga ad bonam dimana umumnya kejang demam dapat sembuh jika
penyebabnya diatasi. Sedangkan prognosis terhadap kemungkinan mengalami
kematian juga ad bonam karena kematian akibat kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam pada sebagian kasus yaitu
jika terdapat faktor resiko :1
 Riwayat kejang demam dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Temperatur yang rendah saat kejang
 Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam


adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam palingbesar pada tahun pertama.1

DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi IDAI. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.


Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

23
2. Soetomenggolo T.S. dan Ismael S., 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IDAI
3. Hasan R. dkk., 2005. Buku Kuliah, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
4. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 5 Februari 2016.
5. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Cetakan ke-11. Jakarta:
FKUI; 2009
6. Meadow. R., Newell. S. Lecture Notes Pediatrika.Edisi ke-7. Jakarta: EMS;
2010.
7. Kliegman. R. M., Behrman. R. E., Jenson. H. B., Stanton. B.F. Nelson
Textbook of Pediatrics. Ed 18 th. America: Elsevier; 2017.
8. Chan.P.D.,Gennrich. J.L. Pediatrics. California: Current Clinical Strategies
Publishing; 2015.
9. Partikian. A., dkk. Pediatric Neuorologi a case based review. California:
Lippincott Williams & Wilkins; 2016.

24

Anda mungkin juga menyukai