Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Disentri merupakan kumpulan gejala penyakit seperti diare berdarah, lendir


dalam tinja, dan nyeri saat mengeluarkan tinja. Praktisnya, diare berdarah dapat
digunakan sebagai petanda kecurigaan terhadap disentri.1

Penyebab disentri adalah infeksi bakteri atau amuba. Infeksi yang disebabkan
oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler dan merupakan penyebab tersering
disentri pada anak. Shigella dilaporkan sebagai penyebab tersering disentri basiler
pada anak. Sedangkan infeksi yang disebabkan oleh amuba dikenal sebagai disentri
amuba. Selain diare berdarah, anak juga mengalami demam, nyeri perut terutama
menjelang buang air besar, pada pemeriksaan tinja rutin didapatkan jumlah leukosit
dan eritrosit yang meningkat, dan pada pemeriksaan biakan tinja dapat dijumpai
kuman penyebab. Nyeri perut saat buang air besar (tenesmus) seringkali tidak terlihat
pada anak yang usianya lebih muda karena mereka umumnya belum dapat
menggambarkan keluhan tersebut.1

Infeksi menyebar melalui tangan, makanan maupun air yang terkontaminasi,


dan biasanya terjadi pada daerah dengan kebersihan perorangan yang buruk. jumlah
Shigella yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit sangat kecil. Sekitar 15 persen
dari seluruh kejadian diare pada anak di bawah usia 5 tahun adalah disentri.1

Disentri umumnya respon terhadap antibiotika yang sensitif terhadap shigella.


Anak dipantau setelah 2 hari, untuk melihat tanda penyembuhan, antara lain tidak ada
demam, frekuensi buang air besar dan volume tinja berkurang dengan jumlah darah
minimal atau menghilang, dan meningkatnya selera makan. Apabila tidak ada
perbaikan dalam 3 hari, harus dipikirkan keadaan lain, pertimbangan penggantian

1
antibiotika. Bila kondisi mengkhawatirkan anak harus dirawat. Bila ada fasilitas
penunjang laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan terhadap amuba pada tinja.
Disentri yang lebih berat dilaporkan pada bayi yang tidak mendapat ASI dan pada
anak dengan gizi kurang 1

Pencegahan disentri dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana,


melalui kebersihan diri dan lingkungan. Kebersihan diri dimulai dengan mencuci
tangan. Tak hanya tangan anak tetapi juga orangtua serta pengasuh. Kuman yang
terdapat pada tangan yang sudah menjamah keberbagai tempat dapat dicegah melalui
cuci tangan dengan sabun.2

Anak dengan disentri bisa mengalami dehidrasi, terlebih bila tidak diimbangi
dengan asupan cairan yang cukup. Dehidrasi terjadi karena banyaknya cairan yang
keluar melalui diare. Anak dengan disentri sebaiknya diberi minum yang cukup,
terutama bila mereka mengalami demam. Infus diberikan bila anak mengalami
dehidrasi berat atau sulit mendapat asupan makan karena hilang nafsu makan. Selama
anak masih mau minum dan makan dalam jumlah cukup, infus tidak perlu diberikan.1

Melihat angka kejadian disentri pada anak yang cukup tinggi, sehingga
penting dilakukan penatalaksaaan yang empiris,maka dari itu, disusunlah REFLEKSI
KASUS ini untuk memberikan informasi kepada kita bagaimana sebenarnya disentri
itu.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 4 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal masuk : 01 Agustus 2017

Nama Orang Tua : Ayah : Tn. A


Ibu : Ny. I
Umur Orang Tua : Ayah : 36 tahun
Ibu : 33 tahun
Pekerjaan Orang Tua : Ayah : Wiraswasta
Ibu : IRT
Pendidikan Terakhir : Ayah : S1
Ibu : SMP
Alamat Orang Tua : Ayah : Jl. Rusa
Ibu : Jl. Rusa

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Buang air besar cair

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan Buang air besar cair.
Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak 10 kali dalam sehari, sejak satu
hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Kotoran berwarna kemerahan, dan
berbau amis. Pasien juga mengalami muntah 4 kali, muntahnya berisi air, dan

3
makanan. Sebelum muntah pasien makan cokelat dan mie yang dibuat sendiri.
Demam (+) sejak satu hari yang lalu. Batuk (-), flu (-), sesak (-). Nafsu makan
menurun. Buang air kecil lancar. Berdasarkan pemaparan orang tua, pasien
tampak gelisah dan ingin minum terus.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak terdapat anggota keluarga lain yang memiliki keluhan seperti yang diderita
oleh pasien.

Riwayat sosial-ekonomi :
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk, rumah satu dengan rumah
yang lainnya saling berdempetan. Sumber air yang digunakan pasien untuk
memenuhi kebutuhan air yaitu dari PDAM. Untuk air minum pasien
menggunakan air galon. Pasien menggunakan jamban sendiri di rumah. Ayah
pasien bekerja sebagai wiraswasta. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga.

Riwayat Kehamilan dan persalinan :


Pasien lahir sc dibantu oleh dokter. Berat badan lahir : 2800 gram, panjang badan
lahir 49 cm. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :


Mengamati tangan : 1 bulan
Membolak balikkan badan : 5 bulan
Duduk : 12 bulan
Merangkak : 10 bulan
Berdiri : 14 bulan

4
Berjalan : 14 bulan
Tertawa : 3 bulan
Berceloteh : 9 bulan
Memanggil papa : 9 bulan

Anamnesis Makanan :
ASI diberikan saat umur 0-2 bulan
Susu formula mulai diberikan umur 2 bulan sampai sekarang
Makanan Pendamping ASI (bubur Sun) diberikan saat berumur 6 bulan
Nasi diberikan saat berumur 1 Tahun

Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B : Usia 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin Polio : Usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG : Usia 0 bulan
- Vaksin DPT : Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak : Usia 9 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

2. Pengukuran Tanda vital


o Nadi : 120 kali/menit, reguler
o Suhu : 38 C
o Respirasi : 22 kali/menit
o Berat badan : 12 kg
o Tinggi badan : 85 cm
o Lingkar Kepala : 49 cm

5
o Lingkar Perut : 59 cm
o Lingkar Dada : 61 cm
o Lingkar Lengan : 17 cm
o Status Gizi : Gizi Baik Z-score : gizi baik (1) (0)

3. Kulit : Warna : Sawo matang, ruam (-)


Efloresensi : Tidak ditemukan
Pigmentasi : Tidak ditemukan
Jaringan Parut : Tidak ditemukan
Lapisan Lemak : Tidak ditemukan
Turgor : Kurang (<2 detik)
Tonus : Normal
Oedema : Tidak ada

4. Kepala: Bentuk : Normocephal


Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tipis.
Ubun-ubun besar : Sudah menutup
Mata : - Exopthalmus/ Enophthalmus :-
- Tekanan bola mata : Normal
- Conjungtiva : Anemis -/-
- Sclera : Ikterik -/-
- Cornea refleks : +/+
- Pupil : Normal
- Lensa : Jernih
- Fundus : Tidak diperiksa
- Visus : Tidak diperiksa
- Gerakan : Normal

Telinga : Otorrhea : -/-

6
Hidung : Pernapasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Rhinorrhea : -/-
Mulut : Bibir : Mukosa bibir kering, tidak hiperemis
Lidah : Tidak kotor
Gigi : Tidak ada karies
Selaput Mulut : -
Gusi : Tidak berdarah
Bau Pernapasan : Tidak berbau
Tenggorokan : Tonsil : T1/T1
Pharynx : Hiperemis
Leher : Trachea : di tengah
Kelenjar : Tidak ada pembesaran kelenjar
Kaku Kuduk :-
Lain-lain :-

5. Toraks : Bentuk : Simetris Bilateral : Tidak ada


Rachilic rosary : Tidak ada
Ruang intercostal : Tidak ada
Precordial bulging : Tidak ada
Xiphosternum : Tidak ada
Pernapasan paradoxal : Tidak ada
Retraksi : Tidak ada
Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Bronchovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

7
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Cardiomegali (-),
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan meningkat
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan : (-)

6. Genitalia : Dalam batas normal


7. Kelenjar : Tidak ada pembengkakan
8. Anggota gerak : Dalam batas normal
9. Tulang belulang : Dalam batas normal
10. Otot-otot : Eutrofi
11. Refleks :
a. Fisiologis : b. Patologis :

8
Skor dehidrasi (MTBS) :
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :
a. Gelisah, rewel/marah (-)
b. Mata cekung (+)
c. Haus, minum dengan lahap (+)
d. Cubitan kulit perut kembali lambat (+)

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO :

Skor Dehidrasi Modifikasi UNHAS


SKOR
Yang Dinilai
1 2 3

Keadaan umum Baik Lesu/haus Gelisah, lemas, ngantuk, syok

Mata Biasa Cekung Sangat cekung

Mulut Biasa Kering Sangat kering

Pernapasan <30x 30-40x >40x

Turgor Baik Kurang Jelek

Nadi <120x 120-140x >140x

Skor 10 : Dehidrasi Ringan-sedang

9
IV. Resume

Pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan keluhan Buang air besar
cair. Pasien mengalami buang air besar cair sebanyak 10 kali dalam sehari,
sejak satu hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Kotoran berwarna
kemerahan, dan berbau amis. Pasien juga mengalami muntah 4 kali, muntahnya
berisi air, dan makanan. Sebelum muntah pasien makan cokelat dan mie yang
dibuat sendiri. Demam (+) sejak satu hari yang lalu. Batuk (-), flu (-), sesak (-).
Nafsu makan menurun. Buang air kecil lancar. Berdasarkan pemaparan orang
tua, pasien tampak gelisah dan ingin minum terus.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang;


kesadaran: Compos mentis. BB: 12 kg, TB: 83 cm, LK: 49 cm, LP: 59 cm, LD:
61 cm, LL: 17 cm.. Tanda vital, Nadi : 120 kali/menit, suhu: 38 C, Respirasi :
22 kali/menit. Turgor kulit kembali lambat <2 detik, skor dehidrasi
menggunakan skoring UNHAS yaitu 10 dimana merupakan dehidrasi ringan
sedang.
Skor dehidrasi (MTBS) :
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut dapat digolongkan
dehidrasi rigan-sedang :
a. Gelisah, rewel/marah (-)
b. Mata cekung (+)
c. Haus, minum dengan lahap (+)
d. Cubitan kulit perut kembali lambat (+)

V. Diagnosis
Diare disentri dehidrasi ringan-sedang

10
VI. TERAPI
- IVFD RL 900 ml/3 jam
- Domperidon syrp 3 x cth
- Oralit 1 Sachet tiap BAB
- Zinc 20mg 1x1tab
- Cotrimoxazol 2x1 syrp cth
- Paracetamol 3x1

VII. Anjuran pemeriksaan


Darah Lengkap
Elektrolit
Feses lengkap

11
VIII. FOLLOW UP HARI 1
Tanggal : 1 Agustusr 2017
Subjek (S) : BAB cair (+) berwarna merah, berlendir (-), berbau
amis. Demam (+), Batuk (-), Flu (-), Sesak (-),
Muntah (+).
Objek (O) :
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 120 kali/menit
- Respirasi : 24 kali/menit
- Suhu : 37,80C
Mata : Mata Cowong/cekung
Kulit : Turgor Kulit kembali lambat
Rasa haus : Minum sering
Skor dehidrasi : Dehidrasi ringan sedang
Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis darah Hasil Nilai rujukan

1 RBC 34,7 x 106/mm3 4,7-6,1 x 106/mm3

2 HGB 13,2 g/dl 14-18 g/dl

3 HCT 39,2 % 45-52 %

4 MCH 23,2 pg 27-31 pg

5 MCV 68,9 m 80-99 m

6 MCHC 33,7g/dl 33-37 g/dl

8 WBC 4,65 x 106/mm6 4-10 106/mm6

12
9 PLT 667 x 103/mm3 150-450 103/mm3

Assesment (A) : Diare disentri dengan Dehidrasi Ringan Sedang


Plan (P) :
- IVFD RL 900 ml/3 jam dilanjutkan 14 gtt/menit.
- Domperidon syrp 3 x cth
- Oralit 1 Sachet tiap BAB
- Zinc 20mg 1x1tab
- Cotrimoxazol 2x1 syrp cth
- Paracetamol 3x1

o FOLLOW UP HARI KE 2
Tanggal : 2 Agustus 2016
Subjek (S) : BAB cair (+) berwarna kekuningan 3 kali, demam (-),
muntah (-), Batuk (-), Sesak (-), BAK lancar
Objek (O) :
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 120 kali/menit
- Respirasi : 23 kali/menit
- Suhu : 37,70C
Mata : Mata Cowong/cekung
Kulit : Turgor Kulit kembali Lambat
Rasa haus : Minum sering
Skor dehidrasi : Dehidrasi sedang

Assesment (A) : Diare Disentri dengan Dehidrasi ringan sedang


Plan (P) :
- IVFD RL 14 gtt/menit.
- Oralit 1 Sachet tiap BAB

13
- Zinc 20mg 1x1tab
- Cotrimoxazol 2x1 syrp cth
- Paracetamol 3x1

o FOLLOW UP HARI KE 3
Tanggal : 3 Agustus 2017
Subjek (S) : BAB (-), Panas (-) Hari ke 1 bebas panas, Muntah (-),
Batuk (-), Sesak (-), BAK lancar.
Objek (O) :
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 116 kali/menit
- Respirasi : 22 kali/menit
- Suhu : 36,8 0C
Mata : Tidak Cowong/cekung
Kulit : Turgor Kulit kembali cepat
Rasa haus : Minum seperti biasa
Skor dehidrasi : Tanpa dehidrasi

Assesment (A) : Post Diare disentri Tanpa Dehidrasi


Plan (P) :
- Oralit 1 Sachet tiap BAB
- Zinc 20mg 1x1tab
- Cotrimoxazol 2x1 syrp cth
Pasien boleh pulang

14
BAB III
DISKUSI

Pasien pada kasus ini adalah seorang anak Laki-laki berusia 4 tahun.
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien sudah
mengalami BAB cair sebanyak 10 kali sejak 1 hari sebelum pasien masuk rumah
sakit. BAB awalnya lancar, keesokan harinya pasien mengalami peningkatan
frekuensi BAB menjadi 10 kali dengan konsistensi cair, sehingga pasien dapat
dikatakan mengalami diare. Pasien juga mengalami vomitus 4 kali, vomitus berisi air,
dan makanan. Sebelum vomitus, pasien makan cokelat dan mie yang dibuat sendiri.
Febris (+) sejak satu hari yang lalu. Pada diare yang diakibatkan bakteri shigella
karna terdapat darah dalam BAB.
Faktor resiko terjadinya diare akut pada anak antara lain: tidak memberikan
ASI secara penuh untuk waktu 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kebersihan lingkungan dan pribadi
yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis. Untuk
kelompok umur 6-11 bulan lebih banyak terjadi diare terutama pada saat diberikan
makanan pendamping ASI yang mungkin terkontaminasi oleh mikroorganisme,
kontak langsung pada mikroorganisme pada saat bayi belajar merangkak. serta pada
umur tersebut telah terjadi penurunan kadar antibodi ibu, dan kurangnya kekebalan
aktif bayi.(3) Pada pasien ini, pemberian ASI eksklusif selama 7 bulan. Adapun
pemberian makanan pendamping ASI sejak umur 6 bulan dapat berpengaruh terhadap
kejadian diare yang terjadi dikarenakan adanya kontaminasi terhadap makanan
pendamping ASI.
Pada kasus ini, kemungkinan diare terjadi akibat gangguan sekresi, terutama
berkaitan dengan adanya kontaminasi makanan terhadap mikroorganisme.seperti
bakteri shigella.

15
Pada kasus ini, kemungkinan infeksi yang terjadi adalah akibat bakteri shigella.
Hal ini dengan mengamati anamnesis pasien, dimana pasien mengalami BAB cair
bercampur darah, demam, konsistensi feses cair, tidak ada lendir, warna feses merah
kekuningan. Pada permulaan diare didahului dengan muntah sebanyak 4 kali berisi
cairan. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan peningkatan leukosit.

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan entron (usus),
yang berarti radang usus yang menyebabkan gejala meluas dengan karakteristik
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air
besar dengan tinja bercampur lendir ( mukus), dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus) 1.

Berdasarkan Penyebabnya disentri di klasifikan menjadi 2 :

KARAKTERISTIK Disentri Amoebica Disentri Bacilaris

Penyebab Entamoeba holistica Shigela disentri

Waktu mulai Perlahan-lahan Dengan hebat, dan tiba-


tiba

Panas Tidak ada Ada

BAB Jarang, darah Sangat sering, Lendir +,


sedikit,baunya amat busuk Bau tidak spesifik

Berjangkit Tidak berat dan tidak Mewabah


mewabah

Di dunia sekurang-kurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi


akibat disentri basiler pada anak-anak dibawah 5 tahun. Kebanyakan kumann

16
penyebab disentri basiler di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang
masih kurang. Sedangkan disentri amoeba tersebar hampir keseluruh dunia terutama
dinegara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan
faktor kepadatan penduduk, higienitas individu, sanitasi lingkungan dan kondisi
sosial ekonomi.
Gold standar penegakkan diagnosis dari siondroma disentri adalah dengan
menggunakan kultur dari feses sehingga dapat menentukan penyebab dari disentri :

Amoebiasis adalah penyebab yang umum dari diare kronik maupun diare akut.

Sifat-sifat yang khas pada disentri amoeba adalah :

1. Volume tinja pada setiap kali buang air besar pada disentri amoeba lebih
Banyak
2. Bau tinja yang menyengat
3. Warna tinja umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak bercampur
dengan tinja1
Patologi dan Gejala Klinis
Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besaryang utuh dan mengeluarkan
enzim yang dapat menghancurkan jaringan. Enzim ini yaitu cystein proteinase yang
disebut histolisin. Lalu bentuk histolitika masuk ke submukosa dengan menembus
lapisan muskularis mukosae. Di submukosa ini, bentuk histolitika akan membuat
kerusakan yang lebih besar daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang
disebut ulkus amoeba. Bila terdapat infeksi sekunder,maka terjadi peradangan. Proses
ini dapat meluas di submukosa bahkan sampai sepanjang sumbu usus. Bentuk
histolitika banyak ditemukan di dasar dan dinding ulkus. Dengan peristaltis usus,
bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus kemudian menyerang lagi
mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja ini disebut disentri,
yaitu tinja yang bercampur lendir dan darah2.

17
Sedangkan Shigelosis merupakan disentri yang diakibatkan oleh invasi dari
bakteri salmonella shigela . Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput
lendir, mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung
mengakibatkan nekrosis selaput lendir, ulserasi superfisial, perdarahan, pembentukan
pseudomembran pada daerah ulkus. Ini terdiri dari fibrin, lekosit, sisa sel, selaput
lendir yang nekrotik, dan kuman. Waktu proses berkurang, jaringan granulasi mengisi
ulkus dan terbentuk jaringan parut3

Toksin Semua Shigellamengeluarkan lipopolisakarida yang toksik.


Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus. Selain itu Shigella
dysentriaetipe 1 menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas yang dapat
menambah gambaran klinik neurotoksik dan enterotoksik yang nyata. 3

Gejala Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul
nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yangencer tersebut berhubungan dengan
kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari ataubeberapa hari kemudian, karena infeksi
meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering
mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan mengedan dan
tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam
dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 haripada lebih dari setengah kasus
dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian 3.

Meskipun tanda-tanda klinis mungkin membangkitkan kecurigaan shigellosis,


diagnosis tergantung pada isolasi dan identifikasi Shigella dari tinja. kultur positif

18
yang paling sering diperoleh dari colokan darah-biruan lendir dalam spesimen tinja
segar berlalu diperoleh selama fase akut penyakit 4.

Rectal swab dapat digunakna untuk membudidayakan shigella, dimana swab


dilakukan untuk mengisolasi shigella.. Umumnya digunakan media isolasi primer
meliputi MacConkey, Hektoen enterik Agar, dan Salmonella-Shigella (SS) Agar.
Media ini mengandung garam empedu untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Gram-negatif lainnya dan indikator pH untuk membedakan fermentor laktosa
(Coliforms) dari fermentor non-laktosa seperti shigella

Penentuan derajat dehidrasi merupakan hal penting terkait penatalaksanaan yang


akan dilakukan. Kriteria WHO dapat digunakan untuk menilai derajat dehidrasi
pasien dengan diare. (6)
Penilaian A B C D

Anamnesis Lebih dari 3


>10kali sehari minggu (diare
Frekuensi <4x sehari 4-10x sehari
kronik)

Muntah Tidak ada atau Kadang-kadang Sering sekali


sedikit

Haus Tidak ada Haus Sangat haus


atau tidak bisa
minum

Kencing Normal Sedikit, pekat Tidak kencing


selama 6 jam

Inspeksi

Keadaan umum Baik Jelek, mengantuk Tidak sadar


atau gelisa atau gelisa

19
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut & lidah Basah Kering Sangat kering

Nafas Normal Lebih cepat Sangat cepat


dan dalam

Palpasai kulit

Turgor Cepat kembali Kembali pelan Sangat pelan

Nadi Normal Normal/cepat Sengat cepat,


lemah sampai
tak teraba

Ubun ubun Normal Cekung Sangat cekung

Suhu badan Panas tinggi >


38,5

Berat badan Kehilangan < Kehilangan < 2,5 Kehilangan >


2,5 % -10 % 10%

Kesimpulan Dehidrasi (-) 2 atau lebih 2 atau lebih Tinja :


tanda tanda darah/lendir+panas
Rencana A
Dehidrasi Dehidrasi beart Beri antibiotik
ringan/sedang

Rencana terapi B
Rencana
terapai C

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pasien ini mengalami dehidrasi ringan-
sedang yang didapatkan dari pemeriksaan anamnesis, pasien tampak kehausan, mata
cekung dan turgor kulit lambat (>2 detik). Dan pada follow up berikutnya, pasien
sudah tidak mengalami dehidrasi.

20
Anjuran pemeriksaan pada kasus ini salah satunya ialah sebaiknya melakukan
pemeriksaan serum elektrolit. Sebenarnya pemeriksaan serum elektrolit diindikasikan
untuk keadaan dehidrasi berat. Hal ini disebabkan karena pada kondisi dehidrasi berat
dipastikan terjadi komplikasi berupa ketidakseimbangan elektrolit yang berdampak
terutama pada sistem syaraf pusat berupa kejang, edema otak, kelemahan otot, ileus
paralitik, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia jantung.[3] Pasien pada kasus ini belum
mengalami dehidrasi berat dan diindikasikan untuk pemeriksaan elektrolit. Namun
pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mencegah kemungkinan komplikasi akibat
dehidrasi.
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik dirawat dirumah maupun sedang
dirawat dirumah sakit, yaitu :
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua.
Pada kasus ini, rencana penanganan yang dianjurkan adalah rencana terapi B.
Hal ini dilakukan karena pada kasus diare jumlah cairan yang dibutuhkan oleh tubuh
banyak yang keluar. Oleh karena itu prioritas managemen diare akut dengan dehidrasi
ringan sedang adalah menggantikan jumlah kebutuhan cairan yang diperlukan tubuh.
1. Rehidrasi
Berikan oralit sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam. Jumlah oralit
yang diperlukan = berat badan (dalam kg) x 75 ml.
Setelah 3 jam:
a. Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasi
b. Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
c. Melanjutkan memberi makan pasien

Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:

21
a. Mengajarkan ibu cara menyiapkan cairan oralit di rumah.
d. Menjelaskan aturan perawatan diare di rumah:
1) Beri cairan tambahan
2) Lanjutkan pemberian tablet zinc sampai 10 hari
3) Lanjutkan pemberian makan
Pada kasus ini diberikan 12 x 75 ml = 900 ml/ 3 jam. Jika anak masih
menginginkan, bisa diberikan lebih banyak. Cara memberikan larutan oralit yaitu
dengan meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/ mangkuk/ gelas. Jika
anak muntah, tunggu 10 menit kemudian berikan lagi lebih lambat serta lanjutkan
pemberian makanan.

2. Tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :


a. Anak < 6 bulan = 10 mg (1/2 tablet) per hari
b. Anak > 6 bulan = 20 mg (1 tablet) per hari
Zink termasuk mikronutrien yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan
merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pemberian zink
dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak7.

Zinc berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan


Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi Zinc
dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Zinc
umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein11.

Mekanisme kerja Zinc untuk terapi diare mempengaruhi system imun


(pertahanan tubuh) spesifik humoral ataupun selular dan mempengaruhi proses
penyerapan intestinal dan/atau proses transport sekretorik. Sleian itu Zinc juga
memiliki efek penghambatan antimikroba, seperti Salmonella thypi, Salmonella
parathypi A, Shigella flexneri, Shogella sonnei11.

22
3. ASI atau makanan diteruskan
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisi yang hilang pada saat terjadi diare. Pada pasien ini, pemberian makanan
terus dilanjutkan terutama untuk mengganti cairan ataupun elektrolit yang banyak
keluar.

1. Antibiotik selektif
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20 %) yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti Shigella, Salmonella, Enterotoxin E. Coli,
Enteroinvasif E. Coli dan sebagainya. Pada pasien ini, antibiotik diberikan.

23
2. Nasehat kepada orangtua
Nasehat yang dapat diberikan apabila penderita sudah pulang ke rumah atau
untuk penderita rawat jalan adalah segera datang kembali kerumah sakit jika
timbul demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus,
diare semakin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Selain itu ibu disarankan
untuk selalu menjaga kebersihan anak dan mencuci tangan dengan baik dan benar
sebelum dan sesudah memberi makan / minum bayi. Hal ini bertujuan agar tercipta
higienitas ibu dan anak yang baik. Pada kasus ini nasehat telah diberitahukan dan
mendapat respon yang baik dari orangtua pasien. (4)

Komplikasi yang dapat terjadi pada diare akut adalah gangguan elektrolit seperti:
hipernatremia, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalemia, dan kejang. Adanya
karbonat yang hilang menyebabkan pernapasan kussmaull. Kehilangan cairan dalam
jumlah yang besar dapat berujung pada kematian.(5) Prognosis diare dapat ditentukan
oleh derajat dehidrasi, sehingga penatalaksanaannya sesuai dengan ketepatan cara
pemberian rehidrasi. Apabila penanganan yang diberikan tepat dan sesegera mungkin,
maka dapat mencegah komplikasi dari diare tersebut. Pada pasien ini, prognosisnya
adalah bonam, karena derajat dehidrasinya masih tergolong ringan sedang dan saat
pulang, pasien sudah tidak mengalami dehidrasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Boyle, JT., Diare Kronis, In: Nelson, WE (Ed.): Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Edisi 15 Volume 3, Jakarta: EGC, 2000: 1354-64.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Edisi
pertama, Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2012.
3. FKUI. Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1994.
4. Departemen Kesehatan RI. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta,
2008.

25
5. Departemen Kesehatan RI, Buku Ajar Diare, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
2011.
6. Sudaryat, S. 2010. Gastroenterologi Anak, Kapita Selekta. FK UNUD/RS
Sanglah- denpasar.
7. Barnes GL,Uren E, stevens KB dan Bishop RS Etiologi of acute Gastroenteritis in
Hospitalized Children in Melbourne, Australia,from April 1980 to March 1993
Journal of clinical microbiology, Jan 1998,p,133-138
8. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002
9. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw Hill,hal
131-49
10. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna. dalam
Sari pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001
11. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen disre pada bayi dan
anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
12. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare
akut dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003
13. Ditjen PPM dan PLP, 1999, Tatalaksana Kasus Diare Departemen Kesehatan RI
hal 24-25
14. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003
15. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu penyakit
anak diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1 Jakarta 2002
Selemba Medika hal 93-103
16. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
ilmu Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994
17. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes RI
1999 ; 31

26
27

Anda mungkin juga menyukai