Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem
retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan
terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan menular melalui jalur
fecal-oral.Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
serta berkaitan erat dengan sanitasi yang buruk terutama di negara-negara
berkembang.2,3
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang cenderung
meningkat pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang rendah. 91%
kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5
tahun. Data surveilans yang tersedia menunjukkan bahwa pada tahun 2000, estimasi
penyakit adalah sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi pada 216.510 kasus
tifoid dan 5.412.744 pada penyakit paratifoid.4,5,15
Salmonella enterica serotipe typhi, sebagai penyebab demam tifoid merupakan
basil Gram negatif. Penyebaran Salmonella ke dalam makanan atau minuman bisa
terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun
setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke
makanan (oro-fecal).6,7
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu
tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian
antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya
tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga ditujukan
kepada penderita karier Salmonella typhi. 1,8,9

Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi kesehatan
sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang

1
sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi, sekitar 5%
penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.8, 9

BAB II
LAPORAN KASUS

2
1. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. A
 Jenis kelamin : laki-laki
 Lahir pada tanggal/umur : 27-06-2009
 Berat waktu lahir : 3.300 gram
 Partus secara normal dibantu oleh Dokter
 Agama : Islam
 Kebangsaan : Indonesia
 Nama ibu : Ny. M Umur : 28 tahun
 Pekerjaan ibu : Wiraswasta
 Pendidikan ibu : SMA
 Nama ayah : Tn. H Umur : 30 tahun
 Pekerjaan ayah : Wiraswasta
 Pendidikan ayah : SMA
 Alamat : Jln. Nanas
 No. Telp : 082344600100
 Masuk dengan diagnosis : Demam Tifoid
 Tanggal masuk rumah sakit : 06 September 2018
 Tanggal keluar rumah sakit : 10 September 2018
 Masuk ke ruangan : Amc Lantai 4 (Perkutut)

FAMILY TREE

3
Anamnesis
 Keluhan utama : Demam tinggi

Anamnesis Terpimpin:
Seorang anak laki-laki masuk rumah sakit Anutapura Palu dengan keluhan
demam tinggi yang naik turun, demam sering meningkat pada malam hari dan disertai
dengan sakit perut, nyeri perut, sakit kepala, penurunan nafsu makan, mual dan
muntah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum pasien masuk
rumah sakit. Keluhan yang dirasakan pasien disertai dengan batuk berlendir. Menurut
orang tua pasien, keluhan yang dialami anaknya mulai dirasakan setelah pulang dari
sekolah setelah memakan jajanan di sekolah. Gejala ini baru pertama kali dialami
oleh anak tersebut. BAK dan BAB lancar, Riwayat pasien mengalami gejala yang
sama (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+), Menurut orang tua pasien, tidak ada
keluhan yang sama pada keluarga (-).

 Anamnesis antenatal dan riwayat persalinan:


Riwayat Ante Natal Care (ANC) tidak rutin dikontrol posyandu saat hamil, ibu
tidak pernah sakit saat hamil. Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Bayi lahir normal ditolong oleh Dokter, bayi lahir langsung menangis, cukup bulan
dengan berat badan lahir 3300 gram dan Panjang badan lahir tidak diketahui, usia ibu
saat melahirkan 37 tahun. G1P1A0
 Penyakit yang sudah pernah dialami (Tanggal & Riwayat)
- Morbili : -

4
- Varicella : Pernah
- Pertussis : -
- Diare : Pernah
- Cacing : -
- Batuk/pilek : jarang
- Lain – lain : -

 Riwayat Kepandaian/Kemajuan Bayi:


- Membalik : Pada usia 3 bulan
- Tengkurap : Pada usia 4 bulan
- Duduk : Pada usia 6 bulan
- Merangkak : Pada usia 6 bulan
- Berdiri : Pada usia 9 bulan
- Berjalan : Pada usia 8 bulan
- Tertawa : Pada usia 7 bulan
- Berceloteh : Pada usia 11 bulan
- Memanggil papa mama : Pada usia 12 bulan

 Anamnesis makanan terperinci sampai sekarang :


Usia Riwayat makanan

0 – 6 bulan Asi + susu formula

6 – 9 bulan Susu formula + bubur saring

.> 1 tahun Susu formula + Makanan keluarga


(Nasi, Ikan, Sayur, Telur dll)

 Riwayat Imunisasi Dasar :

5
DASAR ULANGAN

I II III I II III

BCG +

POLIO + + +

DTP + + +

CAMPAK +

HEPATITIS + + +

 Anamnesis Keluarga
1. Ikhtisar Keturunan: Anak ke 1 dari 2 bersaudara

2. Riwayat keluarga: Terdapat riwayat hipertensi dan diabetes dari nenek


ibu pasien

 Keadaan Sosio-Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan


Keadaan ekonomi pasien termasuk kategori menengah kebawah. Kebiasaan
memberikan makanan yang sehat untuk anak. Kondisi lingkungan, pasien tinggal di
jalan nanas, tinggal bersama kedua orang tua, ayah pasien kadang merokok di dalam
rumah dan lingkungan rumah merupakan lingkungan perkotaan yang padat
penduduk.

 Perjalanan Penyakit:

6
Seorang anak laki-laki masuk rumah sakit Anutapura Palu dengan keluhan
demam tinggi yang naik turun, demam sering meningkat pada malam hari dan disertai
dengan sakit perut, nyeri perut, sakit kepala, penurunan nafsu makan, mual dan
muntah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum pasien masuk
rumah sakit. Keluhan yang dirasakan pasien disertai dengan batuk berlendir. Menurut
orang tua pasien, keluhan yang dialami anaknya mulai dirasakan setelah pulang dari
sekolah setelah memakan jajanan di sekolah. Gejala ini baru pertama kali dialami
oleh anak tersebut. BAK dan BAB lancar, Riwayat pasien mengalami gejala yang
sama (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+), Menurut orang tua pasien, tidak ada
keluhan yang sama pada keluarga (-).

Awalnya pasien merasakan demam disertai sakit perut setelah pulang dari sekolah
yang dirasakan 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. 3 hari setelah itu gejala
batuk mulai muncul pada pasien.. Orang tua pasien mengatakan anak sudah di
berikan obat penurun panas (Paracetamol syrup), tetapi panas sering muncul kembali.
Karena demam yang naik turun tidak hilang dan disertai rasa sakit perut, orang tua
anak tersebut membawa anaknya ke rumah sakit.

II. PEMERIKSAAN FISIK


 Umur : 9 tahun, 2 bulan
 Berat Badan : 22 kg
 Panjang Badan : 125 cm
 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Status Gizi : CDC

7
BB/U = 22 / 29 x 100% = 75%
TB/U = 125 / 135 x 100% = 92%

8
BB/TB = 22 /24 x 100% = 91% (Status gizi Baik)

 Sianosis : tidak ada


 Anemia : -/-
 Keadaan mental : Compos mentis
 Ikterus : tidak ada
 Tanda Vital
- Denyut nadi : 112 kali/menit, kuat angkat
- Suhu : 39 0C
- Respirasi : 32 kali/menit
 Kejang
- Tipe : Tidak ada
- Lamanya : -
 Kulit
- Warna: Sawo matang Turgor : kembali < 2 detik
- Efloresensi: - Tonus : ada
- Pigmentasi: - Oedema: tidak ada edema
- Jaringan parut: -
- Lapisan lemak: -
- Lain- lain: -
 Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Rambut : Rambut sedikit, berwarna hitam, sulit dicabut
 Mata
- Exophtalmus/Enophtalmus : Tidak ada
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterus

9
- Pupil : Isokor, RCL +/+, RCTL+/+
- Lensa jernih : Jernih +/+
- Fundus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Gerakan : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Telinga : Otorrhea (-/-)


 Hidung : Rinorrhea (-/-), pernafasan cuping hidung (-/-)
 Mulut
- Bibir : tidak kering, tidak sianosis
- Lidah : tampak sedikit kotor berwarna putih pada permukaan lidah,
hiperemis pada tepi, tidak tremor
- Gigi : dalam masa pertumbuhan
- Selaput mulut : tidak ada stomatitis angularis
- Gusi : tidak ada perdarahan
- Bau pernapasan: normal
 Tenggorokan
- Tenggorokan : tidak ada kelainan
- Tonsil : dalam batas normal (T1/T1)
- Pharynx : dalam batas normal
 Leher
- Trachea : letak ditengah
- Kelenjar : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Kaku kuduk : (-)
- Lain-lain : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Thorax
- Bentuk : normal Xiphosternum : Tidak ada

10
- Rachitic Rosary : Tidak ada Harrison’s groove : Tidak ada
- Ruang Intercostal : Tidak ada Pernapasan paradoxal : Tidak ada
- Precordial Bulging : Tidak ada Retraksi : Ada
- Lain-lain: : Tidak ada
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi :Vokal fremitus (+) kesan menurun, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+)
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (+), hepar: pembesaran (-), lien:
pembesaran (-)
 Genitalia : Dalam batas normal
 Kelenjar : Tidak ada pembesaran
 Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat.
 Tulang-tulang : Tidak ada deformitas
 Otot-otot : Eutrofi (+)
 Refleks : Refleks fisiologis (+) Refleks patologis (-)

11
Pemeriksaan Penunjang
- DARAH RUTIN (06/09/2018)

PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN

WBC 4.7 4,5-13.5 103/ mm3

RBC 4.56 4,00-5.40 106/mm3

HGB 12.9 11.5-14.5 g/dl

HCT 38.1 37-45 %

PLT 330 200-400 103/µl3

MCV 84 77-91 µl3

MCH 28.4 24.0-30.0 pg

MCHC 33.9 32.0-36.0 g/dl

- PEMERIKSAAN WIDAL (06/09/2018)


No Jenis Pemeriksaan Hasil Keterangan
1 Reaksi widal
- Salmonella typhi O 1/320

- Salmonella typhi O 1/160

- Salmonella Paratyphi AH Negatif

- Salmonella Paratyphi AH Negatif

12
 Diagnosis : Demam Tifoid

 Terapi :
Non Medikamentosa
- Tirah baring

Medikamentosa
- IVFD ringer lactat 14 tetes per menit
( + Injeksi deksamethasone 2,5 mg/8 jam intravena )
( + Injeksi Ranitidin 25 mg/12 jam intravena )
( + Drips Paracetamol 250 mg/ 8 jam intravena )

RESUME
Seorang anak laki-laki masuk rumah sakit Anutapura Palu dengan keluhan
demam. Sifat demam naik turun, demam sering meningkat pada malam hari. Keluhan
demam disertai dengan sakit perut, nyeri perut, sakit kepala, penurunan nafsu makan,
mual dan muntah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum pasien
masuk rumah sakit. Keluhan yang dirasakan pasien disertai dengan batuk berlendir.
Menurut orang tua pasien, keluhan yang dialami anaknya mulai dirasakan setelah
pulang dari sekolah setelah memakan jajanan di sekolah. Gejala ini baru pertama kali
dialami oleh anak tersebut. BAK dan BAB lancar, Riwayat pasien mengalami gejala
yang sama (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+), Menurut orang tua pasien, tidak
ada keluhan yang sama pada keluarga (-).

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 39 0C, nadi 87 x/menit, respirasi 32
x/menit dan tekanan darah 100/70 mmHg. Pada status gizi didapatkan status gizi

13
baik, dengan berat badan 22 kg dan tinggi badan 125 cm. Pada ekstremitas ditemukan
Ekstremitas atas dan bawah akral hangat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
WBC sebesar 4.7 103/mm3, RBC sebesar 4.56 106/ mm3, HGB sebesar 12.9 g/dl, HCT
sebesar 38.1 %, PLT sebesar 330 103/mm3, MCV 84 um3, MCH 28.4 pg, MCHC 33.9
g/dl.

14
BAB III
FOLLOW UP

 Follow Up Hari ke 1
Tanggal : 7 September 2018
Subjek (S) : Demam (+), batuk kering (+) jarang, muntah (-), BAK dan
BAB lancar, nyeri tekan abdomen (+) seluruh regio,
penurunan nafsu makan (+), sakit kepala (+).
Objek (O) :
Kesadaran : Compos Mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 80 kali/menit
- Tekanan Darah : 100/80 kali/menit
- Respirasi : 20 kali/menit
- Suhu : 37,8 0C
b. Kepala : Bentuk normocephal
c. Rambut : Rambut berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-),
cekung (-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih (+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah: Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi: Perdarahan (-)
h. Tonsil : T1/T1
i. Leher

15
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
Massa lain (-)
j. Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (+), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan menurun, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan atas
di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di linea
parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)

k. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-),sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (+), hepar: pembesaran (-), lien:
pembesaran (-)
l. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

16
Assesment (A) :
Demam Tifoid

Planning (P)
Medikamentosa
- IVFD Ringer Laktat 12 tpm ( + Injeksi Ceftriakson 750mg/12 jam Intravena)
( + Injeksi Santagesik 200 mg/8 jam Intravena )
( + Injeksi Cortidex 2,5mg/8 jam Intravena )
( + Injeksi Ranitidin 20mg/8 jam Intravena )
- Puyer batuk, 3 dd I pulv
( Ambroxol 12 mg + Salbutamol 1 mg + Histapam 20 mg)

 Follow Up Hari ke 2
Tanggal : 8 September 2018
Subjek (S) : Batuk berlendir (+), demam (-), muntah (-), BAK dan BAB
lancar, nyeri perut (-)
Objek (O) :
Kesadaran : Compos Mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 100 kali/menit
- Respirasi : 24 kali/menit
- Suhu : 37.1 0C
- Tekan Darah : 100/70 mmHg
b. Kepala : Bentuk normocephal
c. Rambut : Rambut berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-), cekung
(-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih (+/+)

17
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal,
Gusi: Perdarahan (-)
h. Tonsil : T1/T1
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
massa lain (-)
j. Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan menurun, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan atas
di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di linea
parasternalis dextra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
k. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

18
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (+), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
l. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

Assesment (A) :
Demam Tifoid

Planning (P)
Medikamentosa
- IVFD Ringer Laktat 12 tpm ( + Injeksi Ceftriakson 750mg/12 jam Intravena)
( + Injeksi Santagesik 200 mg/8 jam Intravena )
( + Injeksi Cortidex 2,5mg/8 jam Intravena )
( + Injeksi Ranitidin 20mg/8 jam Intravena )
- Puyer batuk, 3 dd I pulv
( Ambroxol 12 mg + Salbutamol 1 mg + Histapam 20 mg)

 Follow Up Hari ke 3
Tanggal : 9 September 2018
Subjek (S) : Batuk (+) jarang, demam (-), muntah (-), BAK dan BAB
lancar, Nyeri perut (-)
Objek (O) :
Kesadaran : Compos Mentis
a. Tanda Vital
- Denyut Nadi : 80 kali/menit
- Respirasi : 22 kali/menit
- Suhu : 36.4 0C
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg

b. Kepala : Bentuk normocephal

19
c. Rambut : Rambut berwarna hitam, sulit dicabut
d. Mata : Sklera: ikterik (-/-), conjungtiva: anemis (-/-), cekung
(-/-), pupil: Isokor (+/+), Lensa: Jernih (+/+)
e. Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
f. Telinga : Otorrhea (-/-)
g. Mulut : Bibir: sianosis (-), bibir: kering (-), Lidah Kotor (-),
stomatitis (-), Selaput mulut: normal, Gusi: Perdarahan
(-)
h. Tonsil : T1/T1
i. Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-), struma (-)
Kaku kuduk (-)
massa lain (-)

j. Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan menurun, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas kiri atas jantung SIC II di linea parasternalis sinistra
dan batas kiri bawah SIC V linea midclavicularis sinistra, batas kanan atas
di SIC II linea parasternalis dextra dan batas kanan di SIC III-IV di linea
parasternalis dextra

20
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
k. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-), hepar: pembesaran (-),
lien: pembesaran (-)
l. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

Assesment (A) :
Demam Tifoid
Planning (P)
Medikamentosa
- IVFD Ringer Laktat 12 tpm ( + Injeksi Ceftriakson 750 mg/12 jam Intravena)
( + Injeksi Ranitidin 20 mg/8 jam Intravena )
- Puyer batuk, 3 dd I pulv
( Ambroxol 12 mg + Salbutamol 1 mg + Histapam 20 mg)

21
BAB IV
Diskusi Kasus

Seorang anak laki-laki masuk rumah sakit Anutapura Palu dengan keluhan
demam tinggi yang naik turun, demam sering meningkat pada malam hari dan disertai
dengan sakit perut, nyeri perut, sakit kepala, penurunan nafsu makan, mual dan
muntah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum pasien masuk
rumah sakit. Keluhan yang dirasakan pasien disertai dengan batuk berlendir. Menurut
orang tua pasien, keluhan yang dialami anaknya mulai dirasakan setelah pulang dari
sekolah setelah memakan jajanan di sekolah. Gejala ini baru pertama kali dialami
oleh anak tersebut. BAK dan BAB lancar, Riwayat pasien mengalami gejala yang
sama (-), riwayat pengobatan sebelumnya (+), Menurut orang tua pasien, tidak ada
keluhan yang sama pada keluarga (-).

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 39 0C, nadi 87 x/menit, respirasi 32
x/menit dan tekanan darah 100/70 mmHg. Pada status gizi didapatkan status gizi
baik, dengan berat badan 22 kg dan tinggi badan 125 cm. Pada ekstremitas ditemukan
Ekstremitas atas dan bawah akral hangat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
WBC sebesar 4.7 103/mm3, RBC sebesar 4.56 106/ mm3, HGB sebesar 12.9 g/dl, HCT
sebesar 38.1 %, PLT sebesar 330 103/mm3, MCV 84 um3, MCH 28.4 pg, MCHC 33.9
g/dl.
Diagnosis pada kasus ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengalami demam 4
hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan sakit perut. Anak juga mengeluh

22
batuk berlendir dan beringus sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan status gizi : gizi baik. Berdasarkan pemeriksaan tes
widal didapatkan hasil positif (Salmonella typhi O, 1/320 + Salmonella typhi H,
1/160) . Berdasarkan hal tersebut diagnosis pada kasus ini yaitu Demam Tifoid.

Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever, Eberth disease) adalah penyakit
infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosecal) dengan gejala demam
selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus,
dan Peyer’s patch.2,3
Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh Salmonellatyphi,
SalmonellaparatyphiA,Salmonellaparatyphi B, dan SalmonellaparatyphiC. Jika
penyebabnya adalah Salmonella paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif
yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul, dan bersifat
fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H, dan Vi. Pada minggu pertama
sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya. Untuk
memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi.7,8,10

Gambar Salmonella enterica serovar typhi 11


Salmonellatyphi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin penderita

23
demam tifoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid.
Pada beberapa Negara berkembang yang masih menjadi daerah endemik demam
tifoid, kasus yang terjadi umumnya disebabkan oleh pencemaran air minum dan
sanitasi yang buruk. Setelah bakteri sampai ke lambung, maka mula-mula timbul
usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu, adanya suasana asam oleh
asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang
menentukan apakah bakteri dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah
bakteri yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.5,6

24
Gambar 3.2 Patofisiologi Demam Tifoid 3
Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103-109
yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung (pH <2) dapat
menghambat multiplikasi Salmonella. Sebagian bakteri yang tidak mati akan
mencapai usus halus tepatnya di ileum dan jejenum yang memiliki mekanisme
pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Pada dasarnya, apabila
respon imunitas (Imunoglobulin A) usus kurang baik, maka bakteri akan menembus
sel-sel epitel (terutama sel M), selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria
bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama makrofag.2,5
Tahapan selanjutnya, bakteri akan menuju kelenjar getah bening mesenterika.
Melalui ductus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag masuk ke dalam
sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak menimbulkan gejala.
Dari sini bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi bakteremia
kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu bakteri yang ada
didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana,
lalu bakteri tersebut bersama dengan asam empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam
usus halus. Sebagian bakteri ini akan dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi
bakteri akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak pada mukosa

25
diatas plaque peyeri yang dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi
usus yang menimbulkan gejala peritonitis.2,5
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit.
Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-
ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidious, kemudian
naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu
pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam terus
turun secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses
jaringan lunak, maka demam akan menetap. Pada kasus demam sudah tinggi, demam
tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirum
atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai koma.2,5,9

Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan pada demam tifoid, yaitu :2,3,5
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada
sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu III.
2. Gangguan saluran cerna
Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung
(meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan
tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.

26
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam, dapat
berupa apatis sampai somnolen.5
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan, gejala
gastrointestinal bervariasi, pasien dapat mengeluhkan diare, obstipasi kemudian
disusul episode diare. Pada sebagian pasien, lidah tampak kotor dengan putih
ditengah sedangkan tepi dan ujungnya tampak kemerahan. Adapun, bradikardi relatif
jarang dijumpai pada anak.
Diagnosis demam tifoid pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis,
ditemukan demam. Sifat demam naik turun, demam sering meningkat pada malam
hari. Keluhan demam disertai dengan sakit perut, nyeri perut, sakit kepala, penurunan
nafsu makan, mual dan muntah. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 5 hari yang lalu
sebelum pasien masuk rumah sakit.
Teorinya, pada penderita demam tifoid dapat dijumpai anemia, jumlah leukosit
normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia.
Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis
leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan
nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita
demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif
menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.3,11
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose
spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah
ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada
stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3,11
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun

27
mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada
demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX ®; (3) metode enzyme
immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA); dan
(5) pemeriksaan dipstik. 7, 8
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak
tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin
dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap
antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama
sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum. Beberapa penelitian pada kasus demam
tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji
Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Interpretasi dari uji Widal ini
harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium
penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat
mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat
setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang
digunakan.1,7
Penatalaksaan penderita dengan demam tifoid yang secara garis besar ada 3
bagian yaitu:1,5,7
a) Perawatan
b) Diet
c) Medikamentosa
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus
tirah baring sempurna. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan
kondisi penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi
agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tifoid yang lain
termasuk buang air kecil dan buang air besar perlu mendapat perhatian.12,13

28
Dahulu penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan penderita. Banyak
penderita tidak senang diet demikian, karena tidak sesuai dengan selera dan ini
mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita semakin mundur dan masa
penyembuhan ini menjadi makin lama.1,5
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain, Kloramfenikol,
Tiamfenikol, Cotrimoxazol, Ampisilin, Amoksisilin, Seftriakson, Sefiksim. Berikut
pilihan terapi antibiotic yang diberikan untuk demam tifoid: 13,14
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV, dibagi
dalam 4 dosis selama 10-14 hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10 hari
- Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari
- Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, intravena atau intramuscular, sekali sehari,
selama 5 hari
- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari

Komplikasi demam tifoid dikelompokkan adalah komplikasi neuropsikiatrik;


gastrointestinal (perdarahan dan perforasi usus); sepsis dan syok sepsis; kelainan
hematologik seperti anemia hemolitik dan koagulopati intravaskular diseminata
(KID); kelainan jantung seperti miokarditis dan endokarditis; serta infeksi lain seperti
meningitis, pneumonia, hepatitis, nefritis, kolesistitis, artritis septik dan sebagainya.
Komplikasi yang secara nyata ditimbulkan oleh sebab lain seperti alergi obat dan
akibat prosedur tindakan yang diberikan tidak dicatat sebagai komplikasi demam
tifoid.9
Penyulit pada demam tifoid, dapat dibagi menjadi:9
- Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna: suhu menurun,
nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun sampai
menghilang, defance musculaire positif, dan pekak hati menghilang.

29
- Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia,
syok septik, pielonefritis, endocarditis, osteomyelitis, dll.
Pemantauan terapi dapat dilakukan dengan mengevaluasi demam melalui
monitor suhu, apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka
harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.
typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis. Pasien
dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat
dilanjutkan di rumah.1,8
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka
mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan
kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.1,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Sari
Pediatri. 2013; 11 (6): 434-439.
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia ;
2014. Hal 367-75.
3. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2013. Hal 46-62.
4. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016. Hal91-4.
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: 2017. Hal. 1186-1190.

30
6. Bambang WT. Kajian Faktor Pengaruh Terhadap Penyakit Demam Tifoid pada
Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2017; 12 (4).
7. Syamsul A. Hubungan Tingkat Demam dengan Hasil Pemeriksaan Hematologi
pada Penderita Demam Tifoid. Lecturer of Histology Departement Medical
Faculty Lambung MangkuratUniversity ; 2015
8. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2015.
9. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta:
Sagung Seto; 2014.
10. Lubis R. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Penderita yang
Dirawat di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Tesis; 2013.
11. Tumbelaka AR. Typhoid Fever in Children. Division of Infectious Diseases &
Tropical Pediatrics, Department of Child HealthFMUI – Cipto Mangunkusumo
General Hospital. Jakarta: 2014;
12. Nelwan. Tata laksana terkini demam tifoid. Vol: 39. No: 4. Continuing medical
education. Fakultas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta. 2012
13. Hadinegoro. Update management of infectious disease gastrointestinal.
disorders. FKUI. RSCM. Jakarta. 2012
14. Kalbe. Terapi terkini demam tifoid. Kalbe academia highlight. Vol: 41. No: 6.
2014
15. Purba I. program pengendalian demam tifoid. Universitas sari mutiara
Indonesia. Medan. 2016

31

Anda mungkin juga menyukai