AUTIS
Disusun Oleh:
Laksamana Andika Magasingan, S.Ked
(13 17 777 14 238)
Pembimbing :
dr. Suldiah, Sp.A
BAB I
1
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang
mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum, autisme berarti
preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih
banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat
kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita
autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. 1,2
Autisme atau autisme infantile (Early Infantile Autism) pertama kali
dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner, seorang psikiatris Amerika pada tahun
1943. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis
pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom
Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah
yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali
bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka
berkomunikasi.2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi biasanya diperkirakan ada 3-4/10.000 anak. Gangguan ini
jauh lebih lazim pada laki-laki dibandingkan dengan wanita (3-4:1). Beberapa
penyakit sistemik, infeksi, dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti
autistik memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala
autisme. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.
Berdasarkan definisi onset gangguan autisme sebelum usia 3 tahun, meskipun
pada beberapa kasus, gangguan ini tidak dikenali hingga anak berusia lebih
tua.2
Penderita autisme di Indonesia setiap tahun terus mengalami
peningkatan. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam pembukaan
3
rangkaian Expo Peduli Autisme 2008 lalu mengatakan, jumlah autis di
Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita.2
4
Faktor imunologis. Terdapat beberapa laporan yang mengesankan
bahwa ketidakcocokan imunologis (antibody maternal yang ditujukan pada
janin) dapat turut berperan di dalam gangguan autistik. Limfosit beberapa
anak autistik bereaksi dengan antibody maternal, suatu fakta yang
meningkatkan kemungkinan jaringan saraf embrionik rusak selama masa
gestasi. 3
Faktor perinatal. Insidensi komplikasi perinatal melebihi yang
diperkirakan tampaknya dialami oleh bayi yang kemudian didiagnosis
mengalami gangguan autistik. Perdarahan ibu setelah trimester pertama dan
meconium di dalam cairan amnion dilaporkan lebih sering pada riwayat anak
dengan gangguan autistik memiliki insidensi sindrom gawat napas serta
anemia neonates yang tinggi. 3
Faktor neuroanatomis. Studi MRI yang membandingkan orang autistik
dengan kontrol normal menunjukkan bahwa volume total otak meningkat
pada anak autistik, meskipun anak dengan retardasi mental berat umumnya
memiliki kepala yang lebih kecil. Peningkatan persentase rerata ukuran
terbesar pada lobus oksipitalis, parietalis dan temporalis. Peningkatan volume
dapat terjadi akibat tiga kemungkinan mekanisme yang berbeda:
meningkatnya neurogenesis, menurunnya kematian neuron, dan
meningkatnya produksi jaringan otak nonneuronal seperti sel glia atau
pembuluh darah. Pembesaran otak dijadikan sebagai kemungkinan penanda
biologis untuk gangguan autistik.2,3
Lobus temporalis diyakini merupakan area yang penting pada kelainan
otak di dalam gangguan autistik. Hal ini didasarkan pada laporan mengenai
sindrom mirip autistik pada beberapa orang dengan kerusakan lobus
temporalis. 2,3
Faktor biokimia. Pada beberapa anak autistik, meningkatnya asam
homovanilat (metabolit dopamine utama) di dalam cairan cerebrospinal yang
menyebabkan meningkatnya sterotipe dan penatikan diri. 2,3
5
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang ada pada anak dengan autism infantil.
6
Gejala-gejala autisme menurut usia anak.4
Usia Gejala-gejala
0-6 Bulan 1) Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama
bila mandi
4) Tidak “babbling” (mengoceh)
5) Tidak ditemukan senyum sosial di atas 10
minggu
6) Tidak ada kontak mata di atas umur 3 bulan
7) Perkembangan motorik kasar/halus sering
tampak normal
6-12 Bulan 1) Sulit bila digendong
2) Menggigit tangan dan badan orang lain secara
berlebihan
1-2 Tahun 1) Kaku bila digendong
2) Tidak mau bermain permainan sederhana
(“cilukba”)
3) Tidak mengeluarkan kata
4) Memperhatikan tangannya sendiri
5) Terdapat keterlambatan dan perkembangan
motorik kasar dan halus
6) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2-3 Tahun 1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak
lain
2) Melihat orang sebagai “benda”
3) Kontak mata terbatas
4) Tertarik pada benda tertentu
7
2.5 KRITERIA DIAGNOSTIK
Secara detail, menurut DSM IV, kriteria gangguan autistik adalah
sebagai berikut: 4
a. Harus adalah total 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala
dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3): 4
(1) Kelemahan kualitatis dalam interaksi sosial, yang termanifestasi
dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini:
Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti
kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam
interaksi sosial.
Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Kurangnya kemampuan untuk berbagai perasaan dan empati
dengan orang lain.
Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional
yang timbal balik.
(2) Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada
1 dari gejala berikut ini: 4
Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali
tidak berkembang dan anak tidak menari jalan untuk
berkomunikasi secara non verbal.
Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk
berkomunikasi.
Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan
berulang-ulang.
Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau
permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf
perkembangannya.
8
(3) Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang.
Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: 4
Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan
intensitas yang abnormal/berlebihan.
Terpaku pada suatu kegiatan ritualistic atau rutinitas.
Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti
menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan
tubuh.
Sikap tertarik yang sangat kuat/preokupasi dengan bagian-
bagian tertentu dari obyek.
b. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal
pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan
komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif. 4
c. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa
Anak. 4
9
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari autism infantile adalah gangguan perkembangan
pervasif lainnya, diantara adalah sebagai berikut:3
1) Sindrom Asperger3
Anak yang menderita sindrom Asperger biasanya umur lebih dari 3 tahun
memiliki problem bahasa. Penderita sindrom ini cenderung memiliki
intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan
autistik, mereka kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi.
2) Gangguan perkembangan menurun (PDD NOS/Pervasice Developmental
Disorder Not Otherwise Specified) 3
Gejala ini disebut juga non tipikal autisme. Penderita memiliki gejala-
gejala autisme, namun berbeda dengan jenis autisme lainnya. IQ
penderita ini rendah.
3) Sindrom Rett3
Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh
normal. Pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola
komunikasi, dengan pengulangan gerakan tangan dan pergantian gerakan
tangan.
4) Gangguan Disintergrasi Anak3
Pada gejala austisme ini, anak tumbuh normal hingga tahun kedua.
Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan
komunikasi dan keterampilan sosialnya.
2.7 PROGNOSIS
Gangguan autistik/autisme infantile umumnya merupakan gangguan
seumur hidup dengan prognosis yang terbatas, anak autistik dengan IQ di atas
70 dan mereka menggunakan bahasa komunikatif saat usia 5 hingga 7 tahun
cenderung memiliki prognosis baik.5
10
2.8 TERAPI
Tujuan terapi untuk anak dengan gangguan autistik adalah untuk
meningkatkan perilaku psikososial dan perilaku yang secara social dapat
diterima, untuk mengurangi gejala perilaku yang aneh, dan untuk
memperbaiki komunikasi verbal serta non verbal. 5
Berikut ini merupakan beberapa jenis terapi utama yang dilakukan pada
anak, yaitu:
1) Terapi Perilaku5
Anak autis seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya
dan sentuhan. Tidak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang
terapis perlaku terlatih akan mencari latar belakang dari perilaku negatif
tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya. 5
Terapi perilaku (behavior therapy) adalah terapi yang dilaksanakan
untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan perilaku anak yang
terhambat dan untuk mengurangi perilaku-perilaku yang tidak wajar dan
menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat.
Terpai perilaku ini merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum
patuh (belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program
dasar/kunci terapi perilaku adalah melatih kepatuhan, dan kepatuhan ini
sangat dibutuhkan saat anak-anak akan mengikuti terapi-terapi lainnya
seperti terapi wicara, terapi okupasi, fisioterapi, karena tanpa kepatuhan
ini, terapi yang diikuti tidak akan pernah berhasil. 5
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied
Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O. Ivar Lovaas, PhD
dari University of California Los Angeles (UCLA). Dalam terapi
perilaku, focus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif
setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak
ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak
11
berespons negate (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali
maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut.
Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk
berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negative
(atua tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan. 5
Secara lebih teoritisk, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan
sebagai A-B-C; yaknik A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior)
dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului
terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang
kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak
autis kemudian memahami behavior (perilaku) apa yang diharapkan
dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku
tersebut diharapkan cenderung terjadi ladi bila anak memperoleh
consequence/akibat (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan)
yang menyenangkan. 5
Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan
pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya
mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur
dan konsisten pada usia dini. 5
Dalam ABA disarankan waktu yang dibutuhkan adalah 40
jam/minggu, tetapi keberhasilan terapi ini dipengaruhi beberapa faktor:
a. Berat ringannya derajat autisme. 5
b. Usia anak saat pertama kali ditangani/terapi
c. Intensitas terapi
d. Metode terapi
e. IQ anak
f. Kemampuan berbahasa
g. Masalah perilaku
h. Peran serta orang tua dan lingkungan
12
2) Terapi Wicara5
Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena
anak autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa.
Tujuannya adalah untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat
berbicara lebih baik. Hampir semua anak dengan autisme mempunyai
kesulitan dalam bicara dan berbahasa.
3) Terapi Okupasi5
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan,
memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis dengan
kata lain untuk melatih motoric halus anak. Hampir semua anak autis
mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motoric halus. Gerak-
geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil
dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap
makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi
sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan
benar.
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk autisme infantil.
Pemberian obat antipsikotik dapat mengurangi agresi atau perilaku
mencerai diri. Agonis serotonin dopamine (ASD) memiliki risiko rendah
dalam menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. SDA mencakup
resiperidone, olanzapine, clozapine, dan ziprasidone. 5
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15