PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, ditandai dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi
akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi lahir hidup.
Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai
faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara garis besar, PJB dapat
dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik. Pada PJB non-sianotik,
kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang menimbulkan beban volume
berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya adalah defek septum atrium.1
Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada sekat jantung yang
memisahkan atrium kiri dan kanan, sehingga terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium
kanan dengan peningkatan beban volume di atrium dan ventrikel kanan. Defek
septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus
koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk PJB terbanyak kedua setelah
defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar 7-10%, dan 80% di antaranya
merupakan DSA sekundum.2,3 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih
tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien
asimtomatik sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Secara anatomis DSA dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus
venosus, dan tipe sinus koronarius. Pada DSA primum terdapat defek pada bagian
bawah septum atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA
primum sering pula terdapat celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke kanan dan arus sistolik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral (regurgitasi mitral).
Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava superior
atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis,
yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe
sinus koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada
DSA sinus koronarius terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian
ke atrium kanan. Pada kelainan ini dapat ditemukan sinus koronarius yang
membesar.2,3
is
2
Gambar 1. Anatomi jantung normal (A) dan jantung dengan ASD (B)
2. Etiologi
3
penyakit jantung kongenital, termasuk di antaranya DSA. Telah diketahui
bahwa pajanan terhadap infeksi rubella kongenital, diabetes gestasional,
alkohol, thalidomide, asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit
jantung kongenital pada anak.5,6
3. Klasifikasi
DSA dapat digolongan menjadi empatgolongan,yakni:1
a. Defek septum atrium sekundum merupakan tipe yang
tersering (80%). Pada defek septum atrium sekundum terdapat lubang
patologis di tempat fossa ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai
sangat besar sehingga mencakup sampai sebagian besar
septum.Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium
kanan, dengan beban volum e di atrium dan ventrikel kanan.
b. Defek s e p t u m atrium p r i m u m merupakan jenis kedua
terbanyak dari defek septum atrium. Pada defek septum
primum terdapat celah pada bagian bawah septum atrium,
yakni pada septum atrium primum. Disamping itu, sering pula
terdapat celah pada daun katup mitral.
c. Defek sinus venosusterletak didekat muara vena kava
superior atau vena kava inferior dan seringkali disertai dengan
anomali parsial drainase vena pulmonalis, yakni sebagian vena
pulmonalis bermuara ke dalam atrium kanan.
d. Defek disinus koronarius defek terdapat di muara sinus koronarius.
Pirau dari kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke sinus
koronarius, baru kemudian ke atrium kanan.
4. Patofisiologi
4
jantung janin.Dimana struktur kardiovaskuler terbentuk.Adanya defek septum
atrium akan membuat darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan
melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada
atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg
sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan
penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru
dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri
pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta. Dengan
bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis,
maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga tahanan katup arteri pulmonalis
meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya
perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada
ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula
trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga
terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolik.7,8
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri
pulmonalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang
permanen. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga
sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen
akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.9,10
Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada
besarnya defek, komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif
vaskular pulmonal. Pada defek yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi
(dari vena pulmonal) mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, menambah
jumlah darah vena yang masuk ke atrium kanan (venous return). Total darah
tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran darah balik
dari paru ke atrium kiri akan terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan
melalui defek dan ke ventrikel kiri. Pada defek yang besar, rasio aliran darah
5
pulmonal dibandingkan sistemik (Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai
4:1.3
Gejala asimtomatis pada bayi dengan DSA terkait dengan resistensi
paru yang masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal
kehidupan, yaitu dinding otot ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians
yang kurang, sehingga membatasi pirau kiri ke kanan. Seiring dengan
bertambahnya usia, resistensi vaskular pulmonal berkurang, dinding ventrikel
kanan menipis dan kejadian pirau kiri ke kanan melalui DSA meningkat.
Peningkatan aliran darah ke jantung sisi kanan akan menyebabkan
pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis.
Resistensi vaskular pulmonal tetap rendah sepanjang masa anak-anak,
meskipun dapat mulai meningkat saat dewasa dan menyebabkan pirau yang
berlawanan dan terjadi sianosis.3
5. Diagnosis
Defek Septum Atrium sekundum lebih sering terjadi pada perempuan
dengan rasio 2:1 antara perempuan dan pria.Defek septum atrium (DSA)
sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan
tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka
kekerapan hidup tidak seperti normal, cukup banyak yang bertahan hidup
sampai usia lanjut.1
a. Gejala klinis
Penderita DSA sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:10,11
Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
Sering mengalami infeksi saluran pernapasan
Dispneu (kesulitan dalam bernapas)
Sesak napas ketika melakukan aktivitas
Dispneu d’effort dan atau kelelahan ringan adalah gejala awal yang
paling sering ditemui.Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali
memperlihatkan tanda-tanda gagal jantungkongestif yang mengarah pada
6
defek atrium yang tersembunyi.1,10,11Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik:
Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang
abnormal. Dapat terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah
yang melalui katup pulmonalis.
Tanda-tanda gagal jantung
Jika shunt-nya besar,murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan
aliran darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis.
Pada pemeriksaan DSA terdapat suara splitting yang menetap pada
S2. Tanda ini adalah khas pada patologis DSA dimana defek jantung yang
tipe lain tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis
jarang ditemukan, kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus
koronarius, kelainan vaskular paru, stenosis pulmonal, atau bila disertai
anomali Ebstein.1,10
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DSA ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara,antara lain:1,10,11
Foto Thoraks
Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis defek septum
atrium. Pada pasien dengan defek septum atrium dengan pirau yang
bermakna, foto thoraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol,
dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Pada foto AP biasanya
tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang
bertambah sesuai dengan besarnya pirau, seperti pada defek septum
ventrikel, vaskularisasi paru tampak meningkat bila Qp/ Qs > 2:1.
Elektrokardiografi
Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis defek septum
sekundum. Elektroardiogram menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus defek
7
septum sekundum, yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel
kanan. Pada defek septum atrium deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis
deviation) yang membedakannya dari defek septum atrium primum yang
menunjukkan deviasi sumbu (left axis deviation). Dapat juga terjadi blok AV
derajat 1 (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek
sekundum. Hipertrofi ventrikel kanan cukup sering ditemukan, akan tetapi
pembesaran atrium kanan jarang tampak.
Ekokardiografi
Dengan menggunakan ekokardiografi trans torakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan
ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang
sering terjadi pada DSA.
Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan
cara ini dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga dapat
membantu dalam tindakan penutupan DSA perkutan, juga kelainan yang
menyertai.
Kateterisasi jantung
Dengan tersedianya alat ekokardiografi dan doppler, terdapat 2 hal
penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan defek septum atrium. Pertama,
lebih banyak pasien dengan defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat
ditegakkan pada masa bayi dan anak kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan
fisiologis yang akurat dengan ekokardiografi dan doppler memungkinkan
kateterisasi jantung., kateterisasi hanya dilakukan apabila terdapat keraguan
akan adanya penyaki penyerta atau hipertensi pulmonal.
Apabila dilakukan pada kateterisasi jantung defek septum sekundum
tanpa komplikasi ditemukan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
yang normal atau sedikit meningkat. Terdapat pula kenaikan saturasi oksigen
di atrium kanan. Perlu dicari kemugkinan terdapatnya kelainan lain misalnya
stenosis pulmonal atau anomali parial drainase vena pulmonalis.
8
6. Penatalaksanaan
Menutup DSA pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan
yang serius di kemudian hari.Pada beberapa anak, DSA dapat menutup spontan
tanpa pengobatan.Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu
dilakukan pengobatan.Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan
pembedahan untuk menutup DSA. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik
sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan
gigi untuk mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif.10,11
Pada DSA dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu
dilakukan tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis
tindakan operasi yang digunakan untuk melakukan koreksi pada DSA ini, yaitu:10
Bedah jantung terbuka
Amplatzer septal occlude (ASO)
ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075
inci yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4
mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang
dapat merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan
kanan akan tertutup sempurna. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat
persetujuan dari American Food and Drug Administration (FDA) pada bulan
Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun
2002.
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :
1. DSA sekundum
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban
volume pada ventrikel kanan
9
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan
intervensi bedah
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
10
7. Komplikasi
Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek adalah
pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan, aritmia, dan
kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru obstruktif. Sindroma
eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial atau total pada pasien
dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru. Pada defek septum yang
menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan alirah darah ke paru
menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah paru. Hal ini
menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau berbalik arah
menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis, dyspnea, lelah dan
disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal jantung, nyeri dada,
sinkop dan hemoptisis.
Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum, baik
trans-kateter atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu komplikasi yang
perlu penanganan segera antara lain kematian, dekompensasi hemodinamik yang
mengancam nyawa, memerlukan intervensi bedah, dan lesi fungsional atau
anatomi yang permanen akibat tindakan kateterisasi. Komplikasi yang dapat
timbul dari tindakan pembedahan antara lain aritmia atrial, blok jantung.
Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi transkateter adalah
embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang, aritmia, trombus.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial, transient ischemic
attack,dansudden death.10
7. Prognosis
Secara umum, prognosis defek septum sekundum pada masa anak-anak
dapat dikatakan baik.Pada sebagian besar kasus meskipun tidak dioperasi pasien
dapat melakukan aktivitasnya dengan normal ataupun hampir normal. Masalah
akan timbul pada dekade ke-2 hingga ke-3. Hipertensi pulmonal dapat terjadi
dalam kurun waktu tersebut. DSA meskipun tidak membahayakan tapi perlu
mendapatkan perhatian khusus karena selama puluhan tahun tidak menunjukkan
keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama dengan
11
timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah dalam suatu keadaan klinis yang
berat. Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang
berat.10
Setelah penutupan DSA pada waktu anak-anak, ukuran jantung akan
kembali pada ukuran normal pada waktu 4-6 bulan. Setelah dilakukan penutupan,
tidak ada permasalahan yang timbul dengan aktivitas fisik dan tidak ada batasan
apapun dalam aktivitas. Yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan
secara berkaladengan seorang ahli kardiologi yang telah merawatnya.10 Prognosis
penutupan DSA akan sangat baik dibanding dengan pengobatan medikamentosa.
Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia
atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.1
12
BAB III
Keluhan utama :
Sesak napas yang semakin memberat sejak 3hari Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS).
13
3 hari SMRS pasien merasakan sesak yang semakin memberat, berdebar-
debar saat sesak dan merasakan sangat lemah serta merasa capek dengan
aktivitas yang tidak teralu berat. Pasien juga merasakan nyeri dibagian ulu
hati. Batuk (+),menurut ibu pasien batuk lebih sering dirasakan pada malam
hari, demam (+),demam hilang timbul, berkurang dengan obat penurun
demam, mual muntah (-).
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan khusus:
14
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya
+/+
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Lidah : sianosis (-), tidak kotor, faring tidak anemis, tonsil T1-T1
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB, peningkatan JVP (-)
Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.
Perkusi : Sonor
Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri
Auskultasi: Suara napas vesikular memanjang, rhonki basal (+),
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada SIK V linea mid clavicula
sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIK V linea mid clavicula
sinistra, thrill (+)
Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra SIK II -
IV
Batas jantung kiri 1 jari lateral linea mid clavicula
sinistra SIK V
Pinggang jantung linea parasternalis sinistra SIK II
Auskultasi: BJ 1 normal, BJ 2 meningkat di daerah pulmonal, bising
sistolik (+) terutama di linea parasternalis sinistra SIK II, murmur (+)
Abdomen
15
Inspeksi : Bentuk perut datar, pelebaran vena (-)
Auskultasi: Bising usus (+)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada bagian epigastrium, supel, hepar
tidak teraba, splenomegali (-)
16
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal : 8/12/2018
Darah rutin
Hb :12,3 mg/dL
Ht : 35,7 %
RBC :4 x 106/µL
17
Foto thoraks
Bacaan :
Kesan :
Edema paru
Cardiomegaly
Efusi pleura
18
Elektrokardiogram
EKG :
- Sinus rhytm
- HR : 93x/ menit
- Axis : RAD
- Zona transisi : Poor R Wave Progression
- Gelombang P pulmonal (+)
- Gelombang Q patologis (-)
- Gelombang R (+)
- Gelombang T inversi tidak ada
19
Resume :
Penatalaksanaan :
Nonfarmakologis :
Bed rest
Farmakologis :
IVFD NaCL 10 tpm
Inj. Lasix 2ap/8j
Spironolactone 1 x 100 mg
HCT 1 x 12,5 mg
Digoxin 1 x ½ tb
Dorner 2 x 10
Bisoprolol 1 x 5 mg
Inj. Ceftazidine 1gr/12j
Codein 2 x 1
Alprazolam 2 x 0,5mg
Inj. Ranitidin 1ap/12j/iv
Curcuma 3x1
Solac 3 x 2Cth
20
Follow up
Tanggal S O A P
8/12/2018 Sesak T: 100/70 ASD IVFD NaCL 10 tpm
nafas mmHg Inj. Lasix 2ap/8j
berkuran N: 90x/menit Spironolactone 1 x
g S: 36,8 C 100 mg
Nyeri P: 32 x/menit HCT 1 x 12,5 mg
dada (+) Digoxin 1 x ½ tb
Jantung Dorner 2 x 10
berdebar Bisoprolol 1 x 5 mg
debar (+) Inj. Ceftazidine
21
Codein 2 x 1
Alprazolam 2 x
0,5mg
Inj. Ranitidin
1ap/12j/iv
Curcuma 3x1
Solac 3 x 2Cth
22
500 mg/24
Spironolactone 1 x
100mg
Bisoprolol 1 x 5mg
Inj.pantoprazole
1ap/24j
Sulcralfat syr 3 x 2cth
Alprazolam 1 x 0,5
mg
Aspar – k 2 x 1
23
PEMBAHASAN
Pasien masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak disertai jantung
yang berdebar-debar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan berbagai pemeriksaan penunjang, makapada pasien ini di
diagnosismenderita kelainan jantung kongenital yakni berupa defek septum
atrium. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pasien dengan defek septum
atrium (DSA) sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya
asimptomatik dan tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas.5
Keluhan pada defek septum atrium biasanya timbul pada dekade ke-2 atau
ke-3 kehidupan. Gejala yang timbul adalah sesak napas ketika beraktivitas dan
atau berdebar-debar. Munculnya gejala ini berhubungan dengan peningkatan
shunt dari kiri ke kanan. Pada pasien keluhan sesak yang timbul terjadi akibat
adanya shunt dari atrium kiri ke atrium kanan. Seseorang dengan DSA memiliki
septum (dinding) yang terbuka di antara atrium. Sebagai hasilnya, darah yang
teroksidasi dari atrium kiri akanmengalir melalui lubang pada septum ke dalam
atrium kanan, sehingga terjadi percampuran dengan darah rendah oksigen dan
terjadi peningkatan jumlah total darah yang mengalir menuju paru-paru.
Akibatnya adalah terjadi kelebihan volume darah pada jantung kanan yang pada
akhirnya menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri
pulmonalis.Hal ini dapat dilihat dari hasil pada foto thoraks yaitu ditemukan
adanya kardiomegali1,2
Defek septum atrium tipe sekundum adalah tipe yang paling banyak
ditemukan, terjadi pada 1 dalam 1500 kelahiran hidup, dengan 65-75% wanita.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat membantu menentukan lokasi defek septum,
arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral, misalnya
prolaps yang sering terjadi pada DSA.
Penatalaksanaan pada ASD dengan hipertensi pulmonal terdiri dari
pengobatan secara suportif dan definitif. Pengobatan definitif yaitu berupa
tindakan pembedahan dan pemasangan ASO (Amplatzer Septal Occluder).
24
Sedangkan pengobatan suportif bertujuan untuk mencegah progresiftas
komplikasi dari penyakit.
Seorang dewasa dengan DSA akan berkurang kelangsungan hidupnya jika
penutupan DSA dilakukan pada masa dewasa karena semakin tua usia saat di
operasi maka angka ketahanan hidupnya akan semakin menurun, hal ini berkaitan
dengan sudah terjadinya komplikasi.Komplikasi berat dari DSA yang belum
dioperasi adalah gagal jantung kanan, pneumonia berulang, hipertensi pulmonal,
atrial flutter, atrial fibrilasi, paradoxical embolus, dan stroke. Pada kasus ini
penatalaksanaan awal bersifat medikamentosa dan belum dilakukan tindakan
bedah.8
25
DAFTAR PUSTAKA
26
12. Nasution AH. Anastesi pada atrial septal defect (ASD). 22 Mei 2009.
http://anestesi.usu.ac.id/sari-pustaka/16-anestesi-pada-atrial-septal-defect-
asd-oleh-dr-akhyar-h-nasution-span.html [diakses tanggal 23 Juni 2013].
27