BESAR
Bagian Kulit dan Kelamin
RSU Anutapura Palu
Sindroma Stevens-Johnson
Pembimbing: dr. Sari Handayani Pusadan, M.Kes, Sp. KK
PENDAHULUAN
• Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) adalah reaksi
mukokutan akut yang ditandai dengan nekrosis dan
pengelupasan epidermis luas, disertai rasa sakit dan
dapat menyebabkan kematian.
• SSJ diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan luas
kerusakan epidermal, yakni SSJ, SSJ overlap
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET), dan NET. SSJ
luasnya kerusakan epidermal <10%, SSJ overlap NET
luasnya kerusakan epidermal antara 10-30%, dan NET
luas kerusakan epidermal >30%.
PENDAHULUAN
• Obat merupakan penyebab tersering SSJ, 77-95%
penyebab SJS dan oleh obat. Selain obat, SSJ dapat
disebabkan oleh infeksi, imunisasi, keganasan,
paparan bahan kimia dari lingkungan, dan radiasi.
• Angka kematian SSJ cukup tinggi, dari data yang ada,
angka kematian pada kasus SSJ sekitar 1-5%.
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. H.S
• Umur : 59 Tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Jl. Banteng
• Pekerjaan : Tidak bekerja (Pensiunan Pegawai BPOM)
• Agama : Islam
• Status : Menikah
• Tanggal masuk RS : 08 April 2019
LAPORAN KASUS
ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
Keluhan Utama :
Bercak kemerahan di sekitar mata dan bibir
Sistemik:
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi dexamethasone 5mg/8 jam/Intravena
Cetirizin 1x100mg
Topikal:
Planning
Kenalog oralbes
Fuson cream
FOLLOW UP
Perawatan Hari ke-2 (Kamis, 11 April 2019)
Bercak pada wajah, bibir, telapak tangan dan kaki masih
ada. Bercak mulai berisi cairan dan bercak mulai
Subjective
mengelupas di area bibir. Demam (-), batuk (-), nyeri
dirasakan berkurang.
• TD: 130/90 mmHg
• N: 85x/menit
• S: 37oC
• R:20 x/menit
Status dermatologi:
Lokasi : Lokasi bilateral, letaknya di palpebra superior dan
Objective epicantus lateralis sinistra, labium oris superior et inferior,
regio buccal, regio palmaris dextra et sinistra, regio plantaris
dextra et sinistra.
Ukuran : Numular
Effloresensi : Monomorfik (Plak hiperpigmentasi)
FOLLOW UP
Perawatan Hari ke-2 (Kamis, 11 April 2019)
Sistemik:
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi dexamethasone 5mg/8 jam/Intravena
Cetirizin 1x100mg
Topikal:
Planning
Kenalog oralbes
Fuson cream
FOLLOW UP
Perawatan Hari ke-3 (Jum’at, 12 April 2019)
Bercak pada wajah, bibir, telapak tangan dan kaki masih
ada. Cairan dalam bercak bertambah, terutama di bagian
Subjective
telapak tangan. Demam (-), batuk (-), nyeri masih
dirasakan.
• TD: 130/90 mmHg
• N: 88x/menit
• S: 37,2oC
• R:20 x/menit
Status dermatologi:
Lokasi : Lokasi bilateral, letaknya di palpebra superior dan
Objective epicantus lateralis sinistra, labium oris superior et inferior,
regio buccal, regio palmaris dextra et sinistra, regio plantaris
dextra et sinistra.
Ukuran : Numular
Effloresensi : Monomorfik (plak hiperpigmentasi)
FOLLOW UP
Perawatan Hari ke-3 (Jum’at, 12 April 2019)
Sistemik:
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi dexamethasone 5mg/8 jam/Intravena
Cetirizin 1x100mg
Topikal:
Planning
Kenalog oralbes
Fuson cream
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Pasien perempuan usia 59 tahun masuk ke RS dengan
keluhan bercak eritema yang muncul disekitar orbita dan labium
oris yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Bercak eritema muncul 30 menit setelah pasien mengonsumsi
obat tardisional dengan merk “Tawon Liar” sebanyak 2 kapsul.
Bercak eritema juga muncul di area buccal, palmar, plantar,
genitalia dan anus. Sempat febris, batuk dan rasa terbakar diarea
bercaknya. Pasien sempat mengonsumsi obat Natrium
diklofenak. 4 tahun yang lalu pasien pernah merasakan keluhan
yang sama ketika konsumsi obat Allopurinol. Pasien memiliki
riwayat hiperurisemia dan hiperkolesterolemia.
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda vital; TD
130/80 mmHg, Nadi 86x/ menit, Respirasi 21 x/menit, Suhu
37 oC. Dari status dermatologi didapatkan ukuran
effloresensi numular, monomorfik berupa makula
eritematous. Ukuran numular. Lokasi bilateral, letaknya di
palpebra superior dan epicantus lateralis sinistra, labium oris
superior et inferior, regio buccal, regio palmaris dextra et
sinistra, regio plantaris dextra et sinistra.
PEMBAHASAN
• Sindrom steven johnson merupakan reaksi mukokutan akut
yang ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis
luas, disertai rasa sakit dan dapat menyebabkan kematian.
Makula eritematous, terutama pada badan dan tungkai atas.
• Pada pasien gejala yang tampak sesuai dengan definisi dari
sindroma steven johnson yakni pada pasien terjadi reaksi
mukokutan berupa makula eritema dan erosi pada kulit
wajah, area sekitar mata dan bibir, serta terdapat bercak
di area genitalia dan anus yang merupakan trias dari
gejala Sindroma Stevens-Johnson.
PEMBAHASAN
• Insiden SSJ (Sindroma Stevens-Johnson) jarang dijumpai.
Keseluruhan insidensi SSJ diperkirakan 2 sampai 7 kasus per
1 juta orang per tahun.
• SSJ dapat terjadi pada semua usia tapi insidensinya bertambah
pada usia diatas 40 tahun
• Berdasarkan jenis kelamin, sering terjadi pada wanita
• Pada pasien HIV, insidensi SSJ dapat meningkat 100 kali lipat
dibandingkan populasi umum, dengan jumlah hampir 1/100
orang/tahun pada populasi HIV positif.
PEMBAHASAN
• Etiologi SSJ masih belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan penelitian diketahui obat-obatan adalah etiologi
utama yang dapat terjadi pada orang dewasa atau anak-anak.
• Antibiotik sulfonamide (khususnya sulfametoksazol kombinasi
dengan trimetoprim), karbamazepin, fenitoin, fenobarbital,
obat-obat antiinflamasi nonsteroid tipe oksikam, allopurinol,
klormezanon, aminopenisillin, sefalosporin, lamotrigin,
nevirapin, kuinolon, dan antibiotik siklik digolongkan sebagai
obat yang berisiko tinggi mengakibatkan terjadinya sindrom
steven johnson.
PEMBAHASAN
• Pada kasus, pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat
tawon liar 2 kapsul sebelum munculnya gejala. Dan Pasien
sempat kengonsumsi obat Natrium diklofenak. 4 tahun
yang lalu pasien pernah merasakan keluhan yang sama
ketika konsumsi obat Allopurinol.
PEMBAHASAN
• Reaksi ini dicetuskan sel T CD4+ dan CD 8+ yang
menghasilkan mediator sitotoksik yang berakibat apoptosis
keratinosit. Penelitian imunopatologis dijumpai adanya CD8+
killer lymphocytes (sel NK) pada epidermis dan CD4+ pada
dermis pada reaksi bulosa yang berat, dijumpai sel CD8+ pada
epidermis. Jumlah sel CD4+ ini dijumpai meningkat pada
darah perifer penderita SSJ. Sel sitotoksik CD8+
mengekspresikan reseptor α, ᵦ yang dapat membunuh melalui
perforin dan granzyme B, tidak melalui Fas atau Trail.
PEMBAHASAN
• Jadi ikatan obat dan protein akan diproses, kemudian akan
dipresentasikan oleh sel penyaji antigen (APC) ke sel naive
yang akan menghasilkan reaksi toleran atau reaksi efektor
seperti gejala hipersensitivitas. Ekspansi dari CD8+ ini spesifik
terhadap obat, MHC (major histocompatibility complex -
restricted cytotoxic reactions) melawan keratinosit.2,3,4 Pada
pasien terjadi reaksi imunologi sebagai patogenesis dari
sindrom steven johnson.
PEMBAHASAN
• Hanya beberapa kasus yang memberikan reaksi yang cepat
dalam beberapa jam. Biasanya terpapar oleh obat yang sama.
Gejala non spesifik (prodromal) seperti demam, sakit kepala,
rhinitis, mialgia dapat terjadi 1-3 hari sebelum timbul kelainan
pada kulit. Timbul rasa nyeri menelan, konjungtiva terasa gatal
dan panas disertai silau bila terkena cahaya. Hal ini
menandakan gejala awal keterlibatan mukosa.
• Fase prodromal atau demam, batuk, dan malaise dapat
mendahului perkembangan lesi kulit selama 2 minggu. Lesi
kulit yang nyeri sering pertama kali tampak ada badan dan
kemudian menyebar cepat ke wajah, leher dan ekstremitas
PEMBAHASAN
• Lesi kulit awal dikarakteristikkan dengan makula eritematosa,
merah kehitaman bentuk ireguler yang bersatu secara progresif.
• Keterlibatan membran mukosa (hampir selalu sedikitnya 2
tempat) diamati pada 90% kasus dan mendahului atau diikuti
erupsi pada kulit.
• Dimulai dengan eritema yang diikuti oleh erosi mukosa bukal,
mata, dan genital yang terasa nyeri. Biasanya diikuti dengan
gangguan pencernaan, fotofobia, sinekia konjungtiva dan nyeri
saat BAK.
PEMBAHASAN
• Kavitas oral dan batas bibir lebih banyak terkena dan
gambaran erosi hemoragik yang nyeri tertutup, grayish white
pseudomembrane dan krusta pada bibir.
• Stomatitis dan mucositis menyebabkan gangguan asupan oral
sehingga mengakibatkan malnutrisi dan dehidrasi. Pada 85%
pasien terdapat lesi konjungtiva, umumnya bermanifestasi
hyperemia, erosi, edema pada konjungtiva, fotofobia dan
lakrimasi.
• Dapat memungkinkan terjadi shedding of eyelashes. Bentuk
yang berat dapat menyebabkan ulserasi kornea, uveitis anterior,
pan opthalmitis dan konjungtivitis purulen.
PEMBAHASAN
• Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik kecuali
biopsi yang dapat menegakkan diagnosa SSJ.
• Penatalaksanaan pada sindrom steven johnson terbagi menjadi
3 yakni terapi simptomatik, terapi spesifik, dan terapi
sekuelenya:
• Terapi simptomatik berupa menjaga keseimbangan cairan,
termoregulasi, nutrisi, penanganan keluhan lelsi pada mukosa
dan kulit.
PEMBAHASAN
• Penatalaksaan spesifik berupa pemberian kortikosteroid sistemik.
Pada SSJ, kortikosteroid berperan sebagai anti inflamasi,
imunosupresif dan anti apoptosis.
• Pada kasus, pasien diberikan terapi sesuai dengan teori
yakni terapi simptomatik, dan terapi spesifik. Pada terapi
simptomatik, pasien mendapatkan terapi cairan untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Pada terapi spesifik pasien
diberikan kortikosteroid topical dan sistemik. Kortikosteroid
topical berupa kenalog oral base cream,. Sedangkan
kortikosteroid sistemik diberikan injeksi dexamethasone 5mg
per 8 jam. Pasien juga diberi terapi fuson cream sebagai
antibiotik bakteriostatik dan cetirizine sebagai antihistamin.
Terima Kasih