Anda di halaman 1dari 6

ASPERGER DISORDER atau SINDROM ASPERGER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus”

Dosen Pengampu :

Novi Rosita Rahmawati, M. Pd

Disusun Oleh :

Nama : Rischa Sa’ki Ayuning Tyas


Nim : 932120915
Kelas :E

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2018
I. Pengertian Sindrom Asperger

Sindrom Asperger (Bahasa Inggris: Asperger syndrome, Asperger's syndrome,


Asperger's disorder, Asperger's atau AS) adalah salah satu gejala autisme di mana para
penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga
kurang begitu diterima. Sindrom ini ditemukan oleh Hans Asperger, seorang dokter anak
asal Austria pada tahun 1944, meskipun baru diteliti dan diakui secara luas oleh para ahli
pada dekade 1980-an. Sindrom Asperger dibedakan dengan gejala autisme lainnya dilihat
dari kemampuan linguistik dan kognitif para penderitanya yang relatif tidak mengalami
penurunan, bahkan dengan IQ yang relatif tinggi atau rata-rata (ini berarti sebagian besar
penderita sindrom Asperger bisa hidup secara mandiri, tidak seperti autisme lainnya).
Sindrom Asperger juga bukanlah sebuah penyakit mental.

Ketika orang berbicara, umumnya mereka menggunakan bahasa tubuh seperti


senyuman dan komunikasi nonverbal lainnya, dan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh
mereka cenderung memiliki lebih dari satu buah makna. Seorang penderita sindrom
Asperger umumnya tidak memiliki kesulitan dalam perkembangan bahasa/linguistik,
namun mereka cenderung memiliki kesulitan untuk memahami bentuk-bentuk komunikasi
non-verbal serta kata-kata yang memiliki banyak arti seperti itu, dan mereka hanya
memahami apa arti kata tersebut, seperti yang ia pahami di dalam kamus. Namun,
kebanyakan penderita memiliki perbendaharaan kata dan wawasan yang melebihi anak-
anak seusianya dan kerap dijuluki "profesor kecil". Para penderita sindrom Asperger sering
kesulitan memahami ironi, sarkasme, dan penggunaan bahasa slang, apalagi memahami
mimik muka/ekspresi orang lain, dan cenderung berbahasa dengan gaya formal. Mereka
juga tergolong sulit bersosialisasi dengan orang lain dan cenderung menjadi pemalu,
tergantung tingkat keparahan penyakit atau perkembangan si penderita sendiri. Penderita
sindrom ini kerap menjadi sasaran bullying, terutama pada usia anak dan remaja. Penemu
sindrom ini juga menunjukkan gejala serupa ketika masa kanak-kanaknya.

Para dokter melihat sindrom Asperger sebagai sebuah bentuk autisme. Seringnya,
disebut sebagai "autisme yang memiliki banyak fungsi/high-functioning autism". Hal ini
berarti setiap penderita sindrom Asperger terlihat seperti halnya bukan seorang autis, tetapi
ketika dilihat, otak mereka bekerja secara berbeda dari orang lain. Para dokter juga sering
mengambil kesimpulan yang salah mengenai sindrom Asperger setelah mendiagnosis
penderitanya, dan memvonisnya sebagai pengidap skizofrenia, ADHD, sindrom Tourette
atau kelainan mental lainnya.

Bagian otak yang memiliki kaitan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang
lain juga sebenarnya mengontrol bagaimana tubuh bergerak dan juga keseimbangan tubuh.
Karena itu, seorang penderita sindrom Asperger terkadang mengalami masalah yang
melibatkan pergerakan tubuh, seperti halnya olahraga, atau bahkan jalan kaki, yang
kadang-kadang sering terpeleset, tergantung tingkat keparahannya. Mereka juga memiliki
kebiasaan grogi/nervous.

Para penderita sindrom Asperger memiliki kecenderungan lebih baik dibandingkan


orang-orang lain dalam beberapa hal seperti tulisan dan literatur, pengetahuan umum, ilmu
alam serta pemrograman komputer. Banyak penderita sindrom Asperger memiliki cara
penulisan yang lebih baik dibandingkan dengan cara mereka berbicara dengan orang lain.
Mereka juga memiliki sebuah minat yang khusus yang mereka tekuni dan bahkan mereka
menekuninya sangat detail, serta mereka justru menemukan hal-hal kecil yang orang lain
sering dilewatkan atau diremehkan. Anak dengan syndrom ini perlu sebuah perhatian dan
kasih sayang dari orang sekitarnya. Apabila orang tua membiarkan atau mengabaikan
keberadaanya, anak tersebut dapat merasa tertekan bahkan stress berat walaupun
penyandang syndrom ini terlalu kaku untuk menunjukan keinginanya. Hal ini dapat
ditandai dengan adanya rasa ingin berteman namun tidak mampu mengaplikasinya.

Menurut Attwood, penyandang Sindrom Asperger mempunyai IQ.normal sampai


dengan diatas rata-rata dan banyak dari mereka memiliki keterampilan atau bakat
di bidang tertentu yang dapat menarik minat mereka (Attwood, 1998) dalam situs http://
komunitas-puterakembara.net/joomla/sindrom-asperger.html. Seseorang penyandang
Sindrom Asperger memiliki kelemahan dalam berkomunikasi, mereka sering tidak
mengerti akan kebiasaan sosial yang ada, sulit ber-empati, tidak peduli dengan perasaan
orang lain, terkadang salah menginterpretasikan gerakan-gerakan, dan juga memerlukan
suatu instruksi yang jelas untuk dapat bersosialisasi.

II. Gejala Sindrom Asperger

Ada banyak gejala yang dapat ditunjukkan oleh anak dengan Asperger. Gejala antar
anak dengan Asperger pun mungkin berbeda. Namun, gejala utama dari Asperger adalah
masalah situasi sosial. Anak dengan Asperger biasanya mempunyai interaksi sosial yang
buruk, pola bahasa tidak biasa, memiliki ekspresi wajah yang sedikit, dan tingkah laku
yang tidak biasa.

Selain itu, beberapa gejala sindrom Asperger lainnya adalah:

 Memiliki interaksi sosial yang sedikit dengan orang lain, seringnya ia merasa canggung
bahkan merasa takut saat kontak mata dengan orang lain
 Sulit mengerti isyarat sosial, misalnya sulit membaca bahasa tubuh orang lain, tidak
bisa menunggu giliran untuk berbicara, sulit memulai atau mempertahankan
percakapan
 Tidak dapat mengenali perbedaan nada bicara, sehingga anak dengan asperger mungkin
tidak mengerti candaan atau komentar sarkastik. Ia mungkin berbicara dengan nada
yang datar dan gaya bicaranya pun terkesan formal.
 Sensitif atau kepekaan yang tinggi terhadap rangsangan sensorik, misalnya anak
asperger terganggu dengan cahaya yang terang padahal menurut orang lain itu
merupakan hal yang biasa, atau mereka mungkin menutupi telinga karena terganggu
dengan suara lingkungan padahal orang lain menganggapnya biasa
 Memiliki keterlambatan motorik, seperti terlambat bisa menggunakan garpu atau
sendok, naik sepeda, dan lainnya.
 Mempunyai minat yang terbatas terhadap suatu hal, biasanya mereka hanya meminati
hal-hal yang tidak biasa.
 Terobsesi dengan hal-hal yang kompleks
 Memiliki kemampuan kognitif nonverbal di bawah rata-rata, sedangkan kemampuan
kognitif verbalnya di atas rata-rata

Anak dengan Asperger mungkin tidak menunjukkan keterlambatan dalam


perkembangan bahasa. Mereka biasanya memiliki kemampuan tata bahasa yang baik dan
kosa kata yang banyak sejak usia dini. Namun, mereka biasanya memiliki kemampuan
bahasa yang tidak biasa, misalnya sulit menggunakan bahasa dalam konteks sosial.

III. Penyebab Sindrom Asperger


Peneliti dan para ahli kesehatan mental masih terus melakukan penyelidikan
mengenai penyebab sindrom asperger dan autisme. Kelainan otak menjadi salah satu
penyebab yang memungkinkan terjadinya asperger. Hal ini didasarkan pada pencitraan
otak yang terlihat memiliki perbedaan structural dan fungsional antara individu dengan
asperger dan orang normal.
Penyebab sindrom asperger lainnya kemungkinan terjadi karena faktor genetika.
Penelitian menunjukkan bahwa gangguan asperger ini bisa dikaitkan dengan masalah
kesehatan mental lainnya seperti depresi ataupun gangguan bipolar/bipolar disorder.
Banyak yang menganggap bahwa asperger ini disebabkan oleh pola asuh yang tidak
baik dari orang tuanya. Sayangnya anggapan itu tidak benar, sindrom asperger sama sekali
tidak disebabkan oleh pola asuh orangtua ataupun kondisi emosional. Gangguan ini
merupakan kelainan neurobiologist yang penyebabnya belum sepenuhnya dipahami.

IV. Cara Merawat Anak dengan Sindrom Asperger


Setiap anak dengan Asperger mungkin berbeda, jadi perawatan untuk mengelola
gejala Asperger pada anak juga akan berbeda. Orangtua dan dokter mungkin harus
mencoba beberapa terapi untuk menemukan satu yang tepat diterapkan pada anak.
Perawatan untuk anak dengan Asperger biasanya meliputi pelatihan keterampilan
sosial agar anak bisa berinteraksi dengan orang lain; terapi bahasa agar anak mampu
berkomunikasi dengan baik; terapi perilaku kognitif untuk membantu anak mengubah cara
berpikirnya sehingga ia bisa mengendalikan emosinya; dan analisis perilaku terapan untuk
menghambat perilaku yang tidak diinginkan.
Selain itu, pemberian obat juga mungkin kadang diperlukan untuk membantu
mengatasi gejala terkait dengan depresi dan kecemasan. Tak ketinggalan, pemenuhan
nutrisi juga dibutuhkan anak dengan asperger untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Pemberian suplemen mungkin bisa membantu memenuhi nutrisinya,
jika diperlukan.

V. Bedanya Sindrom Asperger dan Autisme


Sindrom Asperger berada dalam spektrum autisme. Ciri-ciri yang ditunjukkan oleh
pengidap Asperger dan autisme sangat mirip, tetapi Asperger dianggap sebagai bentuk
autisme ringan. Pengidap Asperger tidak memiliki kesulitan dalam belajar, berbahasa,
maupun memproses informasi. Mereka justru biasanya menunjukkan kecerdasan di atas
rata-rata, cepat menguasai bahasa dan kosakata baru, serta mampu menghafal berbagai hal
dengan detail. Tak seperti kebanyakan kasus orang dengan autisme, mereka yang mengidap
sindrom Asperger umumnya bisa menjalani fungsi dan aktivitas sehari-hari dengan baik,
meskipun membutuhkan penyesuaian tertentu.
Sindrom ini sudah bisa dideteksi gejalanya sejak anak menginjak usia 3 tahun.
Namun, beberapa orang baru akan menunjukkan gejalanya saat memasuki usia sekolah,
remaja, bahkan dewasa. Mereka yang mengidap sindrom Asperger mengalami gangguan
perkembangan mental. Hal ini mengakibatkan persepsi dan pola pikir yang berbeda dengan
orang kebanyakan. Penyebab pastinya belum ditemukan hingga saat ini, tetapi para ahli
percaya bahwa pemicunya antara lain faktor lingkungan dan genetik.
Referensi
Arndt TL, Stodgell CJ, Rodier PM (2005). "The teratology of autism". Int J Dev Neurosci.
23 (2–3): 189–99.

Bostic JQ, Prince JB. Child and adolescent psychiatric disorders. In: Stern TA, Rosenbaum
JF, Fava M, Biederman J, Rauch SL, eds. Massachusetts General Hospital
Comprehensive Clinical Psychiatry. 1st ed. Philadelphia, Pa: Mosby
Elsevier;2008:chap 69.

Foster B, King BH (2003). "Asperger syndrome: to be or not to be?". Current Opinion in


Pediatrics. 15 (5): 491–4.

Raviola G, Gosselin GJ, Walter HJ, DeMaso DR. Pervasive developmental disorders and
childhood psychosis. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds.
Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed.Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 28.

Anda mungkin juga menyukai