Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

RETINOBLASTOMA

Disusun oleh :

Istri Bela Cantika 1102015107


Salsabil Almas Khairana 1102015213
Anugrah Haba Lizandi 1102015032
Siti Hartina Rahmawati H 1102015224
Bagus Dian Pranata 1102013052

Pembimbing :
dr. Tri Agus Haryono, Sp.M

PJJ KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup. Retinoblastoma
dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada anak-anak sebelum
usia 2 tahun. Sekitar 95% kasus retinablastoma didiagnosis sebelum usia 5 tahun.
Retinoblastoma secara tipikal didiagnosis selama tahun pertama kehidupan pada
kasus familil dan kasus bilateral sedangkan pada kasus unilateral secara sporadik
didiagnosis antara usia 1 dan 3 tahun. Onset setelah usia 5 tahun jarang namun dapat
juga terjadi.4,5-9

Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%) dan
non herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat keluarga
positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu pembuahan
(30%).5,6 Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit unilateral atau bilateral.
Pada bentuk Retinoblastoma (RB) merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler
primer yang sering ditemukan pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini tidak hanya
dapat mengakibatkan kebutaan melainkan juga kematian. Umumnya retinoblastoma
didiagnosa di bawah usia 5 tahun1,3.

Perkembangan metode diagnostik dan tatalaksana RB berkembang dengan


pesat. Di negara maju RB telah banyak terdiagnosis pada stadium awal sehingga
meningkatkan survival rate dan prognosis penglihatan. Survival rate di negara maju
mencapai 90% sedangkan di negara berkembang sekitar 50%. 2,4

Metode skrining RB belum berkembang sehingga penegakkan diagnosis


dengan teliti terutama diagnosis pada stadium dini sangat penting. Diagnosis dini RB
sangat menentukan metode terapi dan prognosis pasien. Oleh karena itu diperlukan
perhatian dari orang tua dan ketelitian dokter agar pasien dengan suspek RB dapat
dirujuk segera untuk dilakukan manajemen yang tepat.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata dan Retina


1. Anatomi Bola Mata
Bola mata manusia berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior maksimal 24
mm.6,7

Gambar 2.1 Struktur bola mata manusia6

Bagian-bagian bola mata adalah sebagai berikut : a.


Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbi). Konjungtiva mengandung kelenjar musin
yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin ini berfungsi untuk membasahi bola
mata terutama kornea.6,7

b. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang memberikan bentuk pada mata.
Bagian terdepan sklera adalah kornea yang transparan. Kornea memudahkan
sinar masuk ke bola mata.6,7

c. Uvea
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Terdiri atas iris, badan siliar,
dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi mengatur jumlah sinar
yang masuk pada mata. Badan siliar terletak di belakang iris dan
menghasilkan akuos humor yang dikeluarkan melalui trabekulum yang
terletak di pangkal iris di batas kornea dan sklera. 6,7

d. Retina
Retina merupakan membran neurosensoris yang akan mengubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik untuk kemudian diteruskan ke otak.
Retina merupakan lapisan paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak
sepuluh lapis. 6,7

2. Histologi Retina
Retina adalah lapisan yang tipis, semi transparan dan terdiri atas
berlapilapis jaringan saraf. Retina melapisi sekitar 2/3 bagian bola mata, yaitu
hampir sama luasnya dengan korpus siliaris, dan berakhir pada ora serrata.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel pigmen retina
sehingga juga bertumpuk dengan membrana bruch, khoroid dan sklera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk ruang subretina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata epitel
pigmen retina saling melekat kuat.6

Retina mempunyai sepuluh lapisan, dari dalam ke luar, susunannya adalah


sebagai berikut : (1) Membrana limitasi interna, (2) Lapisan serat saraf, (3)
Lapisan sel ganglion, (4) Lapisan plexiform dalam, (5) Lapisan nucleus dalam,
(6) Lapisan plexiform luar, (7) Lapisan nucleus luar, (8) Membrana limitasi
eksterna,
(9) Lapisan fotoreseptor (sel batang dan kerucut) dan (10) Epitel pigmen retina
(Gambar 2.2). 6
Gambar 2.2 Lapisan retina6

2.2 Definisi Retinoblastoma


Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel
retinoblast. RB terjadi baik familial (40%) atau sporadik (60%). Tumor ini
merupakan keganasan intraokuler pada anak yang paling sering terjadi. RB dapat
terjadi pada satu mata (unilateral), dua mata (bilateral) atau dua mata disertai
perkembangan tumor sel retinosit primitif di glandula pineal (trilateral). Kasus
familial biasanya multipel atau bilateral walaupun dapat juga unifokal atau
unilateral. Kasus sporadik biasanya unilateral atau unifokal.1-3

2.3 Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi pada 1 : 15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup.
Tidak ada keterkaitan jenis kelamin atau ras terhadap kejadian RB. Sekitar sepertiga
sampai seperempatnya mampunyai riwayat penyakit keluarga dengan RB. Survival
rate di USA dan Inggris mencapai 90%. Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat
terjadi secara herediter (40%) dan non herediter (60%). Retinoblastoma herediter
meliputi pasien dengan riwayat keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen
yang baru pada waktu pembuahan (30%). 1-3
Sebanyak 80% pasien dengan RB terdiagnosis sebelum usia 3 tahun.
Diagnosis penyakit ini pada usia lebih dari 6 tahun sangat jarang. RB bilateral
ditemukan pada 20-30% kasus dan biasanya pada usia yang lebih muda (usia 14- 16
bulan), dibandingkan dengan RB unilateral (usia 29-30 bulan).2,3
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang akan dijelaskan adalah klasifikasi menurut Reese-Ellsworth dan
International classification of intraocular retinoblastoma.
 Retinoblastoma intraokular
Harapan hidup 5 tahun >90%. Retinoblastoma intraokular terdapat dalam
mata dan terbatas pada retina atau mungkin dapat meluas dalam bola mata.
Retinoblastoma intraokular tidak akan meluas menuju jaringan sekitar mata atau
bagian tubuh yang lain.
 Retinoblastoma ekstraokular
Harapan hidup 5 tahun <10%. Retinoblastoma ekstraokular dapat meluas
keluar mata. Secara tipikal dapat mengenai sistem saraf pusat (SSP) dan tersering
mengenai sumsum tulang atau nodi limfe.
Salah satu sistem klasifikasi yang sering digunakan pada retinoblastoma
intraokular ialah Reese-Ellsworth classification; klasifikasi ini tidak digunakan
pada retinoblastoma ekstra-okular. Reese-Ellsworth mengembangkan sistem
klasifikasi retinoblastoma intra-okular untuk menandai pemeliharaan penglihatan
dan kontrol penyakit lokal ketika terapi external-beam merupakan satu-satunya
pilihan terapi. Klasifikasi Reese-Ellsworth tidak menyediakan informasi mengenai
harapan hidup pasien atau penglihatannya dan hanya mengklasifikasikan
berdasarkan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan ada tidaknya vitreous seeds.
Klasifikasi klinik retinoblastoma yang lain ialah Essen classification

Tabel 2.2 Klasifikasi retinoblastoma menurut Reese-Ellsworth 1,10


Group A B

Group I Tumor soliter, ukuran kurang Tumor multiple, ukuran


dari 4 diameter disc, pada tidak melebihi 4 diameter
atau di belakang equator disc, semua pada atau di
belakang equator
Group II Tumor soliter, ukuran 4-10 Tumor multipel, ukuran 410
diameter disc, pada atau di diameter disc, pada atau di
belakang equator belakang equator

Group III Terdapat lesi di anterior besarnya


equator lebih dari 10
diameter
disc
Group IV Tumor multiple, beberapa
Group V Massive seeding melibatkan Tumor soliter lebih besar
lebih dari setengah retina dari 10 diameter disc, di
belakang equator

Ada lesi yang meluas ke


anterior ora serrate

Vitreous seeding

Tabel 2.3 International classification of intraocular retinoblastoma 8,11


Group A Tumor kecil (< 3 mm) di luar macula

Group B Tumor lebih besar (> 3 mm) atau tumor di macula, atau
tumor di subretina

Group C Tumor terlokalisir di subretina atau vitreus

Group D Tumor menyebar di subretina atau vitreus

Group E Tumor mengenai lensa, glaucoma neovaskuler, tumor di


depan korpus vitreus termasuk korpus siliaris atau kamera
okuli anterior, diffuse infiltrating RB, nekrosis tumor dengan
selulitis orbital asepstik, dan phthisis bulbi
2.5 Etiologi dan Patogenesis
Patogenesis retinoblastoma dihubungkan dengan delesi gen yang terletak pada
kromosom 13q14 yang mengkode protein anti-onkogen atau supresor
retinoblastoma.

Kehilangan allel kromosom tersebut dapat terjadi setelah fertilisasi sehingga


terjadilah mutasi sel germinal. Kehilangan allel juga dapat terjadi hanya pada sel
retina pada satu mata yang terjadi saat embriogenesis, kejadian tersebut
menghasilkan mutasi somatik.3

Mutasi germinal yang terjadi lebih cepat, dapat bermanifestasi sebagai RB


bilateral/ multipel. Mutasi somatik biasanya bermanifestasi sebagai kelainan
unifokal/ unilateral. Kasus RB bilateral biasanya muncul pada usia sangat muda
(usia 1 tahun atau kurang) sedangkan kasus unilateral biasanya terjadi setelah usia 2
tahun.3

Pada intraokular, retinoblastoma dapat memperlihatkan berbagai pola


pertumbuhan yang akan dipaparkan di bawah ini :
1. Pola pertumbuhan
a. Endofitik yaitu pertumbuhan tumor ke korpus vitreum. Massa berwarna
kuning keputihan tumbuh secara progresif hingga ke korpus vitreum.
Pembuluh darah retina tidak tampak pada permukaan tumor.
b. Eksofitik dimana tumor tumbuh menuju ke spatium subretinal. Tampak
pendesakan retina ke luar dan pembuluh darah retina tampak terlihat di
permukaan tumor.
c. Tumor dengan infiltrasi difus dimana tumor menyebar secara difus dengan
massa kecil-kecil dan tersebar di retina. Biasanya ditemukan pada anak besar
dan adanya keterlambatan diagnosis.8
2. Invasi saraf optikus, perkembangan tumor lebih lanjut dapat menyebar ke ruang
subarachnoid dan otak melalui saraf optikus.8

3. Stadium retinoblastoma
a. Stadium leukokoria
Pada stadium ini pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihatan
menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien merasa tidak ada masalah
dengan mata anaknya sehingga kadang dibiarkan padahal pada tahap inilah
pasien masih bisa diselamatkan dengan tindakan enukleasi. Jika pada
pemeriksaan patologi anatomi nervus optikus sudah terkena maka tindakan
selanjutnya adalah kemoterapi.9
b. Stadium glaukomatosa
Massa tumor sudah memenuhi seluruh bola mata sehingga gejala yang
nampak adalah gejala glaukoma. Gejala lain yang dapat nampak adalah
strabismus, uveitis dan hifema. Stadium ini biasanya hanya berlangsung
beberapa bulan sehingga jika terlambat ditangani akan masuk stadium
berikutnya. Penanganannya adalah dengan enukleasi dilanjutkan kemoterapi,
dapat juga kemoterapi dahulu untuk mengecilkan tumor baru kemudian
enukleasi.9

Gambar 2.3 Retinoblastoma stadium glaukomatosa pada pasien usia 2 tahun. Pasien
datang dengan keluhan mata menonjol
(proptosis) pada mata kanan 10

c. Stadium ekstraokuler
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan
massa tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola mata
sudah rusak dan keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus.

Prognosisnya kurang baik, tindakan yang bisa dilakukan hanyalah untuk


mempertahankan hidup pasien.9
Gambar 2.4 Retinoblastoma stadium ektraokuler pada pasien laki-laki usia 2 tahun.
Pasien datang dengan keluhan penonjolan pada mata kiri 10

d. Stadium metastasis
Stadium ini sangat buruk karena tumor sudah masuk ke kelenjar limfe pre
aurikuler atau sub mandibular. Tempat metastatis RB paling sering pada
anak adalah tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, dan viscera abdomen
namun di USA penyebaran penyakit jarang dijumpai karena pasien
terdiagnosis pada stadium dini.9

2.6 Diagnosis
Di USA kebanyakan kasus terdiagnosis pada keadaan tumor masih terbatas
pada intraokuler sedangkan pada negara berkembang biasanya terdiagnosis setelah
terjadi penyebaran. Diagnosis RB ditegakkan berdasarkan temuan klinik yaitu
adanya satu atau lebih massa berwarna keputihan pada retina, tumor tersebut bias
ditemukan dalam korpus vitreus (endofitik) atau pada spatium sub retina
(eksofitik).11

1. Gejala Awal
Gejala RB yang paling sering adalah leukocoria (56%) atau pupil putih
(Gambar 2.5) namun gejala ini biasanya hilang timbul, tergantung pandangan
mata anak. Gejala ini biasanya ditemukan tidak sengaja oleh orang tua atau oleh
dokter saat pemeriksaan reflek cahaya.8,11
Gambar 2.2 Leukocoria pada mata kiri 11

Gejala lain yang dapat ditemukan adalah mata merah, nyeri dan strabismus.
Gejala-gejala tersebut biasanya terjadi karena adanya inflamasi pada mata,
peningkatan tekanan intraokuler dan glaucoma. Jika pasien datang dengan
stadium lanjut dapat ditemukan keluhan penonjolan pada mata yang bertambah
besar. Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi, hifema atau hipopion pada
kamera okuli anterior dan ditemukan penonjolan massa pada satu atau dua
mata.8,10,11

Tabel 2.1 Gejala yang sering ditemukan pada kasus retinoblastoma 8

Gejala Jumlah (%)

1. Leukocoria 56%
2. Strabismus 20%
3. Mata merah dan nyeri 7%
4. Glaukoma 7%
5. Gangguan penglihatan 5%
6. Asimptomatis 3%
7. Selulitis orbital 3%
8. Midriasis unilateral 2%
9. Heterochromia iridis 1%
10. Hifema 1%

2. Anamnesis
Pada pasien dengan kecurigaan RB maka perlu dilakukan anamnesis
lanjutan. Perlu ditanyakan onset dan durasi kelainan mata terutama lekocoria
atau strabismus. Kesehatan anak secara keseluruhan juga perlu ditanyakan.
Adanya penurunan berat badan atau selera makan dapat menjadi salah satu
gejala yang
perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang penglihatan yang perlu ditanyakan adalah
apakah pasien mengalami gangguan penglihatan seperti penglihatan kurang
fokus, perbedaan gerakan mata kanan dan kiri atau kesulitan meraih benda, dan
ada atau tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat trauma
terutama pada mata serta riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma.8,10,11

3. Pemeriksaan Fisik
Pasien anak yang diduga RB harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan
penunjang lengkap oleh onkologis anak dan dokter mata. Pemeriksaan mata pada
anak yang tidak kooperatif dapat dilakukan dengan pengaruh anestesi
(examination under anesthesia). Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemui
pada pemeriksaan yaitu :
a. Penurunan visus biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah dapat
berkomunikasi dan kooperatif
b. Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus
c. Injeksi
d. Leukocoria
e. Hifema dan atau hipopion
f. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp, biasanya
dapat ditemukan adanya uveitis atau glaucoma
g. Peningkatan tekanan intraokuler
h. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat
terlihat sebagai area tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah.
Pada lesi yang lebih besar dapat ditemukan area berwarna keputihan
seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh kea rah corpus vitreum sedangkan
eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.4,5,8
A B
Gambar 2.5 Hasil pemeriksaan funduskopi pasien RB. A) hasil
pemeriksaan mata kanan pasien RB dengan lesi kecil, tambak gambaran
keputihan di superotemporal, B) lesi RB besar, dimana tumor sudah
menyebar ke korpus vitreum11
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
RB adalah :
a. Ultrasonografi orbital : untuk konfirmasi adanya massa pada segmen
posterior mata dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi
mencapai 80%, RB ditemukan adanya massa tumor hiperekoik dengan
kalsifikasi.
b. CT/MRI scan : pemeriksaan ini tidak dijadikan pemeriksaan rutin. MRI
dapat digunakan jika dicurigasi adanya penyebaran tumor pada intra
maupun ekstrakranial, adanya pinealblastoma/ trilateral retinoblastoma,
atau jika diagnosis diragukan.2,4

5. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan
tindakan enukleasi. Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas retinoblas
dengan nucleus hiperkromatik besar dan sedikit sitoplasma. Macam-macam
derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh pembentukan rosettes yang
terdiri dari 3 tipe :
a. Flexner-Wintersteiner rosettes yang terdiri dari lumen sentral kosong
yang dikelilingi oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh dari
lumen

b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel
terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik
c. Fleurettes adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan differensiasi
fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan
tampak menyerupai karangan bunga.11

Gambar 2.6 Histopatologi retinoblastoma. a) Flexner-Wintersteiner rosettes,


b) Homer Wright rosettes, dan c) Fleurettes 11

6. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding RB adalah sebagai berikut :
a. Katarak kongenital dijumpai adanya pupil putih (leukocoria)
b. Persistent fetal vasculature/ PFV (sebelumnya disebut persistent
hyperplastic primary vitreous/ PHPV) adalah kegagalan regresi
pembuluh darah di korpus vitreum

c. Dysplasia retina yang dapat terjadi pada Norrie’s disease, Patau’s


syndrome, Edward’s syndrome, Walker Warburg dan kelainan migrasi
saraf lainnya
d. Early onset Coat’s disease yaitu kelainan pembuluh darah retina karena
eksudasi lipid di bawah retina
e. Infeksi kongenital seperti toxocariasis
f. Glaucoma kongenital yaitu ditemukannya mata merah, berair dan keruh.4,11
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana retinoblastoma melibatkan pendekatan multidisiplin. Dokter mata,
dokter onkologi, dokter ahli radioterapi, dokter patologi dan konselor genetik
merupakan para ahli yang harus dapat bekerja sama untuk manajemen pasien secara
komprehensif. Secara umum tatalaksana RB dibagi menjadi tatalaksana intraokuler
pada asal tumor dan ekstraokuler yang merupakan penyebaran tumor. Tatalaksana
tersering pada RB unilateral adalah enukleasi bulbi dengan cure rate > 95%. Kasus
RB bilateral biasanya ditangani dengan kemoterapi atau external beam radiation
(EBR).8

Tujuan utama tatalaksana RB intraokuler adalah untuk mempertahankan


kehidupan. Mempertahankan organ dan fungsi penglihatan merupakan tujuan
sekunder dan tertier. Terdapat beberapa metode tatalaksana RB intraokuler meliputi
terapi fokal (krioterapi, laser fotokoagulopati, termoterapi transpupilary, termoterapi
transsklera dan plaque brachytherapy), terapi local (external beam radiotherapy/
EBR, enukleasi) dan terapi sistemik (kemoterapi). Terapi fokal terutama untuk
tumor dengan ukuran kecil sedangkan terapi local dan sistemik digunakan untuk
terapi RB lebih lanjut.8

1. Krioterapi
Krioterapi dilakukan pada tumor ukuran kecil yaitu diameter maksimal 4 mm
dan ketebalan maksimal 2 mm. Biasanya dilakukan tiga kali dalam interval 46
minggu sampai terjadi regresi tumor. Krioterapi dilakukan dengan alat yang
dapat mengeluarkan suhu – 60 sampai – 80 ᵒC sehingga terjadi krionekrosis
tumor.1,4,12

2. Terapi laser
Terapi laser dilakukan pada tumor primer dengan ukuran kecil atau tumor
dengan ukuran besar yang telah mengecil setelah kemoterapi. Terapi laser tidak
efektif pada massa yang telah memenuhi korpus vitreus. Laser dimasukkan ke
dalam mata melalui oftalmoskop atau mikroskop indirek. Dua gelombang yang
umum digunakan adalah cahaya hijau dengan panjang gelombang 532 nM dan
cahaya inframerah dengan panjang gelombang 810 nM. Tujuan terapi ini adalah
untuk menghambat aliran darah ke tumor sehingga terjadi nekrosis jaringan
tumor.1,4,5
3. Plaque brachyterapi
Terapi ini diindikasikan pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 16 mm
dan ketebalannya kurang dari 8 mm. Metodenya adalah dengan memancarkan
gelombang radioaktif ke tumor melalui sclera. Materi radioaktif yang biasa
digunakan adalah Ruthenium 106 dan Iodine 125. Keuntungan terapi ini adalah
kerusakan minimal pada struktur normal di sekitarnya.4,5

4. Enukleasi
Enukleasi adalah tindakan yang paling umum dilakukan pada pasien RB yang
sudah berkembang. Enukleasi biasanya dilanjutkan dengan terapi lainnya untuk
mencegah metastasis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada RB intraokuler yang
sudah diikuti adanya neovaskularisasi iris, glaucoma sekunder, invasi tumor ke
kamera okuli anterior, tumor mengisi > 75% korpus vitreus, tumor nekrosis
dengan inflamasi orbital sekunder dan tumor yang berhubungan dengan adanya
hifema atau hemoragik vitreus.4,5,8 Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
tindakan enukleasi adalah :
a. Manipulasi minimal
b. Menghindari perforasi mata
c. Mendapatkan tunggul nervus optikus > 15 mm
d. Melakukan inspeksi hasil enukleasi untuk mengetahui perluasan tumor ke
ekstraokuler dan keterlibatan nervus optikus
e. Jaringan segar hasil enukleasi segera dikirim ke laboratorium untuk
pemeriksaan patologi anatomi.8

5. Kemoterapi
Kemoreduksi adalah istilah yang menjelaskan proses reduksi volume tumor
dengan kemoterapi. RB dengan kemoterapi saja bukanlah tindakan kuratif yang
efektif karena kemoterapi ini harus diikuti dengan terapi local lainnya. Gabungan
kemoterapi dan terapi fokal dapat meminimalisis kebutuhan untuk enukleasi .4,5,8,12
Tabel menjelaskan regimen kemoterapi yang sering digunakan. Terapi standar
digunakan untuk RB dengan ukuran kecil dan sedang , sedangkan dosis tinggi
untuk tumor yang lebih lanjut.

Tabel 2.4 Regimen kemoterapi dan dosis untuk retinoblastoma intraokuler 8


Hari pertama Vincristine + Etoposide + Carboplatin
Hari kedua Etoposide

Dosis standar (3 mingguan, 6 siklus) : Vincristine 1,5 mg/m 2 (0,05 mg/kg


untuk anak ≤ 36 bulan dengan dosis maksimum 2 mg),
Etoposide 150 mg/m2 (5 mg/kg untuk anak ≤ 36 bulan),
Carboplantin 560 mg/m2 (18,6 mg/kg untuk anak ≤ 36
bulan)

Dosis tinggi (3 mingguan, 6-12 siklus) : Vincristine 0,025 mg/kg,


Etoposide 12 mg/kg, Carboplatin 28 mg/kg

6. External Beam Radiotheraphy (EBR)


Pada tahun 1990-an EBR digunakan secara luas sebagai tatalaksana RB namun
akhir-akhir ini dihindari karena berisiko memunculkan keganasam sekunder,
meningkatkan risiko katarak, mata kering dan atrofi jaringan. EBR baru
dilakukan ketika terapi local dan kemoterapi gagal atau ketika kemoterapi
dikontraindikasikan.5

7. Terapi suportif
a. Pemasangan prosthesis atau mata buatan setelah enukleasi, tindakan ini
merupakan bagian yang cukup penting untuk rehabilitasi. Biasanya dilakukan
beberapa minggu setelah operasi
b. Dukungan psikologis untuk pasien dan keluarganya
c. Penggunaan pelindung mata pada mata yang sehat saat beraktivitas
d. Konseling pada keluarga tentang risiko RB pada anggota keluarga lainnya.4
2.8 Diagnosis Prenatal dan Metode Screening
Apabila terdapat riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma,maka dapat
dilakukan pemeriksaan untuk menghindari kejadian RB atau melakukan deteksi
awal.
1. Pre-implantation genetic diagnosis (PIGD)
PIGD merupakan screening yang dilakukan terutama saat dilakukannya invitro
fertilization untuk memilih embrio yang akan diimplantasikan ke uterus ibu.
Screening dilakukan saat fase blastosit dimana satu sel diperiksa untuk melihat
ada tidaknya mutasi.

2. Chorion villous sampling (CVS) atau amniosentesis adalah teknik untuk


mengambil jaringan fetus dan kemudian dilakukan pemeriksaan mutasi prenatal.
3. USG prenatal
Pemeriksaan ini dilakukan pada usia kehamilan akhir untuk melihat ada tidaknya
pertumbuhan tumor pada orbita. Sensitivitas pemeriksaan ini rendah, perlu
dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman.
4. Pemeriksaan darah plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah
plasenta oleh dokter spesialis obsgyn, darah kemudian dikirim ke laboratorium
untuk pemeriksaan mutasi gen RB.4
2.9 Prognosis
1. Prognosis terhadap kehidupan
Tumor yang tidak diterapi dapat mengakibatkan invasi local dan
metastasis dan biasanya pasien akan meninggal dalam jangka waktu kurang
dari 2 tahun. Kasus yang jarang dapat terjadi perhentian pertumbuhan tumor
secara spontan dan membentuk retinoma, atau nekrosis dan menyebabkkan
phtisis bulbi.4,12

Tumor dengan ukuran kecil atau sedang jika diterapi dengan tepat
dapat mempunyai survival rate mencapai 95% (pada negara maju)
sedangkan pada negara berkembang adalah sekitar 50%. Prognosis yang
buruk berhubungan dengan ukuran tumor, keterlibatan nervus optikus,
penyebaran ekstraokuler dan usia yang lebih tua saat onset.4,9

2. Prognosis penglihatan
Di negara maju prognosis penglihatan retinoblastoma cukup bagus
yaitu dapat mencapai 50% pada mata yang tidak di-enukleasi. Prognosis
penglihatan pada mata yang tidak terkena tumor mencapai lebih dari 80%.4
BAB III
KESIMPULAN

Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel


retinoblast. RB terjadi baik familial (40%) atau sporadik (60%). Tumor ini
merupakan keganasan intraokuler pada anak yang paling sering terjadi. RB dapat
terjadi pada satu mata (unilateral), dua mata (bilateral) atau dua mata disertai
perkembangan tumor sel retinosit primitif di glandula pineal (trilateral).
Retinoblastoma diklasifikasikan berdasarkan RB intraocular dan ekstraokular.
Gejala klinis yang sering di jumpai berupa Leukocoria, Strabismus, Mata merah
dan nyeri, glaukoma, gangguan penglihatan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
digunakan dengan metode tatalaksana RB intraokuler meliputi terapi fokal
(krioterapi, laser fotokoagulopati, termoterapi transpupilary, termoterapi transsklera
dan plaque brachytherapy), terapi local (external beam radiotherapy/ EBR,
enukleasi), dan terapi sistemik (kemoterapi). Prognosis retinoblastoma dilihat
berdasarkan prognosis terhadap kehidupan dan prognosis penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aerts, I., L. L. Rouic, M. Gauthier-Villars, H. Brisse, F. Doz, and L. Desjardins.


2006. Review : Retinoblastoma. Orphanet Journal of Rare Disease, 1:31.
2. Dunãrintu, S., F. Birsasteanu, D. Onet, M. Pascut, D. Bejenaru, and M.
Mogoseanu. 2008. Imaging of Ocular Malign Tumors in Children. Journal of
Experimental Medical & Surgical Research, 3: 89-95.
3. Deegan, W. F. 2005. Retinoblastoma : A Review of Current Treatment Strategies.
Journal of Ophthalmic Prosthetics.
4. Parulekar, M. V. 2010. Retinoblastoma – Current treatment and future direction.
Early Human Development, 86: 619-25.
5. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R. Hurwitz.
2007. Retinoblastoma : Review of Current Management. The Oncologist, 12:
1237-46.
6. Riordan-Eva, P., and J. P. Whitcher. 2007. Anatomy and Embryology of the
Eye. In : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th Edition. McGraw-
Hill’s.
7. Ilyas, S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi
ketiga. Jakarta: FKUI.
8. Reddy, V. A. P., and S. G. Honavar. 2008. Retinoblastoma – Advanced in
Management. Apollo Medicine, 5(3): 183-9.
9. Paduppai, S. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin
Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical Science,
2(1): 1-7.
10. Isidro, M. A., and H. Roy. 2012. Retinoblastoma. Diambil dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview. Diakses tanggal : 9
September 2013.
11. Rodriguez-Galindo, C., and M. W. Wilson. 2010. Clinical Features, Diagnosis,
Pathology. In : Retinoblastoma. London: Springer.
12. Othman, I. S. 2012. Retinoblastoma major review with updates on Middle east
management protocols. Saudi Journal of Ophthalmology, 26: 163-75.

Anda mungkin juga menyukai