Oleh Kelompok 2 :
DENPASAR
2020/2021
KATA PENGATAR
Puja dan puji syukur yang tiada terhingga dihaturkan penulis kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan karunia-Nya tulisan yang berjudul ”Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Retinoblastoma Pada Anak” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas
dalam menempuh Pendidikan Program Studi Keperawatan Program Sarjana Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali pada Semester Ganjil tahun 2021, yang diampu oleh Ibu
Ns. I Gusti Ayu Putu Satya Laksmi, S.Kep.,M.Kep.
Dalam keberhasilan penyusunan tulisan ini tentunya tidak luput dari bantuan beberapa
pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih yang setulustulusnya kepada pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh Karena itu,
segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan demi karya-karya penulis berikutnya.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN RETINOBLASTOMA PADA ANAK
1.1 Definisi
Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas yang mengenai retina pada satu mata
(unilateral) atau kedua mata (bilateral). Retinoblastoma dapat menyerang laki-laki dan
perempuan. (yuliani, 2010)
Retinoblastoma adalah tumor endookuler pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak. Penderita retinoblastoma
merupakan penyakit herediter. Retinoblastoma merupakan tumor yang bersifat
autosomal dominan dan merupakan tumor embrional. Sebagian besar penderita dengan
retinoblastoma aktif ditemukan pada usia kurang dari 5 tahun, sedang bila terdapat
binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan. (Apriany, 2016)
1.2 Etiologi
Faktor herediter, dihubungkan dengan penyimpangan kromosom (yuliani, 2010).
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga diklasifikasikan
menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan diturunkan
atau tidak diturunkan. Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang
berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak
terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Tumor bisa
menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalui saraf penglihatan/nervus optikus).
(Apriany, 2016)
1.8 Penatalaksanaan
Terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk menghilangkan
tumor dan menyelamatkan nyawa penderita, mempertahankan penglihatan bila
memungkinkan, menyelamatkan mata, menghindari tumor sekunder yang dapat juga
disebabkan karena terapi terutama pada anak yang mengalami retinoblastoma yang
diturunkan. Faktor terpenting yang menentukan pemilihan terapi meliputi apakah
tumor pada satu mata atau kedua mata, bagaimana penglihatannya, dan apakah tumor
telah meluas keluar bola mata. Hasil terapi akan lebih baik bila tumor masih
terbatas dalam mata dan akan memburuk bila tumor telah menyebar. Berdasarkan
stadium tumor, terapi yang dapat digunakan yaitu:
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelah prosedur ini,
untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan
pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan
pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup
parah, pendekatan konservatif mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi gloukoma, invasi ke rongga anterior, atau
terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi lokal tidak dapat dievaluasi karena katarak
atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat
ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosa tumor sudah meyebar ke
ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti
vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan
menaikkan relaps orbita.
2. External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastoma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi
meruapakan terapi efektif lokal untuk khusus ini. EBRT menggunakan eksalator
linier dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi
seluruh retina. Pada bayi mudah harus di bawah anestesi dan imobilisasi selama
prosedur ini, dan harus ada kerja sama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter
radioterapi untuk membuat perencanaan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran
tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan
terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus
diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhan
tulang orbita, yang akhirnya akan menyebabkan gangguan kosmetik. Hal yang
lebih penting adalah terjadi malignasi sekunder.
3. Radioterapi Plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang
makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya
digunakan untuk tumor yang ukurannya kecil sampai sedang yang tidak setuju
dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi
akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khususnya setelah kemoterapi.
4. Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat
diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali
sampai kontrol lokal terapi. Kryoterapi biasanya ditunjukan untuk tumor bagian
depan dan dilakukan dengan pertanda kecil yang diletakkan di konjungtiva.
Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang
baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan
pada tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan
parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau
sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.
5. Kemoterapi
Kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan
memiliki faktor risiko potensial seperti nervus optikus yang pendek (< 5 mm),
tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Obat yang
digunakan adalah carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid, sikofosfamid,
ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan
danurubisin.
Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan
limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar
pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan pendekatan
kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh
pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya
dikaitkan dengan ekspresi yang berlebihan p 170 glikopretein pada retinoblastoma,
yang dihubungkan dengan multidrug resistaSnce terhadap kemoterapi.(Apriany,
2016)
- Leukokoria
Yaitu reflek pupil yang berwarna putih.
- Hipopion
Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.
- Hifema
Yaitu terdapatnya darah pada pembuluh darah, biasanya terjadi karena
trauma.
d. Pemeriksaan pupil
Leukokoria (reflek pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala
yang paling sering ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.
e. Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papi saraf optik, dan
retina. Pada retinoblastoma ditemukan refleksi tak ada (atau gelap) akibat
perdarahan yang banyak dalam badan kaca.
C. Intervensi
Rencana Keperawatan
No Tgl / jam Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan persepsi Setelah diberikan Minimalisasi rangsangan 1. Agar
sensori penglihatan Tindakan 1. Periksa status mengetahui
keperawatan selama mental, status status
…x 24 jam sensori, dan kenyamanan
diharapkan sensori tingkat pasien
pasien membaik kenyamanan (mis. 2. Agar
dengan kriteria Nyeri, kelelahan) mengetahui
hasil: 2. Diskusikan beban apa
1. Verbalisasi tingkat toleransi yang
melihat terhadap beban memperberat
bayangan sensori (mis. sensori
menurun Bising, terlalu penglihatan
2. Distorsi terang) pasien
sensori 3. Batasi stimulus 3. Agar pasien
menurun lingkungan (mis. merasa lebih
3. Respons Cahaya, suara, nyaman
sesuai aktivitas) 4. Mengajarkan
stimulus 4. Ajarkan cara secara mandiri
membaik meminimalisasi membatasi
4. Ketajaman stimulus (mis. stimulus
penglihata Mengatur 5. Membantu
n cukup pencahayaan dalam
meningkat ruangan, persepsi
mengurangi stimulus
kebisingan, pasien
membatasi
kunjungan)
5. Kolaborasi dalam
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
2 Gangguan rasa nyaman Setelah diberikan Manajemen nyeri 1. agar
nyeri Tindakan 1. identifikasi mengetahui
keperawatan selama lokasi, status nyeri
…x24 jam karateristik, pasien
diharapkan pasien durasi, frekuensi, 2. untuk
dapat merasa kualitas, mengetahui
nyaman dengan intensitas nyeri skala nyeri
kriteria hasil: 2. identifikasi skala pasien
1. Kesejahter nyeri 3. untuk
aan fisik 3. identifikasi factor mengetahui
meningkat memperberat dan factor
2. Kesejahter memperingan memperberat
aan nyeri dan
psikologis 4. berikan Teknik memperingan
meningkat non farmakologis nyeri
3. Keluhan untuk mengurangi 4. memberikan
tidak rasa nyeri (mis. perawatan non
nyaman TENS, hypnosis, farmakologis
menurun terapi music, yang nyaman
4. Gelisah biofeedback, dan membuat
menurun aromaterapi, pasien merasa
Teknik imajinasi lebih tenang
terbimbing, 5. menciptakan
kompres suasana yang
hangat/dingin, tenang pada
terapi bermain) pasien
5. control 6. agar pasien
lingkungan yang mengetahui
memperberat rasa factor-faktor
nyeri (mis. suhu penyebab
ruangan, nyeri
pencahayaan, 7. agar
kebisingan) digunakan
6. ajarkan penyebab, secara tepat
periode, dan untuk
pemicu nyeri menghindari
7. anjurkan hal yang
menggunakan merugikan
analgetic secara pasien
tepat 8. untuk
8. kolaborasi mengurangi
pemberian nyeri pasien
analgetic jika
perlu
3 Gangguan konsep diri Setelah diberikan Orientasi realita 1. agar
Tindakan 1. monitor mengetahui
keperawatan selama perubahan perubahan
… 24 jam orientasi lingkungan
diharapkan konsep 2. monitor yang terjadi
diri pasien perubahan pada pasien
membaik dengan kognitif dan 2. agar
kriteria hasil: prilaku mengetahui
1. Perilaku 3. atur stimulus perubahan
konsisten sensorik dan kognitif dan
meningkat
lingkungan (mis. prilaku
2. Hubungan
kunjungan, 3. agar pasien
yang
pemandangan, tidak merasa
efektif
meningkat suara , terganggu
3. Perasaan pencahayaan) 4. melatih pasien
fluktuatif 4. libatkan dalam dalam kondisi
terhadap kelompok orientasi
diri orientasi 5. agar pasien
menurun 5. anjurkan tidak terlalu
perawatan secara mengandalka
mandiri n orang lain
6. ajarkan keluarga dan percaya
dalam perawatan pada dirinya
orientasi realita sendiri
6. mendukung
pasien dalam
perawatan
orientasi
realita
4 Ansietas Setelah diberikan Reduksi ansietas 1. untuk
Tindakan 1. identifikasi saat mengetahui
keperawatan selama tingkat ansietas tingkat
…x 24 jam berubah (mis. ansietas pada
diharapkan pasien kondisi, waktu, pasien
dapat merasa sressor) 2. apakah pasien
tenang dengan 2. identifikasi percaya pada
kriteria hasil: kemampuan dirinya sendiri
1. Verbalisasi mengambil atau tidak
kebingung keputusan 3. agar pasien
an
3. ciptakan suasana merasa lebih
menurun
terapeutik untuk percaya diri
2. Verbalisasi
menumbuhkan 4. pasien akan
khawatir
terhadap kepercayaan merasa lebih
kondisi 4. dengarkan diperhatikan
yang dengan penuh 5. agar pasien
dialami perhatian tidak merasa
menurun 5. gunakan takut atau
3. Perilaku pendekatan yang cemas
gelisah tenang dan 6. agar pasien
menurun meyakinkan tidak bingung
4. Perilaku 6. jelaskan saat
tegang prosedur, melakukan
menurun termasuk sensasi Tindakan
yang mungkin 7. melatih pasien
dialami tidak
7. anjurkan memendam
mengungkapkan perasaan yang
perasaan dan dialami
persepsi 8. untuk
8. kolaborasi mengurangi
pemberian obat cemas pasien
antiansietas jika
perlu
5 Deficit pengetahuan Setelah diberikan Edukasi Kesehatan 1. untuk
Tindakan 1. identifikasi mengetahui
keperawatan selama kesiapan dan apakah pasien
…x 24 jam kemampuan sudah siap
diharapkan pasien menerima menerima
dapat paham informasi informasi
dengan informasi 2. sediakan materi 2. memudahkan
yang diberikan dan media dalam
dengan kriteria Pendidikan penyampaian
hasil:
Kesehatan materi
1. Perilaku
terutama tentang 3. agar pasien
sesuai
anjuran penyakitnya mengetahui
meningkat 3. jelaskan factor factor rsiko
2. Pertanyaan risiko yang dapat pada
mempengaruhi kesehatannya
tentang Kesehatan 4. melatih unuk
masalah 4. ajarkan perilaku hidup bersih
yang hidup bersih dan dan sehat
dihadapi sehat
menurun
3. Persepsi
yang
keliru
tehadap
masalah
menurun
6 Resiko cedera Setelah diberikan Manajemen keselamatan 1. untuk
tindakan lingkungan mengetahui
keperawatan selama 1. identifikasi kebutuhan
…24 jam kebutuhan keselematan
diharapkan cedera keselamatan pasien
tidak terjadi dengan (mis. kondisi fisik, 2. meminimalka
kriteria hasil: fungsi kognitif, n terjadinya
1. Kejadian dan Riwayat cedera
cedera prilaku) 3. agar pasien
menurun 2. hilangkan bahaya terhindar dari
2. Luka atau
keselamatan cedera
lecet
lingkungan (mis. 4. memudahkan
menurun
fisik, biologi, pasien untuk
3. Toleransi
aktivitas kimia) berinteraksi
meningkat 3. modifikasi dengan
lingkungan untuk lingkungan
meminimalkan 5. agar
bahaya dan membantu
resiko pasien
4. sediakan alat terhindar dari
bantu keamanan cedera
lingkungan (mis.
commode chair
dan pegangan
tangan)
5. ajarkan individu,
keluarga, dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan
D. Implementasi
Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan setelah
perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien
yang bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak ataupun respon
yang dapat ditimbulkan oleh adanya masalah keperawatan serta kesehatan.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat
(Debora, 2013).
E. Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data
yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2011). Evaluasi
merupakan aspek penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik
dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan
atau diubah.
Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika atau segera setelah
mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan perawat untuk segera
memodifikasi intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu menunjukan
tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan dan memungkinkan perawat untuk
memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan.
Evaluasi 38 pada saat pulang mencakup status pencapaian tujuan dan kemampuan
perawatan diri klien terkait perawatan tindak lanjut (Kozier, 2010).
Dalam penerapan proses keperawatan evaluasi didokumentasikan dalam
teknik SOAP (subjektif, objektif, analisis, planning). Data subjektif yaitu respon
verbal yang disampaikan klien di akhir pemberian asuhan keperawatan. Data objektif
yaitu menggambarkan respon nonverbal klien pada akhir pemberian asuhan
keperawatan. Analisis yaitu menggambarkan apakah masalah keperawatan dapat
teratasi atau tidak dapat teratasi. Untuk mengetahui keberhasilannya, maka dilakukan
perbandingan antara informasi yang didapat dari data subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian dapat ditarik kesimpulan apakah masalah sudah
teratasi, teratasi sebagaian atau tidak teratasi.
Planning merupakan rencana keperawatan lanjutan berdasarkan hasil analisis
yang telah dilakukan. Rencana lanjutan tersebut berkaitan dengan rencana
keperawatan yang telah dirancang sebelumnya dan difokuskan pada point berapa yang
akan dilanjutkan sesuai kebutuhan klien oleh perawat (Kozier, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Yuliani, s. &. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Debora, O. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika