Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

LP DAN ASKEP AUTISME

Oleh Kelompok 2:
1. A.A Istri Revaliana Pradnyandari (193213006)
2. Dewa Ayu Made Febriari (193213009)
3. I Gusti Ayu Made Indri Amanda (193213014)
4. Ni Komang Bunga Triska Yuniari (193213027)
5. Ni Komang Devi Arianthi (193213028)
6. Ni Komang Sindy Octaviana Dewi (193213030)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah yang berjudul “LP Dan Asekp Autisme” ini disusun untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak II pada program studi ilmu
keperawatan yang diampu oleh Ns. I Gusti Ayu Putu Satya Laksmi, S.Kep.,M.Kep.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah
ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa, masyarakat, dan pembaca.

Denpasar, 05 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macamAnak


Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan,
maupun secara akademik.

Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang
anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak Autisme.
Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak Autisme,
penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara
umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini
terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat
membantu kita mengetahui anak Autisme tersebut.

Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih sering dari
wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan neurologis
menunjukkan gejala-gejala seperti austik atau memberi kecenderungan penderita pada
perkembangan gejala austik juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan
kejang.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana konsep dasar penyakit dari Autisme?

2. Bagaimana konsep dasar asuhakan keperawatan pada anak dengan Autisme?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit dari Autisme.

2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan Autisme.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Menurut Sudrajat dan Rosida (2013:47) Autis adalah gangguan perkembangan yang
luas dan berat yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun.
Gangguan ini terutama mencakup bidang komunikasi, interaksi dan perilaku.
Autisme merupakan suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada perkembangan
anak meliputi perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap
sekitar sehingga anak tersebut hidup dalam dunianya sendiri (Meranti, 2013).
Menurut Boham (2013) menyebutkan dalam bukunya bahwa kesendirian anak autis
disebabkan karena permasalahan aspek sosial dan komunikasi yang dimiliki. Selain kedua
permasalahan tersebut, anak autis juga menunjukkan perilaku yang repetitive atau
berulang. Ciri-ciri ini juga ditunjukkan dengan perilaku anak yang tidak mampu menjalin
interaksi timbal balik, kurang adanya kontak mata, ekspresi wajah yang datar, gerakan
tubuh yang kurang tertuju. Anak autis juga cenderung sulit untuk bermain dengan teman
sebaya serta tidak dapat berempati atau merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Hal
inilah yang membuat anak autis cenderung terlihat sendiri.
B. Etiologi
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini
bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan
setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan
beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis
otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan
pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung
jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit,
sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi
gangguan atau kekacauan impuls di otak. Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah
sistem limbik yang disebut hippocampus.
Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi. Anak kurang dapat
mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif.
Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah
kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan
hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi
penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit
ditemukan. Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya
gejala autisme.
Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post
partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan
sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan
tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get
syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini
hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi
kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak
dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi
tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
C. Klasifikasi
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering
kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat
diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut:
1) Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak
sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat
tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara
berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah,
namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi
berada di pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak
baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
D. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik
melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi
yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh
berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf,
migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya
sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang
mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat
seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi,
proses mengingat, serta kegiatan bahasa.
Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan
memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar
yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping
depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu
perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta
metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.
E. PATHWAY
F. Manifestasi Klinis
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal

Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak
dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang
lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang
lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
Bicara monoton seperti robot.

2. Gangguan dalam bidang interaksi social

Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila
dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila
menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang
tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
Saat bermain bila didekati malah menjauh.

3. Gangguan dalam bermain

Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi
satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan seksama
dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas,
gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang
satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai
atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain.
Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang
bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang
berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan
tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.

4. Gangguan perilaku

Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya
bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua
pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan
tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti
dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif
atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah
tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide,
aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif
ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan
gangguan perilaku lainnya.

5. Gangguan perasaan dan emosi

Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.

6. Gangguan dalam persepsi sensori

Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,


penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian
tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.

7. Intelegensi

Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.


Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan
bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%.
Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang
melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan
yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.

G. Komplikasi
Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau mendekati
normal. Anak anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal kehidupan, biasanya
sebelum usia 3 tahun,mempunyai resiko epilepsi atau aktivitas kejang otak. Selama masa
remaja, beberapa anak dengan autisme dapat menjadi depresi atau mengalami masalah
perilaku.Beberapa komplikasi y ang dapat muncul pada penderita autis antara lain (Kim,
2015):
1. Masalah sensorik
pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik. Sensasi biasa
dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-kadang, pasien autis tidak
berespon terhadap beberapa sensai yang ekstrim, antara lain panas, dingin, atau
nyeri.
2. Kejang
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme. Kejang sering
dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.
3. Masalah kesehatan mental
menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap depresi,
kecemasan, perilaku impulsi, dan perubahan suasana hati.
4. Tuberous sclerosis
gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk otak.
Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak jelas. namun, tingkat
autisme jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan tuberous sclerosis
dibandingkan mereka yang tanpa kondisi tersebut
H. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening
yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak
yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan
hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan,
kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme
pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala
item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan
komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia
2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang
kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin
5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel
saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi
dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal
dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada
penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas,
penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin
dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik
atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin
tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan
serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku
menyakiti diri sendiri.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai
reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi,
gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan
penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau
kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi. Untuk meningkatkan keterampilan
sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara
nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika
Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi
untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi
okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera,
latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap
suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk
kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan
diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten),
pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan
bakteri yang berada di dinding usus. Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan
penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh
menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak
berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi.
Teman-temannya sering kali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,
cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari
solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya.

1.2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, sukubangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu
singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati
akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas,
gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi.
Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang
senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bendapa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari
70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai
IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
- Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
- Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar
2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromoskuler
2. Gangguan interaksi social berhubungan dengan hambatan perkembangan atau
maturase
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan gangguan neurologis
4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor dan
kognitif

3. Intervensi keperawatan

Rencana Keperawatan
No Tgl / jam Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan Setelah diberikan Promosi komunikasi: deficit 1. Agar mengetahui
komunkasi verbal Tindakan bicara kecepatan,
keperawatan selama 1. Monitor kecepatan, kuantitas, volume,
…x24 jam tekanan, kuantitas, dan diksi yang
diharapkan volume, dan diksi digunakan oleh
kemampuan bicara pasien sehingga
menerima, 2. Identifikasi perawat dapat
memproses, perilaku emosional menyesuaikan
mengirim, dan/atau dan fisik sebagai 2. Agar mengetahui
menggunakan symbol bentuk komunikasi factor berupa
dapat dilakukan 3. Gunakan metode prilaku
secara lancar dengan komunikasi emosional dan
kriteria hasil: alternatif (mis. fisik sebagai
1. Kemampuan Menulis, mata bentuk komunkasi
berbicara berkedip, papan 3. Agar
meningkat komunikasi dengan memudahkan atau
2. Kemampuan gambar dan huruf, menyesuaikan
mendengar isyarat dengan berinteraksi
meningkat tangan, dan dengan pasien
3. Kesesuaian computer) 4. Agar pasien lebih
ekspresi 4. Sesuaikan gaya nyaman Ketika
wajahj/tubuh komunikasi dengan diajak
meningkat kebutuhan (mis. berkomunikasi
Berdiri di depan 5. Agar pasien tidak
pasien, dengarkan merasa
dengan seksama, disudutkan dan
tunjukkan satu percaya diri
gagasan atau 6. Memudahkan
pemikiran perawat untuk
sekaligus, bicaralah mengetahui apa
dengan perlahan yang dikatakan
sambal pasien
menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,
atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien)
5. Berikan dukungan
psikologis
6. Anjurkan berbicara
perlahan

2 Gangguan interaksi Setelah diberikan Modifikasi prilaku 1. Agar mengetahui


social Tindakan keterampilan social penyebab
keperawatan selama 1. Identifikasi kurangnya
…x24 jam penyebab ketrampilan social
diharapkan kuantitas kurangnya pada pasien
dan/atau kualitas keterampilan social 2. Agar dapat
hubungan social yang 2. Identifikasi focus menyesuaikan
cukup dengan kriteria pelatihan ketrampilan social
hasil: keterampilan sosial apa yang disukai
1. Perasaan 3. Motivasi untuk pasien
nyaman berlatih 3. Agar pasien
dengan keterampilan social bersemangat
situasi social 4. Beri umpan balik untuk mengikuti
meningkat positif (mis. Pujian Latihan
2. Perasaan atau penghargaan) ketrampilan social
mudah terhadap 4. Agar pasien lebih
menerima kemampuan percaya diri
atau sosialisasi 5. Agar pasien
mengkomun 5. Jelaskan tujuan mengetahui tujuan
ikasikan melatih yang jelas
perasaan keterampilan social mengapa
meningkat 6. Jelaskan respons melakukan
3. Responsive dan konsekuensi Latihan
pada orang keterampilan social keterampilan
lain 7. Anjurkan social
meningkat mengungkapkan 6. Agar pasien
perasaan akibat memahami
masalah yang respons dan
dialami konsekuensi
keterampilan
social
7. Agar pasien tidak
memendam
perasaan yang
dialami dan
berakibat pada
gangguan
keterampilan
social
3 Gangguan konsep Setelah diberikan Orientasi realita 1. Agar mengetahui
diri Tindakan 1. Monitor perubahan perubahan
keperawatan selama orientasi orientasi yang
…x24 jam 2. Monitor perubahan terjadi
diharapkan kognitif dan prilaku 2. Agar mengetahui
kemampuan 3. Perkenalkan nama perubahan
mempertahankan saat memulai kognitif dan
keutuhan persepsi interaksi prilaku yang
terhadap diri baik 4. Orientasikan orang, terjadi
dengan kriteria hasil: tempat, dan waktu 3. Agar menjadi
1. Perasaan 5. Hadirkan realita contoh yang baik
konsisten (mis. Beri dan benar pada
meningkat penjelasan pasien
2. Hubungan alternatif, hindari 4. Agar pasien lebih
yang efektif perdebatan) memahami
meningkat 6. Sediakan tentang orientasi
3. Perasaan lingkungan dan orang, tempat,
fluktuatif rutinitas secara dan waktu
terhadap diri konsisten 5. Agar pasien dapat
menurun 7. Anjurkan berinteraksi
perawatan diri dengan baik
secara mandiri 6. Agar pelatihan
8. Ajarkan keluarga dilakukan secara
dalam perawatan konsisten
orientasi realita 7. Agar pasien bisa
merawat diri
sendiri
8. Agar membantu
proses konsep diri
pada pasien
berkembang
4 Resiko tinggi Setelah diberikan Manajemen keselamatan 1. Untuk mengetahui
cedera Tindakan lingkungan kebutuhan
keperawatan selama 1. Identifikasi keselamatan pada
…x24 jam kebutuhan pasien
diharapkan keparahan keselamatan (mis. 2. Agar mengetahui
dari cedera yang Kondisi fisik, status
diamati atau fungsi kognitif, dan keselamatan
dilaporkan tidak Riwayat prilaku) pasien
terjadi dengan kriteria 2. Monitor perubahan 3. Agar menghindari
hasil: status keselamatan pasien dari
1. Kejadian lingkungan bahaya cedera
cedera 3. Hilangkan bahaya 4. Agar pasien
menurun keselamatan melakukan
2. Luka/lecet lingkungan (mis. kegiatan tanpa
menurun Fisik, biologi, dan ada resiko cedera
3. Toleransi kimia), jika 5. Meminimalkan
aktivitas memungkinkan terjadinya cedera
meningkat 4. Modifikasi 6. Agar
lingkungan untuk berkontribusi
meminimalkan dalam
bahaya dan risiko penanganan tidak
5. Gunakan perangkat terjadinya resiko
pelindung (mis. cedera pada
Pengekangan fisik, pasien
rel samping, pintu
terkunci, pagar)
6. Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan


oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan (Nursallam, 2011)

Menurut PPNI (2018), untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan


maka tindakan implementasi terdiri atas tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan
kolaborasi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuannya yaitu mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap ini perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien (Nursalam, 2011).

5. Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data
yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2011). Evaluasi
merupakan aspek penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik
dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan
atau diubah.
Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika atau segera setelah
mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan perawat untuk segera
memodifikasi intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu menunjukan
tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan dan memungkinkan perawat untuk
memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan.
Evaluasi 38 pada saat pulang mencakup status pencapaian tujuan dan kemampuan
perawatan diri klien terkait perawatan tindak lanjut (Kozier, 2010).
Dalam penerapan proses keperawatan evaluasi didokumentasikan dalam
teknik SOAP (subjektif, objektif, analisis, planning). Data subjektif yaitu respon
verbal yang disampaikan klien di akhir pemberian asuhan keperawatan. Data objektif
yaitu menggambarkan respon nonverbal klien pada akhir pemberian asuhan
keperawatan. Analisis yaitu menggambarkan apakah masalah keperawatan dapat
teratasi atau tidak dapat teratasi. Untuk mengetahui keberhasilannya, maka dilakukan
perbandingan antara informasi yang didapat dari data subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian dapat ditarik kesimpulan apakah masalah sudah
teratasi, teratasi sebagaian atau tidak teratasi.
Planning merupakan rencana keperawatan lanjutan berdasarkan hasil analisis
yang telah dilakukan. Rencana lanjutan tersebut berkaitan dengan rencana
keperawatan yang telah dirancang sebelumnya dan difokuskan pada point berapa yang
akan dilanjutkan sesuai kebutuhan klien oleh perawat (Kozier, 2010).
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Autisme merupakan suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
perkembangan anak meliputi perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan
kepedulian terhadap sekitar sehingga anak tersebut hidup dalam dunianya sendiri.
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh
para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan
makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru
terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu. Autisme dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya, yaitu autis ringan, autis sedang, dan
autis berat.
3.2 Saran
Sebagai tenaga Kesehatan yang tidak jarang bertemu dengan pasien menderita
autism harus memberikan perawatan dengan sangat hati-hati dan sabar serta dengan
pendekatan yang meyakinkan dan menenangkan, karena pada anak dengan autism
tidak seperti pada anak normal yang mengerti keadaan lingkungan.
Begitu juga dengan masyarakat jika menemui pasien dengan autism tidak
diperkenankan mengejek ataupun menyudutkan anak tersebut karena sangat
berdampak pada Kesehatan mental atau psikisnya. Kita harus dapat menghargai
apapun yang terjadi dan bersikap professional.
DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, D. & Rosida, L. 2013. Pendidikan Bina Diri Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta Timur: PT. Luxima Metro Media.

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.

PPNI, P. S. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Setyawan, F. 2010. Pola Penanganan Anak Autis Di Yayasan Sayab Ibu (YSI) Yogyakarta.
Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Dakwah. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai